PORTOFOLIO ASMA

Post on 22-Nov-2023

0 views 0 download

transcript

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. W

Usia : 14 tahun

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Tolai

Jenis Kelamin : Wanita

Agama : Islam

B. ANAMNESA

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 24 Januari 2015.

Keluhan Utama :

Sesak napas.

Keluhan Tambahan :

Batuk, pilek.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari yang lalu, sebelumnya

pasien mengalami batuk pilek sejak 3 hari yang lalu, batuk dan pilek memburuk

hingga timbul sesak napas. Saat mengalami sesak pasien tidak mampu berjalan dan

berbaring, pasien lebih menyukai posisi duduk. Pasien masih bisa berbicara sepenggal

kalimat. Sesak tidak membaik dengan istirahat. Pasien mengalami serangan sesak

terakhir sekitar 2 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien hampir selalu rutin mengalami serangan sesak setiap 2 bulan sekali.

1

Riwayat Penyakit Keluarga

Terdapat riwayat asma dalam keluarga, yaitu ayah pasien.

Riwayat Pribadi

Kehamilan : Lahir pervaginam, lahir langsung menangis

Makanan : Pola makan baik, kualitas dan kuantitas baik

Pertumbuhan dan Perkembangan : Psikomotor, mental, dan emosi sesuai

dengan usia.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan pada tangggal 24 Januari 2015

Keadaan Umum : Lemas, terlihat sesak

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 106 x/menit, reguler, isi cukup

Frekuensi Pernapasan: 30x/menit, tidak teratur

Suhu : 36,4 oC (axilla)

Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut

Mata : Oedem palpebra -/-, Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-

THT : Bentuk normal, sekret -/-

Leher : KGB tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar

Thoraks : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi dada (-)

Jantung : BJ I-II normal, Murmur (-), Gallop (-)

Paru : Vesikuler -/-, Rh -/-, Wh +/+ ekspirasi

Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral dingin, perfusi perifer cukup, sianosis (-), CRT<2”

2

D. RESUME

Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari yang lalu, sebelumnya

pasien mengalami batuk pilek sejak 3 hari yang lalu, batuk dan pilek memburuk

hingga timbul sesak napas. Saat mengalami sesak pasien tidak mampu berjalan dan

berbaring, pasien lebih menyukai posisi duduk. Pasien masih bisa berbicara sepenggal

kalimat. Sesak tidak membaik dengan istirahat. Pasien mengalami serangan sesak

terakhir sekitar 2 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan takipneu dan takikardi. Pada

pemeriksaan paru ditemukan bunyi whezzing pada ekspirasi dikedua lapang pandang

paru. Pada ekstremitas ditemukan akral dingin, sianosis (-).

E. DIAGNOSA KERJA

Asma Episodik Sering Serangan Akut

F. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji Fungsi Paru

G. PENATALAKSANAAN

IVFD KAEN 3B 18 tts/mnt

Nebulisasi Ventolin 2,5 mg (2,5 ml) + NaCl 0,9% (4 ml) @ 6 jam

Metilprednisolon 3 x 8 mg

Cefadroxil 2 x 500 mg

Ambroxol syr 3 x 1 C

H. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

3

I. ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari yang lalu, sesak napas

merupakan perasaan yang tidak nyaman atau kesulitan dalam bernapas, biasanya

disebabkan oleh gangguan dalam sistem pernapasan atau gangguan yang berasal dari

luar paru-paru. Sebelumnya pasien mengalami batuk pilek sejak 3 hari yang lalu,

batuk dan pilek memburuk hingga timbul sesak napas, batuk pilek sering disebabkan

oleh infeksi virus atau bakteri.

Saat mengalami sesak pasien tidak mampu berjalan dan berbaring, pasien

lebih menyukai posisi duduk. Pasien masih bisa berbicara sepenggal kalimat. Sesak

tidak membaik dengan istirahat. Itu merupakan gejala klinis dari asma, dimana telah

terjadinya edema dinding bronkus, sekresi bronkus bertambah banyak, dan batuk

berdahak jernih berbusa. Pasien mengalami serangan sesak terakhir sekitar 2 bulan

yang lalu, merupakan bagian dari klasifikasi asma episodik sering dimana banyaknya

serangan 3−4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai

beberapa minggu.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan takipneu dan takikardi. Pada

pemeriksaan paru ditemukan bunyi whezzing pada ekspirasi dikedua lapang pandang

paru. Pada ekstremitas ditemukan akral dingin, sianosis (-). Hasil anamnesa dan

pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran diagnosis Asma Episodik Sering Serangan

Akut.

Pada pasien diberikan cairan infus KAEN 3B sebanyak 18tpm. Penghitungan

menggunakan rumus Holliday – Segar, dengan BB pasien 54 kg, kebutuhan cairan

pasien perhari 2180 ml, dikurangi dengan pemasukan cairan melalui oral, sehingga

didapatkan 18 tpm.

Nebulisasi Ventolin digunakan sebagai bronkodilator dengan dosis 0,1-0,15

mg/kgBB, dengan dosis maksimal 2,5 mg. Pada pasien diberikan setiap 6 jam, karena

kondisi pasien yang sangat sesak. Metilprednisolon pada pasien diberikan dengan

dosis 0,3 mg/kgBB/kali pemberian, dengan dosis maksimal 8 mg. Metilprednisolon

digunakan untuk menghentikan peradangan. Antibiotik diberikan sebagai terapi pada

infeksi saluran napas yang dicurigai karena bakteri yang menyertai asma, pada pasien

4

diberikan cefadroxil. Sedangkan pemberian ambroxol sebagai mukolitik yang

membantu pengenceran mukus.

5

BAB II

PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang serius di berbagai Negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat

ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu

aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat bolos kerja atau sekolah dan

dapat menimbulkan kecacatan sehingga menambah penurunan produktivitas serta

menurunkan kualitas hidup.1,2

Istilah asma berasal dari bahasa Yunani asthma yang berarti “sengal-sengal”. Dalam

pengertian klinik, asma dapat kita artikan sebagai batuk yang disertai sesak napas berulang

dengan atau tanpa disertai mengi. 3

Penyebab asma dapat berasal dari gangguan pada saluran pernapasan yang kita kenal

sebagai asma bronkial dan bisa juga berasal dari jantung yang kita kenal sebagai asma

jantung. Istilah bronkial sendiri merujuk pada bronkus. Istilah tersebut berasal dari bahasa

Inggris, “bronchial.” Dengan demikian, asma bronkial dapat dipahami sebagai asma yang

penyebabnya berkaitan dengan bronkus. 1

Pada penderita asma bronkial terjadi penyempitan bronkus secara berulang-ulang. Di

antara masa serangan tersebut, terdapat fungsi dimana fungsi ventilasi paru mendekati

keadaan normal. 4

Serangan asma dapat berupa serangan sesak napas ekspiratoir yang paroksismal,

berulang-ulang dengan mengi (“wheezing”) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau

spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan. 2

Asma merupakan penyakit familiar yang diturunkan secara poligenik dan

multifaktorial. Telah ditemukan hubungan antara asma dan lokus histokompatibiltas (HLA)

dan tanda genetik pada molekul imunoglobulin G (IgG). 3

6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III. 1. Definisi

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana

trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu. Asma

dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea,

batuk dan mengi. Tingkat penyempitan jalan napas dapat berubah baik secara spontan

atau karena terapi. Asma berbeda dari penyakit paru obstruktif, dalam hal bahwa asma

adalah proses reversibel. Jika asma dan bronkitis terjadi bersamaan, obstruksi yang

diakibatkan menjadi gabungan dan disebut Bronkitis Asmatik Kronik.

Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia; sekitar setengah dari kasus

terjadi pada anak – anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Meski

asma dapat berakibat fatal, lebih sering lagi, asma sangat menganggu, mempengaruhi

kehadiran di sekolah, pilihan pekerjaan, aktivitas fisik dan banyak aspek kehidupan

lainnya. 5

Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa

menit hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami kesembuhan klinik

yang total. Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan

napas dengan derajat tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa

disertai episode yang berat atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang

berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Keadaan semacam ini

dikenal sebagai status asmatikus. Pada beberapa keadaan yang jarang ditemui,

serangan asma yang akut dapat berakhir dengan kematian. 3

III.2. Epidemiologi

Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan

diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit

7

ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini.

Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya

terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki :

perempuan = 2 : 1 yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun. 2

Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal

itu tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai

propinsi di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10

penyebab kesakitan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada

SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di

Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per

1.000 penduduk, dibandingkan bronkitis kronik 11 per 1.000 penduduk dan obstruksi

paru 2 per 1.000 penduduk. 1

Kira-kira 2–20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada

penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di Indonesia,

namun diperkirakan berkisar antara 5–10%. Dilaporkan di beberapa negara angka

kejadian asma meningkat, misalnya di Jepang. Australia dan Taiwan. Di poliklinik

Subbagian Paru Anak FKUI-RSCM Jakarta, lebih dari 50% kunjungan merupakan

penderita asma. Jumlah kunjungan di poliklinik Subbagian Paru Anak berkisar antara

12.000–13.000 atau rata-rata 12.324 kunjungan pertahun. Pada tahun 1985 yang perlu

mendapat perawatan karena serangan asma yang berat ada 5 anak, 2 anak di antaranya

adalah pasien poliklinik paru. Sedang yang lainnya dikirim oleh dokter luar. Tahun

1986 hanya terdapat 1 anak dan pada tahun 1987 terdapat 1 anak yang dirawat karena

serangan asma yang berat. 2

Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo Surabaya melakukan penelitian di

lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuisioner modifikasi

ATS, yaitu proyek pneumobile Indonesia dan Respiratory Sympton questioner of

Institute of Respiratory Medicine, New South Wales dan pemeriksaan arus puncak

ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya

6662 responden usia 13 – 70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi

asma sebesar 7,7 % dengan rincian laki-laki 9,2 % dan perempuan 6,6 %.4

8

III.3. Etiologi

Dari sudut etiologik, asma merupakan penyakit heterogenosa. Klasifikasi asma

dibuat berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan yang

berkaitan dengan episode akut. Berdasarkan stimuli yang menyebabkan asma, dua

kategori timbal balik dapat dipisahkan : 1

A. Asma ekstrinsik imunologik

Ditemukan kurang dari 10% dari semua kasus. Biasanya terlihat pada anak-anak,

umumnya tidak berat dan lebih mudah ditangani daripada bentuk intrinsik.

Kebanyakan penderita adalah atopik dan mempunyai riwayat keluarga yang jelas

dari semua bentuk alergi dan mungkin asma bronkial.

B. Asma intrinsik imunologik

Dapat terjadi pada segala usia dan ada kecenderungan untuk lebih sering kambuh

dan berat. Lebih sering berkembang ke status asmatikus.

Banyak penderita mempunyai kedua bentuk asma diatas. Penting untuk

ditekankan bahwa perbedaan ini sering hanya merupakan perkiraan saja dan jawaban

terhadap subklasifikasi yang diberikan biasanya dapat dibangkitkan oleh lebih dari

satu jenis rangsangan. Dengan mengingat hal ini, dapat diperoleh dua kelompok

besar, yaitu alergi dan idiosinkrasi. 5

Asma alergik seringkali disertai dengan riwayat pribadi dan atau keluarga

mengenai penyakit alergi, seperti rinitis, urtikaria dan ekzema. Reaksi kulit wheal and

flare yang positif terhadap penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang terbawa

udara, peningkatan kadar IgE dalam serum dan respons positif terhadap tes provokasi

yang meliputi inhalasi antigen spesifik. 4

Idiosinkrasi disebut sebagai bagian dari populasi pasien asma yang akan

memperlihatkan riwayat alergi pribadi atau keluarga negative, uji kulit negatif, dan

kadar IgE serum normal. Oleh sebab itu tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan

mekanisme imunologik yang sudah jelas. Banyak pasien kelompok ini akan menderita

kompleks gejala yang khusus berdasarkan gangguan saluran napas bagian atas. Gejala

awal mungkin hanya berupa gejala flu biasa, tetapi setelah beberapa hari pasien mulai

9

mengalami mengi paroksismal dan dispnea yang dapat berlangsung selama berhari-

hari samapai berbulan-bulan. 2

Macam-macam pencetus asma : 4

1. Alergen

Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak

dengan asma (William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas

saluran napas juga merupakan faktor yang penting. Sensitivitas tergantung pada

lama dan intensitas hubungan dengan bahan alergenik. Pada bayi dan anak kecil

sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur

makin banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi

pada bayi dan anak kecil.

2. Infeksi

Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab

biasanya respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-

kadang juga dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.

3. Cuaca

Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban

(Lopez dan Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya

serangan asma.

4. Iritan

Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2,

dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi

hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden

1980). Udara kering mungkin juga merupakan pencetus hiperventilasi dan

kegiatan jasmani (strauss dkk 1978, Zebailos dkk 1978).

5. Kegiatan jasmani

Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma

(Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan

pencetus. Pada anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap

kegiatan jasmani.

6. Infeksi saluran napas bagian atas

10

Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat

mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi

dapat memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.

7. Refluks gastroesofagitis

Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan

orang dewasa (Dess 1974).

8. Psikis

Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan

dengan asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau

menggagalkan usaha-usaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut

terhadap serangan asma atau hari depan anak juga tidak baik, karena dapat

memperberat serangan asma. Membatasi aktivitas anak, anak sering tidak masuk

sekolah, sering bangun malam, terganggunya irama kehidupan keluarga karena

anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang untuk biaya pengobatan

dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan keluarganya.

III.4. Diagnosis

Mengi/wheezing berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik

awal untuk menegakkan diagnosis. Termasuk yang perlu dipertimbangkan

kemungkinan asma adalah anak-anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai satu-

satunya tanda dan pada saat diperiksa tanda wheezing, sesak dan lain-lain sedang

tidak timbul. 8

Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah 3 tahun. Untuk anak yang sudah

besar (> 6 tahun) pemeriksaan faal fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru

yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer.

Lainnya bisa melalui uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan

(exercise), udara kering dan dingin, atau dengan NaCl hipertonis. Pemeriksaan ini

berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara, yaitu didapatkannya:

a. Variabilitas pada PFR (peak flow rate) dan FEV1 (forced expiratory atau volume

in 1 second) ≥15%

11

Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan/ penurunan) hasil

PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas

mingguan yang pemeriksaannya berlangsung ≥ 2 minggu.

b. Reversibilitas pada PFR atau FEV1 ≥15%

Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEV1 setelah

pemberian inhalasi bronkodilator.

c. Penurunan ≥ 20% pada FEV1 (PD20 atau PC20) setelah provokasi bronkus

dengan metakolin atau histamin.

Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan perlu diupayakan,

karena selain mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana

asma. Jika tidak tersedia, dapat menggunakan Lembar Catatan Harian sebagai

alternatif.

Pada anak dengan tanda dan gejala asma yang jelas, serta respon terhadap

pemberian obat asma baik sekali, maka tidak perlu pemeriksaan diagnostik

lebih lanjut. 8

III.5. Klasifikasi

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola

keterbatasan aliran udara. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit penting bagi

pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma

semakin tinggi tingkat pengobatan. 2

12

Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paruIntermitten Bulanan

o Gejala < 1x/mingguo Tanpa gejala diluar

serangano Serangan singkat

≤ 2x/bulan APE ≥ 80% VEP1 ≥ 80% nilai

prediksi APE ≥ 80% nilai terbaik

Variabilitas APE < 20%

Persisten ringan

Mingguan Gejala > 1x/minggu tetapi

< 1x/hari Serangan dpt mengganggu

aktivitas dan tidur

> 2x/bulan APE > 80% VEP1 ≥ 80% nilai

prediksi APE ≥ 80% nilai terbaik

Variabilitas APE 20-30%

Persisten sedang

Harian Gejala setiap hari Serangan mengganggu

aktivitas dan tidur membutuhkan

bronkodilator setiap hari

> 1x/minggu APE 60-80% VEP1 60-80% nilai

prediksi APE 60-80% nilai terbaik

Variabilitas APE > 30%

Persisten berat Kontinu Gejala terus menerus Sering kambuh Aktivitas fisik terbatas

Sering APE ≤ 60% VEp1 ≤ 60% nilai

prediksi ≤ 60% nilai terbaik

Variabilitas APE > 30%

Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah

berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah gambaran klinis

bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam

pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. 3

13

III.6. Penatalaksanaan

Tujuan tata laksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi

tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci, tujuan yang ingin dicapai

adalah:

1. Anak dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan berolahraga.

2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.

3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.

4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (dalam 24 jam) yang

mencolok.

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.

6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul, terutama

yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Apabila tujuan ini belum tercapai, maka perlu reevaluasi tata laksananya. 8

Komponen Perawatan Asma

Pedoman menekankan 4 komponen penting terhadap perawatan asma.11

Penilaian dan pemantauan

Edukasi

Pengendalian faktor lingkungan dan kondisi komorbiditas

Terapi farmakologis

1. Penilaian dan Pemantauan

Setelah kondisi pasien dinilai dan terapi telah dimulai, penilaian berkelanjutan

penting untuk pengendalian penyakit. Asma yang terkontrol dinilai dari sejauh mana

manifestasi asma diminimalkan oleh intervensi terapeutik dan tujuan terapi terpenuhi.

Penilaian juga dilakukan terhadap adanya kemungkinan eksaserbasi akut, efek

samping dari obat-obatan, dan kemungkinan adanya penurunan fungsi paru-paru.

14

Untuk itu, tes spirometri harus dilakukan setiap 1-2 tahun atau lebih sering pada asma

yang tidak terkontrol.

2. Edukasi

Edukasi terhadap pasien sangatlah penting, terutama mengenali tanda-tanda

dan gejala memburuknya asma. Penggunaan obat (teknik pemakaian inhaler yang

benar dan penggunaan alat lainya) juga harus di edukasikan secara benar. Edukasi

terhadap keluarga, dan fasilitas pelayanan (sekolah, klinik, rumah sakit) lainnya juga

dibutuhkan.

3. Pengendalian Faktor Lingkungan dan Kondisi Komorbiditas

Saat ini telah banyak bukti bahwa alergi merupakan salah satu faktor penting

berkembangnya asma. Paling tidak 75-90% anak asma balita terbukti mengidap

alergi, baik di negara berkembang maupun negara maju. Atopi (kecenderungan

mempunyai satu atau beberapa jenis dari kelompok besar alergi) merupakan faktor

risiko yang nyata untuk menetapnya hiperreaktivitas bronkus dan gejala asma.

Terdapat hubungan antara pajanan alergen (pencetus alergi) dengan sensitisasi.

Pajanan yang tinggi berhubungan dengan peningkatan gejala asma pada anak.

Pengendalian lingkungan harus dilakukan untuk setiap anak asma.

Penghindaran terhadap asap rokok merupakan rekomendasi penting. Keluarga dengan

anak asma dianjurkan tidak memelihara binatang berbulu, seperti kucing, anjing,

burung. Perbaikan ventilasi ruangan, dan penghindaran kelembaban kamar perlu

untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungaunya.

Perlu ditekankan bahwa anak asma seringkali menderita rinitis alergi dan/atau

sinusitis yang membuat asmanya sukar dikendalikan. Deteksi dan diagnosis kedua

kelainan itu yang diikuti dengan terapi adekuat akan memperbaiki gejala asmanya.

Beberapa penelitian menemukan bahwa banyak bayi dengan wheezing tidak berlanjut

menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Adanya asma pada orangtua, dan

dermatitis (penyakit kulit eksim) atopik pada anak dengan mengi merupakan salah

satu indikator terjadinya asma di kemudian hari. Apabila terdapat kedua hal tersebut,

maka kemungkinan menjadi asma lebih besar. 8

Paparan alergen dan bahan iritan memiliki peranan yang kuat dalam

eksaserbasi akut, sangat dianjurkan untuk melakukan tes kulit terhadap alergen dan

15

bahan iritan untuk menghindari adanya kekambuhan. Kondisi komorbiditas yang

dapat mempengaruhi asma, sebagai berikut :

Aspergilosis bronkopulmoner

Penyakit gastroesophageal reflux (GERD)

Kegemukan

Apnea obstruktif

Rhinitis

Radang selaput lendir

Depresi

Kadar vitamin D rendah.12,13,14

4. Terapi Farmakologis

Tujuan utama dari terapi farmakologis adalah mencegah timbulnya gejala,

meninimalkan morbiditas dari eksaserbasi akut, mencegah morbiditas faal paru, dan

psikologis terhadap anak (memberikan hidup sehat dan gaya hidup yang sesuai

dengan usianya). Ketika anak-anak memiliki asma yang sudah terkontrol dengan baik,

penggunaan obat-obat harus dikurangi. Baik untuk dosis steroid inhalasi atau

kombinasi dari steroid.

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat

pengendali (controller).

Reliever, sering disebut obat serangan, digunakan untuk meredakan serangan

atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada

gejala lagi, maka obat ini tidak digunakan lagi. 8

Controller, sering disebut obat pencegah, digunakan untuk mengatasi masalah

dasar asma, yaitu inflamasi respiratorik kronik (peradangan saluran napas menahun).

Dengan demikian pemakaian obat ini terus-menerus dalam jangka waktu relatif lama,

tergantung derajat penyakit asma, dan responnya terhadap

pengobatan/penanggulangan. Controller diberikan pada Asma Episodik Sering dan

Asma Persisten. 8

1. Asma Episodik Jarang

Asma episodik jarang cukup diobati dengan reliever berupa

bronkodilator (melebarkan bronkus/batang paru-baru) beta agonis hirupan

16

(inhaler/spray) kerja pendek (short acting β2-agonist, SABA) atau golongan

xantin kerja cepat, bila terjadi gejala/serangan. Kendala penggunaan spray ini

adalah harganya yang mahal dan tidak tersedia di semua tempat. Selain itu

pemakaian inhaler (Metered Dose Inhaler/MDI atau Dry Powder Inhaler/DPI)

ini memerlukan teknik penggunaan yang benar (untuk anak besar), dan

memerlukan alat bantu (untuk anak kecil/bayi). Bila obat hirupan tidak ada,

maka beta agonis diberikan per oral (obat minum).

Penggunaan xantin kerja cepat (teofilin) sebagai bronkodilator makin

kurang perannya dalam tata laksana asma, karena batas keamanannya (margin

of safety) sempit. Namun mengingat di Indonesia obat beta agonis oral tidak

selalu ada, maka dapat menggunakan teofilin dengan memperhatikan

kemungkinan timbulnya efek samping. 8

2. Asma Episodik Sering

Jika penggunaan beta agonis hirupan sudah lebih dari 3x per minggu

(tanpa menghitung penggunaan sebelum aktivitas fisik), atau serangan

sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti

inflamasi sebagai pengendali (controller) diperlukan, yakni steroid hirupan

dosis rendah. Obat steroid yang sering digunakan pada anak adalah budesonid,

sehingga digunakan sebagai standar. 8

Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan 100-200 mg/hari

budesonid (50-100 mg/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12

tahun, dan 200-400 mg/hari budesonid untuk anak berusia di atas 12 tahun.

Pada penggunaan dosis 100-200 mg/hari belum dilaporkan adanya efek

samping jangka panjang.

Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi/peradangan

kronik, controller berupa anti inflamasi membutuhkan waktu untuk

menimbulkan efek terapi. Penilaian dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu

yang diperlukan untuk mengendalikan inflamasinya. Apabila masih tidak

respons (masih terdapat gejala asma atau gangguan tidur atau aktivitas sehari-

hari), maka dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu menaikkan dosis steroid

hirupan sampai dengan 400 mg/hari, yang termasuk dalam tata laksana asma

persisten.

Prinsip pengobatan adalah: jika tata laksana suatu derajat penyakit

asma sudah sesuai dengan panduan, namun respon tetap tidak baik dalam 6-8

17

minggu, maka derajat tata laksana berpindah ke yang lebih berat (step-up).

Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka derajatnya

beralih ke yang lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan, steroid hirupan

dihentikan penggunaannya.

Catatan: sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi (1) pelaksanaan

penghindaran pencetus, (2) cara penggunaan obat, dan (3) penyakit penyerta

yang mempersulit pengendalian asma (seperti rinitis dan sinusitis).

3. Asma Persisten

Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi ke

rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dimulai dari dosis

rendah ke tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya.

Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat,

dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral

jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai

dosis terkecil yang masih optimal. 8

Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai

respons yang baik, diperlukan terapi alternatif pengganti, yaitu meningkatkan

steroid menjadi dosis medium atau tetap steroid hirupan dosis rendah

ditambah dengan LABA (long acting beta-2 agonist) atau ditambahkan

teophylline slow release (TSR) atau ditambahkan anti-leukotriene receptor

(ALTR). Dosis medium adalah setara dengan 200-400 µg/hari budosenid

(100-200 µg/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan

400-600 µg/hari budosenid (200-300 µg/hari flutikason) untuk anak berusia di

atas 12 tahun.

Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6-8 minggu tetap

terdapat gejala asma, maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga, yaitu dapat

meningkatkan dosis kortikosteroid sampai dengan dosis tinggi, atau tetap dosis

medium ditambahkan dengan LABA, atau TSR, atau ALTR. Yang dimaksud

dosis tinggi adalah setara dengan > 400 µg/hari budesonid (> 200 µg/hari

flutikason), untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan > 600 µg/hari

budesonid (> 300 µg/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun. 8

Penambahan LABA pada steroid hirupan dibuktikan dapat

memperbaiki FEV1, menurunkan gejala asma, dan memperbaiki kualitas

hidup. Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai > 800 mg/hari namun

18

tidak mencapai respon, maka baru menggunakan steroid oral (sistemik). Jadi

penggunaan kortikosteroid oral sebagai controller (pengendali) adalah jalan

terakhir. Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar

daripada bahaya efek samping obat. Sebagai dosis awal, steroid oral dapat

diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis terkecil

yang diberikan selang hari pada pagi hari. Efek samping steroid sistemik.

Pemberian antileukotrien (zafirlukas) dikontraindikasikan pada

kelainan hati. Pemberian obat anti histamin generasi baru non sedatif

(misalnya setirizin dan ketotifen), dipertimbangkan pada anak dengan asma

yang disertai rinitis.15

19

Langkah terapi dibawah ini untuk mengidentifikasi jumlah obat minimum

yang diperlukan dalam mempertahankan asma yang terkontrol.

Table 1. Stepwise Approach to Asthma Medications

Intermittent Asthma Persistent Asthma: Daily Medication

Age Step 1 Step 2 Step 3 Step 4 Step 5 Step 6

< 5 y

Rapid-acting beta2-agonist prn

Low-dose inhaled corticosteroid (ICS) Medium-dose

ICS

Medium-dose ICS plus either long-acting beta2-agonist (LABA) or montelukast

High-dose ICS plus either LABA or montelukast

High-dose ICS plus either LABA or montelukast; Oral systemic corticosteroid

Alternate regimen: cromolyn or montelukast

5-11 y

Rapid-acting beta2-agonist prn

Low-dose ICS

Either low-dose ICS plus either LABA, LTRA, or theophylline OR Medium-dose

Medium-dose ICS plus LABA

High-dose ICS plus LABA

High-dose ICS plus LABA plus oral systemic corticosteroid

Alternate regimen: cromolyn, leukotriene receptor antagonist (LTRA), or theophylline

Alternate regimen: medium-dose ICS plus either LTRA or theophylline

Alternate regimen: high-dose ICS plus either LABA or theophylline

Alternate regimen: high-dose ICS plus LRTA or theophylline plus systemic corticosteroid

12 y or older

Rapid-acting beta2-agonist as needed

Low-dose ICS

Low-dose ICS plus LABA OR Medium-dose ICS

Medium-dose ICS plus LABA

High-dose ICS plus LABA (and consider omalizumab for patients with allergies)

High-dose ICS plus either LABA plus oral corticosteroid (and consider omalizumab for patients with allergies)

Alternate regimen: cromolyn, LTRA, or theophylline

Alternate regimen: low-dose ICS plus either LTRA, theophylline, or zileuton

Alternate regimen: medium-dose ICS plus either LTRA, theophylline, or zileuton

20

Sebuah meta-analisa oleh Salpeter et al menemukan LABAs meningkatkan

risiko untuk dilakukannya intubasi terkait asma dan kematian sebanyak 2 kali lipat,

bahkan ketika digunakan secara terkontrol dengan kostikosteroid inhalasi secara

bersamaan. Namun dengan angka kejadian yang kecil dan kebanyakan terjadi pada

pasien dewasa.16,17

US Food an Drug Administration (FDA) telah mengkaji data dan isu-isu dan telah

menetapkan bahwa manfaat LABAs dalam meningkatkan gejala asma lebih besar

daripada risiko potensial ketika LABAs digunakan secara tepat dengan obat

pengontrol asma pada pasien yang membutuhkan penambahan LABAs. FDA

merekomendasikan langkah-langkah berikut untuk meningkatkan keamanan

penggunaan obat ini.18 :

LABAs harus digunakan jangka panjang hanya pada pasien yang asma tidak

dapat secara memadai dikendalikan pada steroid inhalasi.

LABAs harus digunakan untuk durasi terpendek waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai kontrol gejala asma dan dihentikan, jika mungkin, sekali kontrol asma

dicapai; pasien kemudian harus beralih ke obat pengontrol asma.

Pasien anak dan remaja yang membutuhkan penambahan LABA ke sebuah

kortikosteroid inhalasi harus menggunakan produk kombinasi yang mengandung

corticosteroid inhalasi dan LABA untuk memastikan kepatuhan dengan kedua

obat.

Pada anak-anak, penggunaan jangka panjang steroid dosis tinggi (sistemik atau

inhalasi) dapat menyebabkan efek samping, termasuk gagal tumbuh. Data terbaru

dari Childhood Asthma Management Program (CAMP) studi dan hasil dari

penggunaan jangka panjang steroid inhalasi (budesonide) menunjukkan bahwa

penggunaan jangka panjang steroid inhalasi tidak memiliki efek samping yang

berkelanjutan pada pertumbuhan pada anak-anak.18,19,20,21

Cara Pemberian Obat

Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak, karena

perbedaan kemampuan menggunakan alat inhalasi. Perlu dilakukan pelatihan yang

benar dan berulang kali.8

21

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat

dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan

mengurangi efek sistemik. Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih baik,

sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam

bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler,

Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler memerlukan inspirasi (upaya

menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak

usia sekolah. 8

Pemberian aerosol yang idel adalah dengan alat yang sederhana, mudah

dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit

yang tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat,

dan orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai.

Berikut beberapa alat terapi inhalasi:

Metered Dose Inhaler (MDI)

1. MDI tanpa Spacer

2. MDI dengan Spacer

Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut,

sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini mengurangi

pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat

bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut

dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada

anak.

Dry Powder Inhaler (DPI)

Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan

yang cukup kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih

besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan

koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi

dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di

atas 5 tahun.

22

Nebulizer

Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol

secara terus-menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan, atau

gelombang ultrasonik. Aerosol yang terbentuk dihirup penderita melalui mouth piece

atau sungkup.

Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek

bronkodilatasi yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil pengobatan

dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer yang digunakan. Ada

nebulizer yang menghasilkan partikel aerosol terus-menerus, ada juga yang dapat

diatur sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita melakukan inhalasi,

sehingga obat tidak banyak terbuang.

Obat-obatan Pada Terapi Asma

Manajemen farmakologis meliputi penggunaan controller seperti kortikosteroid inhalasi,

cromolyn inhalasi atau nedokromil, bronkodilator long-acting, teofilin, leukotrien, dan

strategi yang lebih baru seperti penggunaan anti-imunoglobulin E (IgE) antibodi

(omalizumab). Obat-obatan reliever termasuk bronkodilator short-acting, kortikosteroid

sistemik, dan ipratropium.

Bronkodilator, Beta2-Agonis

Obat ini digunakan untuk mengobati bronkospasme di episode asma akut, dan

digunakan untuk mencegah bronkospasme berhubungan dengan asma akibat olahraga

atau asma nokturnal.

1. Albuterol sulfat (Proventil HFA, Ventolin HFA, PROair HFA)

Obat ini adalah digunakan bronkodilator yang paling umum yang tersedia dalam

berbagai bentuk (misalnya, solusi untuk nebulization, solusi MDI, PO). Hal ini

paling sering digunakan dalam terapi reliever untuk gejala asma akut. Digunakan

sesuai kebutuhan. Penggunaan jangka panjang mungkin terkait dengan

tachyphylaxis karena downregulation beta2-reseptor dan hyposensitivity reseptor.

2. Pirbuterol (MAXair Autohaler)

23

Pirbuterol tersedia sebagai inhaler. Kemudahan alat membuatnya menjadi pilihan

yang menarik dalam pengobatan gejala akut pada anak-anak yang lebih muda

yang tidak bisa menggunakan MDI. The Autohaler diberikan 200 mcg per aktuasi.

Long Acting Beta2-Agonist

Bronkodilator long-acting (LABA) tidak digunakan untuk pengobatan

bronkospasme akut. Mereka digunakan untuk pengobatan pencegahan asma nokturnal

atau gejala asma akibat olahraga, misalnya. Saat ini, 2 LABA tersedia di Amerika

Serikat: salmeterol (Serevent) dan formoterol (Foradil). Salmeterol dan formoterol

yang tersedia sebagai produk kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi di Amerika

Serikat (Advair, Symbicort, Dulera).

LABA berkemungkinan dapat meningkatkan episode asma berat dan kematian

ketika episode sedang terjadi. Sebagian besar kasus terjadi pada pasien dengan asma

berat dan / atau asma akut dengan perburukan; kejadian tersebut juga dapat terjadi

pada pasien yang jarang mengalami kekambuhan.

LABAs tidak lagi menjadi obat lini pertama dalam mengobati asma. LABAs

tidak bisa digunakan sebagai obat yang berdiri sendiri, dan hanya bisa digunakan pada

pengobatan asma jika obat lainnya tidak dapat mengontrol asma, termasuk

penggunaan kortikosteroid dosis rendah atau menengah. Jika digunakan sebagai obat

yang berdiri sendiri, LABAs harus diresepkan oleh subspecialist (yaitu, paru, alergi).

1. Salmeterol (Serevent Diskus)

Long-acting dari beta2-agonis ini digunakan terutama untuk mengobati gejala

nocturnal atau gejala yang diakibatkan oleh aktivitas yang berlebihan. Tidak

memiliki anti-inflamasi dan tidak diindikasikan dalam pengobatan episode

bronchospastic akut. Obat ini dapat digunakan sebagai tambahan kortikosteroid

inhalasi untuk mengurangi efek negatif dari steroid. Obat disampaikan melalui

Diskus DPI.

2. Formoterol (Foradil Aerolizer)

Formoterol mengurangi bronkospasme dengan cara merelaksasi otot polos

bronkiolus dalam kondisi yang mirip dengan asma

24

Kortikosteroid Inhalasi

Steroid adalah agen anti-inflamasi yang paling ampuh. Bentuknya dihirup

adalah topikal aktif, kurang dapat diserap, dan paling mungkin menyebabkan efek

samping. Biasanya sering digunakan untuk pengontrolan gejala jangka panjang dan

juga biasa digunakan untuk menekan, mengontrol dari reaksi peradangan. Bentuk

dihirup mengurangi kebutuhan untuk kortikosteroid sistemik.

Steroid inhalasi memblokir respon akhir asma alergen; mengurangi akibat

hyperresponsiveness; menghambat produksi sitokin, protein aktivasi adhesi, dan

migrasi sel inflamasi dan aktivasi; dan reverse downregulation beta2-reseptor dan

subsensitivity (di episode asma akut dengan menggunakan LABA).

1. Ciclesonide (Alvesco)

Ciclesonide adalah aerosol inhalasi kortikosteroid diindikasikan untuk

pengobatan pemeliharaan asma sebagai terapi profilaksis pada pasien dewasa dan

remaja berusia 12 dan atau lebih. Tidak diindikasikan untuk menghilangkan

bronkospasme akut.

Kortikosteroid memiliki berbagai efek pada beberapa jenis sel (misalnya, sel

mast, eosinofil, neutrofil, makrofag, limfosit) dan mediator (misalnya, histamines,

eikosanoid, leukotrien, sitokin) yang terlibat dalam proses inflamasi. Pasien

individu mengalami waktu variabel untuk onset dan derajat lega gejala. Manfaat

maksimal mungkin tidak akan tercapai dalam 4 minggu atau lebih setelah

memulai terapi.

Setelah stabilitas asma tercapai, yang terbaik adalah titrasi sampai dengan

dosis terendah yang efektif untuk mengurangi adanya efek samping. Untuk pasien

yang tidak mendapatkan respon yang adekuat dalam memulai dosis awal setelah

4 minggu terapi, dosis yang lebih tinggi dapat membantu untuk mengontrol asma.

2. Beklometason (Qvar)

Beklometason menghambat mekanisme bronkokonstriksi; menyebabkan

relaksasi otot polos secara langsung; dan dapat menurunkan jumlah dan aktivitas

sel-sel inflamasi, yang, pada gilirannya, mengurangi napas hyperresponsiveness.

Ini tersedia sebagai 40 mcg / aktuasi atau 80 mcg / aktuasi.

3. Flutikason (Flovent Diskus, Flovent HFA)

Fluticasone memiliki vasokonstriksi sangat ampuh dan aktivitas anti-

inflamasi. Ini tersedia sebagai produk aerosol MDI (HFA) atau DPI (Diskus).

25

4. Budesonide inhalasi (Pulmicort Flexhaler atau Respules)

Budesonide memiliki vasokonstriksi sangat ampuh dan aktivitas anti-

inflamasi. Memiliki hipotalamus-hipofisis adrenocortical sumbu penghambatan

potensi lemah ketika dioleskan. Ini tersedia sebagai DPI di 90 mcg / aktuasi

(memberikan sekitar 80 mcg / aktuasi) atau 180 mcg / aktuasi (memberikan

sekitar 160 mcg / aktuasi). Sebuah susp nebulisasi (yaitu, Respules) juga tersedia

untuk anak-anak.

5. Bubuk mometason furoat inhalasi (Asmanex Twisthaler)

Mometason adalah kortikosteroid untuk inhalasi. Hal ini diindikasikan untuk

asma sebagai terapi profilaksis.22

Kortikosteroid Sistemik

Obat ini digunakan untuk waktu yang singkat (3-10 d) untuk mendapatkan

kontrol yang cepat dari episode asma akut yang tidak terkontrol. Obat ini juga dapat

digunakan untuk pencegahan jangka panjang gejala asma persisten berat dan untuk

menekan, mengontrol, dan pembalikan peradangan. Sering menggunakan berulang-

ulang dari beta2-agonis telah dikaitkan dengan subsensitivity beta2-reseptor dan

downregulation; proses ini terbalik dengan kortikosteroid.

Kortikosteroid dosis tinggi tidak memiliki keuntungan dalam eksaserbasi asma

berat, dan pemberian intravena tidak memiliki keuntungan lebih dari terapi oral,

asalkan waktu transit dan penyerapannya dalam GI tidak terganggu. Rejimen biasa

dapat digunakan sebagai dosis harian sampai FEV1 atau arus puncak ekspirasi (PEF)

adalah 50% dari nilai-nilai terbaik yang dapat dicapai; kemudian, dosis diubah

menjadi dua kali sehari. Ini biasanya terjadi dalam waktu 48 jam.

1. Prednisone (Deltasone, Orasone) dan prednisolon (Pediapred, Prelone,

Orapred)

Immunosuppressant untuk pengobatan gangguan autoimun, prednison

dapat mengurangi peradangan dengan meningkatkan permeabilitas kapiler

dan menekan aktivitas polymorphonuclear neutrofil (PMN).

2. Methylprednisolone (Solu-Medrol)

Methylprednisolone dapat mengurangi peradangan dengan

meeningkatkan permeabilitas kapiler dan menekan aktivitas PMN.

3. Deksametason (Baycadron, Deksametason Intensol)

26

Deksametason dalam ED dapat memberikan efek yang sama setara

dengan 5 hari pemakaian prednison dan tanpa adanya efek samping yang

merugikan, seperti muntah. Para peneliti melakukan meta-analisis dari 6

studi berbasis di UGD dan menemukan bahwa secara signifikan lebih

sedikit pasien yang menerima deksametason muntah di UGD atau di

rumah setelah pulang dibandingkan dengan pasien yang menerima

prednison oral atau prednisolon. Data menunjukkan bahwa dokter darurat

harus mempertimbangkan rejimen deksametason tunggal atau 2 dosis lebih

dari 5 hari rejimen prednison / prednisolon untuk pengobatan eksaserbasi

asma akut.

Leukotrien Modifikasi

Pengetahuan yang leukotrien menyebabkan bronkospasme, peningkatan

permeabilitas vaskuler, edema mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi telah menyebabkan

konsep memodifikasi aksi mereka dengan menggunakan agen farmakologis. Ini

adalah baik inhibitor 5-lipoxygenase atau antagonis leukotrien-reseptor.

1. Zafirlukast (Accolate)

Zafirlukast adalah inhibitor kompetitif selektif reseptor LTD4 dan LTE4.

2. Montelukast (Singulair)

Obat ini cukup terkenal di kelasnya, montelukast memiliki keuntungan, yaitu

dapat dikunyah, ia memiliki dosis sekali sehari, dan tidak memiliki efek samping

yang signifikan.

Methylxanthines

Agen ini digunakan untuk kontrol jangka panjang dan pencegahan gejala,

terutama yang terjadi pada malam hari.

1. Theophylline (Theo-24, Theochron, Uniphyl)

Teofilin tersedia dalam short-acting dan formulasi long-acting. Karena

kebutuhan untuk memantau konsentrasi serum, agen ini jarang digunakan. Dosis

dan frekuensi tergantung pada produk tertentu yang dipilih.

27

Antibodi Monoklonal

Agen ini mengikat secara selektif untuk IgE manusia pada permukaan sel mast

dan basofil.

1. Omalizumab (Xolair)

Omalizumab adalah rekombinan, DNA yang diturunkan, antibodi monoklonal

IgG yang mengikat secara selektif di IgE pada permukaan sel mast dan basofil.

Hal ini dapat mengurangi pelepasan mediator, yang mana dapat meningkatkan

respon alergi. Hal ini diindikasikan untuk asma persisten sedang sampai berat

pada pasien yang terus bereaksi terhadap alergen, yang mana gejala sudah tidak

dapat dikendalikan oleh kortikosteroid inhalasi.

Kombinasi inhalasi Steroid / Long-Acting Beta2-Agonis

Kombinasi ini dapat menurunkan eksaserbasi asma dimana penggunaan short-

acting beta2-agonis dan kortikosteroid telah gagal. Mengacu ke pembahasan

sebelumnya di bagian LABAs mengenai peningkatan risiko episode asma berat dan

kematian dengan penggunaan LABAs. Dalam penelitian terbaru, penggunaan terapi

kombinasi menggunakan fluticasone propionate dan waktu lama salmeterol untuk

pertolongan pertama pada eksaserbasi asma berat.

Budesonide merupakan kortikosteroid inhalasi yang mengubah tingkat

peradangan di saluran napas dengan menghambat reaksi beberapa jenis sel inflamasi

dan penurunan produksi sitokin dan mediator lain yang terlibat dalam respons asma.

Tersedia sebagai MDI di 2 kekuatan; setiap aktuasi memberikan formoterol 4,5 mcg

dengan baik 80 mcg atau 160 mcg.

1. Budesonide / formoterol (Symbicort)

Formoterol mengurangi bronkospasme dengan cara merelaksasi otot polos

bronkiolus dalam kondisi yang berhubungan dengan asma. Budesonide

merupakan kortikosteroid inhalasi yang mengubah tingkat peradangan di saluran

napas dengan menghambat beberapa jenis sel inflamasi dan penurunan produksi

sitokin dan mediator lain yang terlibat dalam respons asma. Kombinasi ini

tersedia sebagai MDI di 2 kekuatan; setiap aktuasi memberikan formoterol 4,5-

mcg dengan baik 80-mcg atau 160-mcg budesonide.

2. Mometason dan formoterol (Dulera)

28

Ini adalah kortikosteroid kombinasi dengan LABA meteran-dosis inhaler.

Mometason memunculkan efek anti-inflamasi lokal pada saluran pernapasan

dengan penyerapan sistemik yang minimal. Formoterol dapat merelaksasi otot

polos bronkiolus.

Kombinasi ini diindikasikan untuk pencegahan dan pemeliharaan gejala asma

pada pasien yang tidak dapat terkontrol dengan obat controller asma (misalnya,

dosis rendah hingga dosis menengah kortikosteroid inhalasi) atau penyakit asma

yang berat yang mengharuskan memulai pengobatan dengan 2 terapi

pemeliharaan, termasuk salah satunya LABA. Tersedia dalam 2 jenis; setiap

aktuasi memiliki mometason / formoterol 100 mcg / 5 mcg atau 200 mcg / 5 mcg.

3. Salmeterol / flutikason dihirup (Advair)

Ini adalah kortikosteroid kombinasi dengan LABA meteran-dosis inhaler.

Fluticasone menghambat mekanisme bronkokonstriksi, merelaksasi otot polos,

dan dapat menurunkan jumlah dan aktivitas sel-sel inflamasi, mengurangi napas

hiper-responsif. Ia juga memiliki efek vasokonstriksi. Salmeterol merelaksasikan

otot-otot polos bronkiolus dalam kondisi yang berhubungan dengan bronkitis,

emfisema, asma, atau bronkiektasis dan dapat meredakan bronchospasms.

Efeknya juga dapat mengencerkan dahak. Efek samping yang lebih mungkin

terjadi bila diberikan pada dosis tinggi atau lebih sering dari yang

direkomendasikan. Dua mekanisme penyampaian yang tersedia (yaitu, bubuk

untuk menghirup [Diskus], meteran-dosis inhaler [MDI]). Diskus tersedia sebagai

kombinasi salmeterol 50 mcg dengan fluticasone 100 mcg, 250 mcg, atau 500

mcg. MDI tersedia sebagai 21 mcg salmeterol dengan flutikason 45 mcg, 115

mcg, atau 230 mcg.

Agen antikolinergik

Obat ini dapat ditambahkan ke terapi beta2-agonist untuk pengobatan

eksaserbasi akut.

1. Ipratropium (Atrovent)

Secara kimia yang berhubungan dengan atropin, protropium memiliki sifat

antisekresi dan, bila diterapkan secara lokal, menghambat sekresi dari serosa dan

seromucous kelenjar yang melapisi mukosa hidung. MDI memberikan 17 mcg /

29

aktuasi. Solusi untuk inhalasi mengandung 500 mcg / mL 2,5 (yaitu, solusi 0,02%

untuk nebulization).

Obat Lain untuk Serangan Asma

Magnesium Sulfat

Pada penelitian multisenter, pemberian magnesium sulfat intravena (infus) di

rumah sakit mempunyai efektivitas sama dengan pemberian beta agonis.

Mukolitik (pengencer dahak)

Pemberian mukolitik (misalnya Bisolvon sirup) pada serangan asma dapat saja

diberikan, tetapi harus berhati-hati pada anak dengan refleks batuk yang tidak

optimal. Pemberian mukolitik secara inhalasi (hirupan) tidak mempunyai efek

yang signifikan, tetapi harus berhati-hati pada serangan asma berat.

Antibiotika

Pemberian antibiotika pada asma tidak dianjurkan, karena sebagian besar

pencetusnya bukan infeksi bakteri, melainkan infeksi virus. Pada keadaan

tertentu, antibiotika dapat diberikan, yaitu pada infeksi saluran napas yang

dicurigai karena bakteri, atau dugaan sinusitis yang menyertai asma.

Obat sedasi (mempunyai efek membuat kantuk)

Pemberian obat sedasi pada serangan asma sangat tidak dianjurkan, karena

menekan pernapasan.

Anti histamin (anti alergi)

Anti histamin jangan diberikan pada serangan asma, karena tidak mempunyai

efek yang bermakna, bahkan dapat memperburuk keadaan. 8

30

III.7. Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan

terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks

membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma

letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah.

bentuk dada burung dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya. 4

Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga

dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung

lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi

bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta berat

dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila tidak

dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagal jantung,

bahkan kematian. 2

III.8. Prognosis dan perjalanan klinis

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang

jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di

pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. 4

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik

ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan

timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun

setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan

tetapi persentase anak yang menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak.

Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara

keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21

tahun asmanya sudah menghilang. 4

31

BAB IV

KESIMPULAN

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang serius di berbagai Negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat

ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu

aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat bolos kerja atau sekolah dan

dapat menimbulkan kecacatan sehingga menambah penurunan produktivitas serta

menurunkan kualitas hidup.

Penyebab asma dapat berasal dari gangguan pada saluran pernapasan yang kita kenal

sebagai asma bronkial dan bisa juga berasal dari jantung yang kita kenal sebagai asma

jantung. Istilah bronkial sendiri merujuk pada bronkus. Istilah tersebut berasal dari bahasa

Inggris, “bronchial.” Dengan demikian, asma bronkial dapat dipahami sebagai asma yang

penyebabnya berkaitan dengan bronkus.

Serangan asma dapat berupa serangan sesak napas ekspiratoir yang paroksismal,

berulang-ulang dengan mengi (“wheezing”) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau

spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan.

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel

dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan

batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan

obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau

tanpa pengobatan.

32

Daftar Pustaka

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.

2. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor Edisi bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2000.

3. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 1995.

4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.

5. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia 2004.

6. Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap Penyakit. EGC Penerbit Buku kedokteran. Jakarta.

7. Ganong, W . 1999. Fisiologi Kedokteran; EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.8. Buku Ajar Respirologi Anak.Edisi ke-1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,

penyunting. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 20089. Wikipedia, the free encyclopedia.Asma [serial online]. 2006 [cited 2008 October 5].

Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/asma 10. http://www.aaaai.org/members/resources/initiatives/pediatricasthmaguidelines/

default.htm 11. [Guideline] Expert Panel Report 3 (EPR-3): Guidelines for the Diagnosis and

Management of Asthma-Summary Report 2007. J Allergy Clin Immunol. 2007 Nov. 120(5 Suppl):S94-138. [Medline].

12. Goleva E, Searing DA, Jackson LP, Richers BN, Leung DY. Steroid requirements and immune associations with vitamin D are stronger in children than adults with asthma. J Allergy Clin Immunol. 2012 Feb 11.[Medline].

13. Wu AC, Tantisira K, Li L, Fuhlbrigge AL, Weiss ST, Litonjua A. Effect of vitamin D and inhaled corticosteroid treatment on lung function in children. Am J Respir Crit Care Med. 2012 Sep 15. 186(6):508-13. [Medline]. [Full Text].

14. Holbrook JT, Wise RA, Gold BD, et al. Lansoprazole for children with poorly controlled asthma: a randomized controlled trial. JAMA. 2012 Jan 25. 307(4):373-81. [Medline].

15. Brozek JL, Kraft M, Krishnan JA, Cloutier MM, Lazarus SC, Li JT, et al. Long-Acting ß2-Agonist Step-off in Patients With Controlled Asthma: Systematic Review With Meta-analysis. Arch Intern Med. 2012 Aug 27. 1-11. [Medline].

16. Nelson HS, Weiss ST, Bleecker ER, Yancey SW, Dorinsky PM. The Salmeterol Multicenter Asthma Research Trial: a comparison of usual pharmacotherapy for

33

asthma or usual pharmacotherapy plus salmeterol. Chest. 2006 Jan. 129(1):15-26. [Medline].

17. Salpeter SR, Wall AJ, Buckley NS. Long-acting beta-agonists with and without inhaled corticosteroids and catastrophic asthma events. Am J Med. 2010 Apr. 123(4):322-8.e2. [Medline].

18. US Food and Drug Administration. FDA Drug Safety Communication: New safety requirements for long-acting inhaled asthma medications called Long-Acting Beta-Agonists (LABA). Human Department of Health and Human services. Feb 18, 2010. 1-4. [Full Text].

19. Lemanske RF, Mauger DT, Sorkness CA, et al. Step-up therapy for children with uncontrolled asthma receiving inhaled corticosteroids. N Engl J Med. March 30, 2010. 362:975-85.

20. Agertoft L, Pedersen S. Effect of long-term treatment with inhaled budesonide on adult height in children with asthma. N Engl J Med. 2000 Oct 12. 343(15):1064-9. [Medline].

21. Long-term effects of budesonide or nedocromil in children with asthma. The Childhood Asthma Management Program Research Group. N Engl J Med. 2000 Oct 12. 343(15):1054-63. [Medline].

22. Postma DS, O'Byrne PM, Pedersen S. Comparison of the effect of low-dose ciclesonide and fixed-dose fluticasone propionate and salmeterol combination on long-term asthma control. Chest. 2011 Feb. 139(2):311-8. [Medline].

34