Post on 21-Feb-2017
transcript
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 11
C2 Respon Imun Adaptif
Topik : Respon Imun Adaptif
Tutor : dr. Fera Ibrahim, MSc, PhD, SpMK (K) (Dept. Mikrobiologi)
A. Pendahuluan
Sistem imun adaptif merupakan respon imun yang bekerja
secara spesifik terhadap suatu antigen tertentu dengan
melibatkan sel T dan sel B. Ada dua macam, antara lain antibody
mediated (humoral) dan cell mediated (seluler) di mana humoral
membutuhkan sel B sementara seluler membutuhkan sel T.
Produksi sel limfosit B dan T sama-sama dari sumsum tulang
perbedaannya terjadi pada tempat pematangan. Di mana
pematangan sel T di kelenjar timus sementara sel B tetap di
sumsum tulang. Selanjutnya akan dikirim ke kelenjar limfoid
perifer. Proliferasi sel T dibantu oleh timosin di mana timosin ini
akan berkurang di usia 30-40 tahun maka orang di atas usia
tersebut akan mengalami aging dan rentan terhadap penyakit.
Sel B akan diperantarai oleh antibodi di mana spesifik
terhadap antigen. Sel T akan diperantarai sel sendiri dan tidak
memproduksi antibodi melainkan limfokin (zat aktif secara
imunologis), sel T efektor, dan sel supresor.
B. Maturasi Sel Limfosit
Secara umum maturasi sel limfosit terjadi dari mulai
Hematopoietic stem cell sampai menjadi sel naif. Berikut
prosesnya :
Gambar 2.1 Pematangan Sel Limfosit secara Umum1
Secara garis besar, pematangan galur sel limfosit menjadi sel T
maupun sel B terjadi berdasarkan instruksi yang diberikan oleh
reseptor permukaan sel yang akan menginduksi regulator
transkripsi yang spesifik di mana regulator tersebut akan
menginstruksikan untuk membentuk sel B atau sel T dari sel
progenitor.1 Kemudian untuk menentukan sel B atau sel T terdapat
faktor transkripsi yang akan menginstruksikan ke mana takdir sel
T dan sel B tersebut, berikut macam-macam faktor transkripsi :
- Faktor Transkripsi untuk Membentuk Sel T : 1
Notch 1
GATA-3
- Faktor Transkripsi untuk Membentuk Sel B : 1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 12
C2 Respon Imun Adaptif
EBF
E2A
Pax5
Berikut skema pembentukan sel T dan sel B sesuai dengan
faktor transkripsinya : 1
Untuk melakukan pematangan sel, limfosit akan
melakukan proses yang disebut dengan seleksi klona. Berikut
perkembangan dan seleksi klon B :
Gambar 2.2 Faktor Transkripsi dalam Penentuan Limfosit B
atau T1
Gambar 2.3 Seleksi Positif dan Negatif Sel Limfosit B/T1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 13
C2 Respon Imun Adaptif
Dari gambar di atas diketahui bahwa sel yang mengalami
seleksi negatif merupakan sel yang memiliki ikatan kuat
dengan self-antigens.1 Untuk itu perlu adanya receptor editing
agar menjadi lemah (karena jika kuat dapat mengakibatkan
reaktivitas terhadap sel sendiri). 1 Jika terjadi kegagalan dalam
proses editing maka akan terjadi kematian yang disebut
dengan clonal deletion. 1 Selain itu, clonal deletion langsung
dapat terjadi tanpa proses editing terlebih dahulu yaitu melalui
mekanisme apoptosis. 1 Proses-proses tadi itu disebut dengan
mekanisme toleransi terhadap self-antigens di mana proses
tersebut terjadi di organ limfoid primer maka disebut central
tolerance. 1
Lebih detil lagi, pematangan sel limfosit juga melalui cara
gene rearrangement yaitu rekombinasi V(D)J. Berikut
mekanisme rekombinasi V(D)J :
1. Sinapsis
Terjadi pembentukan loop pada kromosom yang memiliki
coding segment. Di mana kedua coding segment memiliki
RSSs (Recombination Signal Sequences). Hal ini dilakukan
untuk persiapan dalam melakukan pembelahan,
pemrosesan, dan penggabungan.
2. Pembelahan (Cleavage)
o Terjadi penempelan RAG-1 dan RAG-2 (RAG adalah
Recombination-activating gene) yang membentuk
kompleks yang disebut V(D)J rekombinase
o Tugas RAG-1 mirip dengan restriksi endonuklease yaitu
mengenali sekuens DNA tepat di bagian pelekatan
antara heptamer (dilambangkan no 7 di gambar 2.4)
dengan coding segment
o Kemudian RAG-1 akan membelah bagian tersebut
o Namun RAG-1 dapat melakukan itu jika aktif
o Aktifnya RAG-1 harus diinduksi oleh RAG-2
o RAG-1 dan RAG-2 ini akan melakukan holding pada
segmen gen selama proses pelipatan kromosom
(sinapsis)
o Kemudian terjadi pelepasan ujung 5’ dan ujung 3’
sehingga heptamer dapat bergabung sementara ujung
5’ dan ujung 3’ berpisah dari gabungan heptamer
o Selanjutnya ujung 5’ dan ujung 3’ akan membentuk
hairpin covalent
3. Pembukaan hairpin dan pengakhiran
Dalam tahap ini akan terjadi pembukaan struktur hairpin
tadi dengan enzim endonuklease yaitu artemis. Selain itu
juga menggunakan enzim DNA-PK, eksonuklease, serta
TdT (deoxynucleotidyl transferase) yang menambahkan
basa ke ujung DNA yang telah dirusak. Artemis ini diinduksi
oleh DNA-PK yang akan direkrut oleh ubiquitios yaitu Ku70
dan Ku80.
Gambar 2.4 V(D)J Recombination1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 14
C2 Respon Imun Adaptif
4. Penggabungan (Joining)
Setelah ditambahkan basa nitrogen akibat rusaknya ujung-
ujung DNA tadi, selanjutnya adalah penggbungan dua DNA
tersebut. Penggabungan dilakukan dengan menggunakan
enzim DNA ligase IV dan XRCC4.
Berikut maturasi limfosit secara spesifik :
1. Sel T
Gambar 2.6 Pematangan Sel Limfosit T1
Gambar 2.5 Junctional Diversity1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 15
C2 Respon Imun Adaptif
Pematangan dari Pro-T sampai menjadi sel T imatur terjai
pada kelenjar timus sementara keberadaan naive mature T
cell berada di kelenjar limfoid perifer.
Pematangan sel T tidak berhenti di situ karena
pematangan yang sebenarnya terjadi di kelenjar timus. Berikut
prosesnya :
2. Sel B
Sebelum lahir (fase embrionik), sel B dimatangkan di yolk
sac, hati, dan sumsum tulang janin.2 Selanjutnya setelah lahir
pematangan akan terjadi di sumsum tulang.2 Pematangan
limfosit ini terjadi melalui proses seleksi (positif dan negatif)2.
Gambar 2.7 Pematangan Sel Limfosit B1
Gambar 2.7 Pematangan Limfosit T di Kelenjar Timus1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 16
C2 Respon Imun Adaptif
Pematangan dari Stem cell sampai menjadi naive mature
B cell terjadi di sumsum tulang sementara sel B matur berada
di kelenjar limfoid perifer.
Kemudian selain pematangan sel B, juga ada
pembentukan subset dari sel B yang memiliki tiga macam sel
B berdasarkan asalnya :
Fetal Liver
Hematopoietic stem cell yang ada di fetal liver akan
matang membentuk B-1 Cell.
Bone Marrow
Hematopoietic stem cell yang ada di bone marrow akan
matang di limpa dan membentuk sel B transisional B-2
yang akan berdiferensiasi menjadi follicular B-2 cell (FOB)
dan marginal zone B-2 cell (MZB).
Surface marker pada stem cell pada perkembangan
selanjutnya akan hilang. Jika ingin tahu ada stem cell atau tidak
dapat dicari penanda permukaan tersebut dengan teknik
pewarnaan seperti fluorosens. Untuk mendeteksi keberadaan
masing-masing fase dari sel T maupun sel B dapat dikethaui
penanda permukaannya. Selain itu dapat mengetahui juga apakah
sel T atau sel B tersebut sudah dewasa atau belum. Setiap masing-
masing penanda memiliki fungsi masing-masing dan bahkan dapat
digunakan virus untuk masuk ke dalam sel.
C. Perkembangan Limfosit
1. Limfosit T
Sel T akan menjadi dua macam, antara lain :
- Sel T αβ
Sel T Helper
Untuk mengaktivasi makrofag yang menelan mikroba
yang dipresentasikan oleh makrofag tersebut. T helper
akan teraktivasi dengan cara berikatan ke suatu
antigen yang telah dipresentasikan oleh APCs. Di mana
CD4 akan berikatan ke antigen tersebut. Selanjutnya T
Gambar 2.8 Subset Sel Limfosit B1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 17
C2 Respon Imun Adaptif
helper akan mengeluarkan sitokin untuk aktivasi
makrofag, inflamasi, dan aktivasi sel T dan B limfosit.
Berikut klasifikasinya :
Th1
Menstimulasi produksi IgG serta aktivasi makrofag.
Menjalankan fungsinya dengan cara
mengeluarkan IFN-γ. T helper 1 ini bekerja dalam
pertahanan terhadap mikroba intraseluler.
Th2
Mengaktivasi sel mast dan eosinofil, memproduksi
Ige serta T helper alternatif untuk aktivasi
makrofag. Menjalankan fungsinya dengan
mengeluarkan IL-4, IL-5, dan IL-13. Melakukan
proteksi terhadap cacing parasit.
Th17
Melaksakanan fungsi inflamasi dengan
menginduksi mobilisasi neutrofil dan monosit.
Melakukan fungsinya dengan mengeluarkan IL-
17A, IL-17F, dan IL-22. Melakukan proteksi
terhadap bakteri ekstrasel dan fungi.
Sel T Sitotoksik
Membunuh sel di mana telah terinfeksi bakteri. Sel T
sitotoksik (CD8) berikatan ke antigen yang
dipresentasikan bersama MHC kelas I yang akan
mengakibatkan sel T itu teraktivasi di mana akan
terjadi dua macam klona yaitu sel T sitotoksik aktif dan
sel T sitotoksik memori. Cara-cara sel T sitotoksik
membunuh adalah dengan mengeluarkan granzym
(enzim untuk membuat sel terinfeksi melakukan
apoptosis), granulisin (membunuh mikroba), dan
perforin (membuat pori-pori pada sel agar granulisin
dapat masuk).
Gambar 2.10 Subset T Helper1
Gambar 2.11 Kinerja Th1 1
Gambar 2.12 Kinerja Th2 1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 18
C2 Respon Imun Adaptif
Sel T Regulator
Sebagai immunorepresor agar tidak terjadi respon
imun yang berlebihan.
- Sel T γδ
2. Limfosit B
Reaksi antibodi merupakan reaksi untuk menghasilkan
antibodi oleh sel plasma. Sel B awalnya inaktif kemudian aktif
karena berikatan ke antigen (mikroba). Setelah aktif akan
datang sel T helper yang akan menstimulasi sel B sehingga sel
B akan membentuk sel plasma dan sel B memori. Berikut
macam-macam immunoglobulin :
IgM
Termasuk pentamer
Hanya ada 5-10% di dalam tubuh
Mengaktivasi komplemen serta memperbanyak
fagositosis
IgG
Kelas pertama antibodi
Menembus plasenta
Memberikan kekebalan tubuh pada bayi
Pelindung dari mikroorganisme dan antigen
IgA
Bentuknya dimer
Sekitar 10-15%
Termasuk Ig untuk sekresi
Terdapat di saliva, mukosa, asi, dan sekresi usus
Melindungi selaput mukosa dari bakteri dan virus serta
melawan patogen yang masuk
Gambar 2.13 Kinerja Th17 1
Gambar 2. 14 Mekanisme Kerja Sel T Sitotoksik 1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 19
C2 Respon Imun Adaptif
IgE
Terletak di sel mast dan basofil
Reaksi hipersensitivitas dan alergi terhadap cacing
parasit
IgD
Umumnya ditemukan di permukaan limfosit
Reseptor sel B
D. Proses dan Produksi Immunoglobulin in vivo dan in vitro
Antibodi merupakan protein yang disekresikan untuk
melakukan pertahanan diri terhadap patogen ekstraseluler
dengan berbagai cara. Pembentukan immunoglobin terjadi seiring
dengan pematangan sel B di mana dimulai dari immature sel B
telah memiliki IgM selanjutnya saat mature akan memiliki IgM dan
IgD.
Antibodi dan antigen bekerja secara spesifik, tetapi antigen
sangat banyak dan berbeda-beda. Tetapi hanya memiliki IgM dan
IgD sehingga harus terjadi gene rearrangement yang
mengakibarkan pembentukan banyak antibodi. Sangat banyak
Gambar 2.15 Macam-Macam Immunoglobulin1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 20
C2 Respon Imun Adaptif
varietas dari immunoglobulin diakibatkan adanya affinity
maturation dan isotype switching. Di mana isotype switching
adalah proses perubahan IgM menjadi jenis lain. Di mana jika sel
B-T dependen membutuhkan sel T helper akan menghasilkan IgG,
IgA, dan IgE karena antigennya bersifat protein sementara sel B-T
independen yang antigennya bersifat non-protein akan
menghasilkan IgM.
Gambar 2.17 Mekanisme Gene Rearrangement Membentuk Ig1
Gambar 2.16 Pengalihan Kelas1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 21
C2 Respon Imun Adaptif
Sinyal dari sitokin akan mengakibatkan sel B membentuk
immunoglobulin spesifik di mana sitokin itu akan menghasilkan
enzim AID yang akan mengubah sitosin menjadi urasil, selanjutnya
UNG akan menghapuskan urasil sehingga aktivasi enzim APE
untuk memotong bagian antara VDJ dan C. Jika C alfa akan
menghasilkan IgA, C mikro akan menghasilkan IgM, sementara jika
C gamma menghasilkan IgG.
E. Antibodi Poliklonal dan Monoklonal
Intinya antibodi poliklonal merupakan antibodi yang dibentuk
untuk dapat berikatan kepada beberapa epitop semenara antibodi
monoklonal merupakan antibodi yang dibentuk untup dapat
berikata kepada satu jenis epitop yang spesifik. Berikut
mekanisme pembentukan antibodi monoklonal :
Gambar 2.18 Pembentukan Antibodi Monoklonal2
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 22
C2 Respon Imun Adaptif
F. Interaksi Antigen-Antibodi
1. Teori Lock and Key3
- Tiap antibodi memiliki susunan asam amino yang
berbeda-beda
- Sehingga bentuk lipatan antibodi pun berbeda-beda
- Akibatnya kemampuan untuk mengenali antigen pun
berbeda-beda
- Maka dapat dikatakan reaksi antigen-antibodi seperti
teori lock and key
Gambar 2.19 Teori Lock and Key3
2. Epitop dan Paratop2
- Epitop (Determinan Antigen)
Komponen dari antigen yang akan berikatan ke reseptor
antibodi secara spesifik sehingga menginduksi
pembentukan antibodi.
- Paratop
Komponen antibodi atau TCR yang akan mengikat epitop
dari antigen.
- Agretop
Bagian antigen yang dapat berikatan dengan MHC kelas II
Gambar 2.20 Epitop, Paratop, dan Agretop2
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 23
C2 Respon Imun Adaptif
Berdasarkan bentuknya, epitop dapat diklasifikasikan menjadi
tiga macam, antara lain :
3. Struktur Molekuler Antibodi2,4
Saat dilakukan pemecahan molekul antibodi menggunakan
enzim papain, dihasilkan :
a) Fab (Fragment Antigen Binding) yang masih dapat
berikatan secara spesifik dengan antigen. Di mana Fab ini
akan menggandeng antigen dalam proses opsonisasi.
b) Fc (fragmen ke 3 yang bisa dikristalkan dari larutan) yang
sudah tidak bisa berikatan dengan antigen. Di mana Fc ini
akan menjadi pelekat ke sel imun saat reaksi opsonisasi.
Antibodi (Ig) disusun oleh 4 rantai polipeptida dasar yang
menyusun :
1. Dua Rantai Berat (Heavy Chain) – 450 asam amino
IgM
IgG
IgA
IgD
IgE
2. Dua Rantai Ringan (Light Chain) – 230 asam amino
Kappa
Lambda
Struktur antibodi diikat oleh ikatan disulfida
4. Faktor Yang Memengaruhi Ikatan Antigen Antibodi5
Berikut faktor-faktor yang memengaruhi ikatan antara antigen
dan antibodi :
• Temperatur
Semakin ekstrem suhu maka akan semakin sulit antigen
dan antibodi untuk berikatan.
• pH
Semakin ekstrem pH maka akan semakin sulit antigen dan
antibodi untuk berikatan.
Gambar 2.21 Jenis-Jenis Epitop1
Gambar 2.22 Struktur Molekul
Antibodi4
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 24
C2 Respon Imun Adaptif
• Ion kuat
Ion kuat ini memiliki afinitas tinggi maka dapat
menghalangi antibodi untuk berikatan ke antigen.
• Terapi enzim untuk sel darah merah
Banyak terapi untuk sel darah merah mengandung enzim
proteolitik seperti papain, fisin, dan bromelin yang dapat
merusak antibodi.
• Konsenterasi antigen dan antibodi
Semakin rendah konsenterasi antigen dan antibodi akan
semakin rendah juga intensitas ikatan antara antigen dan
antibodi. Berikut grafiknya :
Gambar 2.23 Grafik Konsenterasi Antigen dan Antibodi terhadap
Kekuatan Aglutinasi5
• Zigositas (jumlah situs antigen per sel)
Semakin sedikit situs maka semakin sulit berikatan.
• Durasi inkubasi
Semakin lama durasi inkubasi maka akan semakin sulit
untuk berikatan.
G. Mekanisme Interaksi Respon Imun Humoral dan Seluler 1,2
Mekanisme interaksi antara imun humoral dan seluler terjadi
pada saat aktivasi antibodi oleh bantuan T helper. Intinya humoral
akan bekerja pada antigen dari ekstrasel sementara seluler akan
menghancurkan sel-sel yang mengalami infeksi antigen. Berikut
mekanismenya :
1. Terjadi penempelan antigen ke Ig membran (mIg) yang
menghasilkan sinyal
2. Sinyal itu menginduksi ekspresi MHC kelas II dan kostimulator
B7
3. Kompleks Ag-Ab tadi masuk ke sel secara endositosis
selanjutnya dilakukan proteolisis yang akan diikat oleh MHC
kelas II
4. Terjadi presentasi antigen dan MHC kelas II di permukaan sel
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 25
C2 Respon Imun Adaptif
5. Sel Th yang memiliki CD4+ mengenali MHC kelas II, selanjutnya
Th mengekspresikan CD40L untuk berikatan ke CD40 dari sel
B
6. Kemudian B7 pada sel B berikatan ke CD28 dari sel T helper
7. Akibatnya, Th helper mengeluarkan sitokin-sitokin yang
merangsang pembentuka dua macam sel B
8. Short lived dan long lived di mana short term diproduksi di
ekstrafolikular sementara long term di germinal center
9. Intinya sel B akan membentuk sel plasma dan sel memori
H. Inflamasi Akut dan Kronik
Peradangan merupakan proses respon protektif yang
melibatkan sel host, pembuluh darah, protein, dan mediator lain
untuk eliminasi sebab utama dari jejas. Manifestasi peradangan
antara lain dolor, rubor, kalor, tumor, dan fungsio laesa. Tahapan
respon peradangan :
1. Recognition
2. Recruitmen
3. Removal
4. Regulation
5. Resolution
Macam-macam peradangan :
1. Akut
- Sebentar (menit-jam)
- Bekerja aktif adalah neutrofil
- Luka ringan
- Sangat terlihat gejalanya
Komponen utama peradangan akut antara lain :
- Perubahan vaskular
Vasodilatasi pembuluh darah
Perubahan dinding plasma
Aktivasi sel endotel (peningkatan adhesi leukosit dan
migrasi leukosit)
Di mana terjadi erithma karena peningkatan aliran darah,
statis akibat pembuluh darah yang berukuran kecil yang
Gambar 2.24 Interaksi T helper
dan MHC1
Gambar 2.25 Pembentukan Short Lived dan Long Lived Plasma Cell1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 26
C2 Respon Imun Adaptif
terkonsenterasi oleh sel darah merah, dan marginasi
karena akumulasi leukosit di permukaan endotel
- Cellular event
Migrasi leukosit dari sirkulasi dan akumulasi di tempat
yang mengalami jejas
Aktivasi leukosit menjadi neutrofil (polimorfonuklear)
Akan ada rekrutmen leukosit di mana akan terjadi
marginasi, adhesi (rolling), serta transmigrasi secara
diapedesis. Selanjutnya akan ada akvitasi leukosit dengan
melakukan fagositosis, destruksi intraselular dari mikroba
yang difagositosis, sekresi substansi antimikroba serta
neutrofil extracellular trap (NET).
2. Kronik
- Hari sampai tahunan
- Bekerja aktif adalah monosit makrofag, limfosit
- Luka parah
- Gejalanya kurang terlihat dan bahka tidak terlihat
Akan dicirikan oleh tiga macam antara lain infiltrasi sel
mononuklear (makrofag, limfosit, dan sel plasma),
penghancuran jaringan, serta perbaikan dengan cara
angiogenesis dan fibrosis. Monosit akan berdiferensiasi
menjadi makrofag di mana makrofag dibagi dua jenis
berdasarkan cara aktivasinya :
a) Makrofag Tipe I
Melalui jalur klasik di mana akan memiliki aktivitas
microbicidal (fagosit jejas) di mana dirangsang oleh sitokin
IFN-gamma. Kemudian hasilnya adalah ROS, NO, enzim
lisosom, IL-1, IL-12, IL-23, dan kemokin. Diaktivasi T helper
1.
b) Makrofag Tipe II
Melalui jalur alternatif yang dirangsang oleh IL lain-lain.
Diaktivasi T helper 2.
Sementara T helper 17 akan memanggil neutrofil lebih
banyak dengan mengeluarkan IL-17 dan TNF. Limfosit
dalam inflamasi kronik akan membentuk siklus untuk
mengaktivasi secara terus menerus. Dan limfosit ini akan
menjadi jembatan penguhubung antara adaptive dan
innate.
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 27
C2 Respon Imun Adaptif
Berikut penjelasan lebih jelas mengenai inflamasi akut dan
kronik :
1. Inflamasi Akut
- Respon cepat terhadap jejas dengan datangnya leukosit ke
tempat jejas
- Komponen utama yang terjadi pada inflamasi akut antara
lain :
Vasodilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas
kapiler
Inflamasi akut akan menyebabkan bocornya endotel
yang ada pada arteriol, kapiler, maupun venula. Berikut
macam-macam penyebab kebocoran (peningkatan
permeabilitas) sel endotel :
1) Kontraksi endotel
o Dipicu oleh histamin, bradikinin, dan leukoterin
o Hanya terjadi di venula pascakapiler kecil
Gambar 2.26 Inflamasi Akut6
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 28
C2 Respon Imun Adaptif
2) Retraksi Sel Endotel
o Terjadi reorganisasi sitoskeleton endotel sehingga
sel endotel mengalami retraksi satu sama lain
kemudian hubungan antar sel terganggu
o Terjadi karena pengeluaran sitokin oleh TNF
(Tumor Necrosis Factor) serta Interleukin 1 (IL-1)
3) Jejas Endotel Langsung
o Diakibatkan oleh cedera berat seperti infeksi atau
luka bakar
o Menyebabkan nekrosis dan lepasnya sel endotel
o Lepasnya sel endotel diikuti dengan adhesi
trombosit dan thrombosis (perbaikan pembuluh
darah)
o Terjadi di venula, kapiler, maupun arteriol
4) Jejas Endotel Bergantung Leukosit
o Diakibatkan karena akumulasi leukosit pada
jaringan
o Leukosit bisa melepaskan spesies oksigen toksin
serta enzim proteolitik
o Dua jejas itu mengakibatkan lepasnya sel endotel
o Terjadi pada venula dan kapiler pulmonalis di
mana leukositnya melekat di endotel tersebut
5) Peningkatan Transitosis
o Diakibatkan oleh VEGF (Vascular Endothelial
Growth Factor)
o Terbentuk kanal-kanal dari fusi vesikel tanpa
selubung
o Terjadi di venula
6) Kebocoran dari Pembuluh Darah Baru
o Saat angiogenesis, bakal pembuluh masih bocor
sampai ke sel endotel
o Diakibatkan karena VEGF (meningkatkan
transitosis) yang baru dikeluarkan oleh endotel
untuk membuat pembuluh darah baru
o Terjadi di tempat angiogenesis
Perpindahan leukosit dan terakumulasi di tempat jejas
o Kemotaksis ini diinduksi oleh kemokin, C5a,
leukotrien B4, dan produk bakteri
Demam (kalor) akibat IL-1, IL-6, dan TNF serta
rangsangan prostaglandin
Nyeri (dolor) akibat prostaglandin dan bradikinin
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 29
C2 Respon Imun Adaptif
Dan akan terjadi kerusakan jaringan (fungsio laesa)
akiobat enzim lisosom, neutrofil, makrofag, metabolit
oksigen, serta nitrat oksida
Akibat dari inflamasi akut ini akan terjadi :
Pembuangan mediator kimia serta normalisasi
permeabilitas vascular
Pembentukan jaringan parut atau fibrosis
Kemajuan kea rah inflamasi kronik
2. Inflamasi Kronik
Merupakan inflamasi yang bersifat panjang bisa sampai
bertahun-tahun. Hal-hal yang terjadi di inflamasi kronik antara
lain :
Infiltrasi Sel Mononuklear
Destruksi Jaringan
Perbaikan Jaringan
Perbedaan antara inflamasi akut dan kronik :
I. Interaksi Imun Bawaan dan Adaptif
Aktivasi limfosit ada dua macam sinyal :
1. Sinyal satu : sinyalnya antigen
2. Sinyal dua : hasil dari respon sistem imun bawaan
Peran APCs dalam interaksi sistem imun bawaan dan adaptif
antara lain adalah mengekspresikan antigen yang akan dikenali
oleh sel T helper sehingga mengaktivasi sel T efektor.
Gambar 2.27 Perbedaan Inflamasi Akut dan Inflamasi Kronik6
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 30
C2 Respon Imun Adaptif
Daftar Pustaka
1. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Cellular and molecular
immunology. 7th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.
2. Garna KB. Rengganis I. Imunologi Dasar. 10th Ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2012.
3. Delves PJ, Martin SJ, Burton R, Roitt IM. Roitt’s essential
immunology. 11th Ed. Malden: Blackwell Publishing; 2006.
4. Smith C, Marks AD, Lieberman M. Marks’ basic medical
biochemistry a clinical approach. 2nd ed. Lippincott Williams
& Wilkins
5. Reverberi R, Reverberi L. Factors affecting the antigen-antibody
reaction. Blood Transfus [Internet]. 2007 [cited 5 April
2016];5(4). Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2581910/
6. Cotran, R.S., Kumar, V. Robbins, S.L. 2007. Pathology Basic of
Disease. 8th edition. Philadelphia: W.B. Saunders Company.