Post on 02-Jan-2016
transcript
Laporan Tutorial Skenario 1 Blok PEDIATRI
FISIOLOGIS NEONATUS
Oleh :
Kelompok 19
Dian Fikri Rachmawan (G0010058)
Dyah M. Dewanti (G0010064)
Fitroh Annisah (G0010084)
Hanne Dianta Pramono (G0010090)
Nabila (G0010132)
Pritami (G0010152)
Ramadhan Abdillah (G0010158)
Setya Bayu Kurniawan (G0010174)
Yohana Trissya A. (G0010198)
Tutor : Sri Haryarti, Dra., M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut DepKes RI, (2005), bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir
dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram
sampai 4000 gram. Ketika kelahiran, terjadi pemutusan hubungan plasenta
dengan ibu, yang berarti hilangnya dukungan terhadap metabolisme janin. Dalam
keadaan seperti ini, secara fisiologis terjadi beberapa peristiwa penting seperti
mulai bernafasnya bayi baru lahir, penyesuaian sirkulasi, mulai berfungsinya
organ-organ vital bayi baru lahir, dan lain sebagainya. Maka dari itu dibutuhkan
pemeriksaan fisik lengkap guna mengetahui keadaan kesehatan bayi baru lahir.
Selain itu, juga perlu dilakukan tatalaksana yang tepat pada bayi baru lahir dan
ibu pasca persalinan.
Adapun masalah pada skenario 1 blok pediatri adalah sebagai berikut:
Santi, seorang mahasiswi kedokteran, di ruang bersalin, ia mendapati
seorang bayi laki-laki dengan berat 3,6 kg, panjang 50 cm. Skor APGAR menit
pertama 8, menit kelima 9, dan menit kesepuluh 10. Santi melakukan pemeriksaan
fisik lengkap pada bayi tersebut dan semuanya normal. Santi melihat catatan
riwayat kesehatan ibu serta riwayat persalinan. Ia mendapati bayi tersebut
dilahirkan secara spontan pada umur kehamilan 39 minggu. Ketuban pecah 3
jam sebelum bayi lahir, warna ketuban jernih, tidak ada mekoneum. Catatan
kesehatan ibu menunjukkan bahwa tanda vital ibu normal, pemeriksaan TORCH
negatif, HbsAg negatif, gula darah normal, dan HIV negatif. Selanjutnya bayi dan
ibunya dibawa ke ruang perawatan untuk dirawat gabung dan diberikan ASI oleh
ibu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kriteria normal bayi baru lahir?
2. Bagaimana cara pengukuran skor APGAR dan interpretasinya?
3. Sebutkan pemeriksaan fisik lengkap pada bayi baru lahir beserta
interpretasinya!
4. Bagaimana hubungan riwayat kesehatan dan persalinan ibu dengan bayi
baru lahir?
5. Bagaimana klasifikasi umur kehamilan?
6. Bagaimana hubungan waktu persalinan dengan kondisi bayi baru lahir?
7. Jelaskan mengenai penyebab ketuban pecah dini!
8. Mengapa warna ketuban menjadi tanda penting saat persalinan?
9. Bagaimana penatalaksanaan bayi baru lahir dan ibu, serta prosedur rawat
gabung?
10. Bagaimana tatalaksana pemberian ASI oleh ibu pada bayi baru lahir?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui kriteria normal bayi baru lahir.
2. Mengetahui cara pengukuran skor APGAR dan interpretasinya.
3. Mengetahui pemeriksaan fisik lengkap pada bayi baru lahir beserta
interpretasinya.
4. Mengetahui hubungan riwayat kesehatan dan persalinan ibu dengan bayi
baru lahir.
5. Mengetahui klasifikasi umur kehamilan.
6. Mengetahui hubungan waktu persalinan dengan kondisi bayi baru lahir.
7. Mengetahui penyebab ketuban pecah dini.
8. Menjelaskan interpretasi warna ketuban saat persalinan.
9. Mengetahui penatalaksanaan bayi baru lahir dan ibu, serta prosedur rawat
gabung.
10. Mengetahui tatalaksana pemberian ASI oleh ibu pada bayi baru lahir.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui fisiologis fetus dan neonatus.
2. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan fisik lengkap pada bayi baru
lahir.
3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana tatalaksana pada bayi baru lahir
dan ibu pasca persalinan.
4. Mahasiswa dapat mengetahui tatalaksana pemberian ASI oleh ibu pada
bayi baru lahir
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fisiologi Fetus dan Neonatus
1. Fetus
Organ – organ pada fetus mulai berkembang sejak 1 bulan setelah
fertilisasi, dan selama 2 bulan berikutnya, sebagian besar organ telah selesai
dibentuk. Pembentukkan organ ini terjadi pada trisemester pertama dan
disebut dengan organogenesis. Mulai trisemester berikutnya, organ – organ
pada fetus sudah sama dengan neonatus, namun perkembangan selularnya
belum sempurna. Pada trisemester ini, terjadi penyempurnaan fungsi organ –
organ tubuh fetus. Walaupun demikian, beberapa organ tertentu belum
sempurna bahkan saat lahir, seperti sistem saraf, hati, dan ginjal.
Jantung manusia mulai berdenyut selama minggu ke-4 setelah fertilisasi,
berkontraksi 65 x/menit dan meningkat 140 x/menit sebelum lahir. Sel darah
merah berinti mulanya dibentuk dalam yolk sac. Lapisan mesotelial plasenta
mulai menghasilkan sel darah merah berinti mulai minggu ke-3. Hal ini akan
diikuti pembentukan sel darah merah tak berinti oleh mesenkim fetus dan
endotelium pembuluh darah fetus pada minggu ke-4 dan ke-5. Kira – kira
mulai minggu ke-10, hati mulai membentuk sel - sel darah dan pada bulan
ke-3, limpa dan jaringan limfoid tubuh mulai membentuk sel darah. Sumsum
tulang juga mulai membentuk sel darah merah dan sel darah putih kira – kira
bulan ke-3. Pada 3 bulan terakhir kehidupan fetus, secara perlahan – lahan
produksi sel darah diambil alih oleh sumsum tulang, kecuali pembentukan sel
– sel limfosit dan plasma oleh jaringan limfoid.
Pernafasan tidak dapat terjadi selama kehidupan fetus karena gerakan
pernafasan fetus dihambat. Hal ini mungkin disebabkan (1) kondisi kimia
khusus yang terdapat dalam cairan tubuh fetus, (2) terdapatnya cairan dalam
paru fetus, (3) kemungkinan rangsangan yang tidak diketahui. Penghambatan
ini bertujuan supaya paru – paru fetus tidak terisi oleh mekonium.
Sebagian besar refleks kulit pada fetus terbentuk pada bulan ke-3 sampai
ke-4 kehamilan. Akan tetapi, fungsinya tetap belum berkembang bahkan saat
lahir. Mielinisasi susunan saraf pusat menjadi sempurna setelah 1 tahun
kehidupan postnatal.
Fetus mencerna dan mengabsorbsi sejumlah besar cairan amnion selama
pertengahan masa kehamilan. Pada 2 sampai 3 bulan terakhir kehamilan,
fungsi gastrointestinal sudah mendekati fungsi normal neonatus. Di dalam
traktus gastrointestinal sudah dihasilkan mekonium secara terus menerus dan
dieksresikan ke cairan amnion. Mekonium sendiri merupakan residu cairan
amnion dan sebagian dari produk – produk ekskretoris dari mukosa dan
kelenjar – kelenjar gastrointestinal.
Ginjal fetus mampu mengeksresikan urin paling sedikit selama akhir
pertengahan kehamilan, dan urinasi secara normal terjadi in utero. Akan
tetapi, fungsi ginjal sebagai kontrol keseimbangan asam basa dan
keseimbangan cairan elektrolit belum sempurna, bahkan saat lahirpun, fungsi
ginjal masih belum sempurna. Dibutuhkan kira – kira beberapa bulan untuk
mencapai kesempurnaan fungsi ginjal.(Guyton and Hall, 2008)
2. Neonatus
Kehidupan intrauterin dengan kehidupan ekstrauterin tentu saja berbeda.
Janin saat masih dalam kandungan masih ditopang oleh ibu melalui plasenta.
Ketika kelahiran, terjadi pemutusan hubungan plasenta dengan ibu, yang
berarti hilangnya dukungan terhadap metabolisme janin. Dalam keadaan
seperti ini terjadi beberapa peristiwa penting :
a. Mulai bernafasnya neonatus. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
bayi baru lahir secara spontan bernafas :
1) Pada ibu yang melahirkan pervaginam terjadi kompresi pada toraks
janin. Hal ini menyebabkan terjadinya ekspulsi cairan dalam paru
keluar dan kemudian terisi udara.
2) Akibat terputusnya ibu dengan plasenta menyebabkan terjadinya
asfiksia ringan. Hal ini akan memberikan impuls pada pusat – pusat
pernafasan untuk mulai bernafas.
3) Adanya rangsangan dingin, terutama pada bagian wajah yang akan
merangsang pusat pernafasan.
4) Pada bayi yang terlambat bernafas, terjadi hipoksia dan hiperkapnea
yang juga akan memberikan stimulus tambahan terhadap pusat
pernafasan.
Tekanan negatif yang kuat diperlukan neonatus untuk pertama kali
bernafas. Setelah paru – paru mengembang, hanya dibutuhkan sedikit
tekanan untuk mengambang dan mengempiskan paru – paru. Selain
itu, cairan surfaktan juga diperlukan untuk menurunkan tegangan
permukaan, sehingga dapat mempermudah pengembangan dan
pengempisan paru – paru. Pada bayi – bayi prematur, terjadi kesulitan
bernafas karena cairan surfaktan belum diproduksi banyak. Akibatnya
pada bayi – bayi prematur terjadi kesulitan bernafas.
b. Penyesuaian sirkulasi saat kelahiran
Pada saat lahir terjadi perubahan sirkulasi dari sirkulasi fetus ke
sirkulasi normal. Perubahan tersebut menyebabkan penutupan beberapa
lubang, yang pada fetus masih terbuka, yaitu :
1) Penutupan foramen ovale
Penutupan foramen ovale terjadi karena tekanan atrium kanan
menjadi rendah sedangkan tekanan atrium kiri menjadi tinggi. Hal ini
menyebabkan darah mencoba mengalir balik ke atrium kanan melalui
foramen ovale. Akibatnya, katup kecil di atas foramen ovale di
sebelah kiri septum atrium akan menutup ostium ini.
2) Penutupan duktus arteriosus
Penutupan duktus arteriosus karena peningkatan resistensi
sistemik sehingga terjadi peningkatan tekanan aorta sementara terjadi
penurunan resistensi paru sehingga menurunkan tekanan arteri
pulmonalis. Akibatnya darah mengalir balik dari aorta ke arteri
pulmonalis. Akan tetapi, beberapa jam kemudian, dinding otot duktus
arteriosus mengalami konstriksi sehingga dalam waktu 1 – 8 jam
aliran darah balik sudah berhenti. Setelah 1 – 4 bulan, duktus
arteriosus menutup secara anatomis karena pertumbuhan jaringan
fibrosa dalam lumen duktus.
3) Penutupan duktus venosus
Penutupan duktus venosus terjadi karena kontraksi yang kuat dari
duktus ini sehingga aliran darah akan mengalir ke vena porta
kemudian aliran darah ini akan masuk ke sinus – sinus di hati.
c. Fungsi ginjal
1) Kecepatan asupan dan ekskresi cairan pada bayi 7 kali lebih besar
dari orang dewasa berkaitan dengan berat badan.
2) Kecepatan metabolisme bayi 2 kali lebih besar dari orang dewasa
berkaitan dengan berat badan.
3) Perkembangan fungsional ginjal belum sempurna sampai akhir bulan
pertama kehidupan.
Oleh karena itu, pada bayi sering terjadi dehidrasi, asidosis, dan
bahkan kelebihan cairan (edema).
d. Fungsi hati
Selama beberapa hari pertama kehidupan, fungsi hati masih belum
optimal, karena:
1) Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat oleh hati neonatus
berlangsung buruk dan oleh karena itu hanya menyekresikan sedikit
bilirubin selama beberapa hari pertama kehidupan.
2) Pembentukan protein plasma oleh hati neonatus mengalami defisiensi,
sehingga konsentrasi protein plasma menurun menjadi 15% – 20%.
Bahkan kadang – kadang konsentrasi protein turun sangat rendah
sampai bayi mengalami edema hipoproteinemia.
3) Fungsi glukoneogenesis hati secara khusus mengalami defisiensi.
Akibatnya, kadar glukosa darah pada neonatus yang tidak diberi
makan akan turun sampai sekitar 30 – 40 mg/dl, dan bayi harus
bergantung pada simpanan lemak untuk energinya sampai pemberian
makanan yang cukup.
4) Hati neonatus biasanya juga membentuk sangat sedikit faktor – faktor
yang dibutuhkan darah untuk koagulasi darah normal.
e. Pencernaan, absorpsi, metabolisme energi makanan, dan nutrisi
Pada umumnya pencernaan neonatus dengan anak yang lebih tua
sudah sama. Namun demikian, ada beberapa hal yang membedakan,
yaitu:
1) Sekresi amilase pankreas masih kurang, sehingga neonatus kurang
kuat dalam mencerna zat tepung.
2) Absorpsi lemak masih kurang, sehingga susu dengan kandungan lemak
yang tinggi, seperti susu sapi, seringa diabsorpsi kurang baik.
3) Akibat fungsi hati yang belum sempurna, kadar glukosa darah
neonatus tidak stabil dan biasanya rendah.
4) Neonatus secara khusus mampu mensintesis dan menyimpan lemak.
Sehingga dengan diet yang adekuat, sebanyak 90% dari asam amino
akan dicerna untuk digunakan sebagai pembentukan protein tubuh. Ini
lebih tinggi dari orang dewasa. (Guyton and Hall, 2008 dan Meadow et
al., 2002)
B. Klasifikasi Bayi Menurut Masa Gestasi
Klasifikasi menurut masa gestasi atau umur kehamilan :
1. Bayi Kurang Bulan (BKB) : Bayi dilahirkan dengan masa gestasi < 37
minggu ( 259 hari)
2. Bayi Cukup Bulan (BCB) : Bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37
– 42 minggu (259 – 293 hari)
3. Bayi Lebih Bulan (BLB) : Bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42
minggu ( 249 hari)
Masalah yang sering dijumpai pada BKB dan BBLR dibanding dengan BCB
dan BBL normal sebagai berikut :
1. Ketidakstabilan suhu
BKB memiliki kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuh akibat :
a. Peningkatan hilangnya panas.
b. Kurangnya lemak sub kutan.
c. Rasio luas permukaan terhadap berat badan yang besar.
d. Proteksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan
ketidakmampuan untuk menggigil.
2. Kesulitan pernapasan :
a. Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke PMH (Penyakit
Membran Hialin)
b. Risiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks batuk, refleks
menghisap, dan refleks menelan.
c. Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang
lemah.
d. Pernapasan yang periodik dan apnea.
3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi :
a. Refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu.
b. Motilitas usu yang menurun.
c. Pengosongan lambung yang tertunda.
d. Pencernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak kurang.
e. Defisiensi enzim laktase pada brush border usus.
f. Menurunnya cadangan kalsiu, fosfor protein, dan zat besi dalam
tubuh.
g. Meningkatnya resiko EKN (Enterokolitis nekrotikans).
4. Imaturasi hati :
a. Konjugasi dan ekskresi bilirubin terganggu.
b. Defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K.
5. Imaturasi ginjal :
a. Ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load besar.
b. Akumulasi asam anorganik dengan asidosis metabolik.
c. Ketidakseimbangan elektrolit, misalnya hiponatremia atau
hipernatremia, hiperkalemia atau glikosuria ginjal.
6. Imaturasi imunologis
Risiko infeksi tinggi akibat :
Tidak banyak transfer igG maternal melalui plasenta selama
trisemester ketiga.
Fagositosis terganggu.
Penurunan faktor komplemen.
7. Kelainan neurologis
a. Refleks isap dan telan yang imatur.
b. Penurunan motilitas usus.
c. Apnea dan bradikardi berulang.
d. Perdarahan intravertikal dan leukomalasia periventrikel.
e. Pengaturan perfusi serebral yang buruk.
f. Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE).
g. Retinopati prematurasi.
h. Kejang
i. Hipotonia
8. Kelainan kardiovaskuler
a. Patent ductus arteriosus (PDA) merupakan hal yang umum yang
ditemukan pada BKB
b. Hipotensi atau hipertensi
9. Kelainan hematologis
a. Anemia onset dini atau lanjut
b. Hiperbilirubinemia
c. Disseminated intravaskular eoagulation (DIC) hemorrhagic disease of
the newborn (HDN)
10. Metabolisme
a. Hipokalsemia
b. Hipoglikemia tau hiperglikemia.
C. Pemeriksaan Fisik Lengkap pada Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam keadaan telanjang di bawah
lampu yang terang yang berfungsi sebgai pemanas untuk mencegah
kehilangan panas. Tangan serta alat yang digunakan untuk pemeriksaan fisik
harus bersih dan hangat. Pemeriksaan fisik pada BBL dilakukan paling
kurang tiga kali, yakni (1) pada saat lahir, (2) pemeriksaan yang dilakukan
dalam 24 jam di ruang perawatan, dan (3) pemeriksaan pada waktu pulang.
Yang harus dicatat pada pemeriksaan fisik adalah lingkar kepala,
berat ,panjang , kelainan fisik yang ditemukan, frekuensi napas dan nadi,
serta keadaan tali pusar.
1. Pemeriksaan di kamar bersalin
a. Menilai adaptasi
Perlu diperiksakan dikamar bersalin agar mengetahui apakah bayi
memerlukan resusitasi atau tidak. Bayi yang mungkin memerlukan
resusitasi adalah bayi dengan pernapasan yang tidak adekuat, tonus otot
kurang, aada mekonium di dalam cairan amnion atau ahir kurang bulan.
Nilai APGAR juga masih dipakai untuk melihat keadaan bayi pada usia 1
menit dan 5 menit .
Cara menentukan nilai APGAR
Tanda 0 1 2
Laju jantung Tidak ada < 100 >100
Usaha
bernapas
Tidak ada Lambat Menangis kuat
Tonus otot lumpuh Ekstremitas
fleksi sedikit
Gerakan aktif
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi
melawan
Warna kulit Seluruh tubuh
biru/pucat
Tubuh
kemerahan,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerahan
Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2
Nilai tertinggi adalah 10
₋ Nilai 7-10 menunjukkan bahwa by dalam keadaan baik
₋ Nilai 4 - 6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang &
membutuhkan tindakan resusitasi
₋ Nilai 0 – 3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius &
membutuhkan resusitasi segera sampai ventilasi
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai APGAR:
a. Pengaruh obat-obatan
b. Trauma lahir
c. Kelainan bawaan
d. Infeksi
e. Hipoksia
f. Hipovolemia
g. Kelainan prematur
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir dimulai dari pengukuran berat
badan, panjang badan dan lingkar kepalanya. Bayi baru lahir normal
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
₋ Berat badan 2500 – 4000 gram
₋ Panjang badan 48 – 52 cm
₋ Lingkar kepala 33 – 35 cm
₋ Lingkar dada 30 – 38 cm
Klasifikasi berat badan bayi baru lahir (Manuaba, 2007) :
Bayi dengan berat badan normal : 2.500 – 4.000 gram
Bayi dengan berat badan lebih : > 4.000 gram
Bayi dengan berat badan rendah : < 2.500 gram / 1.500 – 2.500
gram
Bayi dengan berat badan sangat rendah : < 1.500 gram
Bayi dengan berat badan ekstrim rendah : < 1.000 gram
b. Mencari kelainan kongenital
Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ibu menggunakan obat-obat
teratogenik, terkena radiasi atau infeksi virus pada trisemester pertama
dan juga apakah ada kelainan bawaan pada keluarga.disamping itu perlu
diketahui apak ibu menderita penyakt yang dapat mengganggu
pertumbuha janin seperti diabetes melitus, asma bronkial dan sebagainya.
Sebelum memeriksa bayi perlu juga diperiksa cairan amnion, tali pusar
dan plasenta.
Pada pemeriksaan cairan amnion perlu diukur volume. Hidramnion
( volume > 2000ml ) sering dihubungkan dengan obstruksi traktus
intestinalis bagian atas, anensefalus, bayi dari ibu diabetes atau eklampsi,
sedangkan oligohidramnion ( volume < 500 ml) dihubungkan dengan
agenesis ginjal bilateral atau sindrom potter.
Pada pemeriksaan tali pusar diperhatikan kesegaran, ada tidaknya
simpul, dan apakah ada dua arteri dan satu vena.
Pada pemeriksaan plasenta diperhatikan adakah perkapuran, nekrosis
dan sebgainya.pada bayi kembar dilihat adanya satu atau dua korion dan
anastomosis vaskular antara kedua korion.
Bayi diperiksa secara menyeluruh baik dari mulut, anus, kelainan
garis tengah, serta jenis kelamin.
1. Pemeriksaan di ruang rawat
Pemeriksaan ini meliputi :
a. Aktivitas fsik
Keaktifan BBL dinilai dengan melihat posisi dan gerkan tungkai dan
lengan. Pada BBL cukup bulan yang sehat, ekstremitas berada dalam
keadaan fleksi, dengan gerakan tungkai serta lengan aktif dan simetris.
b. Tangisan bayi
Tangisan bayi dapat memberikan keterangan seperti tangisan
melengking mengindikasikan adanya kelainan neurologis, sedangkan
tangisan yang lemah atau merintih terjadi pada bayi yang kesulitan
pernapasan.
c. Wajah BBL
Wajah BBL dapat menunjukkan kelainan yang khas seperti sindrom
Down, sindrom Pierre-Robin, sindrom de Lange, dan sebgainya.
d. Keadaan gizi
Dinilai dari berat dan panjang badan serta disesuaikan dengan umur
kehamilan, tebal lapisan sub kutis serta kerutan pada kulit.
e. Pemeriksaan suhu
Suhu tubuh BBL diukur pada aksila. Suhu BBL normal antara 36,5-
37,50 C. Suhu meninggi dapat ditemukan pada dehidrasi, gangguan
serebral, infeksi atau kenaikan suhu lingkungan.Apabila ekstremitas
dingin dan tubuh panas emungknan besar disebabkan oleh sepsis.
2. Pemeriksaan pada waktu memulangkan
Pada waktu memulangkan perlu diperhatikan :
a. Susunan saraf pusat : aktivitas bayi, ketegangan ubun-ubun.
b. Kulit : adanya ikterus, piodermia
c. Jantung : adanya bising yang baru timbul kemudian
d. Abdomen : adanya tumor yang tidak terdeteksi sebelumnya
e. Tali pusat : adanya infeksi
f. Diperhatikan juga apakah bayi sudah pandai menyusu dan ibu sudah
mengerti cara pemberian ASI yang benar.
D. Fisiologi laktasi
Menyusui merupakan proses yang cukup kompleks. ASI diproduksi atas
hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Ketika bayi mulai
mengisabp ASI, akan terjadi dua refleks yang akan menyebabkan ASI keluar.
Hal ini disebut dengan refleks pembentukan atau refleks prolaktin yang
dirangsang oleh hormon prolaktin dan refleks pengeluaran ASI atau disebut
juga “let down” reflexs.
Produksi ASI merupakan hasil perangsangan payudara oleh hormon
prolaktin. Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofise anterior yang ada
yang berada di dasar otak. Bila bayi mengisap ASI maka ASI akan
dikeluarkan dari gudang ASI yang disebut sinus laktiferus. Proses pengisapan
akan merangsang ujung saraf disekitar payudara untuk membawa pesan ke
kelenjar hifofise anterior untuk memproduksi hormone prolaktin. Prolaktin
kemudian akan dialirkan ke kelenjar payudara untuk merangsang pembuatan
ASI. Hal ini disebut dengan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin.
Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar hipofisis.
Hormon tersebut dihasilkan bila ujung saraf di sekitar payudara dirangsang
oleh isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju ke payudara yang
akan merangsang kontraksi otot di sekeliling alveoli (pabrik ASI) dan
memeras ASI keluar dari pabrik ke gudang ASI. Hanya ASI di dalam gudang
ASI yang dapat dikeluarkan oleh bayi atau ibunya. Oksitosin dibentuk lebih
cepat dibandingkan prolaktin. Keadaan ini menyebabkan ASI di payudara
akan mengalir untuk diisap. Oksitosin sudah mulai bekerja saat ibu
berkeinginan menyusui (sebelum bayi mengisap). Jika refleks oksitosin tidak
bekerja dengan baik, maka bayi mengalami kesulitan untuk mendapatkan
ASI. Payudara seolah-olah telah berhenti memproduksi ASI, padahal
payudara tetap menghasilkan ASI namun tidak mengalir keluar. Efek
oksitosin lainnya adalah menyebabkan uterus berkontraksi setelah
melahirkan. Sehingga dapat membantu mengurangi perdarahan walaupun
kadang mengakibatkan nyeri.
E. Prosedur Medik pada Bayi Baru Lahir & Tatalaksana Pemberian ASI
Agar ibu berhasil menyusui perlu dilakukan berbagai kegiatan saat
antenatal, ntranatal dan postnatal.
1. Masa antenatal
Selama masa antenatal ibu dipersiapkan secara fisik dan psikologis
dengan memberikan penyuluhan tentang kesehatan dan gizi ibu selama
hamil.adapun penyuluhan yang dianjurkan adalah :
a. Penyuluhan mengenai fisiologi laktasi
b. Penyuluhan mengenai Pemberian ASI secara ekslusif
c. Penyuluhan mengenai Perlunya inisiasi menyusui dini.
d. Penyuluhan Ibu mengenai manfaat ASI dan kerugian susu formula.
e. Penyuluhan Ibu mengenai Manfaat rawat gabung
f. Penyuluhan Ibu mengenai Gizi ibu hamil dan menyusui
g. Bimbingan ibu mengenai cara memposisikan dan melekatkan bayi pada
payudara dengan cara mendemonstrasi menggunakan boneka
h. Menjelaskan mitos seputar menyusui
2. Masa persalinan
a. Berusaha menolong persalinan tanpa trauma lahir
b. Segera setelah bayi stabil (< 30 menit) lakukan inisisasi menyusui dini.
Bayi diletakkan dalam keadaa telanjang diatas perut ibunya ( apabila
pervaginam) atau diatas dada ibunya (apabila seksio sesaria) untuk
mencari uting susu dan menghisapnya ( 45-75 menit).
c. Tatalaksana inisisasi menyusui dini. Adapun langkah-langkah sebagai
berikut :
1) Bayi baru lahir diputuskan tidak memerlukan resusitasi segera
diletakkan diatas perut ibunya dan dikeringkan seluruh tubuh kecuali
kedua tangan. Karena bau cairan amnion pada tangan bayi membantu
mencari puting ibu yan memiliki bau yang sama.
2) Setelah 2 menit tali pusat dipotong dan diikat kemudian bayi
ditengkurapkan diatas perut ibunya.
3) Kalo ruang bersalin dingin, kepala bayi diberi top dan diberikan
selimut yang menyelimuti ibu dan bayi.
4) Setelah 12-44 menit bayi akan mulai bergerak dengan menendang,
menggerakkan kaki, bahu dan lengannya. Stimulasi ini kan membantu
uterus berkotraksi.
5) Bayi kemudian mencari puting menggunakan indra penciuman
dipandu dengan bau kedua tangannya.
6) Menyusu pertama berlangsung sekitar 15 menit dan setelah selasai
selama 2-2,5 jam berikutnya tidak ada keinginan untuk menghisap.
7) Setelah itu dilanjutkan tindakan keperawatan seperti menimbang,
pemeriksaan antropometri, menyuntikkan vitamin K1, dan
mengoleskan salep paada mata.
8) Tunda memandikan bayi paling tidka 6 jam setelah lahir atau pada
hari berikutnya.
3. Masa pasca persalinan
Rawat gabung adalah satu cara perawataan ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam
sebuah ruangan selama 24 jam penuh. Bahkan bila mungkin bayi bisa
tidur setempat tidur dengan ibunya.
a. Tujuan rawat gabung
Tujuan rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayinya
sedini mungkin kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan
memahami cara perawatan bayi yang benar seperti yang dilakukan
oleh petugas, ibu mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya
sendiri selagi ibu masih di rumah sakit dan ibu memperoleh bekal
keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah pulang dari
rumah sakit. Rawat gabung juga memungkinkan suami dan keluarga
dapat terlibat secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam
menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu
mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak
dengan buah hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya
bayi dengan ibunya (Maas, 2004; Mappiwali, 2008).
b. Manfaat Rawat Gabung
1) Aspek fisik
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka ibu dapat dengan mudah
menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan
menyusui setiap saat, kapan saja bayinya menginginkan (nir-
jadwal) (Mappiwali, 2008; Suradi and Kristina, 2004).
2) Aspek fisiologis
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui
dan frekuensinya lebih sering. Proses ini merupakan proses
fisiologis yang alami, di mana bayi mendapat nutrisi alami yang
paling sesuai dan baik. Untuk ibu, dengan menyusui maka akan
timbul refleks oksitosin yang akan membantu proses fisiologis
involusi rahim (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004).
3) Aspek psikologis
Dengan rawat gabung maka antara ibu dan bayi akan segera
terjalin proses lekat (early infant-mother bonding) akibat sentuhan
badan antara ibu dan bayinya (Mappiwali, 2008; Suradi dan
Kristina, 2004).
4) Aspek Edukatif
Dengan rawat gabung, ibu (terutama yang baru mempunyai
anak pertama) akan mempunyai pengalaman yang berguna,
sehingga mampu menyusui serta merawat bayinya bila pulang
dari rumah sakit (Prawirohardjo, 2008).
5) Aspek Medis
Dengan pelaksanaan rawat gabung maka akan menurunkan
terjadinya infeksi nosokomial pada bayi serta menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi (Mappiwali, 2008;
Prawirohardjo, 2008).
c. Syarat rawat gabung sebagai berikut:
1) Usia kehamilan > 34 minggu dab berat lahir > 1800 gram ;
diharapkan refleks menelan dan menghisap sudah baik.
2) Nilai APGAR pada 5 menit ≥ 7
3) Tidak ada kelainan kongenital yang memerlukan perawatan
khusus
4) Tidak ada trauma lahir atau morbiditas yang berat
5) Bayi yang lahir dengan seksio sesarea yang menggunakan
pembiusan, rawat gabung diakukan setelah ibu dan bayi sadar
sekitar 4-6 jam stelah operasi.
6) Ibu dalam keadaan sehat
d. Kontraindikasi rawat gabung
1) Bagi ibu :
Ibu dengan kelainan jantung yang ditakutkan menjadi gagal
jantung
Ibu dengan Eklampsia atau preklamsia berat
Ibu dengan Penyakit akut yang berat
Ibu dengan Karsinoma payudara
Ibu dengan psikosis
2) Bagi bayi :
Bayi dengan berat lahir sangat rendah
Bayi dengan Kelainan kongenital yang berat
Yang memerlukan observasi atau terapi khusus
Cara memerah ASI :
a. Cuci tangan yang bersih
b. Siapkan wadah yang bermulut lebar yang mempunyai tutup dan telah
direbus
c. Bentuk jari telunjuk dan ibu jari seperti huruf C dan letakkkan di batas
aerola mama. Tekan dengan telunjuk dan ibu jari ke arah dada ibu
kemuduan perah dan lepas. Dilakukan berulang.
Cara menyimpan ASI perah :
a. ASI perah dapat disimpan pada suhu ruangan selama 6-8 jam
b. Di dalam lemari es pendingin 40 C 2X 24 jam
c. Di dalam lemari es pembeu -40 C tahan sampai beberapa bulan
Cara memberikan ASI perah:
a. ASI yang sudah disimpan dalam lemati pendingin, sebelum diberikan
dihangatkan dengan merendamnya dalam air hangat.
b. ASI yang sudah dihangatkan bila tersisa tidak boleh dikembalikan lagi
kedalm lemari es
c. ASI yang disimpan dalam lemari pembeku perlu dipindahkan ke
lemari pendingin untuk mencairkan sebelum dihangatkan.
d. ASI perah sebaiknya diberikan tidak menggunakan botol tetapi
dengan sendok (Kosim et al., 2010)
F. Manfaat ASI
Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu
formula. Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu
yang menyusui.
1. Manfaat ASI bagi bayi:
a. ASI merupakan sumber gizi sempurna
ASI mengandung zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi.faktor pembentukan sel-
sel otak terutama DHA dalam kadar tinggi. ASI juga mengandung whey
(protein utama dari susu yang berbentuk cair) lebih banyak dari casein
(protein utama dari susu yang berbentuk gumpalan).komposisi ini
menyebabkan ASI mudah diserap oleh bayi.
b. ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi
Bayi sudah dibekali immunoglobulin (zat kekebalan tubuh) yang
didapat dari ibunya melalui plasenta. Tapi, segera setelah bayi lahir kadar
zat ini akan turun cepat sekali. Tubuh bayi baru memproduksi
immunoglobulin dalam jumlah yang cukup pada usia 3 - 4 bulan. Saat
kadar immunoglubolin bawaan menurun, sementara produksi sendiri
belum mencukupi, bisa muncul kesenjangan immunoglobulin pada bayi.
Di sinilah ASI berperan bisa menghilangkan atau setidaknya mengurangi
kesenjangan yang mungkin timbul. ASI mengandung zat kekebalan tubuh
yang mampu melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus,
dan jamur. Colostrum (cairan pertama yang mendahului ASI) mengandung
zat immunoglobulin 10 - 17 kali lebih banyak dari ASI.
c. ASI eklusif meningkatkan kecerdasan dan kemandirian anak
Fakta-fakta ilmiah membuktikan, bayi dapat tumbuh lebih sehat dan
cerdas bila diberi air susu ibu (ASI) secara eksklusif pada 4 - 6 bulan
pertama kehidupannya. Di dalam ASI terdapat beberapa nutrien untuk
pertumbuhan otak bayi di antaranya taurin, yaitu suatu bentuk zat putih
telur khusus, laktosa atau hidrat arang utama dari ASI, dan asam lemak
ikatan panjang - antara lain DHA dan AA yang merupakan asam lemak
utama dari ASI.
d. ASI meningkatkan jalinan kasih sayang
Jalinan kasih sayang yang baik adalah landasan terciptanya keadaan
yang disebut secure attachment. Anak yang tumbuh dalam suasana aman
akan menjadi anak yang berkepribadian tangguh, percaya diri, mandiri,
peduli lingkungan dan pandai menempatkan diri. Bayi yang mendapat ASI
secara eksklusif. akan sering dalam dekapan ibu saat menyusu, mendengar
detak jantung ibu, dan gerakan pernapasan ibu yang telah dikenalnya dan
juga akan sering merasakan situasi seperti saat dalam kandungan:
terlindung, aman dan tenteram.
2. Manfaat menyusui bagi ibu:
a. Mengurangi resiko kanker payudara
Menyusui setidaknya sampai 6 bulan mengurangi kemungkinan ibu
menderita kanker payudara, kanker rahim, kanker indung telur.
Perlindungan terhadap kanker payudara sesuai dengan lama pemberian
ASI. Ibu yang menyusui akan terhindar dari kanker payudara sebanyak
20%-30%. Berdasarkan penelitian dari 30 negara pada 50.000 ibu
menyusui dan 97.000 tidak menyusui kemungkinan kejadian kanker
payudara lebih rendah pada ibu menyusui. Jika menyusui lebih dari 2
tahun ibu akan lebih jarang menderita kanker payudara sebanyak 50%
(Roesli, 2007).
b. Metode KB paling aman
Jarak kelahiran anak lebih panjang pada ibu yang menyusui secara
eklusif daripada yang tidak (Roesli, 2007).
c. Kepraktisan dalam pemberian ASI
ASI dapat segera diberikan pada bayi, segar, siap pakai dan mudah
pemberiannya sehingga tidak terlalu merepotkan ibu.
d. Ekonomis
Dengan memberikan ASI, ibu tidak memerlukan untuk makanan bayi
sampai berumur 4-6 bulan. Dengan demikian akan menghemat
pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.
G. Ketuban Pecah Dini
1. Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan keluarnya cairan dari jalan lahir
sebelum proses persalinan berlangsung pada kehamilan berusia lebih dari 22
minggu, yang dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37
minggu maupun kehamilan aterm. (Sarwono, 2002)
2. Faktor Risiko
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Beberapa
faktor risiko dari Ketuban Pecah Dini adalah sebagai berikut:
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumya
4. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
5. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk PAP, cefalopelvik disproporsi.
6. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
7. Kehamilan kembar
8. Trauma
9. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.(Manuaba et al,
1998)
3. Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes dengan ciri pucat dan
bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus
diproduksi sampai kelahiran. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,
denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang
terjadi.
4. Diagnosis
Diagnosis Ketuban Pecah Dini prematur dengan inspekulo dilihat adanya
cairan ketuban keluar dari kavum uteri. Jika tidak ada dapat dicoba dengan
menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien untuk batuk
atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus
(nitrazin test) merah menjadi biru. Pemeriksaan pH normal dari vagina adalah
4-4,7 jika terdapat cairan ketuban pHnya sekitar 7,1-7,3. Antiseptic yang
alkalin dapat menaikan pH vagina.
Menentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG, dengan
pemeriksaan ultrasound adanya Ketuban Pecah Dini dapat dikonfirmasikan
dengan adanya Oligohidramnion. Menentukan ada tidaknya infeksi dengan
mengetahui tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu > 38ºC serta air ketuban
keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm3. Janin yang mengalami
takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterine. Tentukan tanda-tanda
persalinan dan scoring pelvic. Tentukan adanya kontraksi yang teratur, periksa
dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan).
(Sarwono, 2008)
5. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan
premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya
insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.
a. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 – 34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis, pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
Ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih sering daripada aterm.
c. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit cairan ketuban, maka
keadaan janin semakin gawat.
d. Sindrom deformitas janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin,
serta hipoplasia pulmonar.(Sarwono, 2008)
6. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi
dalam lahir terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensial. Oleh
karena itu penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci
sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam
rahim. (Manuaba et al, 1998)
Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini adalah memastikan diagnosis,
menentukan umur kehamilan, evaluasi adanya infeksi maternal ataupun infeksi
janin dan jika dalam keadaan inpartu, identifikasi adanya gawat janin.
Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah Dini harus masuk rumah sakit
untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar,
pasien dapat pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat perasalinan dalam kala
aktif, korioamnionitis, atau gawat janin, persalinan diterminasi. Bila Ketuban
Pecah Dini pada kehamilan premature, diperlukan penatalaksanaan yang
komprehensif. Secara umum penatalaksanaan pasien Ketuban Pecah Dini yang
tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin,
penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilan.
Penanganan pada kasus Ketuban Pecah Dini adalah sebagai berikut:
1. Konservatif
Dilakukan perawatan di Rumah Sakit dengan memberikan antibiotic
(ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan
metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kahamilan
32-37 minggu sudah inpartu dan tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), dexametason, dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan
32-37 minggu dan terdapat infeksi, berikan antibiotic dan dilakukan induksi,
kemudian nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterine).
Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 26 jam sebanyak 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila tidak berhasil maka
lakukan sesio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg – 50 µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan
antibotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
a. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.(Sarwono, 2008)
H. Infeksi TORCH Pada Kehamilan
Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapat membahayakan janin yang
dikandungnya. Pada infeksi TORCH, gejala klinis yang ada searing sulit dibedakan
dari penyakit lain karena gejalanya tidak spesifik. Walaupun ada yang memberi
gejala ini tidak muncul sehingga menyulitkan dokter untuk melakukan diagnosis.
Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu
mengetahui infeksi TORCH agar dokter dapat memberikan penanganan atau terapi
yang tepat.
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakit infeksi yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat
jenis penyakti infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh
ibu hamil.
Kini, diagnosis untuk penyakit infeksi telah berkembang antar lain ke arah
pemeriksaan secara imunologi. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya
zat anti (antibodi) yang spesifik taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai
respon tubuh terhadap adanya benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat
berupa Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G (IgG)
1. Toxoplasma
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesipik. Kira-
kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip
gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak
menimbulkan masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang
hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita
AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun)
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah
abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah
dewasa, misalnya kelinan mata dan atelinga, retardasi mental, kejang-kejang dn
ensefalitis.
Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejala-gejalanya
tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh karena itu,
pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang
tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan
IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG.
Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi
Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu
diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma, selanjutnya tiap trimeter),
serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.
2. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang
anak-anak dan dewasa muda.
Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama
kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi
trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of
Obstatrician and Gynecologists, 1981).
Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi untuk tiap individu,
bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila ruam merah tidak
tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu ditegakkan
dengan bantuan pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella
IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan,
dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama
sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko
infeksi rubella bawaan.
3. Cytomegalovirus(CMV)
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan
virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat
tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi
yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi
saat ibu sedang hamil.
Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular
sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak,
ketulian, retardasi mental, dan lain-lain.
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau
infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta
Aviditas Anti-CMV IgG.
4. Herpes Simpleks Tipe II
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar
melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan
lepuh pada kuli, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui.
Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50
kasus) Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting
untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II
dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat
kehamilan.
Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapt membahayakan janin yang
dikandungnya. Pada infeksi TORCH, gejala klinis yang ada searing sulit dibedakan
dari penyakit lain karena gejalanya tidak spesifik. Walaupun ada yang memberi
gejala ini tidak muncul sehingga menyulitkan dokter untuk melakukan diagnosis.
Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu
mengetahui infeksi TORCH agar dokter dapat memberikan penanganan atau terapi
yang tepat.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus skenario, Santi seorang mahasiswa kedokteran mendapatkan kasus
kelahiran seorang bayi laki-laki dengan berat 3,6 kg dan panjang 50 cm. Kelahiran
spontan pada umur kehamilan 39 minggu. Ketuban pecah 3 jam sebelum lahir, warna
ketuban jernih, dan tidak ada mekoneum. Berdasarkan kriteria normal bayi baru lahir
(BBL), bayi tersebut lahir normal. Berat badan bayi baru lahir antara 2,5 – 4 kg dan
panjang sekitar 50 cm. Menurut waktu persalinan, kelahirannya termasuk aterm atau
cukup bulan, antara 37-42 minggu, dan dilahirkan spontan. Ketuban yang pecah 3
jam sebelum lahir pada bayi lahir cukup bulan, bukan merupakan tanda ketuban
pecah dini.
Proses persalinan normal dibagi menjadi 4 kala. Kala pertama merupakan
waktu pembukaan serviks sampai lengkap 10 cm. Kala pertama tersebut memerlukan
waktu 13-14 pada primigravida (wanita hamil pertama kali) dan 7 jam pada
multigravida (wanita yang sudah pernah melahirkan bayi hidup). Ketuban akan
pecah dengan sendirinya ketika pembukaan telah lengkap. Kemudian dilanjutkan
dengan kala dua yaitu kala pengeluaran janin. Warna ketuban yang jernih dan tidak
ada mekoneum merupakan keadaan yang normal. Mekoneum merupakan bahan yang
berlendir berwarna hijau tua dalam usus bayi yang cukup bulan, yang merupakan
campuran sekresi hati, kelenjar usus, dan sejumlah cairan amnion. Jika mekoneum
ini teraspirasi oleh bayi baru lahir maka dapat terjadi asfiksia pada bayi.
Pemeriksaan bayi baru lahir (BBL) dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama,
dilakukan di kamar bersalin. Pemeriksaan berupa penilaian skor Apgar dan mencari
kelainan kongenital. Skor Apgar bayi ini pada menit pertama 8, menit kelima 9, dan
menit kesepuluh 10. Skor Apgar merupakan sebuah metode sederhana untuk secara
cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran. Skor Apgar
dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan lima kriteria
sederhana, yaitu apperience, pulse rate, grimace, activity, dan respiration. Skala
yang dipakai mulai dari nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut
kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga 10. Skor Apgar menit
pertama berguna untuk menentukan perlu tindakan resusitasi atau tidak, sedangkan
skor Apgar menit ke 5, 10, 15, dst berguna untuk menentukan keberhasilan dalam
melakukan resusitasi. Pada bayi ini, skor Apgar menunjukkan peningkatan dari
menit pertama, kelima, dan kesepuluh. Skor Apgar berada diantara 7-10
menunjukkan bayi normal dan tidak memerlukan tindakan resusitasi. Jika bayi
berada pada skor Apgar 4-6 maka memerlukan tindakan medis segera seperti
penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas atau pemberian oksigen untuk
membantu bernapas. Jika bayi berada pada skor Apgar 0-3 maka memerlukan
tindakan medis yang lebih intensif.
Pemeriksaan kedua pada bayi baru lahir (BBL) dilakukan 24 jam setelah
persalinan di ruang perawatan. Pemeriksaan fisik ini meliputi pemeriksaan
antropometri (berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar dada),
pemeriksaan kulit, kepala, wajah, mata, hidung, mulut, telinga, leher, klavikula,
tangan, dada, abdomen, genitalia, anus dan rectum, tungkai, dan spinal. Pada
pemeriksaan fisik bayi ini tidak didapatkan kelainan pada organ-organ tersebut.
Selanjutnya bayi dan ibunya dibawa ke ruang perawatan untuk dirawat
gabung karena dari pemeriksaan bayi dalam batas normal dan catatan kesehatan ibu
juga menunjukkan tanda vital ibu normal, pemeriksaan TORCH negatif, HbsAg
negatif, gula darah normal, dan HIV negatif. Rawat gabung merupakan suatu cara
perawatan di mana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan
ditempatkan bersama dalam sebuah ruang selama 24 jam penuh. Tidak semua bayi
atau ibu dapat dirawat gabung. Syaratnya adalah usia kehamilan diatas 34 minggu
dan BBL diatas 1800 gram, nilai Apgar pada menit pertama dan menit kelima 7,
tidak ada kelainan kongenital, tidak ada trauma lahir, bayi lahir dengan sectio
caesaria yang menggunakan pembiusan umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu
dan bayi sadar.
Kontraindikasi rawat gabung bagi ibu adalah ibu dengan kelaianan jantung,
eklampsia atau preeklampsia berat, karsinoma payudara, dan psikosis. Sedangkan
kontraindikasi rawat gabung bagi bayi ialah bayi dengan berat lahir sangat rendah,
kelainan kongenital berat, dan bayi yang memerlukan observasi atau terapi khusus.
Keuntungan rawat gabung dari aspek psikologis ialah dengan rawat gabung
antara ibu dan bayi akan terjalin proses lekat (bonding) yang sangat mempengaruhi
perkembangan psikologis bayi selanjutnya. Kehangatan tubuh ibu merupakan
stimulasi mental yang mutlak diperlukan bayi. Rasa aman, terlindung, dan percaya
pada orang lain merupakan dasar terbentuknya rasa percaya diri pada bayi. Dari
aspek fisik, dengan rawat gabung, ibu dengan mudah menyusui kapan saja bayi
menginginkannya. Dengan demikian, ASI juga akan cepat keluar. Dari aspek
fisiologi dengan rawat gabung, bayi dapat disusui dengan frekuensi yang lebih sering
dan menimbulkan refleks prolaktin yang memacu proses produksi ASI dan refleks
oksitosin yang membantu pengeluaran ASI dan mempercepat involusi rahim. Dari
aspek edukatif dengan rawat gabung, ibu, terutama yang primipara, akan mempunyai
pengalaman menyusui dan merawat bayinya. Dari aspek medis dengan rawat
gabung, ibu merawat bayinya sendiri. Bayi juga tidak terpapar dengan banyak
petugas sehingga infeksi nosokomial dapat dicegah.
ASI merupakan makanan terbaik bayi baru lahir (BBL) karena komposisinya
sudah sangat baik. ASI yang pertama kali keluar disebut kolostrum. Kolostrum
mengandung IgA yang berperan sebagai antibodi untuk melawan mikroorganisme,
leukosit besar berperan sebagai makrofag. Kandungan lainnya adalah laktoferin yang
berfungsi untuk mengikat besi sehingga menghambat pertumbuhan bakteri. Selain
itu, pemberian ASI harus dilakukan sedini mungkin. Sebab dengan pemberian ASI
sedini mungkin, mekonium pada bayi baru lahir dapat dikeluarkan. ASI merangsang
gerakan peristaltik sistem pencernaan bayi sehingga kotoran-kotoran yang ada dapat
dikeluarkan. Apabila mekonium ini tidak dikeluarkan, dapat mengakibatkan terjadi
jaundice karena kadar bilirubin yang meningkat di dalam tubuh.
Dari catatan riwayat kesehatan ibu dan riwayat persalinan, didapatkan hasil
yang bagus, ditunjukkan dengan tanda vital ibu normal, pemeriksaan TORCH
negatif, HbsAg negatif, gula darah normal, dan HIV negatif. Riwayat kesehatan ibu
selama kehamilan sangat berpengaruh terhadap perkembangan bayi baru lahir
(BBL). Tanda vital sangat penting bagi ibu hamil, sebab ibu hamil dengan hipertensi
dapat meningkatkan risiko terjadi preeklampsia dan eklampsia. Infeksi TORCH
selama kehamilan juga sangat mempengaruhi perkembangan bayi saat masih dalam
kandungan. Infeksi pada trimester pertama dapat menyebabkan gangguan pada
proses organogenesis sehingga meningkatkan resiko kecacatan bahkan kematian
pada bayi. Sedangkan infeksi trimester kedua dan ketiga tidak begitu berbahaya
tetapi mengganggu proses perkembangan otak dan mental pada bayi. Gula darah
juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin. Kadar gula darah yang tinggi
pada ibu hamil menyebabkan bayi memproduksi lebih banyak insulin sehingga pada
saat bayi lahir dapat terjadi hipoglikemia karena produksi insulin meningkat. Bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan riwayat diabetes juga memiliki ukuran yang besar
(makrosomia) sehingga berisiko untuk dilahirkan secara sectio caesaria.
Pemeriksaan HbsAg dan tes HIV dimaksudkan untuk menghindari transmisi infeksi
dari ibu ke janin (transmisi vertikal). Pada ibu dengan infeksi HIV, tidak
diperbolehkan untuk persalinan secara normal karena dapat menyebabkan infeksi
verstikal selama proses persalinan. Jadi, pada bayi dengan riwayat ibu menderita
HIV dilakukan tindakan sectio caesaria. Pemeriksaan HbsAg dan HIV sangat
penting dilakukan. Selain menentukan jenis persalinan, juga digunakan untuk
menentukan bayi boleh diberikan ASI oleh ibunya atau tidak. Bayi dengan ibu HIV
positif tidak boleh diberikan ASI sedangkan dengan ibu HbsAg positif bisa diberikan
asal bayi sudah divaksinasi terlebih dahulu.
BAB IV
PENUTUP
1.1 Simpulan
1.1.1 Hasil pemeriksaan lengkap pada bayi di skenario I Blok Pediatri ini tidak
ditemukan adanya kelainan, kegawatdaruratan, infeksi atau kondisi yang
patologis lainnya. Bayi dalam keadaan normal setelah dilahirkan.
1.1.2 Pemeriksaan fisik lengkap pada neonatus terdiri atas pemeriksaan sesaat
setelah lahir dan pemeriksaan umum. Pemeriksaan sesaat setelah lahir
terdiri atas pemeriksaan adaptasi dengan APGAR Score, mencari
kelainan kongenital dan garis tengah, cairan amnion, plasenta, tali pusat,
berat badan, jenis kelamin. Sedangkan pemeriksaan fisik lengkap
lanjutan adalah warna kulit, kulit, postur dan gerakan, kepala, mata,
telinga, hidung, mulut dan tenggorok, leher, dada, paru, jantung,
abdomen dan punggung, genitalia dan anus, ekstremitas, urine dan tinja,
antropometri.
1.1.3 APGAR Score adalah metode untuk mengkaji penyesuaian atau adaptasi
segera bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin. Yang dinilai
adalah laju jantung, usaha bernafas, tonus otot, refleks dan warna kulit.
Skor APGAR dinilai setiap 5 menit sekali untuk mengevaluasi tindakan
resusitasi.
1.1.4 Penting dilakukan rawat gabung antara ibu dan bayinya agar terjalin
kontak social yang erat (attachment) dan inisiasi menyusui dini atau
IMD mengingat pentingnya ASI bagi bayi.
1.2 Saran
Skenario pertama blok Pediatri ini berjalan lancar, kehadiran tutor di kelompok 19 angkatan 2010 juga membantu mahasiswa dalam menjawab setiap LO.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton AC, Hall JE (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC.
Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A (2010). Buku ajar
neonatologi. Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Maas (2004). Kesehatan ibu dan anak : Persepsi budaya dan dampak kesehatannya.
http://library.usu.ac.id – Diakses Maret 2013
Manuaba. Ida, Bagus Gde (2007). Pengantar buku obstetri. EGC : Jakarta
Mappiwali A (2008). Rawat gabung (rooming - in).
http://www.scribd.com/doc/12963634/Rawat-Gabung-Rooming-in – Diakses
Maret 2013
Meadow, Roy, Simon N (2002). Lecture notes pediatrica. Jakarta : Erlangga.
Prawirohardjo (2008). Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Roesli U (2007). Mengenal ASI eksklusif. Jakarta: EGC
Suradi R, Kristina H (2004). Bahan bacaan manajemen laktasi. Edisi 5. Jakarta :
Perinasia.