Date post: | 21-Mar-2017 |
Category: |
Education |
Upload: | homework-ping |
View: | 250 times |
Download: | 0 times |
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
LAPORAN KASUS
SINDROMA NEFROTIK
Disusun Oleh :
Kezia Kartika, S.Ked
030.08.137
Pembimbing :
Dr.Meiharty B Zulkifli, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 1 APRIL – 8 JUNI 2013
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2013
`
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Kezia Kartika H Pembimbing : dr. Meiharty B. Zulkifli, Sp.A
NIM :030.08.137 Tanda tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Kaila Ananda Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 5 tahun812 bulan Suku Bangsa : Indonesia
Tempat / tanggal lahir :Jakarta, 20 Agustus 2007 Agama : Islam
Alamat : Jl.Kebon Nanas Utara RT04/RW04 No 18.
Kelurahan Cipinang, Jatinegara
Pendidikan : - ♀
Orang tua / Wali
Ayah : Ibu :
Nama :Kamaludin Nama : Nurlela
Umur :31 tahun Umur : 27 tahun
Alamat :Jl.Kebon Nanas Utara Alamat :Jl.Kebon Nanas Utara
RT04/RW04 No 18. RT04/RW04 No 18.
Kelurahan Cipinang, Jatinegara Kelurahan Cipinang Jatinegara
Pekerjaan :Tukang Ojek Pekerjaan : Penjaga toko
Penghasilan :Rp. 2.000.000 Penghasilan : Rp.1.000.000
Suku bangsa :Betawi Suku bangsa : Betawi
Agama :Islam Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien
Lokasi : Bangsal lantai VI Timur, kamar 512
Tanggal / waktu : Kamis, 11 April 2013 pk. 10.15
1
Tanggal masuk : Kamis, 11 April 2013
Keluhan utama : Badan bengkak sejak 9 hari SMRS
Keluhan tambahan : Demam, batuk, dan pilek sejak 10 hari SMRS
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang ke Poli Anak RSUD BA dengan keluhan badan bengkak sejak 9 hari
SMRS. Bengkak dialami oleh pasien di seluruh tubuh, pertama kali bengkak timbul pada
kedua kelopak mata, kemudian muka, lalu kedua kaki dan terakhir perut pasien. Bengkak
tidak berkurang dengan istirahat. Sejak perut mulai membengkak, pasien sedikit mengalami
kesulitan untuk bernafas, nafas dirasakan agak berat, tetapi pasien masih dapat beraktifitas
seperti biasa ( bermain bersama tetangganya ). Ketika beristirahat, nafas lebih enak, dan tidur
lebih nyaman jika diganjal dengan bantal.
Sejak 10 hari SMRS, pasien mengalami demam yang dirasakan melalui perabaan
tangan ibu pasien, demam tidak terlalu tinggi, terasa hangat saja. Pasien tidak menggigil ,
tidak ada kejang, dan tidak mengigau. Selain demam, pasien juga mengalami batuk berdahak
putih yang disertai pilek, ibu pasien tidak membawa pasien pergi berobat karena berpikir
hanya “angin” saja. Tidak ada cairan keluar dari telinga, tidak ada mencret, tidak ada mual
muntah. Satu atau 2 hari setelah demam tersebut, kedua kelopak mata pasien mulai
membengkak yang kemudian dilajutkan dengan pembengkakan dimuka, kedua kaki,
kemudian di perut. Bengkak tidak berkurang dengan istirahat dan tidak bertambah bengkak
setelah beraktifitas.
Tiga hari SMRS, malam harinya, karena ibu pasien merasakan anaknya semakin
bengkak, pasien dibawa pergi berobat ke puskesmas dengan keluhan badan
bengkak,batuk,pilek, dan demam, diberi obat berwarna hijau kebiruan dengan dosis 3x ½
tablet. Setelah minum obat tersebut, bengkak di kedua kelopak mata pasien sedikiti
berkurang, tetapi kemudian pagi harinya kembali bengkak.
Dua hari SMRS, di pagi harinya pasien dibawa kembali berobat ke Puskesma oleh ibu
pasien, dengan keluhan badan bengkak, demam dan batuk pilek. Kemudian diberi obat
Amoksisilin 250mg, Parasetamol, tablet orange 3x ½ tablet, dan tablet kuning 3x ½ tablet
serta dilakukan pemeriksaan terhadap air seni pasien. Dari hasil pemeriksaan air seni tersebut,
dokter Puskesmas mengatakan pasien menderita sakit ginjal dan dirujuk ke RSUD BA.
Keesokan harinya ( 1 hari SMRS ) pasien datang dengan ibunya ke poli anak RSUD
BA dan diperiksa oleh dokter spesialis anak, serta diminta untuk melakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium, tetapi karena hasil laboratorium baru selesai sore hari, dan poli
anak sudah tutup, ibu pasien memutuskan untuk pulang dan kembali keesokan harinya.
2
Keesokan paginya (Hari masuk rumah rawat inap ) pasien kembali ke poli anak
dengan hasil laboratorium yang diterima, disarankan untuk rawat inap.
Ibu pasien mengaku, selama sakit, air seni pasien tidak pernah berwarna seperti air
cucian daging, tidak pernah keruh, tidak sakit saat buang air kecil, tidak pernah berwarna
seperti teh.
B. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-)
Infeksi pada
kelamin ( Suspek
ISK
Batuk-pilek
(+)
(+)
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien belum/ pernah menderita
keluhan seperti sekarang. Pasien pernah menderita infeksi pada kelamin, yang
dikatakan oleh ibu pasien memerah, sudah diobati ke dokter dan waktu itu
mendapatkan salep.
C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Hipertensi (-). Diabetes (-), penyakit
jantung (-)
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke klinik bidan 1 bulan
sekali dan sudah mendapat imunisasi
vaksin TT 2x, Ibu Sehat selam a
kehamilan.
KELAHIRAN Tempat persalinan Bidan
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Penyulit : -
3
Masa gestasi Cukup bulan
Keadaan bayi
Berat lahir : 3000 gr
Panjang lahir : 50 cm
Lingkar kepala : (tidak tahu)
Langsung menangis ( + )
Kemerahan ( + )
Nilai APGAR : +/- 9/10
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Pasien lahir cukup bulan, berat
badan cukup, lahir spontan, tidak ada penyulit selama kelahiran.
D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 12-13 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Perkembangan pubertas
Rambut pubis : belum
Payudara : belum
Menarche : belum
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik sesuai umur pasien
E. RIWAYAT MAKANAN
Umur
(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 ASI - - -
2 – 4 ASI - - -
4 – 6 ASI + - -
6 – 8 ASI + + -
8 – 10 ASI + + -
4
10 -12 ASI + + +
Umur diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi / pengganti 3 x / hari , jumlah : 1-2 piring
Sayur 1xsehari, 1 porsi
Daging Daging ayam, 2 x / seminggu
Telur Telur ayam, 3-4x / minggu
Ikan Lele 1-2x/minggu
Tahu 2x/minggu
Tempe 3x/minggu
Susu (merk / takaran) Kadang-kadang : Ultramilk
Lain – lain
Pasien jarang minum air putih, sering minum teh dalam
kemasan gelas, atau minuman berwarna lain dalam kemasan.
Sering jajan chiki-chiki.
Kesimpulan riwayat makanan : pasien tidak sulit, asupan cukup baik, kurang
menyukai sayuran, sering minum dan makan makanan berpengawet.
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 1 bulan - -
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4bulan
Campak - - bulan
Hepatitis B bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar sesuai jadwal, kurang campak.
Imunisasi ulangan belum dilakukan
5
G. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
NoTanggal lahir
(umur)
Jenis
kelaminHidup
Lahir
matiAbortus
Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
1.20 Agustus
2007Perempuan + - - -
Sehat
(Pasien)
2. 2 tahun Perempuan + - - -Sehat
( adik ).
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. S Ny. N
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 27 tahun 21 tahun
Pendidikan terakhir SMK SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan ( + ) Sehat ( + ) Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami seperti ini sebelumnya. Ibu dan
ayah tidak menderita penyakit hipertensi, pembengkakan jantung dan kencing manis
Sepupu dan tante pasien ( saudara langsung dari ibu pasien ) memiliki riwayat asma.
Kesimpulan Riwayat Keluarga : pasien anak ke 1 dari 2 bersaudara. Tidak Ada
anggota keluarga yang mengalami keluhan sama dengan OS. Riwayat alergi pada
keluarga (+)
H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama dalam sebuah keluarga besar, ( kakek, nenek, 2 orang paman,
2 orang tante, 4 orang sepupu, ayah, ibu, adik ) di sebuah rumah tinggal di perumahan dengan
5kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding
tembok.
6
Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi baik.
Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan
pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Cukup baik
I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai tukang ojek dengan penghasilan Rp.2.000.000,00
Sedangkan ibu pasien bekerja sebagai penjaga toko Rp.1.000.000,00. Menurut ibu pasien
penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan terkadang
masih cukup untuk menabung kurang lebih Rp.50.000.00-Rp.100.000 /bulan Sehari-hari
pasien diasuh oleh ibu dan neneknya.
Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal Kamis, 11 April 2013, jam 10.15 WIB)
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : tampak sakit sedang, tidak terlihat pucat, tidak terlihat
menguning, tampak sedikit kesulitan bernafas, muka tampak
membengkak.
Kesadaran : compos mentis
Kesan Gizi : gizi lebih
Keadaan lain : anemis ( - ), ikterik ( - ), sianosis ( -), dyspnoe ( + )
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 23 kg Lingkar Kepala : 48 cm
Berat Badan sebelum sakit : tidak ingat Lingkar Lengan Atas : 27,5 cm
Tinggi Badan : 115 cm
Status Gizi
- BB / U = 16,1 / 18 x 100 % = 89,4 % ( Gizi Kurang )
Pada pasien dengan oedem anasarka berat badan aktual harus dikurangi 30% untuk
mendapatkan berat badan sebenarnya, pada pasien ini : 23 kg-(23x30/100 ) = 16,1 kg
- TB / U = 115 /111 x 100 % = 103,6 % ( Normal )
7
- BB / TB = 16,1 / 20 x 100 % = 80,5 % ( Berat Badan Kurang )
Kesimpulan : Gizi kurang akut
- Kehilangan BB = tidak diketahui
- LLA : 27,5 cm 275 mm/175mm x 100% = 157% ( 110-120% = Gizi Lebih )
- LK : 48 cm 48/51 cm pada grafik di dapatkan tepat pada -2SD = Normal
Tanda Vital
Nadi : 108 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Tekanan Darah : 120 /80 mmHg Hipertensi grade 2
Tinggi Badan Pasien : 115 cm = P90 didapatkan tekanan darah
P 50th : 95/55 mmHg Normal : P50th – P90th
P 90th : 109/69 mmHg
P 95 th : 112/73 mmHg Hipertensi grade 1 : P 95 + 5 mmHg
112/73 mmHg- 117/78 mmHg
P 99th : 120/81 mmHg Hipertensi grade 2 : P99 + 5 mmHg
120/81 mmHg – 125/86 mmHg
Krisis Hipertensi :
P99 +5 mmHg disertai gejala dan tanda
klinis
120/81 mmHg-125/86 mmHg
Buku ajar nefrologi : Sistolik ≥120 mmHg
dan Diastolik ≥80mmHg
Nafas : 40 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2
Suhu : 36,7 O C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
KEPALA : Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup
RAMBUT : Rambut coklat kekuningan,
distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal
WAJAH : Wajah simetris, tampak membengkak, luka atau jaringan parut tidak ada,
kuning (-)
MATA :
8
Palpebra :Oedem/Oedem tampak menutupi mata
Visus : tidak dinilai Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjunctiva pucat : +/+ Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+
Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+
TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : +
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/-
BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)
MULUT : Oral higiene kurang, gigi caries (+)
4321 1234
5 5
trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-),
lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
TENGGOROKAN : tonsil T 1 –T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-),
faring tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,
tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di
tengah.
Tampak lesi kulit berupa pustul-pustul berukuran vesikel, terlihat memerah, ada sebagian
yang telah menghitam.
9
THORAKS :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan
yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya
retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding
dada, ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,
vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea
midclavicularis kiri, denyut kuat
Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal
Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II
reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur (-),
gallop (-)
ABDOMEN :
Inspeksi : ( + ) membuncit, ( - ) efloresensi pada kulit perut maupun benjolan, kulit
keriput ( - ) gerakan peristaltik ( - ) smilling umbilikus (-)
Palpasi : Undulasi (+) , hepar dan lien tidak dapat dinilai
Perkusi : Redup pada sisi kanan dan kiri, timpani pada pertengahan abdomen-
mengelilingi umbilikus
Shifting dullness : (+)
Auskultasi : bising usus ( + ), frekuensi 2x / menit terdengar jauh
Lingkar Perut : 66 cm
ANOGENITALIA : jenis kelamin perempuan, Labia mayora tampak membesar/
membengkak . tanda radang (+), ulkus (-), sekret (-), fissura ani (-)
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
10
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas : akral hangat
Tangan Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Lain-lain oedem (+) oedem (+)
Pitting oedem +(dorsum manus) +(dorsum manus )
Kaki Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain oedem (+) oedem (+)
Pitting oedem + ( pretibia ) +( pretibia )
KULIT : warna sawo matang merata, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
baik, lembab, pengisian kapiler < 3 detik, petechie (-)
Tampak lesi kulit berupa pustul-pustul berukuran vesikel, terlihat memerah, ada sebagian
yang telah menghitam.
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 10 April 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Noemal
Darah Lengkap
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
LED
Basofil
Eosinofil
14,2 ribu/μL
4,9 juta/ μL
12,5g/dL
39 %
638 ribu/ μL
5 mm/jam
1%
4%
5,5-14,5
3,6-5,8
10,8-12,8
33-45
229-553
0-10
0-1
1-5
11
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
0%
52%
38%
5%
3-6
25-60
25-50
1-6
Kimia Klinik
Hati
Total Protein
Albumin
Lemak
Kolesterol Total
Ginjal
Ureum
Kreatinin
Imunoserologi
ASTO
3,4 g/dL
1,3 g/dL
466 mg/dL
11 mg/dL
0,29 mg/dL
Negatif
6,0-8,0
3,8-5,4
110-230
11-39
<1,0
Negatif
Urinalisis
Urine Lengkap
Warna
Kejernihan
Glukosa
Bilirubin
Keton
pH
Berat Jenis
Albumin urin
Urobilinogen
Nitrit
Darah
Esterase Leukosit
Sedimen Urine
Leukosit
Eritrosit
Kuning
Agak keruh
Negatif
Negatif
Negatif
6,0
1,025
3+
0,2 E.U./dL
Negatif
3+
Negatif
3-5/LPB
10-15/ LPB
Kuning
Jernih
Negatif
Negatif
Negatif
4,6-8
1,005-1,030
Negatif
0,1-1
Negatif
Negatif
Negatif
<5
<2
12
Epitel
Silinder
Kristal
Bakteri
Jamur
Positi/LPB
Negatif/LPK
Negatif
Negatif
Negatif/LPB
Posititif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
IV. RESUME
Anak perempuan berusia 5 tahun812gizi kurang, tinggi normal dengan bengkak seluruh
badan kurang lebih 9 hari SMRS yang didahului dengan demam, batuk, pilek kurang lebih
10 hari SMRS. Pada hasil pemeriksaan fisik di dapatkan peningkatan tekanan darah 120/80
mmHg ( hipertensi grade 2 ), Sedikit peningkatan Laju nafas 40x/ menit, batas atas ( normal
< 40x/ menit ) oedem palpebra +/+, nafas cuping hidung +, caries gigi +, shifting dullness +,
undulasi +, oedem ke empat ekstremitas +,pitting oedem pada ke empat ekstremitas +.
oedem genitalia +.
Hasil Laboratorium : Hipoalbuminemia ( 1,3 g/dL ). Hiperkolestrolnemia 466 mg/dl,
urin keruh dengan albuminuria ( albumin urine +3 ), Leukosituria ( leukosit 3-5/LPB ),
Mikrohematuria ( eritrosit urin +3 dengan 10-15/LPB ).
V. DIAGNOSIS BANDING
Sindroma Nefrotik
GNA Post Streptococcus
Henoch Shoelein Purpura
Hipertensi grade 2 e.c SN
Hipertensi grade 2 e.c AKI
hipertensi grade 2 e.c glomerulonefritis
Gizi Kurang e.c asupan protein rendah
Karies gigi
Karies dengan gingivitis
Karies dengan iritatio pulpa
VI. DIAGNOSIS KERJA
13
1. Sindroma Nefrotik
2. Hipertensi grade 2
3. Gizi Kurang
4. Karies Gigi
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Foto thoraks AP-LLD
USG Ginjal
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Ukur minum dan urin / 24 jam ( balance cairan )
Timbang Berat badan setiap hari
Ukur lingkar perut setiap hari
Konsul Gizi ( Rendah Garam, Rendah protein, Rendah Kolesterol )
Observasi tekanan darah /6 jam ( pantau krisis hipertensi )
Sikat gigi 2 kali sehari untuk menjaga oral hygiene
Medikamentosa
Inisial terapi selama 8 minggu :
Prednison tablet 2mg/kgBB/hari p.o. dibagi dalam 3 dosis, diberikan selama 4
minggu.( Full Dose )
Setelah 4 minggu dipantau tanda-tanda remisi yaitu cek protein urin hasil
negatif/trace. dilanjutkan 2/3 dosis awal pada 4 minggu kedua ( Alternating Dose )
Pada An. Kaila : Berat badan ideal sesuai tinggi badan
20 kg x 2mg/kgBB/hari = 40 mg/hari terbagi dalam 3 dosis
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungtionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
14
Tgl S O A P
Kamis
11/04/13
BB: 23 kg
LP : 66
cm
Bengkak di
seluruh tubuh
(+)
Batuk
berdahak
kadang-kadang
(+)
Demam(+)
KU : TSS/CM
S : 36,7 O C
TD/ 120/80 mmHg
RR : 40x/ menit
N : 108x/menit. Kuat
equal, isi cukup.
Mata : oedem
palpebra +/+
Abdomen :
I : Membuncit +
A : BU + 2x/menit
suara terdengar jauh
Perkusi : Redup di
kiri dan kanan,
timpani di sekeliling
umbilikus.
Shifting dullness +
Palpasi : Undulasi +
Ekstremitas :
Oedem ¿
Pitting oedem
¿
Sindroma
Nefrotik
Prednison tab 2
mg/kgBB/hari p.o
dibagi dalam 3 dosis.
Konsul Gizi
Ukur urin dan
minum/24jam
Observasi tekanan
dara/6jam
Timbang berat badan
dan ukur lingkar
perut/24jam
Hasil Feses rutin (-)
Jumat
12/04/13
Hari
perawatan
ke-2
BB: 22 kg
LP : 62,5
cm
Minum:
Bengkak di
seluruh tubuh
(+) masih
terlihat sama
saja
Batuk
berdahak
kadang-kadang
KU : TSR/CM
S : 36,1 O C
TD: 130/100 mmHg
RR : 40x/ menit
N : 104x/menit. Kuat
equal, isi cukup.
Mata : oedem
palpebra +/+
Abdomen :
Sindroma
Nefrotik
Prednison tab 2
mg/kgBB/hari p.o
dibagi dalam 3 dosis
Captopril tab 0,1 mg-
2mg /kg BB p.o / 8 jam
2mg-40mg /8jam
15
600cc
Urin :
300cc
Balans :
+300cc
(+)
Demam(-) I : Membuncit +
A : BU + 2x/menit
suara terdengar jauh
Perkusi : Redup di
kiri dan kanan,
timpani di sekeliling
umbilikus.
Shifting dullness +
Palpasi : Undulasi +
Ekstremitas :
Oedem ¿
Pitting oedem
¿
Hasil Faeces Rutin :
tidak ditemukan
kelainan.
Ukur urin dan
minum/24jam
Observasi tekanan
dara/6jam
Timbang berat badan
dan ukur lingkar
perut/24jam
Jawaban Konsul Gizi +
Faeces Rutin ( 12/04/2013)
Makroskopis
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah
Hasil
Coklat
Lunak
-
-
Nilai normal
Coklat
Lunak
-
-
Mikroskopis
Leukosit
Eritrosit
Amoeba coli
Amoeba H
Telur cacing
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Pencernaan
Lemak
Amilum
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
16
Serat
Sel Ragi
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Jawaban Konsul Gizi
Penemuan : Analisa asupan -750 kkal
BB : 22 kg BB – oedema = 20 kg
BB/U : 20/20 = 100%
Kolesterol total 466
Albumin 1,3
Albumin urin : +3
Diagnosis : Status gizi baik
Sindroma Nefrotik
Nasehat : Kebutuhan Nutrisi :
Energi 1500 kkal
Protein 20 gram ( 5,3 % )
Lemak 30 %
Karbohidrat 64,7%
Diit : Nasi Tim 1500, RP 20 ( Rendah Protein 20 gram ), R.Kol ( Rendah Kolesterol )
RG1 ( Rendah Garam )
Sabtu
13/04/13
Hari
perawatan
ke-3
BB: 22 kg
LP : 62,5
cm
Minum:
750cc
Urin :
600cc
Balance :
Bengkak di
kaki sudah
berkurang,
bengkak
diperu masih
sama seperti
kemarin
Batuk
berdahak
kadang-kadang
(+)
Demam(-)
KU : TSR/CM
S : 36,2 O C
TD: 120/80 mmHg
RR : 28x/ menit
N : 110x/menit. Kuat
equal, isi cukup.
Mata : oedem
palpebra +/+
( berkurang )
Abdomen :
I : Membuncit +
A : BU + 2x/menit
Sindroma
Nefrotik
Prednison tab 2
mg/kgBB/hari p.o
dibagi dalam 3 dosis
Captopril tab 0,1 mg-
2mg /kg BB p.o / 8
jam
2mg-40mg /8jam
Ukur urin dan
minum/24jam
Observasi tekanan
17
+150cc suara terdengar jauh
Perkusi : Redup di
kiri dan kanan,
timpani di sekeliling
umbilikus.
Shifting dullness +
Palpasi : Undulasi +
Ekstremitas :
Oedem ¿
Berkurang
Pitting oedem
¿
dara/6jam
Timbang berat badan
dan ukur lingkar
perut/24jam
Diet sesuai hasil
konsultasi dokter gizi
Minggu
14/04/13
Hari
perawatan
ke-5
BB: 21 kg
LP : 56
cm
Minum:
750cc
Urin :
1350cc
Balance :
-600cc
Bengkak di
kaki sudah
berkurang,
bengkak
diperut sudah
jauh
berkurang.
Batuk
berdahak
kadang-kadang
(+)
Demam(-)
KU : TSR/CM
S : 36 O C
TD: 100/70 mmHg
RR : 20x/ menit
N : 88x/menit. Kuat
equal, isi cukup.
Mata : oedem
palpebra +/+
( berkurang )
Abdomen :
I : Membuncit +
A : BU + 2x/menit
suara terdengar jauh
Perkusi : Redup di
kiri dan kanan,
timpani di sekeliling
umbilikus.
Shifting dullness +
Palpasi :Soepel +,
NT-
Sindroma
Nefrotik
Prednison tab 2
mg/kgBB/hari p.o
dibagi dalam 3 dosis
Captopril tab 0,1 mg-
2mg /kg BB p.o / 8
jam
2mg-40mg /8jam
Diet: Sesuai konsul
gizi
Ukur urin dan
minum/24jam
Observasi tekanan
dara/6jam
Timbang berat badan
dan ukur lingkar
perut/24jam
18
Ekstremitas :
Oedem ¿
Berkurang
Pitting oedem
¿
Cek ulang : urinalisis
Senin
15/04/13
Hari
perawatan
ke-6
BB: 19 kg
LP : 54,5
cm
Minum:
900cc
Urin :
1350cc
Balance :
-450cc
Bengkak di
kaki
(-)bengkak
diperut sudah
jauh
berkurang.
Batuk
berdahak
kadang-kadang
(+)
Demam(-)
KU : TSR/CM
S : 36,1 O C
TD: 90/60 mmHg
RR : 32x/ menit
N : 102x/menit. Kuat
equal, isi cukup.
Mata : oedem
palpebra -/-
Abdomen :
I : Membuncit (-)
A : BU + 2x/menit
suara terdengar jauh
Perkusi : timpani
Shifting dullness (-)
Palpasi :Soepel +,
NT-
Ekstremitas :
Oedem ¿
Berkurang
Pitting oedem
¿
Sindroma
Nefrotik
Hasil
Urinalisis
Agak keruh,
albumin urin 3+
Darah urin 3+
Eritrosit:
8-10/ LPB
pH 8,0
Prednison tab 2
mg/kgBB/hari p.o
dibagi dalam 3 dosis
Captopril tab 0,1 mg-
2mg /kg BB p.o / 8
jam
2mg-40mg /8jam
Ukur urin dan
minum/24jam
Observasi tekanan
dara/6jam
Timbang berat badan
dan ukur lingkar
perut/24jam
Diet : sesuai konsul
gizi
Hasil Laboratorium Urinalisis (15/4/2013 )
Urinalisis
Urine Lengkap
19
Warna
Kejernihan
Glukosa
Bilirubin
Keton
pH
Berat Jenis
Albumin urin
Urobilinogen
Nitrit
Darah
Esterase Leukosit
Sedimen Urine
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Silinder
Kristal
Bakteri
Jamur
Kuning
Agak keruh
Negatif
Negatif
Negatif
8,5
1,025
3+
0,2 E.U./dL
Negatif
3+
Negatif
0/LPB
8-10/ LPB
Positi/LPB
Negatif/LPK
Negatif
Negatif
Negatif/LPB
Kuning
Jernih
Negatif
Negatif
Negatif
4,6-8
1,005-1,030
Negatif
0,1-1
Negatif
Negatif
Negatif
<5
<2
Posititif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
*Pasien masih di rawat di Lt.5 kamar 512
20
BAB II.
SINDROMA NEFROTIK
II.1. Definisi
Sindroma nefrotik adalah kelainan pada anak-anak dan 15 kali lebih sering ditemukan
pada anak-anak dibandingkan pada orangtua (1). Sindroma Nefrotik Anak, diketahui juga
sebagai nefrosis, di definisikan sebagai adanya nephrotic-range proteinuria, edema,
hiperlipidemia dan hipoalbuminemia.(2) Nephrotic-range proteinuria pada dewasa ditandai
dengan ekskresi protein 3,5 g atau lebih per hari. Sedangkan pada anak-anak Nephrotic-
range proteinuria eskresi protein lebih dari 40mg/m2/jam (2), dimana pada individu normal,
memiliki nilai rata-rata ekskresi protein urin harian 40-80mg dengan batas maksimal 75-
150mg(3)
II.2. Epidemiologi
Sindroma nefrotik merupakan suatu penyakit kronik yang sering dijumpai
pada masa kank-kanak, dengan isiden antara 2-4 kasus dari setiap 100.000 anak di bawah 16
tahun setiap tahunnya. Dilaporkan 6 orang anak menderita sindroma nefrotik diantara
100.000 anak yang berusia dibawah 14 tahun/tahun di Jakarta (4)
Di Amerika Seritka, tercatat insidens sindroma nefrotik adalah 2-7 kasus/
100.000 anak lebih mudah dari 16 tahun. Pada anak dibawah 8 tahun, perbadingan laki-laki
dan perempuan adalah bervariasi mulai dari 2:1 sampai 3:2, pada anak yang lebih tua
perbandingan hampir sama. Data ISKDC ( International Study on Kidney Disease in Children
) tercatat 66% apakan itu MCNS atau FSGS adalah pria dan 65% individu dengan MPGN
adalah perempuan.(2)
Sindroma nefrotik dapat menyerang semua umur, tetapi terutama anak-anak berusia
2-6 tahun, dengan lebih dari 90% kasus adalah idiopatik (1,2)
II.3 Etiologi
Kebanyakan anak-anak ( 90%) dengan sindroma nefortik memiliki tipe sindroma
nefrotik idiopatik. Penyebab sindroma nefrotik idiopatik meliputi : MCD ( minimal change
disease ) 85%, MP ( Mesangial proliferation ) 5%, dan FSG ( focal segmental
glomerulosclerosis ) 10%. Sisa 10% anak-anak denga sindroma nefrotik adalah sindroma
nefrotik sekunder yang berhubungan dengan sistemik atau penyakit glomelura seperti
nefropati membran atau membranoproliferatif glomerulonefritis.(1)
Berikut adalah tabel yang menyajikan data penyebab sindroma nefrotik, baik primer
maupu sekunder.
21
Tabel II.1 Etiologi Sindroma Nefrotik Anak (1)
II.4. Patofisiologi
Tanda khas dari SN Idiopatik adalah proteinuria yang masif dimana peristiwa inisial
yang menghasilkan proteinuria tetap belum diketahui, tetapi dipercayai adanya patogenesis
imunitas.
Komponen terjadinya sindroma nefrotik berhubunggan satu sama lain, dimulai
dengan terganggunya susunan dinding kapiler glomeruli, sehingga terjadi peningkatan
permeabilitas plasma protein. Dengan waktu yang lama atau extrim proteinuria berat, serum
albumin menurun, sebagai hasilnya hipoalbuminemia. Edema generalisata pada SN adalah
22
konsekuensi dari menurunnya tekanan onkotik koloid plasma sebagai hasil dari
hipoalbuminemia dan retensi primer dari air dan garan oleh ginjal.
Bersamaan dengan keluarnya cairan dari vaskuler ke jaringan, terjadinya penurunan
secara alami volume plasma yang kemudian terjadi penurunan GFR. Sekresi aldosteron
kompesatoar bersamaan dengan penurunan GFR dan reduksi dari sekresi peptida natriuretik,
menyebabkan retensi garam dan air oleh ginjal yang menyebabkan edema semakin
bertambah berat.(underfill theory )(10)Pengulangan peristiwa dalam rantai ini, dapat terjadi
edema generalisata.
Model lain dari pembentukan edema adalah overfill hipothesis yang meruapakan
postulalisasi, yaitu adanya defek primer pengaturan sodium ginjal. ANP mungkin memainkan
peranan pada mekanisme ini, penelitian menunjukkan adanya kerusakan respon ANP pada
SN ( resisten ANP ) dapat menyebabkan overaktivitas aktivitas eferen saraf simpatik juga
meningkatkan penghancuran c-GMP
Permulaan hiperlipidemia belum diketahui secara jelas, adanya hipoalbuminemia
menyebabkan hati membentuk lipoprotein lebih banyak. Terjadinya abnormalitas transport
dari partikel lipid sirkulasi dan ketidakmampuan perifer untuk memecah lipoprotein.(9) namun
demikian kadar kolesterol serum independen dengan laju sintesis albumin.
Pada SN lesi minimal, yang merupakan terjadi paling banyak pada anak-anak, belum
diketahui secara jelas patogenesinya, berdasarkan hasil penelitian,proteinuria adalah hasil
atau atribusi dari faktor-faktor yang dihasilkan sel T yang merusak podosit dan melebarkan
prosesus kaki.(2,9) beberapa variasi sitokin dan molekul yang berperan :
IL-2, IL-4, IL-12, IL-13,IL-15,IL18
IL-2 reseptor
Interferon γ
Tumor Growth Factor β
Vascular permeability factor
Nuclear factor (NF)-κB
Tumor necrosis factor (TNF)-α
Selain itu juga dilaporkan SN terjadi setelah adanya respon alergik. Adanya faktor
Genetik juga mempengaruhi terjadinya SN Idiopatik, dimana terjadi 3-4 kali lebih sering
pada anak dengan HLA-DR7, adapula gen yang menentukan mutasi dari podosit seperti pada
23
mutasi NPHS1 yang merupakan gen yang menentuka neprin, sebuah protein transmembran
yang merupakan struktur utama pada slit diafragma(2,9) yang terjadi pada SN tipe Finnish.(2)
Sedangkan pada SN sklerotik fokal terjadinya mutasi gen NPHS2, dimana gen
NPHS2 adalah gen yang mengkode podosin yang merupakan bagian dari slit diafragma (2,9)
II.5. Manifestasi Klinis
Anamnesis
Pasien sindroma nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra , yang menurun
selama hari tersebut, serta kebanyakan dikira sebagai alergi, atau pretibia , sejalannya dengan
waktu,menjadi menyeluruh ascites, efusi pleura, dan edema skrotum dan labia ( edema
genital )(4) Episode pertama dan kekambuhan mungkin mengikuti infeksi minor dan dalam
kejadian tertentu, reaksi terhadap gigitan serangga atau sengatan lebah.(5) Selain edema,
disertai juga dengan gejala tambahan yang sering seperti anoeksia, iritabilitas, nyeri perut
( hati-hati peritonitis ), dan diare (4,5.)Gejala gastrointestinal dapat disebabkan oleh asites,
edema dinding saluran cerna atau keduanya. Gejala yang jarang ditemui adalah hipertensi dan
gross hematuria.
Gejala distress pernafasan dapat terjadi, yang mungkin disebabkan oleh asites yang
masif dah kompresi thoraks atau edema paru-paru frank, efusi atau keduanya.(2)
Riwayat infeksi saluran nafas sebelumnya mempercepat onset sindroma nefrotik,
tetapi penyebab sebenarnya masih tidak diketahui. Selain itu infeksi saluran nafas atas, otitis
media dan infeksi lainnya berhubungan dengan relaps dari sindroma nefrotik idiopatik.
Kurang lebih 30% anak-anak memiliki riwayat alergi, dengan 30-60% memiliki
riwayat atopi (4,5)
Pemeriksaan Fisik
Hal yang paling sering ditemukan adalah edema, yang pitting dan biasanya ditemukan
pada ekstremitas bawah, muka, regio periorbita, skrotum/labia dan abdomen. Pada anak-anak
dengan ascites bermakna, restriksi mekanik pernafasan mungkin ada dan anak tersebut
melakukan kompesatori takipneu. Edema pulmonal dan efusi dapat menyebabkan distres
pernafasan. Pada pemeriksaan fisik, harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan,
lingkar perut, dan tekanan darah.(4)
Dalam laporan ISKDC pada pasien SNKM ( Sindroma Nefrotik Kelainan Minimal )
ditemuka 22% disertai hematruia mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32%
penigkatan kadar kreatinin dan serum darah yang bersifat sementara.
24
Pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan hal-hal yang merupakan komplikasi
Sindroma Nefrotik Idiopatik. Nyeri abdomen mungkin mengindikasikan peritonitis,
hipotensi dan tanda syok pada anak yang sepsis, trombosis dapat menyebabkan berbagai hal
termasuk takipnea dan distress respiratori ( trombosis/embolism pulmonal ), hematuria
( trombosis vena renalis), dan kejang ( trombosis cerebral ).
II.6. Pemeriksaan Penunjang
Dengan tujuan membuktikan keberadaab sindroma nefrotik, tes laboratorium harus
mengkonfirmasi adanya (1) nephrotic-range proteinuria, (2) hipoalbuminemia, dan (3)
hiperlipidemia(2)
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :
1. Urinalisis dan biakan urin bila perlu
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada
urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah
a. Kadar albumin dan kolesterol plasma.
b. Darah tepi ( hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit,
LED )
c. Kadar ureum, kreatinin, serta kliren kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz
d. Titer ASO dan kada komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopik
persisten
e. Bila curiga SLE, dilengkapi dengan pemeriksaan kadar komplemen C4,
ANA dan anti ds-DNA (5)
Pemeriksaan no 1,2, dan 3a adalah pemeriksaan inisial, sisanya no 3b-3e
Adalah pemeriksaan untuk menentukan apakah sindroma nefrotik primer atau sekunder.
Tes lainnya yang dapat dilakukan oleh pasien adalah
1. Pemeriksaan genetik
Pada beberapa penyebab sindroma nefrotik terdapat kelainan gen khusus,
seperti tes NPHS1 di indikasikan untuk pasien dengan biopsi dan gejala klinis yang
konsisten dengan Finnish-type sindroma nefrotik. Sedangkan kongenital sindroma
neftroik dilaporkan adanya mutasi pada NPHS2. Untuk infan yang mendertia sindroma
nefrotik dan gangguan neurologi/ visual adalah calon untuk dilakukan tes LAMB2
25
( Pierson Syndrome ). Pada pasien yang tidak berespon terhadap terapi steroid, selain
biposi ginjal, lebih baik di lakukan tes mutasi podocin (NPHS2) ACTN4 dan TRPC6. (2)
2. USG ginjal
Pemilihan USG ginjal dapat membantu untuk membedakan antara sindroma
nefrotik lesi menimal dan gagal ginjal kronik, tetapi penemuan ini biasanya tidak
spesifik.
3. Foto Thoraks
Foto rontgen thoraks dada disarankan untuk anak-anak dengan gejala respirasi,
Yang paling sering terjadi adalah efusi pleura. Selain itu juga digunakan untuk
menyingkirkan infeksi TB, sebelum dimulainya terapi steroid(2)
4. Tes Mantoux
Tes mantoux harus dilakukan pada pemberian steroid untuk menyingkirkan
infeksi TB.
5. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal tidak diperlukan pada sebagian sindroma nefrotik, pasien yang
Memiliki gambaran klinik dan laboratorium yang tidak sesuai dengan gejala kelainan
minimal, sebaiknya dilakukan biopsi ginjal sebelum terapi steroid dimulai. Biposi ginjal
umumnya tidak dilakukan pada sindrom nefrotik kambuh sering atau dependen steroid
( sebelum dimulainya levamisol atau siklofosfamid ) selama masih sensitif steroid
Berikut adalah tabel indikasi biopsi ginjal
Indikasi biopsi ginjal
Saat onset
Umur kurang dari 1 bulan atau lebih dari 16 tahun
Hematuria mikroskopik atau makroskopik yang persisten, kadar C3 rendah
Hipertensi menetap
Gangguan fungsi ginjal yang tidak berhubungan dengan hipovolemia intravaskular
Adanya gejala-gejala ekstra-renal, misal arthritis, rash, linfadenopati
Setelah terapi inisial
Resisten steroid-dini atau lambat
Sebelum terapi dimulai dengan siklosporin A
II. 7 Diagnosis(1,4)
Sindroma nefrotik ditegakan berdasarkan 4 gejala klinik yang khas, yaitu
1. Proteinuria masif / proteinuria nefrotik
26
Dimana di dalam urin terdapat protein ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau >50 mg/kg
BB/24 jam atau rasio albumin/kreatinin sewaktu >2.0 atau dipstik ≥ +2.
Proteinuria pada sindrom nefrotik kelainan minimal relatif selektif yang terbentuk
terutama oleh albumin.
2. Hipoalbuminemia
Albumin serum < 2,5 g/dL. Harga normal albumin plasma pada anak dengan gizi
baik adalah 3,6-4,4 g/dL. Pada sindrom nefrotik retensi cairan dan sembab baru
akan terlihat apabila kadar albumin plasma turun dibawah 2,5-3 g/dL bahkan
serindijumpai kadar albumin plasma yang jauh dibawah kadar tersebut
3. Sembab
4. Hiperlipidemia
Pada sindrom nefrotik idiopatik mengalami hiperkolesterolemia ( kolesterol serum
lebih dari 200 mg/dL )
II.8 Tatalaksana(4,5)
Pada pasien pertamakali, sebaiknya dirawat dengan tujuan untuk mempercepat
pemeriksaan, dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan
steroid dan edukasi orangtua.
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan tes mantoux terlebih dahulu, bila
hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama dengan steroid, dan bila ditemukan
tuberkulosis diberikan OAT. Perawatan pada SN relaps dilakukan bila disertai edema anasrka
yang berat atau disetai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal atau syok.
Dietetik
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan karena akan menambah beban
glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein ( hiperfiltrasi ). Diberikan protein
sesuai RDA ( Recommended Daily Allowance ) yaitu 1,5-2 g/kgBB/hari dengan kalori yang
adekuat. Lemak diberikan dengan jumlah tidak melebihi 30% jumlah total kalori
keseluruhan, dianjurkan menggunakan kabohidrat kompleks sehingga rasa kenyang lebih
lama. Diet rendah garam (1-2g/hari atau 2 mmol/kg/hari ) dan menghindari camilan asin
dianjurkan selama edema dan hipertensi
Sembab
27
Pasien dengan sembab ringan tidak memerlukan diuretik. Pasien dengan sembab nyata
tanpa deplesi intravaskular diberikan terapi dimulai dengan furosemid 1-3mg/kgBB/hari
pemberian 2 hari sekali, bila tidak respon dinaikkan menjadi 4-6mg/kgBB/hari bersama
dengan spironolakton 2-3mg/hari.
Bila masih gagal ditambahkan thiazid ( hidroklorothiazid), kadang-kadang diperlukan
furosemid bolus atau infus. Pemakaian diuretik dosis tinggi dalam 1 minggu harus disertai
pemantauan untuk hipovolemia dan elektrolit serum.
Intake cairan tidak perlu dibatasi kecuali pada sembap hebat yaitu dibatasi sesuai
insensible loss + jumlah cairan urine sebelumnya.
Terapi diuretik tidak efektif bahkan membahayakan pasien yang mengalami
hipoalbuminemia ( albumin serum <1,5 g/dL ) +deplesi volume intravaskular.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengatasi edema ( edema refrakter ) yang biasanya
disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( kadar albumin ≤ 1 g/dL ) dapat
diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1g/kgBB selama 4 jam untuk menarik caritan
dari jaringan interstitial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2mg/kgBB.
Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20ml/kgBB/hari
secara perlahan 10 tetes/menit untuk mecegah terjadinya komplikasi jantung.
Anti Hipertensi
Pengobatan antihipertensi diberikan bila ditemukan adanya hipertensi dan apabila ia
menetap, tetapi harus diperhatikan. Pada sebagian pasien hipertensi merespon terhadap
diuretik, pemberian ACE inhibitor atau ARBs juga berkontribusi terhadap penurunan
proteinuria tetapi perlu mendapat perhatian khusus terhadap AKI atau deplesi volume karena
dalam keadaan ini dapat memperparah fungsi ginjal.
Pada anak dosis ACE adalah captopril 0,1mg/kg /8jam/p.o dapat ditingkatkan bila
diperlukan maksimal 2mg/kg/8jam p.o. Pada ARB, spironolakton bila berat 0-10 kg :
6,25mg/12 jam, 11-20kg : 12.5 mg/12jam, 21-40 kg : 25 mg/12jam, >40 kg : 25 mg/8jam
Pengobatan dengan kortikosteroid
Anak yang datang dengan infeksi berat harus ditangani dengan benar sebelum terapi
steroid dimulai. Prednison atau predinisolon merupakan obat pilihan utama untuk terapi.
a. Pengobatan inisial
Sesuai dengan ISKDC ( International Study on Kidney Diseases in Children )
pengobatan inisial prednison dimulai dengan dosis penuh ( full dose ) 2mg/kgBB/hari
atau 60mg/m2 LPB/ hari dengan dosis maksimal 80mg/hari dibagi dalam 3 dosis untuk
menginduksi remisi.
28
Dosis dihitung dengan berat badan ideal menurut tinggi badan. FD ( Full dose )
diberikan selama 4 minggu pertama ,bila terjadi remisi, maka dilanjutkan dengan 4
minggu kedua dengan dosis 40mg/ m2 LPB/ hari (2/3dosis awal) secara alternating
( selang sehari )atau secara intermiten. Bila 4 minggu pertama tidak terjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid
Berbagai kelompok pakar menganjurkan bahwa dengan pemberian prednison
FD selama 6 minggu dilanjutkan dengan dosis alternating selama 6 minggu akan
memperpanjang remisi dibandingkan dengan dosis standard 8 minggu (5,6)
b. Pengobatan relaps
Relaps sering didahului dengan infeksi saluran nafas atas yang segera
dideteksi dan diobati secara benar. Pengobatan relaps terdiri dari FD sampai remisi,
maksimal 4 minggu dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu.
29
c. Pengobatan sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid
Sampai saat ini ada 4 opsi pengobatan sindroma nefrotik relaps sering atau
dependen steroid, yaitu :
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol
3. Pemberian dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin
Disamping itu tidak boleh dilupakan untuk mencari fokus infeksi seperti
tuberkulosis, infeksi gigi atau kecacingan
pada pemberian steroid jangka panjang, dicoba lebih dahulu sebelum pemberian
siklofosfamid ( CPA ), dimulai dengan FD, setelah mencapai remisi dalam 4minggu, dosis
diturunkan bertahap 0,2mg/kgBB sampai dengan dosis terkecil 0,1-0,5 mg/kgBB, dosis ini
disebut threshold dan dapat diteruskan 6-12 bulan.
Berikut adalah alur pengobatan sindrom nefrotik relaps frekuen atau dependen steroid.
30
Levamisol adalah obat dengan efek imunomodulasi sel T, dimana pada sindroma nefrotik
pemberian masih terbatas, tidak direkomendasikan secara umum, dimana keputusan
diserahkan kembali kepada dokter anak. Dosis : 2,5mg/kgBB dosis tunggal selang sehari
selama 4-12 bulan
Sitostatika yang sering dipakai adalah CPA ( siklofosfamid ) dosis 2-3 mg/kgBB selama 8
minggu . sitostatika dapat mengurangi relaps sampai lebih dari 50% yaitu 67-93% pada tahun
pertama, 36-66% selama 5 tahun. Perlu diingat efek samping dari sitostatika adalah depresi
sum-sumtulang, azospermia, sistitis hemorghagik dan dalam jangka panjang menyebabkan
keganasan, karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi ( hemoglobin, leukosit,
trombosis ) 1-2 kali seminggu. Sitostatika dihentikan sementara bila leukosit kurang dari
3.000/µL, hemoglobin kurang dari 8g/dL, dan trombosit kurang dari 100.000/ µL. Diteruskan
kembali bila leukosit lebih dari 5.000/µL, hemoglobin lebih dari 8g/dL, dan trombosit lebih
dari 100.000/ µL
Siklosporin ( CyA ) diberikan pada pasien yang tidak responsif terhadap steroid atau
sitostatika, dianjurkan dengan dosis 5-6mg/kgBB/hari untuk mempertahankan kadar dalam
darah sebesar 50-150 ng/ml. (4)
31
d. Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid(4)
Pengobatan SNRS sampai sekarang belum memuaskan, sebelum di lakukan
pengobatan dilakukan biopsi ginjal karena gambaran patologi anatomi mempengaruhi
prognosis. Pemberian CPA memberikan hasil yang lebih baik pada sindroma nefrotik
kelainan minimal dibandingkan dengan glomerulus sklerotik. CPA dilaporkan
memberikan remisi pada 20%pasien. Bila terjadi relaps setelah pemberian CPA, dapat
dicoba lagi pengobatan relaps karena SN yang resisten steroid bisa kembali sensitif.
32
CyA dapat menimbulkan remisi total sebayak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial
pada 13%. Efek samping CyA meliputi hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis,
hipertrofi gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik, karena itu butuh pemantauan :
1. Kadar CyA dalam serum dipertahankan antara 100-200µg/mL
2. Kadar kreatinin darah berkala
3. Biopsi ginjal setiap 2 tahun
Metil-prednisolon puls dilaporkan pada tahun 1990 oleh Mendoza dkk selama 82
minggu bersamaan dengan prednison oral dan CPA atau klorambusil selama 8-12
minggu, dengan pengamatan selama 6,21,32 tahun remisi total dan gagal ginjal
terminal pada 5%. Pengobatan ini sulit direkomendasikan di Indonesia.
Imunosupresif lain yang biasa dipakai pada SNRS adalah vinkristin, takrolimus dn
mikofenolat mofetil, tetapi belum di rekomendasikan di Indonesia
Kriteria Remisi (8)
Kriteria remisi yaitu bila proteinuria negatif atau trace, atau protein kuantitatif urin <4
mg/m2/jam pada 3 hari berturut – turut dalam 1 minggu. Kriteria kambuh bila proteinuria
33
positif 1 atau lebih pada 3 hari berturut – turut dalam 1 minggu atau >4 mg/ m2/jam. Bila hal
ini bersamaan dengan terjadinya infeksi sebaiknya infeksi dihilangkan dulu dengan antibiotik
dan kemudian pasien dinilai kembali. Kriteria kambuh sering adalah kambuh yang terjadi 2
kali atau lebih dalam 6 bulan pertama atau 4 kali lebih dalam 1 tahun. Sensitif steroid yaitu
remisi timbul dalam 8 minggu pengobatan steroid. Resisten steroid yaitu tidak timbul remisi
dalam 8 minggu pengobatan steroid. Dependen steroid yaitu kekambuhan yang timbul pada saat dosis
steroid diturunkan atau timbul dalam waktu 2 minggu setelah steroid dihentikan dan keadaan ini berulang selama 2 hari berturut – turut.
II.9. Komplikasi
Pada pasien SN mudah terjadi infeksi dan yang paling sering adalah selulitis dan
peritonitis yang disebabkan kebocoran IgG dan komplemen faktor B dan D dalam urin,
disertai pemakaian imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi.
Bila terjadi peritonitis primer dapat diberika penisilin parenteral kombinasi dengan
seflaosporin generasi ke-3, yaitu cefixim atau seftirakson selama 10-14hari
Prevalensi tuberkulosis dilaporkan cukup tinggi pada anak-anak dengan sindroma
nefrotik. Pada pasien SN dengan mantoux + tanpa gejala lain diberikan profilaksi INH dosis
5mg/kg/hari peroral atau rifampicin 10mg/kg/hari selama 6bulan. Anak yang tuberkulosis
aktif memulai OAT 2 minggu sebelum terapi kortikosteroid.
Pada SN dapat terjadi trombosis karena adanya hiperkoagulasi, peningkatan kadar
fibrinogen, faktor VIII, dan penurunan kadar antritrombin III. Trombosis dapat terjadi di
dalam vena maupun arteri. Untuk pencegahan dapat diberikan aspirin dosis rendah 80 mg dan
dipiridamol, tetapi sampai saat ini belum ada studi terkontrol. Heparin diberikan bila sudah
terjadi trombosis.
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena penggunaan steroid jangka panjang yang
menimbulkan osteoporosis dan osteopenia dan terjadinya kebocoran metabolit vitamin D
Pada pasien SN relaps seringd dan SN resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi
kalsium 500mg/hari dan vitamin D. Bila telah terjadi tetani diobati dengan kalsium glukonas
50mg/kgBB intravena
Dapat terjadi syok hipovolemik pada pemberian diuretik berlebihan, pasca epidosde
sepsis, muntah atau diare atau dalam keadaan SN relaps, yang ditandai dengan gejala
hipotensi, takikardia, ektremitas dingin, dan sering disertai sakit perut.
34
Pasien harus segera diberikan infus NaCl fisiologik 20ml/kg dalam waktu 1-2 jam dan
disusul dengan albumin 1g/kgBB atau plasma 20ml/kgBB (tetesan lambat 10 tetes/menit )
bila hipovelmeia teratasi tetapi tetap oligouria, diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB.
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan LDL dan VLDL, TG, dan
lipoprotein A, yang bersifat aterogenik dan trombogenik, sedangkan kolesterol HDL
menurun. Untuk itu dipertimbangkan pemberian obat penurun lipid seperti questran, derivat
fibrat, dan inhibitor HmgCoA reduktasia (statin ), karena biasanya peningkatan kada lemak
tersebut berlangsung lama tetapi manfaat pemberian obat tersebut. Pada SN sensitif steroid
karena karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara, cukup dengan pengurangaan
diit lemak.
Imunisasi
Pasien yang sedang dalam terapi kortikosteroid 2mg/kg/hari atau total 20mg atau
lebih ( berat badan lebih dari 10 kg ) selama 2 minggu atau lebih harus diperlakukan sebagai
immunocompromised, tidak diperkenankan mendapat vaksin hidup, sedangkan vaksin mati
aman diberikan
Vaksin hidup hanya boleh diberikan apabila anak telah lepas steroid selama 6 minggu.
Apabila diperlukan dapat diberikan pada anak yang mendapat prednison dengan dosis kurang
dari 0,5mg/kg selang sehari. Anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi campak perlu
diberikan profilaksis dengan immunoglobulin apabila mereka terekspos denga pasien
campak.
Imunisasi terhadap pneumokokus dianjurkan untuk semua anak dengan sindroma
nefrotik yang berusia lebih dari 2 tahun, selama masa remisi dan lebih baik lagi pada masa-
masa mereka tidak mendapatkan steroid setiap hari. Booster diberikan setiap 5 tahun bagi
anak-anak yang mendapatkan imunisasi inisial sebelum berusia 5 tahun dan masih
mengalami relaps berlanjut.
II.10. Prognosis (2)
Sejak penggunaan kortikosteroid, , mortalitas pada sindroma nefrotik idiopati
mengalami penurunan secara dramatis dari 50% menjadi ± 2-5%. Disamping improvement
dalam daya juang, sindroma nefrotik idipoatik adalah penyakit kronik, penyakit relaps dan
kebanyakan pasien mengalami beberapa level morbiditas, termasuk di dalamnya :
o Perawatan inap
o Monitoring sering oleh orang tua dan dokter
35
o Pemberian obat dengan kejadian tidak diinginkan
o Rate tinggi kekambuhan ( relaps pada>60 % pasien )
o Berpotensi menjadi gagal ginjal dan gagal ginjal stadium akhir
Prognosis bervariasi, bergantung kepada apakah sindroma nefrotik responsif atau resisten
terhadap steroid atau tidak.
Pada mayoritas anak dengan sindroma nefrotik, terjadi relaps dalam 6bulan pertama dari
terapi intial. Hampir 50-60% relaps sering dan dependen steroid. Faktor yang mempengaruhi
relaps sering termasuk : usia < dari 3 tahun, remisi terlambat ( setelah 7-9 hari ) dan kejadian
relaps dini ( dalam 6 bulan pertama setelah terapi inisial ).(7)
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM telah dilakukan penelitian uji klinik
terhadap 2 kelompok pasien baru sindrom nefrotik. Kelompok I mendapat terapi steroid
60mg/m2/hari (FD) selama 4 minggu yang dilanjutkan dengan dosis 40mg/m2/hari selang
sehari (AD) selama 4 minggu, sedang kelompok II mendapat terapi steroid FD dan AD
masing-masing selama 6 minggu. Terhadap kedua kelompok tersebut diikuti selama 1 tahun
untuk melihat kekeraban kekambuhannya. Tidak didapatkan perbedaan klinis dan laboratoris
pada kedua kelompok tersebut. Kekambuhan pertama kali timbul dalam 4 minggu setelah
pengobatan pada 2 dari 8 (25%) anak kelompok II dan 3 dari 10 (30%) anak kelompok I.
Kekambuhan lebih dari 2 kali atau lebih dalam 6 bulan pertama setelah pengobatan terdapat
pada 4 (40%) anak kelompok I dan 2 (25%) anak kelompok II, sedangkan kekambuhan 4 kali
atau lebih dalam 1 tahun setelah pengobatan tidak ditemukan pada kelompok II, namun
didapatkan pada 2 (20%) anak kelompok I. Terdapat 1 (10%) anak kelompok I dan 2 (25%)
anak kelompok II yang tidak pernah kambuh. Disimpulkan bahwa sindrom nefrotik yang
mendapat terapi steroid awal lebih lama (12 minggu) mempunyai kecenderungan lebih jarang
kambuh bila dibandingkan dengan kasus yang mendapat terapi steroid awal lebih pendek (8
minggu).(8)
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Vogt BA, Avner ED. Chapter 527 : Nephrotic Syndrome. In :Kleigman RM, Behrman
RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. UK :
Elsevier;2007.p2191-2192.
2. Lane JC, Langman CB, Finberg L. Articles : Pediatrics Nephrotic Syndrome. Updated
Nov 11,2011. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview.
Accessed at : April 15th, 2013.
3. Halim H. Proteinuria. In :Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K.Kompendium
Nefrologi Anak.Jakarta:IDAI;2011.p27-32
4. Noer MS. Sindroma Nefrotik Idiopatik. In :Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah
K.Kompendium Nefrologi Anak.Jakarta:IDAI;2011.p72-88
5. Vogt BA, Avner ED. Chapter 527.1 : Idiopathic Nephrotic Syndrome. In :Kleigman
RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed.
UK : Elsevier;2007.p2192-2194.
6. Trachtman H, Larry, Smoyer G, Mahan J, Delbert W, Miles P, et al. Management of
Childhood Onset Nephrotic Syndrome. Journal Pediatrics 2009;124;747; originally
published online July 27, 2009;
7. Bagga A. Mantan M. Nephrotic Syndrome in Children.Indian J Med Res 122, July 2005, pp
13-28.
8. Tribono PP, Marwali EM, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Pengaruh Lama
Pengobatan Awal Sindroma Nefrotik Terhadap Terjadinya Kekambuhan. Sari Pediatri
2002;4(vol.1):2-6.
9. Kumar et al. Robbins Basic Pathology. 8th ed. UK:Elsevier;2008.
37
LAMPIRAN A
38
LAMPIRAN B
39