Post on 03-Jan-2016
transcript
TUGAS REFERAT FORENSIK
ASPEK MEDIKOLEGAL KORBAN MATI
AKIBAT TRAUMA BENDA TUMPUL
Oleh:
Tita Luthfia S. 0810710107
Mirza Fitri J. 0810713021
Khairulanwar 0610714012
Pembimbing:
dr. Etty Kurnia, SpF
LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
BAB 1 PENDAHULUAN Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat Error! Bookmark not defined.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Error! Bookmark not defined.
2.1 Definisi Luka Error! Bookmark not defined.
2.2 Deskripsi Luka 5
2.3 Klasifikasi Luka 6
2.4 Trauma Benda Tumpul 7
2.5 Jenis-jenis Luka Akibat Trauma Benda Tumpul Error!
Bookmark not defined.
2.6 Aspek Medikolegal Luka Trauma Benda Tumpul 18
BAB 3 PERMASALAHAN 20
BAB 4 PEMBAHASAN 21
4.1 Deskripsi Luka Akibat Trauma Benda Tumpul 21
4.2 Sebab Kematian Akibat Trauma Benda Tumpul 22
4.3 Aspek Medikolegal Korban Mati Trauma Benda Tumpul 23
DAFTAR PUSTAKA Error! Bookmark not defined.
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras
atau kenyal, dan permukaan halus atau kasar. Cara kejadian trauma benda
tumpul lebih sering disebabkan karena kecelakaan atau penganiayaan, jarang
karena bunuh diri (Satyo, 2006).
Berdasarkan data otopsi di Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit
Umum dr. Saiful Anwar Malang dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012
menunjukkan data korban mati akibat trauma benda tumpul sebagian besar
disebabkan karena kecelakaan lalu lintas. Dari total xx kasus kematian yang
diotopsi, sebanyak 78 kasus merupakan kecelakaan lalu lintas. Sebagian besar
kecelakaan lalu lintas merupakan kecelakaan sepeda motor, pejalan kaki, dan
sisa nya bus, truk, dan kereta api.
Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering
dijumpai dalam kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras,
luka robek dengan tepi tidak rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling
banyak terkena adalah kepala dan anggota gerak atas dan bawah. Luka-luka
tersebut dapat menyebabkan dampak kerusakan jaringan maupun organ
bervariasi mulai dari ringan hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian.
Sebab kematian terjadi karena kerusakan organ vital atau perdarahan yang
banyak (Vincent dan Dominick, 2001).
Luka trauma benda tumpul yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
merupakan akibat dari benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif
tidak bergerak dan orang bergerak ke arah benda yang tidak bergerak. Dalam
bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang
sulit dipastikan. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika
diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme
tersebut. Oleh karena itu, pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
deskripsi luka trauma benda tumpul, mekanisme luka akibat trauma benda
tumpul, serta aspek medikolegal yang diharapkan dapat membantu dalam proses
pemeriksaan untuk kepentingan di bidang kedokteran forensik.
3
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana deskripsi luka akibat trauma benda tumpul ?
b. Apakah sebab kematian akibat trauma benda tumpul ?
c. Bagaimana aspek medikolegal dari korban mati akibat trauma benda
tumpul ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui deskripsi luka akibat trauma benda tumpul
b. Untuk mengetahui sebab kematian akibat trauma benda tumpul
c. Untuk mengetahuia aspek medikolegal dari korban mati akibat trauma
benda tumpul
1.4 Manfaat
a. Menambah pengetahuan tentang trauma benda tumpul
b. Menambah informasi tentang aspek medikolegal dari korban mati akibat
trauma benda tumpul
c. Dapat dijadikan sumber referensi dalam praktik klinis dokter untuk
kepentingan di bidang kedokteran forensik
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Luka
Luka merupakan gangguan dari kontinuitas jaringan yang disebabkan
oleh suatu energi mekanik eksterna. Terminologi cedera digunakan sebagai
sinonim dari kata luka, bahkan dapat memberikan maksud yang lebih luas dan
tidak hanya membahas kerusakan yang diakibatkan oleh energi fisik tapi juga
kerusakan lain yang diakibatkan oleh panas, dingin, bahan kimiawi, listrik dan
radiasi. Sedangkan terminology lesi awalnya bermaksud cedera namun
digunakan untuk mendeskripsikan suatu cedera, penyakit maupun degenerasi
lokal pada jaringan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi atau struktur.
Oleh karena itu, penggunaan kata cedera atau luka merujuk kepada kerusakan
akibat dari penyebab bukan alami, sementara kata lesi merujuk kepada suatu
yang tidak dapat dipastikan apakah disebabkan oleh penyebab alami atau tidak
(Idries, 2008).
Traumatologi berasal dari bahasa Yunani, yang berarti luka, adalah
cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma, perlukaan, cedera
serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), yang kelainannya
terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang
menimbulkan jejas. Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang
menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk
dapat memberikan kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis
kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka (Shkrum dan Ramsay,
2007).
2.2 Deskripsi Luka
Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi,
bentuk, ukuran, dan sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak
perlu dicantumkan dalam pendeskripsian luka. Untuk penulisan deskripsi luka
jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak harus urut tetapi penulisan harus selalu
ditulis diakhir kalimat.
Deskripsi luka meliputi: (Idries, 2008)
1. Jumlah luka
2. Lokasi luka, meliputi:
5
a. Lokasi berdasarkan region anatomi nya
b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian
tertentu dari tubuh
c. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada
regio yang luas seperti di dada, perut, punggung. Koordinat tubuh dibagi
dengan menggunakan garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu
kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang melewati puting susu, garis
khayal mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal mendatar yang
melewati ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu diukur jarak
luka dari garis khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk
kepentingan rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat
dideskripsikan lokasinya berdasarkan garis khayal yang menghubungkan
ujung bawah tulang belikat kanan dan kiri.
3. Bentuk luka, meliputi :
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk
panjang x lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.
5. Sifat-sifat luka, meliputi :
a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :
- Batas (tegas atau tidak tegas)
- Tepi (rata atau tidak rata)
- Sudut luka (runcing atau tumpul)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:
- Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)
- Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)
- Dasar luka
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :
- Memar (ada atau tidak)
d. Lecet (ada atau tidak)
e. Tatoase (ada atau tidak)
2.3 Klasifikasi Luka
Secara umum, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi
menurut penyebabnya yaitu, trauma benda tumpul, trauma benda tajam dan luka
tembak (Vincent dan Dominick, 2001).
6
a. Trauma Benda Tumpul
Luka trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu alat atau
senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang
lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Luka akibat
trauma benda tumpul dibagi menjadi beberapa kategori yaitu luka lecet (abrasi),
luka memar (kontusio), dan luka robek (laserasi).
b. Trauma Benda Tajam
Luka trauma benda tajam merupakan putusnya atau rusaknya kontinuitas
jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau
berujung runcing. Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun
tetap harus dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada
umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri. Luka
yang disebabkan oleh beda yang berujung runjing dan bermata tajam dibagi
menjadi beberapa kategori, yaitu luka tusuk (stab wound), luka Iris (incised
wound), luka bacok (chop wound).
c. Luka Tembak
Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru
atau persentuhan peluru dengan tubuh. Termasuk dalam luka tembak adalah
luka penetrasi dan perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru memasuki
suatu objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka perforasi anak peluru
menembus objek secara keseluruhan.
2.4 Trauma Benda Tumpul
Trauma beda tumpul adalah luka yang disebabkan karena persentuhan
tubuh dengan benda yang permukaannya tumpul. Benda tumpul yang sering
mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan
lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah : (Idries, 2006)
- Tidak bermata tajam
- Konsistensi keras / kenyal
- Permukaan halus / kasar
Luka akibat trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu
benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan orang
bergerak ke arah benda yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-
kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan. Sekilas
7
nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat
perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu (Vincent dan Dominick, 2001).
Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat
dikenali, yang mengarah kepada kepentingan medikolegal. Pola trauma banyak
macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal. Kadangkala sukar
dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun karena pemeriksa
cenderung memeriksa area per area, dan gagal mengenali polanya. Foto korban
dari depan maupun belakang cukup berguna untuk menetukan pola trauma.
Persiapan diagram tubuh yang memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab
trauma adalah latihan yang yang baik untuk mengungkapkan pola trauma
(Shkrum dan Ramsay, 2007).
Contoh pola trauma:
a. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat
terjadi kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi
fragmen-fagmen kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan
laserasi yang berbentuk segiempat atau sudut.
b. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur
tulang panjang kaki. Hal ini disebut ‘bumper fractures’. Adanya fraktur tersebut
yang disertai luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan,
memperlihatkan bahwa korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh
kendaraan bermotor dan dapat diketahui tinggi bempernya. Karena hampir
seluruh kendaraan bermotor ‘nose dive’ ketika mengerem mendadak,
pengukuran ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak kaki, dapat
mengindikasikan usaha pengendara kendaraan bermotor untuk mengerem
pada saat kecelakaan terjadi.
c. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola
luka pada dan di bawah area ‘hat band’ dan biasanya terbatas pada satu sisi
wajah. Dengan adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai
penyebab, bukan karena dipukul.
d. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang
kepalan tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar,
namun menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi
geligi. Frenum pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi
yang sering mendapat pukulan pada kepala.
e. Kekerasan benda tumpul pada leher dapat berakibat patah tulang leher, robek
pembuluh darah, otot, oesophagus, trachea/larynx, dan kerusakan syaraf
8
f. Kekerasan benda tumpul pada dada dapat berakibat patah os costae,
sternum, scapula, clavicula, robek organ jantung, paru, pericardium
g. Kekerasan benda tumpul pada perut dapat berakibat patah os pubis, os
sacrum, symphysiolysis, luxatio sendi sacro iliaca, robek organ hepar, lien,
ginjal. Pankreas, adrenal, lambung, usus,v.urinari
h. Kekerasan benda tumpul pada vertebra dapat berakibat fraktura, dislokasi os
vertebrae
i. Kekerasan benda tumpul pada anggota gerak dapat berakibat patah tulang,
dislokasi sendi, robek otot, pembuluh darah, dan kerusakan saraf
2.5 Jenis Luka Akibat Trauma Benda Tumpul
Luka akibat trauma benda tumpul dapat berupa salah satu atau
kombinasi dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan oleh
trauma benda tumpul bergantung kepada:
- Kekuatan dari benda yang mengenai tubuh
- Waktu dari benda yang mengenai tubuh
- Bagian tubuh yang terkena
- Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena
- Jenis benda yang mengenai tubuh
Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan
kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan
berbagai tipe luka. Luka akibat trauma benda tumpul dibagi menurut beberapa
kategori (Vincent dan Dominick, 2001).
a Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya
pada lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis
pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari
pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang
dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung,
tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan
ketidakteraturan benda yang mengenainya (Vincent dan Dominick, 2001).
Karakteristik luka lecet :
- Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis
- Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan kasar
dan tumpul
9
- Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
- Timbul reaksi radang (Sel PMN)
- Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan tidak
meninggalkan jaringan parut
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang
mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang.
Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang
digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum),
baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau,
lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi
dapat terjadi pada abrasi yang luas (Idries, 2008).
Memperkirakan umur luka lecet:
- Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan
- Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram
- Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru
- Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap
Luka lecet juga harus dibedakan terjadinya, apakah ante mortem atau
post mortem. Berikut ini tabel yang menunjukkan perbedaan dari keduanya:
Tabel 1. Perbedaan Luka Lecet Ante Motem dan Post Mortem
ANTE MORTEM POST MORTEM
Coklat kemerahan
Terdapat sisa sisa-sisa epitel
Tanda intravital (+)
Sembarang tempat
Kekuningan
Epidermis terpisah sempurna dari dermis
Tanda intravital (-)
Pada daerah yang ada penonjolan tulang
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan
sebagai luka lecet gores (scratch), luka lecet serut (scrape), luka lecet tekan
(impact abrasion) dan luka lecet berbekas (patterned abrasion).
- Luka lecet gores (Scratch)
Diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit)
yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan
mengakibatkan lapisan tersebut terangkat, sehingga dapat menunjukan arah
kekerasan yang terjadi.
- Luka lecet serut (Scraping)
10
Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan
permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan dengan melihat letak
tumpukan epitel.
Gambar 2.1 Bentuk dari abrasi dapat menandakan jenis permukaan yang kontak dengan kulit. (Dikutip dari forensic pathology 2nd edition)
- Luka lecet tekan (Impact abrasion)
Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah
jaringan yang lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan
bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan
identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas, misalnya
kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan sebagainya. Gambaran luka lecet
tekan yang di temukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan
warna yang lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan
yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca
kematian.
11
Gambar 2.2 Impact abrasion pada sisi kanan wajah. (Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)
b. Kontusio (Luka Memar)
Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat
menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya.
Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam
jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya
pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul (Vincent dan Dominick,
2001).
Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi
pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada
orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidaka
sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya
jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang
lebih rendah, berdasarkan gravitasi.
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi
mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah
“perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas
ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru tidak
menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan
tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban
yang berdekatan.Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu
lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu
12
yang terkena. Tidak ada standar pasti untuk menentukan lamanya luka dari
warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.
Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial
(Superficial), Luka memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas (Patterned/
imprint).
a. Luka memar superfisial
Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan oleh
akumulasi darah secara subkutan.
b. Luka memar dalam
Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih
dalam dari lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan 1 sampai 2
hari untuk dapat terlihat di permukaan kulit.
c. Luka memar berbekas
Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh, biasanya
objek yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada permukaan kulit. Pada
mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan
menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara
kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi
gelap. Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk
menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan
secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
Gambar 2.3 Luka memar pada bagian dada kiri (Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya
penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif
sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian.
13
Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan
mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat
menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat
menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan
kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi
oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering
adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangrene (Idries,
2006)
Memperkirakan umur luka memar :
- Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan
- Hari ke 2 – 3 : warna biru kehitaman
- Hari ke 4 – 6 : biru kehijauan–coklat
- > 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh
Lebam mayat atau livor mortis sering salah diinterpretasikan dengan luka
memar. Livor mortis merupakan perubahan warna ungu kemerahan pada area
mengikuti posisi tubuh disebabkan oleh akumulasi darah oleh pembuluh darah
kecil secara gravitasi. Berikut ini perbedaan luka memar dengan lebam mayat:
(Vincent dan Dominick, 2001).
Tabel 2. Perbedaan Luka Memar dan Lebam Mayat
LUKA MEMAR LEBAM MAYAT
Di sembarang tempat
Pembengkakan (+)
Tanda Intravital (+)
Ditekan tidak menghilang
Diiris : tidak menghilang
Bagian tubuh yang terendah
Pembengkakan (-)
Tanda Intravital (-)
Ditekan Menghilang
Diiris : dibersihkan dengan kapas menjadi bersih
Luka memar atau kontusio juga dapar terjadi pada organ dan jaringan
dalam. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ
vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan
fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan
terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat
menyebabkan reaksi peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan
perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain
14
yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol
pernapasan dan peredaran darah.
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-
abu. Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada
bagian superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik.
Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak
menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang
terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang
menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Poin kedua terpenting
dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio tersebut yang dapat
menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan
sempit pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls
dapat menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio
luas yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung
dan menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan
ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.
Perlu dipertimbangkan lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan
dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan
dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti
pada kulit kepala, kranium, dan otak. Ketika bagian kepala terkena benda yang
keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang
lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat
patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini
terjadi saat kepala relatif tidak bergerak. Kita juga harus mempertimbangkan
situasi lainnya dimana kepala yang bergerak mengenai benda yang padat dan
diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan pada kranium dapat
serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang
diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada
sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.
Pada pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena
foto dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat
sesuai dengan demontrasi yang ada, diagram dapat menjelaskan hubungan
trauma yang terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan,
dapat saja kepala yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya
15
akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada
akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah
putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil
atau besar. Perdarahan kecil dinamakan “ball haemorrhages” sesuai dengan
bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang
disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya
berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke.
Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya
tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan
trauma dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan.
Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma
biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat
predileksinya adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut
berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang
lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi. Edema paru tipe neurogenik
biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang dapat ditemui
adalah “ foam cone” busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan
hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis,
penyakit jantung yang didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung
tidak membuktikan adanya trauma kepala.
c. Laserasi (Luka robek)
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan
kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa,
permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit
yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang
permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan
jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit.
Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang
diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami
indentasi (Vincent dan Dominick, 2001).
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan,
tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka
oleh benda tajam (Shkrum dan Ramsay, 2007).
16
Gambar . Luka robek dengan terdapatnya jembatan jaringan(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)
Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi
yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal
kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal
kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab
kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang
terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang
berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya
berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”.
Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,
perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu
pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke
sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan
bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan
parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi
saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan
penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi
kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak
seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa
hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat
dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya
perdarahan.
17
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil
tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila
perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai
jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat
sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit
atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari
permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan.
Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka
yang sempurna.
Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya
pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat
menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan
bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak
pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat
dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati
dan limpa. Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang
komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan hebat (Idries, 2008).
d. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi
Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang
sama dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan
selanjutnya dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut
dapat terjadi bersamaan pada satu pukulan.
Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat
dibedakan dengan luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-
sifatnya serta hubungan dengan jaringan sekitar luka. Luka robek mempunyai
tepi yang tidak teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang
menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila
kekerasannya di daerah yang berambut, di sekitar luka robek sering tampak
adanya luka lecet atau luka memar. Oleh karena luka pada umumnya
mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan kematian, maka
jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka dengan benda
tumpul mengenai tubuh korban (Vincent dan Dominick, 2001).
2.6 Aspek Medikolegal Luka
18
Luka Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam KUHP dikenal luka akibat kelalaian atau karena yang disengaja.
Luka yang terjadi ini disebut Kejahatan Terhadap Tubuh atau Misdrijven Tegen
Het Lijf. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu kejahatan
doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang
dilakukan karena kelalaian atau kejahatan). Jenis kejahatan yang dilakukan
dengan sengaja diatur dalam Bab XX, pasal 351 sampai dengan 358. Jenis
kejahatan yang disebabkan karena kelalaina diatur dalam pasal 359, 360, dan
361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dijumpai kata-kata “mati, menjadi sakit
sementar, atau tidak dapat menjalankan pekerjaan sementara” yang tidak
disebabkan secara langsung oleh terdakwa, akan tetapi karena ‘salahnya’
diartikan sebagai kurang hati-hati, lalai, lupa, dan amat kurang perhatian (Satyo,
2006).
Pasal 361 KUHP menambah hukuman nya sepertiga lagi jika kejahatan
ini dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat dikenakan
pada dokter, bidan, apoteker, supir, masinis kereta api dan lain-lain. Dalam
pasal-pasal tersebut tercantum istilah penganiayaan dan merampas dengan
sengaja jiwa orang lain, suatu istilah hukum semata-mata dan tidak dikenal
dalam istilah medis (Satyo, 2006).
Yang dikatakan luka berat pada tubuh pada pasal 90 KUHP adalah
penyakit atau luka yang tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan
sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut, terus-menerus tidak
cakap lagi dalam memakai salah satu panca indera, lumpuh, berubah pikiran
atau akal lebih dari empat minggu lamanya, menggugurkan atau memnbunuh
anak dari kandungan ibu (Satyo, 2006).
Disinilah dokter berperan bear sebagai saksi ahli di depan pengadilan.
Hakim akan mendengarkan keterangan spesialis kedokteran forensik maupun
ahli lain nya (setiap dokter) dalam tiap kejadian secara kasus demi kasus.
VeR Dalam KUHP
Sebagai seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak
hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban perlukaan.
Dokter sebaiknya dapat menyelesaikan permasalahan mengenai :
- Jenis luka apa yang ditemui
- Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka dan
- Bagaimana kualifikasi dari luka itu
19
Sebagai seorang dokter, ia tidak mengenal istilah penganiayaan. Jadi
istilah penganiayaan tidak boleh dimunculkan dalam Visum et Repertum. Akan
tetapi sebaiknya dokter tidak boleh mengabaikan luka sekecil apapun. Sebagai
misalnya luka lecet yang satu-dua hari akan sembuh sendiri secara sempurna
dan tidak mempunyai arti medis, tetapi sebaliknya dari kaca mata hukum.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak dijumpai istilah
Visum et Repertum. Pasal 133 KUHAP memakai istilah “surat keterangan ahli”
yang dibuat oleh spesialis kedokteran forensik atau “surat keterangan” bila dibuat
oleh dokter umum atau dokter spesialis lainnya, adalah identik dengan Visum et
Repertum.
Profesionalisme seorang dokter dapat dimunculkan pada kesimpulan
Visum et Repertum yang dapat menjadi pertimbangan pihak penegak hukum.
Ada empat kualifikasi (derajat) yang dapat dipilih dokter :
1. Orang yang bersangkutan tidak menjadi saksi atau mendapat halangan dalam
melakukan pekerjaan atau jabatan.
2. Orang yang bersangkutan menjadi sakit tetapi tidak ada halangan untuk
melakukan pekerjaan atau jabatan.
3. Orang yang bersangkutan menjadi sakit dan berhalangan untuk melakukan
pekerjaan atau jabatannya.
4. Orang yang bersangkutan mengalami :
a. Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh.
b. Dapat mendatangkan bahaya maut.
c. Tidak dapat menjalankan pekerjaan.
d. Tidak dapat memakai salah satu panca indera.
e. Terganggu pikiran lebih dari empat minggu.
20
BAB 3
PERMASALAHAN
Trauma benda tumpul merupaka luka yang disebabkan karena
persentuhan tubuh dengan benda atau alat yang permukaan nya tumpul. Cara
kejadian trauma benda tumpul lebih sering disebabkan karena kecelakaan atau
penganiayaan, jarang karena bunuh diri. Berdasarkan data otopsi di Instalasi
Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang dari bulan
Januari 2012 hingga Desember 2012 menunjukkan data korban mati akibat
trauma benda tumpul sebagian besar disebabkan karena kecelakaan lalu lintas.
Dari total xx kasus kematian yang diotopsi, sebanyak 78 kasus merupakan
kecelakaan lalu lintas. Sebagian besar kecelakaan lalu lintas merupakan
kecelakaan sepeda motor, pejalan kaki, dan sisa nya bus, truk, dan kereta api.
Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering
dijumpai dalam kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras,
luka robek dengan tepi tidak rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling
banyak terkena adalah kepala dan anggota gerak atas dan bawah. Luka-luka
tersebut dapat menyebabkan dampak kerusakan jaringan maupun organ
bervariasi mulai dari ringan hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian.
Sebab kematian terjadi karena kerusakan organ vital atau perdarahan yang
banyak.
Luka trauma benda tumpul yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
merupakan akibat dari benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif
tidak bergerak dan orang bergerak ke arah benda yang tidak bergerak. Dalam
bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang
sulit dipastikan. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika
diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme
tersebut. Oleh karena itu, pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
deskripsi luka trauma benda tumpul, mekanisme luka akibat trauma benda
tumpul, serta aspek medikolegal yang diharapkan dapat membantu dalam proses
pemeriksaan untuk kepentingan di bidang kedokteran forensik.
21
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Deskripisi Luka Akibat Benda Tumpul
Trauma benda tumpul adalah luka yang disebabkan karena persentuhan
tubuh dengan benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras atau
kenyal, dan permukaan halus atau kasar (Sofyana, 2006). Luka trauma benda
tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu benda yang mengenai atau melukai
orang yang relatif tidak bergerak dan orang bergerak ke arah benda yang tidak
bergerak. Luka akibat trauma benda tumpul dibagi menjadi beberapa kategori
yaitu luka lecet (abrasi), luka memar (kontusio), dan luka robek (laserasi)
(Vincent dan Dominick, 2001).
Cara mendeskripsikan luka akibat benda tumpul sama dengan desktipsi
luka secara umum. Dalam mendeskripsikan luka harus mencakup jumlah, lokasi,
bentuk, ukuran, dan sifat luka. Jumlah luka tunggal atau multipel; lokasi luka
yang meliputi lokasi berdasarkan regio anatomi, garis koordinat atau bagian-
bagian tertentu dari tubuh; bentuk luka yang meliputi bentuk sebelum dan
sesudah dirapatkan; ukuran luka ditulis dalam bentuk panjang x lebar x tinggi
dalam satuan sentimeter atau millimeter; sifat-sifat luka yang meliputi batas
(tegas atau tidak tegas), tepi (rata atau tidak rata), sudut luka (runcing atau
tumpul), ada atau tidak nya jembatan jaringan, dasar luka, dan daerah di sekitar
garis batas luka. Untuk luka tertutup tidak perlu dideskripsikan sifat nya (Idries,
2008).
Cara kejadian trauma benda tumpul lebih sering disebabkan karena
kecelakaan atau penganiayaan, jarang karena bunuh diri. Jenis luka yang
ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering dijumpai dalam kasus
kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras, luka robek dengan
tepi tidak rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling banyak terkena
adalah kepala dan anggota gerak atas dan bawah.
4.2 Sebab Kematian Akibat Trauma Benda Tumpul
Luka akibat trauma benda tumpul dapat berupa salah satu atau
kombinasi dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan oleh
22
trauma benda tumpul bergantung kepada kekuatan dari benda yang mengenai
tubuh, waktu dari benda yang mengenai tubuh, bagian tubuh yang terkena,
perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena, jenis benda yang mengenai
tubuh. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan
kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan
berbagai tipe luka. Luka-luka tersebut dapat menyebabkan dampak kerusakan
jaringan maupun organ bervariasi mulai dari ringan hingga berat, bahkan lebih
parah yaitu kematian (Vincent dan Dominick, 2001).
Sebab kematian akibat trauma benda tumpul terjadi karena kerusakan
organ vital atau perdarahan yang banyak. Pada organ vital seperti jantung dan
otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan
kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan
terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat
menyebabkan reaksi peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan
perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain
yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol
pernapasan dan peredaran darah.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan
sempit pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls
dapat menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio
luas yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung
dan menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan
ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.
Selain kontusio, sebab kematian lain nya adalah luka laserasi yang dapat
menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan
arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus
menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis
dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai
dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat
menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit
yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai
dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat
persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di
gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari
23
sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki
jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi
sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat
dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang
harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat
terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan
perdarahan hebat (Idries, 2008).
4.3 Aspek Medikolegal Korban Mati Akibat Tauma Benda Tumpul
Sebagai seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak
hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban perlukaan.
Dokter sebaiknya dapat menyelesaikan permasalahan mengenai :
- Jenis luka apa yang ditemui
- Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka dan
- Bagaimana kualifikasi dari luka itu (Idries, 2008)
Sebaiknya dokter tidak boleh mengabaikan luka sekecil apapun karena
akan berarti dalam proses hukum. Berikut ini beberapa contoh kepentingan luka
akibat trauma benda tumpul dalam aspek medikolegal:
Luka Lecet
Meskipun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet
mempunyai arti penting di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh karena dari
luka tersebut dapat memberikan banyak hal, misalnya:
1. Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam
tubuh, seperti hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari
pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang sesuai
dengan alat-alat dalam tersebut.
2. Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang
menyebabkan:
a. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak
sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti
perkamen, lebarnya dapat sesuai dengan alat penjerat dan memberikan
gambaran/cetakan yang sesuai dengan bentuk permukaan dari alat
penjerat, seperti jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet
tekan dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan “jejas jerat”,
khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher korban.
24
b. Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh
ban kendaraan, maka luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban
seringkali merupakan cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya bila
ban masih dalam keadaan yang cukup baik, dimana “kembang” dari ban
tersebut masih tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar.
Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari, informasi dari sifat-sifat luka
yang terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat di dalam penyidikan.
c. Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada
tubuh korban, akan memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu
dengan adanya “jejas laras”, yang tidak lain merupakan luka lecet tekan.
Bentuk dari jejas laras tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari
bentuk moncong senjata yang dipakai untuk menewaskan korban.
d. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau
yang lebih dikenal dengan istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh
dapat menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan
sabit; dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan
apakah pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri
atau keduanya. Di dalam penafsiran perlu hati-hati khususnya bila pada
leher korban selain didapatkan luka lecet seperti tadi dijumpai pula alat
penjerat; dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah lengkungan serta ada
tidaknya kuku-kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat memberikan
kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus bunuh.
e. Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan
dengan radiator, maka dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan
cetakan dari bentuk radiator penabrak.
3. Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit
ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan
tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan yang mengenai
tubuh korban adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam kasus-kasus
pembunuhan dimana tubuh korban diseret maka akan dijumpai pengumpulan
kulit ari yang terlepas yang mendekati ke arah tangan, bila tangan korban
dipegang; dan akan mendekati ke arah kaki bila kaki korban yang dipegang
sewaktu korban diseret.
Luka Memar
25
Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi
pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada
orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidak sebanding
dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar
tersebut memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang lebih rendah,
berdasarkan gravitasi.
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi
mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah
“perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas
ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru tidak
menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan
tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban
yang berdekatan. Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu
lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu
yang terkena. Tidak ada standar pasti untuk menentukan lamanya luka dari
warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.
Perlu dipertimbangkan lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan
dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan
dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti
pada kulit kepala, kranium, dan otak. Ketika bagian kepala terkena benda yang
keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang
lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat
patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini
terjadi saat kepala relatif tidak bergerak. Kita juga harus mempertimbangkan
situasi lainnya dimana kepala yang bergerak mengenai benda yang padat dan
diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan pada kranium dapat
serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang
diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada
sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.
Pada pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena
foto dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat
sesuai dengan demontrasi yang ada, diagram dapat menjelaskan hubungan
trauma yang terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan,
dapat saja kepala yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya
akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada
akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.
26
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai
daerah putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan
kecil atau besar. Perdarahan kecil dinamakan “ball haemorrhages” sesuai
dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan
fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam
biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik
atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau
tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat
membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan.
Luka RobekLaserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak
begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan
kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan
arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai
menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga
menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab
kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang
terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang
berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya
berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”.
Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak
seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa
hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat
dibedakan dengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan
(Idries, 2008).
27
DAFTAR PUSTAKA
Alexandropoulou, C. A., dan Panagiotopoulos, E. 2010. Wound Ballistics: Analysis of Blunt and Penetrating Trauma Mechanisms. Health Science Journal, vol. 4, issue 4, pp. 225-236
Idries, A. M. 2008. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus Pada Korban Perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, Bab 7, hal. 133-143. Jakarta: Sagung Seto
Satyo, A. C. 2006. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah Kedokteran Nusantara, vol. 39, no. 4, pp. 430-433
Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of Trauma, Chapter 8, pp. 405-518
Vincent J. D. dan Dominick, D. 2001. Blunt Trauma Wounds. Forensic Pathology Second Edition, Chapter 4, pp. 1-26
28