Date post: | 14-Aug-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | shelly-yoshianne-a |
View: | 182 times |
Download: | 12 times |
Makalah Pleno
Ascites dan Melena et causa Sirosis Hepatis
Disusun oleh:
Jamil Hasim Masahida 102009114
Putri Adheline Alang 102009233
Yordi Njudang 102010030
Shelly Yoshianne A 102010060
Maria Amelinda 102010128
Made Widhia 102010159
Maria Valentina Sari 102010205
Piter Pical 102010235
Ayu Sriningsih 102010295
Norlida binti Mohd Jamil 102010369
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Kebon Jeruk
Jakarta
2011
BAB I
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sirosis adalah penyakit kronis hati, di mana terjadi destruksi dan regenerasi
difus sel-sel parenkim hati dan peningkatan pertumbuhan jaringan ikat difus
yang menghasilkan disorganisasi arsitektur lobular dan vaskular. Struktur
normal hati digantikan dengan regenerasi nodul dan dikelilingi oleh jaringan
ikat yang terbentuk secara berlebihan. Sirosis sebenarnya merupakan kondisi
dinamis antara proses pencederaan sel (nekrosis), fibrosis serta penggantian sel
yang rusak dengan pembentukan nodul. Keadaan ini sangat mengganggu
pasokan bahan nutrisi, oksigen dan bahan metabolik pada berbagai daerah di
hati yang dapat memacu iskemia maka terjadinya sirosis yang lebih lanjut.1
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada
pasien yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Di seluruh dunia, sirosis menempati urutan ke-7 penyebab kematina. Sekitar
25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan
penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit
Dalam. Perawatan di rumah sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan
untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan
saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites,
spontaneous bacterial, peritonitis, serta hepatosellular carcinoma.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai
dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju
maka kasus sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari
seluruh populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara
kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.
Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan
waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan
insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus
kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan
steatohepatitis nonalkoholik dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi
0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3%
juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan
dari beberapa pusat pendidikan saja.2
1.2. Tujuan
Mampu mengetahui anamnesis yang berhubungan dengan sistem
hepatobiliar
Mampu mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjangnya
Mampu mengetahui diagnosis kerja dan diagnosis banding dari kasus yang
diberikan
Mampu mengetahui etiologi& patofisiologinya
Mampu mengetahui manifestasi klinisnya
Mampu mengetahui komplikasinya
Mampu mengetahui penatalakasanaannya
Mampu mengetahui prognosisnya
BAB II
2. Pembahasan
Pasien 65 Tahun datang dengna keluhan perut membesar sejak 3 bulan lalu. Pasien
mengatakan kakinya juga dirasa membengkak sejak 5 bulan yang lalu. Perut dan kedua
kakinya yang bengkak tidak disertai dengan rasa sakit, pasien juga kadang demam yang
tidak tinggi. 7hari smrs pasien mengatakan BAKnya mulai berwarna teh pekat, BAB
pasien berwarna kehitaman sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan dirinya saat
muda pernah diberitahu dokter menderita hepatitis. Riwayat konsumsi obat nyeri
tulang selama 6 tahun belakangan. Pada pemeriksaan fisik: BP 130/80mmHg, HR
98x/menit, RR 18x/menit, T 38’C, BB 85 kg.
2.1. Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari
rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung atau tidak langsung. Tujuan
dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis,
psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah
membina hubungan dokter pasien yang profesional dan optimal. 3
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan fakta tentang keadaan penyakit si pasien,
berikut dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Wawancara dapat dilakukan
dengan pasien sendiri yang disebut auto-anamnesis tetapi dapat juga dilakukan
dengan menanyai keluarga atau yang menemani pasien misal pada anak-anak atau
bila pasien dalam keadaan gawat atau menderita strok dengan afasia dan disebut
allo-anamnesis.
Dalam melakukan anamnesis diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati
yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan nonverbal
yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien
datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih
kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan.3
Beberapa komponen riwayat kesehatan:
Identifikasi data
Mengidentifikasi data seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pernikahan.
Sumber riwayat biasanya pasien, tetapi dapat juga dari anggota keluarga, teman,
surat rujukan
Keluhan utama
Satu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien mencari
perawatan
atau rekam medis.
Penyakit saat ini
Menjelaskan keluhan utama, gambarkan bagaimana perkembangan setiap gejala,
tunjukan tujuh gambaran dari setiap gejala yaitu lokasi (di mana, apakah
menyebar), kualitas (seperti apa rasanya), kuantitas atau keparahan (seberapa
parah), waktu terjadinya gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama,
seberapa sering gejala muncul), kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor
lingkungan, aktivitas individu, reaksi emosi, atau keadaan lain yang berperan
terhadap timbulnya penyakit), faktor yang meredakan atau memperburuk penyakit,
manifesatasi terkait (apakah anda mengenali hal-hal lain yang menyertai gejala
tersebut). Kemudian juga termasuk pikiran dan perasaan klien mengenai
penyakitnya. Poin pengkajian dapat mencakup medikasi, alergi, kebiasaan merokok,
alkohol, karena kerap kali terkait dengan penyakit yang sedang diderita.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan :
1. Apakah pasien merasa nyeri di abdomen (lokasi, penjalaran, onset)?
2. Apakah pasien merasa mual-muntah (warna, darah, jumlah muntahan, terasa
asam atau tidak, terasa nyeri tidak)?
3. Apakah pasien ada anoreksia (apa ada penurunan berat badan, bagaimana
dengan nafsu makan, atau takut makan akibat nyeri)?
4. Apakah pasien sering cepat lelah, sesak napas (berapa jauh jarak hingga merasa
sesak, dapat berbaring terlentang/tidak, apa sering terbangun pada malam
hari)?
5. Apakah kulit menjadi kuning secara spontan?
6. Bagaimana dengan warna urin?
7. Adakah bengkak di kaki, apakah perut membuncit, berat badan turun, sakit
kepala?
8. Apakah pasien mengalami perdarahan gusi atau mimisan?
9. Apakah pasien mengalami hematemesis-melena?
Riwayat kesehatan masa lalu
Penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat dewasa
lengkap dengan waktunya yang sedikitnya mencakup empat kategori berikut:
medis, pembedahan; obstetrik/ginekologik dan psikiatrik, termasuk praktik
mempertahankan kesehatan seperti imunisasi, uji skrining, masalah gaya hidup, dan
keamanan rumah.
Pertamyaan lain yang dapat ditanyakan pada pasien:
- Adakah riwayat gangguan hematologis (misalnya limfoma, leukemia)?
- Adakah riwayat penyakit hati?
- Pernahkah pasien mengalami infeksi (misalnya malaria)?
- Adakah riwayat kondisi metabolik turunan (misalnya penyakit Gaucher)?
- Apakah pasien mengalami perubahan pola tidur?
- Apakah pasien mempunyai riwayat konsumsi alkohol (berapa banyak)?
- Apakah pasien mempunyai riwayat penggunaan obat-obatan terlarang, baik
menggunakan jarum suntik atau tidak, riwayat transfusi darah?
- Apakah pasien mempunyai riwayat penggunaan obat-obatan lain?
Riwayat keluarga
Gambaran atau diagram usia dan keadaan kesehatan atau usia dan penyebab
kematian, apakah bersumber dari saudara kandung, orangtua, dan kakek nenek.
Dokumen yang menunjukan ada atau tidak adanya penyakit khusus dalam keluarga,
seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, dan sebagainya.
Riwayat pribadi dan sosial
Jelaskan tentang tingkat pendidikan, suku bangsa keluarga, keadaan rumah tangga
saat ini, minat individu, dan gaya hidup.2,4,5
2.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan teknik pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan tanda-tanda penyakit yang diidap pasien. Pemeriksaan fisik sudah
dapat dinilai, mulai dari saat pasien masuk ke ruang praktek, melihat bentuk
tubuh, cara berjalan, cara bergerak dan kesadaran umum. Sekilas sudah tampak
sakit ringan, sedang ataupun berat. Akan terlihat juga kesadaran, sesak bengkak,
di seluruh badan atau di muka, warna kulit kuning atau pucat dan keadaan gizi.
Selanjutnya diperiksa tanda-tanda vital yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi,
frekuensi, napas dan suhu tubuh.2,6
Status
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Denyut nadi : 98x/menit
Frekuensi nafas : 18x/menit
Suhu : 38 C⁰
Berat badan : 85 kg
Tabel 1. Pemeriksaan Fisik Head to Toe.
Sirosis Hepatis
Kulit Kepala & Tengkorak -
Rambut +/- (rambut berkurang)
Telinga -
Mata & Pupil Mata + (jaundice)
Hidung dan mulut +/- (perdarahan gusi/mimisan)
Leher + (spider nevi)
Paru -
Jantung -
Hati + (membesar/mengecil)
Lien + (pembesaran)
Usus -
Apendiks -
Kulit + (jaundice, vena kolateral, asites, spider
nevi)
Anus + (hemoroid)
Vagina -
Alat gerak atas & bawah + (udem, Erythema Palmaris, spider nevi,
flapping tremor, clubbing finger)
Inspeksi
Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada regio
hipokondrium kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misal
pada tumor hati) akan terlihat permukaan abdomen yang asimetris antara
hipokondrium kanan dan kiri. Untuk memudahkan perabaan hati diperlukan
dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk
sudut 45-60o dan pasien diminta untuk menarik napas panjang. Kemudian
pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah kemudian pada awal
inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah parabolik. Selanjutnya
diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa
dengan hati pada saat inspirasi maksimal.
Palpasi
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar
dinding abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi
palmar radial jari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari
terlipat di bawah palmar manus. Lebih tegas lagi bila arah jari membentuk
sudut 450 dengan garis median. Ujung jari terletak pada bagian lateral
muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median untuk
memeriksa hati lobus kiri.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju tepi lengkung iga kanan.
Dinding abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga
dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan
posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga. Penekanan dilakukan pada
saat pasien sedang inspirasi. Bila pada palpasi, kita dapat meraba adanya
pembesaran hati, maka harus dilakukan deskripsi sebagai berikut:
- Berapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga kanan?
- Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatis akut atau
tumpul pada tumor hati?
- Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau
keras (pada tumor hati)?
- Bagaimana permukaannya? Pada tumor hati permukaannya teraba
berbenjol.
- Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada kelainan
antara abses hati, tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat
dirasakan adanya fluktuasi.
Pada palpasi hati, letakkan tangan kiri pada iga kanan bawah dan arahkanlah
jari-jari tangan kanan bawah anda ke arah bahu kanan, dan lakukan
penekanan. Mintalah pasien untuk menarik nafas dalam. Tepi hati akan
terasa menyentuh ujung jari tangan ketika turun pada waktu inspirasi.
Secara progresif, lakukanlah palpasi lebih rendah sampai mencapai krista
iliaca. Hati yang sangat membesar lebih sering tidak ditemukan ketimbang
hati yang sedikit membesar. Sebagai teknik alternatif, dapat meletakkan
tumit tangan kiri pada margo kosta dan melengkungkan jari tangan di atas
tepi hati kerika pasien sedang menarik nafas. Pembesaran lobus kiri hati
dapat melintas garis tengah sampai ke hipokondrium kiri. Kalau hati teraba,
perhatikanlah apakah tepinya tidak nyeri, nyeri tekan, tajam atau tumpul.
Yang terakhir ini merupakan tanda pembengkakkan yang merata. Pada
keadaan normal, hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali pada beberapa
kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-2 jari di
bawah lengkung iga harus dikonfirmasi apakah hal tersebut memang suatu
pembesaran hati atau karena adanya perubahan bentuk diafragma (misal
emfisema paru).
Perkusi
Perkusi menggambrakan batas-batas statik antara jaringan-jaringn dengan
kepadatan yang berbeda-beda. Tekniknya sama seperti perkusi thorak. Jari
pasif yang diletakkan dengan hati-hati di abdomen diketuk oleh jari fleksor
dengan ketukan stakato dan bunyi serta retensinya diperhatikan. Jika tepi
hati, teraba di hipokondrium kanan, harus menetukan apakah hati benar-
benar membesar atau hanya terdorong ke bawah. Lakukanlah perkusi pada
paru-paru anterior yang resonan dan bergeraklah ke bawah sampai pekak
hati menunjukkan batas atas. Lebarnya berbeda-beda dari satu pasien ke
pasien lain, tetapi ukuram yang melebihi 12 cm mungkin abnormal. Perkusi
di daerah epigastrium dan hipokondrium kiri menimbulkan bunyi timpani
karena adanya gelembung gas di dalam lambung. Perkusi memastikan dan
memperjelas banyak penemuan pada palpasi. Nyeri tekan pantulan dapat
diperoleh dengan perkusi dan juga dengan palpasi. Pekak yang berpindah
menunjukkan asites. Cairan bebas menyebabkan usus mengandung udara
terapung-apung di bagian paling atas, dan enyataan ini dimanfaatkan dengan
perkusi. Pasien yang berbaring, mulailah perkusi di garis tengah dan
bergeraklah ke kedua pinggang. Tandailah dengan pena tempat dimana
resonan berubah menjadi pekak. Gulingkanlah tubuh pasien ke salah satu sisi
dan ulangi prosedur itu pada sisi yang lebih rendah. Gulingkanlah tubuh
pasien ke sisi lainnya dan ulangi. Jarak antara garis yang dibuat ketika pasien
telentang dan ketika tubuhnya digulingkan menunjukkan jumlah cairan
karena permukaan airan akan selalu rata. Pada kasus asites yang meragukan,
berusahalah menemukan puddle sign (tanda genangan). Suruhlah pasien
untuk berdiri di atas keempat anggota tubuhnya. Sekarang cairan akan
tergenang di umbilikus dimana ia akan menemukan daerah yang pekak.
Auskultasi
Auskultasi dengan diafragma stetoskop merupakan langkah kedua pada
pemeriksaan abdomen. Perhatikan bahwa urutan pemeriksaan dsini berbeda
dengan bagian tubuh lain dimana auskultasi mendahului palpasi. Diafragma
diletakkan dengan kontak penuh pada kulit abdomen. Bising pertama yang
dinilai gas usus dan dapat dinilai pada setiap kuadran. Tekan diafragma
terhadap kulit dan dengar bunyi gemuruh intemiten pada aktivitas usus
normal. Dengan meletakkan diafragma pada epigastrium (garis tengah tepat
d bagian bawah dari xifoideus) maka hantaran bunyi jantung sering dapat
terdengar, kadang-kadang lebih baik daripada di perikordium, terutama bila
sebagian paru emfisema ditutupi jantung dan mengurangi hantaran bunyi.
Dengan diafragma tepat di atas umbilikus dan ditekan dalam, maka bunyi
sistolik dapat terdengar pada aorta abdominalis. Suara bruit dapat terdengar
pada pembesaran hati akibat tumor hati yang besar.2,6,7
2.3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar
bilirubin total dan albumin, dan globulin serum, pemeriksaan alkali fosfatase, AST, ALT,
dan PT (Protrombin Time), pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan histologi dari
biopsi hati. Pada sirosis hati, pemeriksaan darah lengkap memperlihatkan adanya
anemia, leucopenia, atau trombositopenia. Pemeriksaan fungsi hati dilakukan terhadap
contoh darah. Sebagian besar pemeriksaan bertujuan untuk mengukur kadar enzim
atau bahan-bahan lainnya dalam darah, sebagai cara untuk mendiagnosis kelainan di
hati.
Pemeriksaan untuk mengukur hasil pemeriksaan menunjukkan :
1. Alkalin Fosfatase. Enzim yg dihasilkan di dalam hati, tulang & plasenta; yang
dilepaskan ke hati bila terjadi cedera atau pada aktivitas normal tertentu, mis.
pertumbuhan tulang atau kehamilan. Hasil pemeriksaan menunjukan
penyumbatan saluran empedu, cedera hati & beberapa kanker
2. Alanin Transaminase (ALT). Enzim yg dihasilkan di hati, yg dilepaskan ke dalam
darah jika sel hati mengalami luka. Hasil pemeriksaan menunjukan luka pada sel
hati (mis. hepatitis).
3. Aspartat Transaminase (AST). Enzim yg dilepaskan ke dalam darah jika hati,
jantung, otot atau otak mengalami luka Luka di hati, jantung, otot atau otak.
Bilirubin Komponen dari cairan pencernaan (empedu) yg dihasilkan oleh hati.
Hasil pemeriksaan menunjukan penyumbatan aliran empedu, kerusakan hati,
pemecahan sel darah merah yg berlebihan
4. Gamma-glutamil Transpeptidase. Enzim yg dihasilkan oleh hati, pankreas &
ginjal; dilepaskan ke dalam darah hika organ-organ tsb mengalami luka. Hasil
pemeriksaan menunjukan kerusakan organ, keracunan obat, penyalahgunaan
alkohol, penyakit pankreas
5. Laktik Dehidrogenase. Enzim yg dilepaskan ke dalam darah jika organ tertentu
mengalami luka. Hasil pemeriksaan menunjukan kerusakan hati, jantung, paru-
paru atau otak & pemecahan sel darah merah yg berlebihan
6. 5-nukleotidase. Enzim yg hanya terdapat di hati; dilepaskan ke dalam darah jika
hati mengalami cedera. Hasil pemeriksaan menunjukan penyumbatan saluran
empedu atau gangguan aliran empedu
7. Albumin. Protein yg dihasilkan oleh hati & secara normal dilepaskan ke dalam
darah; salah satu fungsinya adalah menahan cairan dalam pembuluh darah. Hasil
pemeriksaan menunjukan kerusakan hati.
8. Alfa-fetoprotein. Protein yg dihasilkan oleh hati janin dan buah zakar (testis) .
Hasil pemeriksaan menunjukan hepatitis berat atau kanker hati atau kanker
testis.
9. Antibodi Mitokondrial. Antibodi untuk melawan mitokondria, merupakan
komponen sel sebelah dalam. Hasil pemeriksaan menunjukan sirosis bilier
primer & penyakit autoimun tertentu, mis. hepatitis menahun yg aktif.
10. Waktu Protombin
- (Protombin Time) Waktu yg diperlukan darah untuk membeku
- (pembekuan memerlukan vit. K & bahan-bahan yg dibuat oleh hati). 8,9
Tabel 2. Nilai Normal Untuk Masing-Masing Pemeriksaan Laboratorium 10
Parameter Biokimia Hati Rentang Nilai Normal
Bilirubin total 2-20 mmol/L
Bilirubin direk (terkonjugasi) 1,7-5,1 mmol/L
Bilirubin indirek 1,7-17,1 mmol/L
AST / SGOT Pria: ≥ 37 U/L, wanita: ≥31 U/L
ALT / SGPT Pria: ≥42 U/L, wanita: ≥32 U/L
ALP Pria:52-128 U/L, wanita: 49-98 U/L
Gamma glutamil transferase (GGT) 0-45 IU/L (rata-rata dewasa)
10-80 IU/L (pria)
5-25 IU/L (wanita)
Albumin 3,8-5,1 g/dL
Waktu protrombin 10-14 detik
Hasil pemeriksaan laboratorium berikut dapat dijumpai apabila terdapat kerusakan hati:
1. Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokromik normosites, hipokrom mikrositer,
atau hipokrom makrositer.
2. Kenaikan SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat dan luasnya kerusakan
parenkim hepar. Kenaikan SGOT dan SGPT dalam serum merupakan akibat
kebocoran dari sel yang rusak. Peningkatan kadar gamma GT sama dengan kedua
enzim transaminase, ini lebih sensitif tapi kurang spesifik.
3. Kadar albumin, rendahnya kadar albumin merupakan cerminan kemampuan sel
hati yang kurang.
4. Pemeriksaan CHE (Cholinesterase), penting dalam menilai fungsi sel hati. Jika
terjadi kerusakan sel hati maka kadar CHE turun.
5. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan
diet garam.
6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati.
Pemberian vit K parenteral dapat memperbaiki masa protrombin. Pemeriksaan
hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan
perdarahan baik dari varises esofagus, gusi maupun epistaksis.
7. Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya
kemampuan sel hati membentuk glikogen.
8. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbeAg,
HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hati. 2
Terdapat bermacam-macam pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya kelainan pada hepar dan organ-organ di sekitarnya.
Pemeriksaan Laboratorium dan imaging
1. Breath test dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir
sejumlah obat.
2. USG menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati,kandung empedu dan
saluran empedu. Pemeriksaan ini paling bagus untuk mengetahui kelainan struktural
seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling murah,paling aman dan paling peka
untuk memberikan gambaran kandung empedu dan saluran empedu.
3. Imaging Radionuklida (radioisotop) menggunakan bahan yang mengandung perunut
radioaktif,yang disutikan ke dalam tubuh dan diikat ke organ tertentu.
4. Skening hati merupakan gambaran radionuklida yang menggunakan substansi
radioaktif,yang diikat sel-sel hati.
5. Koleskintigrafi menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang dari hati ke saluran
empedu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui peradangan akut dari kandung
empedu.
6. CT scan bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama digunakan
untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar)
seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang menebal abnormal
(hemokromatosis). Tetapi karena pemeriksaan ini mahal maka jarang digunakan.
7. MRI memberikan gambaran yang sempurna seperti CT scan, Namun pemeriksaan ini
lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu yang lama dan penderita harus
berbaring dalam ruangan yang sempit,menyebabkan beberapa penderita mengalami
klaustrofobia (takut akan tempat sempit).
8. Kolangiopankreatografi endoskopik retrogard merupakan suatu pemeriksaan dimana
endoskopi dimasukan ke dalam mulut,melewati lambung dan usus duabelas jari
menuju ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikan ke dalam saluran
empedu dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan
peradangan pankreas pada 3-5% penderita.
9. Kolangiografi transhepatik perkutaneus menggunakan jarum panjang yang
dimasukkan melalui kulit ke dalam hati kemudian disuntikan zat radiopak ke dalam
salah satu saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum.
Rontgen secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam
hati.
Biopsi hati
Suatu contoh jaringan hati bisa diambil selama pembedahan eksplorasi, tetapi lebih sering
diperoleh melalui sebuah jarum yang dimasukkan lewat kulit menuju ke hati.Sebelum
dilakukan prosedur ini, diberikan bius lokal kepada penderita.Skening ultrasonik atau CT
bisa digunakan untuk menentukan lokasi daerah yang abnormal, darimana contoh jaringan
hati diambil.Biasanya penderita yang menjalani prosedur ini tidak perlu menjalani rawat
inap.
Setelah diperoleh contoh jaringan, penderita dianjurkan untuk tidak segera meninggalkan
rumah sakit (minimal selama 3-4 jam), karena prosedur ini memiliki resiko terjadinya
komplikasi:
- Hati bisa mengalami robekan dan bisa terjadi perdarahan ke dalam perut
- Empedu bisa mengalami kebocoran ke dalam perut, menyebabkan peradangan
selaput perut (peritonitis).
Pada sekitar 2% penderita, komplikasi ini bisa menyebabkan masalah yang serius dan 1
dari 10.000 orang, meninggal setelah menjalani prosedur ini.
Setelah biopsi hati sering timbul nyeri ringan di perut kanan bagian atas, yang kadang
menjalar ke bahu kanan, dan biasanya akan menghilang setelah pemberian analgesik (obat
pereda nyeri).
Pada biopsi hati transvenosa, sebuah kateter dimasukkan kedalam suatu vena leher,
menuju ke jantung dan ditempatkan ke dalam vena hepatik yang berasal dari hati. Jarum
kateter kemudian dimasukkan melalui dinding vena kedalam hati. Dibandingkan dengan
biopsi hati perkutaneus, tehnik ini tidak terlalu mencederai hati, dan bahkan bisa
digunakan pada seseorang yang mudah mengalami perdarahan. 8,9
2.4. Diagnosis kerja
Ascites et causa sirosis hepatis et causa HVB Kronik, HVC, Hepatotoksik
Alkoholisme, Hepapotoksik Imbas Obat
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites
dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di
rongga peritoneum dapat terjadi melalui mekanisme dasar yaitu transudasi dan
eksudasi, asites yang berhubungan dengan sirosis hati dan hipertensi vena porta
merupakan salah satu contoh transudasi. Asites jenis ini paling sering dijumpai di
Indonesia. Asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik pada beberapa
penyakit. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasar jadi semakin
kompleks. Infeksi pada cairan asites dapat memperparah penyakit dasarnya oleh
karena itu asites ini harus dikelola dengan baik. Pada bagian ini terutama akan
dibahas lebih dalam asites akibat sirosis dan hipertensi porta.2
Istilah sirosis hati diberikan oeh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros
yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-
nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut
yaitu suatu keadaan diosrganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal
akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. 2
Secara lengkap sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan
menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar
parenkim hati yang mengalami regenerasi. 11
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit
jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti
belum ada gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai
gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas.
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul >
3mm) atau mikronodular (besar nodul < 3mm) atau campuran mikro dan
makronodular.
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu,
mikronodular, makronodular, campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-
dan makronodular). Secara Fungsional Sirosis terbagi atas sirosis hati kompensata.
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atau di kompensata ini belum
terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening. Sirosis hati Dekompensata dikenal dengan Active Sirosis
hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites,
edema dan ikterus.2
Salah satu penyebab sirosis hati adalah hepatitis. Hepatitis adalah peradangan hati
karena berbagai sebab. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut
“hepatitis akut”, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut “hepatitis
kronis”. 2
Hepatitis viral akut memberi suatu spektrum tanda-tanda klinis dan manifestasi
laboratorium yang luas. Ini dapat berkisar menurut parahnya penyakit, dari
penyakit yang tidak jelas (inapparent), infeksi yang asimtomatik, sampai penyakit
yang fulminan, yang dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari saja.
Kebanyakan pasien hepatitis viral menunjukkan pola penyakit yang khas. Pola
yang tidak khas (atypical pattern) ditemukan pada sebagian kecil saja. 2
Sirosis hepatis ec HBV. Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang
tergolong berbahaya di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B
(VHB) yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun. Seperti hal Hepatitis C, kedua penyakit ini dapat menjadi kronis dan
akhirnya menjadi kanker hati. Proses penularan Hepatitis B yaitu melalui
pertukaran cairan tubuh atau kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi
Hepatitis B. 2
Adapun beberapa hal yang menjadi pola penularan antara lain penularan dari ibu
ke bayi saat melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik, maupun
penggunaan alat kebersihan diri (sikat gigi, handuk) secara bersama-sama.
Hepatitis B dapat menyerang siapa saja, akan tetapi umumnya bagi mereka yang
berusia produktif akan lebih beresiko terkena penyakit ini. 2
Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam,
sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sclera). Namun bagi
penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut,
sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko. 2
Sirosis hepatis ec HCV. Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan
oleh virus Hepatitis C (VHC). Proses penularannya melalui kontak darah {transfusi,
jarum suntuk (terkontaminasi), serangga yang menggigit penderita lalu menggigit
orang lain di sekitarnya}. Penderita Hepatitis C kadang tidak menampakkan gejala
yang jelas, akan tetapi pada penderita Hepatitis C kronik menyebabkan
kerusakan/kematian sel-sel hati dan terdeteksi sebagai kanker hati. Sejumlah 85%
dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati
bertahun-tahun. 2
Penderita Hepatitis C seringkali orang yang menderita Hepatitis C tidak
menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya.
Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah lelah, hilang selera makan,
sakit perut, urin menjadi gelap dan kulit atau mata menjadi kuning, yang disebut
“jaundice” (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan
enzim hati pada pemeriksaan urin, namun demikian pada penderita Hepatitis C
justru terkadang enzim hati fluktuasi bahkan normal. 12
Tabel 3. Macam-macam Hepatitis Virus
Virus
Hepatitis
Epidemi Route
Transmisi
Masa
Inkubasi
Hepatitis A Akut Fecal-oral 2-6 minggu
Hepatitis B Akut/Kronik Parenteral 2-6 bulan
Hepatitis C Kronik Parenteral 2 minggu – 5
bulan
Hepatitis D Akut/Kronik Parenteral 1-4 bulan
Hepatitis E Akut Fecal-oral 2-8 minggu
Sirosis hepatis ec Hepatitis imbas obat. Karena metabolisme yang unik dan
hubungan yang dekat dengan saluran pencernaan, hati rentan terhadap cedera
dari narkoba dan zat lainnya. 75% darah yang datang ke hati tiba langsung dari
organ pencernaan dan kemudian ke lien melalui vena portal yang membawa obat
dan xenobiotik dalam bentuk murni. Beberapa mekanisme bertanggung jawab baik
untuk kerusakan hati atau memperburuk proses kerusakan. Banyak bahan kimia
merusak mitokondria, organel intraseluler yang menghasilkan energi. Pada
disfungsinya, ia akan membebaskan banyak oksidan yang pada akhirnya, melukai
sel-sel hati. Aktivasi dari beberapa enzim dalam sistem sitokrom P-450 seperti
CYP2E1 juga menyebabkan stress oksidatif. Cedera pada sel hepatosit dan saluran
empedu menyebabkan akumulasi asam empedu di dalam hati. Hal ini mendorong
kerusakan hati lebih lanjut. Sel non parenkim seperti sel kupfer, sel stellata, dan
leukosit (yaitu neutrofil dan monosit) juga memiliki peran dalam mekanisme
tersebut. 2,12
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai dengan
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel – sel hati yang uniform dan
sedikit nodul regenerative. Sehingga kadang – kadang disebut sirosis
mikronodular. Sirosis mikronodular dapat disebabkan oleh penyakita atau cedera
hati lainya tapi 3 lesi utama yang menyebabkannya adalah 1) perlemakan hati
alkoholik 2) hepatitis alkoholik dan 3) sirosis alkoholik.
1. Perlemakan Hati Alkoholik. Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang
oleh vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang
mendorong inti hepatosit ke membrane sel.
2. Hepatitis alkoholik.
a. Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan
alcohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang
terjadi dapat berkontraksi ditempat cedera dan merangsang pembetukan
kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat
seperti jarring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena
sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati
yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk
nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi
perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil,
berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.
b. Mekanismenya adalah sebagai berikut 1) Hipoksia sentrilobular,
metabolism asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular,
terjadi hipoksemia relative dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran
darah yang teroksigenasi (missal daerah perisentral) 2) Infiltrasi/aktivitas
neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh hepatosit yang
memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan
hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease dan
sitokin 3) Formasi acetal dehyde-protein adducts berperan sebagai
neoantigen dan menghasilkan limfosit yang tersentitisasi serta antibody
spesifik yang menyerang hepatosit pembawa antigen ini. 4) Pembentukan
radikal bebas oleh jalur alternative dari metabolism etanol, disebut system
yang mengoksidasi enzim mikrosomal.
c. Pathogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin antara lain tumor
necrotic factor, interleukin-1, PDGF dan TGF-beta. Asetaldehid
kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik
utama pada fibrosis alkoholik.
3. Sirosis hati pasca nekrosis.
a. Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur dan
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat
dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran
makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi dengan sejumlah besar
jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya
tidak teratur.
b. Pathogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir menunjukkan
adanya sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata
mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks
ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan
perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang
berlangsung secara terus menerus (missal: hepatitis virus, bahan – bahan
hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk
kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka fibrosis akan berjalan
terus didalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh
jaringan ikat. Sirosis hati yang disebabkan oleh etiologi lain frekuensinya
sangat kecil sehingga tidak dibicarakan di sini.2,13
Melena et causa sirosis hepatis
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan lengket
yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Melena timbul bilamana hemoglobin
dikonversi menjadi hematin atau hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14
jam. Umunya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna bagian atas
atau usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan
kolon sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas. Tidak semua kotoran hitam
ini melena karena bismuth, sarcol, licorice, obat-obat yang mengandung besi
(obat tambah darah) dapat menyebabkan feses menjadi hitam. Oleh karena itu
dibutuhkan tes guaiac untuk menentukan adanya hemoglobin.
Sumber perdarahannya biasanya juga berasal dari saluran cerna atas, meskipun
demikian dapat juga dimulai dari usus disebelah bawah ligamentum Treitz
sampai dengan kolon proksimal. Melena biasanya menggambarkan pendarahan
pada esophagus lambung duodenum, tetapi lesi di jejunum,jejunum bahkan
colon asendens bisa menyebabkan melena asalkan waktu pejalanan melalui
traktus gastrointestinalis cukup panjang,warna melena yang hitam terjadi
akibat bat kontak darah dengan asam hidroclorida sehingga terbentuk
hematin,tinja tersebut akan berbentuk seperti ter ( lengket) dan menimbulkan
bau yang khas. 2,13
Dari penelitian Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM di dapatkan
penyebab perdarahan saluran cerna baian atas terbanyak adalah pecahnya
varises esophagus. Penyebab varises esofagus merupakan yang terbanyak di
Indonesia , disebabkan oleh penyakit sirosis hati. Secara teoritis lengkap
terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh
ketidak seimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif
meningkat atau factor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan faktor
agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat
anti inflamasi non steroid (OAINS), obat kortikosteroid, infeksi Helicobacter
pylori dan faktor radikal bebas. Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu
aliran darah mukosa yang baik, sel epitel permukaan mukosa yang utuh,
prostaglandin, mukus yang cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang
normal, impermeabilitas mukosa terhadap ion H dan regulasi pH intra sel.14
2.5. Diagnosis banding
Asites et causa Sirosis Biliaris
Sirosis biliaris primer adalah penyakit hati kolestatik kronik progresif dan
sering fatal ditandai kerusakan salurang empedu intrafepatik, peradangan dan
pembentukan jaringan parut di porta dan akhirnya terjadi sirosis dan gagal hati.
Gambaran utamanya adalah kerusakan inflamatorik nonsupuratif saluran
empedu intrahepatik yang berukuran sedang. Terutama menyerang wanita 20-
80 tahun. Penyakitnya muncul perlahan awalnya sebagai pruritus, terus ikterus,
terus hepatomegali biasanya terbentuk xantoma dan xantelasma karena retensi
kolsterol. Stigmanata penyakit hati kronik muncul pada tahap lanjut penyakit.
Setelah 2 dkade pasien akan mengalami dekompensasi hati. Termasuk
hipertensi forta yang disertai perdarahan visceral dan ensefalo pati hepatica.
Perlahan dan tidak bergejala selama bertahun-tahun. Akhirnya timbul pruritus,
rasa lelah dan tidak nyaman di abdomen, yang seiring waktu diikuti oleh
gambaran sekunder xantoma dan xantelasma, steatorea dan osteomalacia atau
osteopororsis akibat malabsorbsi. Gambaran generalnya berupa ikterus dan
dekompensasi hati, termasuk hipertensi porta dan perdarahan varises.
Sumbatan berkempanjangan saluran empedu ekstra hepatic akan menyebabkan
perubahan besar dihati. Kausa tersering adalah kolelitiasis ekstrahepatik
dimana batu empedu berada pada saluran – saluran empedu diikuti oleh
keganasan empedu atau caput pancreas dan struktur lainnya. Gambaran
morfologik awal kholestasis dapat di tangani dan seluruhnya reversible jika
obstruksi ditangani, namun peradangan sekunder akibat obstruksi bisa
menimbulkan fibrosis periporta yang kemudian menjadi sirosis bilier sekunder
menyebabkan jaringan parut dan nodus hati. Obstruksi subtotal dapat
menyebabkan infeksi bakteri sekunder pada saluran empedu yang dapat
memperberat cedera inflamatorik. 13,15
Melena et causa Ulcus Peptikum
Ulkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena
lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh asam
lambung dan getah pencernaan.
Ulkus peptikum terjadi pada lapisan saluran pencernaan yang telah terpapar
oleh asam dan enzim-enzim pencernaan, terutama pada lambung dan usus dua
belas jari.
Nama dari ulkus menunjukkan lokasi anatomis atau lingkungan dimana ulkus
terbentuk.
Ulkus duodenalis, merupakan jenis ulkus peptikum yang paling banyak
ditemukan, terjadi pada duodenum (usus dua belas jari), yaitu beberapa
sentimeter pertama dari usus halus, tepat dibawah lambung.
Ulkus gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi di sepanjang lengkung
atas lambung. Jika sebagian dari lambung telah diangkat, bisa terjadi ulkus
marginalis, pada daerah dimana lambung yang tersisa telah disambungkan ke
usus.
Regurgitasi berulang dari asam lambung ke dalam kerongkongan bagian bawah
bisa menyebabkan peradangan (esofagitis) dan ulkusesofagealis. Ulkus yang
terjadi dibawah tekanan karena penyakit berat, luka bakar atau cedera disebut
ulkus karena stres.
Ulkus terjadi jika mekanisme pertahanan yang melindungi duodenum atau
lambung dari asam lambung menurun, misalnya jika terjadi perubahan dalam
jumlah lendir yang dihasilkan. Penyebab dari menurunnya mekanisme
pertahanan ini tidak diketahui.
Sebagian besar ulkus bisa disembuhkan tanpa disertai komplikasi lanjut.
Tetapi pada beberapa kasus, ulkus peptikum bisa menyebabkan komplikasi
yang bisa berakibat fatal, seperti penetrasi, perforasi, perdarahan dan
penyumbatan.
Perdarahan adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Gejala dari
perdarahan karena ulkus adalah muntah darah segar atau gumpalan coklat
kemerahan yang berasal dari makanan yang sebagian telah dicerna, yang
menyerupai endapan kopi, tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah.
Dengan endoskopi dilakukan kauterisasi ulkus. Bila sumber perdarahan tidak
dapat ditemukan dan perdarahan tidak hebat, diberikan pengobatan dengan
antagonis-H2 dan antasid. Penderita juga dipuasakan dan diinfus, agar saluran
pencernaan dapat beristirahat. Bila perdarahan hebat atau menetap, dengan
endoskopi dapat disuntikkan bahan yang bisa menyebabkan pembekuan. Jika
hal ini gagal, diperlukan pembedahan. 2
2.6. Etiologi
Etiologi dari sirosis di Negara barat yang sering akibat alkoholik sedangkan di
Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. hasil penelitian di
Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%,
dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui
dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. alcohol sebagai penyebab sirosis
di Indonesia mungkin frekuansinya kecil seklai karena belum ada datanya.2
Bila mungkin harus diketahui apakah sebabnya karena gizi yang buruk,
hepatitis virus, intoksikasi, kolestasis keras baik intrahepatik maupun
ekstrahepatik, penyakit granulomatosa, infeksi parasit seperti skistosomiasis,
atau penyakit metabolisme.
Berdasarkan klasifikasi etiologik dari sirosis hepatis, kekurangan nutrisi seperti
protein hewani terutama asam amino kolin, metionin, vitamin B kompleks,
tokofenol, kistein, atau alfa 1-antitripsin dapat menyebabkan sirosis. Hepatitis
virus, terutama penderita hepatitis B kronik dan hepatitis C sering menjadi
sirosis hepatis. Bendungan aliran vena hepatika yang dapat terjadi pada
penyakit veno oklusif, penyakit perikarditis konstriktif dan sindrom Budd-
chiari. Zat hepatotoksik dapat pula menjadi pemicu timbulnya sirosis seperti
aflatoksin maupun alcohol. Penggunaan obat-obatan seperti metrotreksat, INH,
metildopa. Hematokromatosis baik didapat maupun kongenital dapat pula
menjadi penyebab. Gangguan imunologis seperti hepatitis lupoid, dan hepatitis
kronik aktif dapat sebagai etiologi dari sirosis hepatis.
1. Hepatitis virus kronis (B, C). Penderita hepatitis B kronik aktif sering
menjadi sirosis.
2. Alkohol. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati;
dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis) ke hati
berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis), ke
sirosis.
3. Kelainan metabolik:
- Kayser Fleiscer Ring.
Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dansitoplasmin
- Penyakit Wilson (akumulasi tembaga yang abnormal)
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-
orangmuda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis
dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat
kehijauan.
- Defisiensi 1-alfa antitripsin
- Galaktosemia
- Tirosinemia
4. Kolestasis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi, penyebab sirosis
terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut
Biliary atresia. Pada penyakit ini, empedu memenuhi hati karena saluran
empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna
kuning (kulit kuning) setelah berusia 1 bulan. Kadang bisa diatasi dengan
pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan
hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita
penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat
mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Sirosis Bilier
Primer. Sirosis Bilier Sekunder dapat terjadi sebagai komplikasi dari
pembedahan saluran empedu.
5. Sumbatan saluran vena hepatika
Sindroma Budd-Chiari
Payah jantung
6. Gangguan imunitas (Hepatitis Lupoid)
Suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem imun yang
ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada
hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel
hati yang progresif, yang akhirnya menjurus pada sirosis.
7. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu :
1. Penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe sejak dilahirkan
2. Kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai
pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya
absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis
hepatis
8. Toksin dan obat-obatan (misalnya: metrotrexat, amiodaron, INH)
9. Malnutrisi, kekurangan protein hewani terutama asam amino kolin dan
metionin. Kekurangan vitamin B kompleks, tokoferol, kistein, atau alfa-1
antitripsin dapat menyebabkan sirosis. 2,11,16,17
2.7. Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan
waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau waktu autopsy. Keseluruhan insidensi
sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya
sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil
penelitian lain menyebutkan bahwa perlemakan hati akan mengakibatkan
steatohepatitis non alkoholik dengan prevalensi 4% dan berakhir dengan sirosis
hari dengan prevalensi 0.3%. prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis non
alkoholik dilaporkan 0.3% juga.
Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari
beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah pasien
sirosis hati berkisar 4.1% dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam
dalam kurun waktu 1 tahun (2004, tidak dipublikasi). Di Medan dalam kurun
waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh
pasien di bagian penyakit dalam. 2
2.8. Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut
dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau
perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif.
Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk
ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini.
Pada cedera yang akut, sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini
sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine
faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor
parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatosit, sel Kupffer, dan endotel
sinusoid sebagai respons terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh
peningkatan kadar sitokin transforming growth factor beta 1 (TGF-beta1)
ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1
kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada
akhirnya ukuran hati menyusut. 3
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran
dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti
endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen
mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal.
Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan
penekanan pada banyak vena di hati sehingga menganggu proses aliran darah
ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatosit dalam jumlah
yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga
menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat
menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab
terjadinya manifestasi klinis.
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan
aliran arteria splanchnicus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran
keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama
yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem
portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi
hepatik (varises).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler
sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini mengakibatkan aktivitas plasma
renin meningkat sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan
dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan
peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya
menyebabkan retensi cairan dan lama kelamaan menyebabkan asites dan juga
edema. 12
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit
hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul
dimana terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui
penyebabnya, misal dikarenakan alkohol, hepatitis virus, malnutrisi,
hemokromatis, penyakit Wilson, dan juga ada yang tidak diketahui
penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi sirosis
hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang
meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai
nodul. 2,12
Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites transudasi. Teori-
teori itu misalnya underfilling, overfilling, dan periferal vasodilatation. Menurut
teori underfilling asites dimulai dari volume cairan plasma yang menurun
akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan
meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia akan
menyebabkan transudasi, sehingga volume cairan intravaskular menurun.
Akibat volune cairan intravaskular menurun. Ginjal akan bereaksi dengan
melakukan reabsorpsi garam danair melalui mekanisme neurohormonal.
Sindrom hepatorenal terjadi bila volume cairan intravaskular sangat menurun.
Teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnya yang menunjukkan
bahwa pada pasien sirosis hari terjadi vasodilatasi perifer, vasodilatasi
splanchnic bed, peningkatan volume cairan intravaskular dan curah jantung.
Teori overfilling mengatakan bahwa asites dimulai dari ekspansi cairan plasma.
Akibat reabsorpsi air oleh ginjal. Gangguan fungsi itu terjadi akibat peningkatan
aktivitas hormon anti diuretik dan penurunan aktivitas hormon natriuretik
karena penurunan fungsi hati. Teori overfilling tidak dapat menerangkan
kelanjutan asites menjadi sindrom hepatorenal. Teori ini juga gagal
menerangkan gangguan neuroormonal yang terjadi pada sirosis hati dan asites.
Evolusi dari kedua teori itu adalah teori vasodilatasi perifer. Menurut teori ini
faktor patogenesis penyebab asites yang amayt penting adalah hipertensi porta
yang sering disebut sebagai faktor lokal dan gangguan fungsi ginjal yang sering
disebut faktor sistemik.
Akibat vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid terjadi peningkatan resistensi
sistem porta dan terjadi hipertensi porta. Peningkatan resistensi vena porta
diimbangi dengan vasodilatasi splanchnic bed oleh vasodilatator endogen.
Peningkatan resistensi sistem porta yang diikuti oleh peningkatan aliran darah
akibat vaso dilatasi splanchnic bed menyebabkan hipertensi porta menjadi
menetap. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan transudasi terutama
disinusoid dan selanjutnya kapiler usus. Transudat akan terkumpul pada rongga
peritoneum. Vasodilatator endogen yang dicurigai berperan antara lain:
glukagon, nitric oxide (NO), calcitonine gene related peptide (CGRP), endotelin,
faktor natriuretik atrial (ANF), polipeptida vasoaktif intestinal (VIP),
prostaglandin, enkefalin, dan tumor necrosis factor (TNF).
Vasodilatator endogen pada saatnya akan mempengaruhi sirkulasi arterial
sistemik, terdapat peningkatan vasodilatasi perifer sehingga terjadi proses
underfilling relatif. Tubuh akan bereaksi dengan meningkatkan aktivitas saraf
simpatik, sistem renin-angiotensin-aldosteron dan arginin vasopresin. Akibat
selanjutnya adalah peningkatan reabsorpsi air dan garan oleh ginjal dan
peningkatan indeks jantung. 2
2.9. Manifestasi klinis
Pasien dapat asimptomatik atau muncul dengan gejala konstitusional yang tidak
spesifik, atau gejala gagal hati, komplikasi hipertensi portal, atau keduanya.
Gejala yang tidak spesifik seperti kelelahan, mual, muntah, anoreksia,
perubahan pola tidur, perubahan libido, nyeri perut, dan malaise.18
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat 2 tipe gangguan
fisiologis: gagal hepatoselular dan hipertensi portal.
1. Manifestasi gagal hepatoselular
Terjadi ikterus pada 60% penderita dan biasanya minimal.
Hiperbilirubinemia tanpa ikterus lebih sering terjadi. Gangguan endokrin
sering terjadi pada sirosis karena hormon korteks adrenal, testis, dan
ovarium diinaktivasi di hati, sehingga terjadi peningkatan hormon-
hormon tersebut dalam tubuh. Akibatnya, terjadi spider naevi pada kulit,
atrofi testis, ginekomastia, alopesia pada dada dan aksila, dan eritema
palmaris, karena kelebihan estrogen dalam sirkulasi.
Gangguan hematologik yang seing terjadi antara lain kecenderungan
perdarahan karena masa proterombin memanjang akibat kurangnya
sintesis faktor pembekuan oleh hati. Anemia, leucopenia, dan
trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya
membesar (splenomegali), tapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel
darah dari sirkulasi sehingga dapat terjadi pansitopenia. Mekanisme lain
yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi
yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan hemolisis
eritrosit.
Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites, dan terjadi
karena hipoalbuminemia dan retensi daram dan air akibat kegagalan hati
menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik. Fetor hepatikum
(bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita, terutama koma
hepatikum) terjadi karena ketidakmampuan hati dalam memetabolisme
metionin.
Gangguan neurologis yang paling serius pada sirosis lanjut adalah
ensefalopati hepatik atau koma hepatikum, akibat kelebihan ammonia dan
peningkatan kepekaan otak terhadap toksin. Berkembangnya ensefalopati
hepatik sering merupakan keadaan terminal sirosis.12
2. Manifestasi hipertensi portal
Hipertensi portal secara langsung menyebabkan 2 komplikasi utama dari
sirosis, yaitu perdarahan varises dan asites. Selain itu, hipertensi portal
juga menyebabkan splenomegali dan hipersplenisme.
Hipertensi portal didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan vena porta hepatika > 5 mmHg. Keadaan ini
disebabkan oleh kombinasi 2 proses hemodinamik yang berlangsung terus
menerus, yaitu:
1. Peningkatan resistensi intrahepatik terhadap pasase aliran darah
melewati hati karena adanya sirosis dan nodul regeneratif, dan
2. Peningkatan sekunder aliran darah splanknikus karena vasodilatasi
dari pembuluh darah splanknikus.12
Kombinasi kedua faktor ini menghasilkan beban berlebihan pada sistem
portal yang akhirnya merangsang timbulnya aliran kolateral untuk
menghindari obstruksi hepatik sehingga terjadi varises. Saluran kolateral
penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada
esofagus bagian bawah sehingga terjadi varises esofagus. Perdarahan dari
varises ini sering menyebabkan kematian. Selain itu, sirkulasi kolateral
juga melibatkan vena superficial dinding abdomen, sehingga
mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus (caput medusae).
Sistem vena rectal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga
vena-vena berdilatasi dan dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid
interna. Namun perdarahan dari hemoroid yang pecah biasanya tidak
hebat, karena tekanan di daerah ini tidak setinggi tekanan pada esofagus
karena jarak yang lebih jauh dari vena porta. Splenomegali pada sirosis
terjadi karena kongesti pasif kronis akibat aliran balik dan tekanan darah
yang lebih tinggi pada vena lienalis. Peningkatan tekanan portal juga
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan
penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbunemia sehingga
menyebabkan oedem dan asites.12
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi:
Perasaan mudah lelah dan lemas
Perasaan perut kembung,
Selera makan berkurang
Mual
Berat badan menurun
Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, hilangnya dorongan seksualitas.1
Gejala sirosis lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi:
Hilangnya rambut badan
Gangguan tidur
Demam tidak begitu tinggi akibat nekrosis hepar
Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat
Perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi, sampai koma
Gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis.2
Temuan klinis sirosis hepatis meliputi spider angio maspiderangiomata atau
spider telangiektasi, suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena
kecil. Tanda – tanda ini seriditemukan di bahu, muka dan lengan atas.
Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan
peningkatan rasio estradiol/ testosterone bebas.
Tanda ini juga bias ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan pula pada
orang sehat walaupun umumnya lesi berukuran kecil.
Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaikan dengan perubahan metabolism esterogen. Tanda
ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan juga pada kehamilan, RA,
hipertiroidisme dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku – kuku murhche berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengna warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bias ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia yang lain sperti sindrom nefrotik.
Jari gada atau clubbing sering juga ditemukan pada sirosis bilier, osteoartopati
hipertrofi suatu periostitis proliperatif kronik, menimbulkan nyeri.
Kontraktur dupytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur
fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik
berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien DM, distrofi
reflex simpatetik dan perokok yang alcoholic berat.
Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,
ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki sehingga laki-
laki mengalai perubahan kearah feminieme. Kebalikannya pada perempuan
menstruasi cepat berhenti sehingga dikira mengalami fase menopause.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bias membesar, normal ataupun
mengecil. Bila mana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan teruatama pada sirosis nonalkoholik.
Perbesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta
dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang
berat.
Ikterus pada kulit dan membrane mukosa diakibatkan oleh bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tak terlihat. Warna urin gelap
seperti air teh pekat.
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari
tangan, dorsofleksi tangan.
Tanda – tanda yang menyertai diantaranya; deman yang tidak tinggi akibat
nekrosis hepar, batu pada vesica felea akibat hemolisis, pembesaran kelenjar
parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak,
fibrosis dan edema.
Diabetes mellitus dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin
dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pancreas. 2
2.10. Diagnosis
Asites
Asites lanjut amat mudah dikenali. Pada inspeksi akan tampak perut membuncit
seperti perut katak, umbilikus seolah bergerak kearah kaudal mendekati
simpisis os pubis. Sering dijumpai hernia umbilikalis akibat tekanan
intraabdomen yang meningkat. Pada perkusi, pekak samping meningkat dan
terjadi shifting dullness. Asites yang masih sedikit belum menunjukkan tanda-
tanda fisik yang nyata. Diperlukan cara pemeriksaan khusus misalnya dengan
pudle sign untuk menemukan asites. Pemeriksaan penunjang yang dapat
memberiksan informasi untuk mendeteksi asites adalag ultrasonografi. Untuk
menegakkan diagnosis asites, ultrasonografi mempunyai ketelitian yang tinggi.
Parasenstesis diagnostik sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites baru.
Pemeriksaan cairan asites dapat memberikan informasi yang amat penting
untuk pengelolaan selanjutnya, misalnya:
1. Gambaran makroskopik.
Cairan asites hemoragik, sering dihubungkan dengan keganasan. Warna
kemerahan dapat juga dijumpai pada asites karena sirosis hati akibat
ruptur kapiler peritoneum. Chillous ascites merupakan tanda ruptur
pembuluh limfe, sehingga cairan limfe tumpah ke peritoneum.
2. Gradien nilai albumin serum dan asites.
Pemeriksaan ini sangat penting untuk membedakan asites yang ada
hubungannya dengan hipertensi porta atau asites eksudat. Disepakati
bahwa gradien dikatakan tinggi bila nilainya >1,1 gram/dL. Kurang dari
nilai itu disebut rendah. Gradien tinggi terdapat pada asites transudasi
dan berhubungan dengan hipertensi porta sedangkan nilai gradien
rendah lebih sering terdapat pada asites eksudat. Konsentrasi protein
asites kadang-kadang dapat menunjukkan asal asites, misalnya protein
asites < 3 gram/dL lebih sering terdapat pada asites transudat sedangkan
konsentrasi protein > 3 gram/dL sering dihubungkan dengan asites
eksudat. Pemeriksaan ini terbukti tidak akurat karena nilai akurasinya
hanya kira-kira 40%
3. Hitung sel.
Peningkatan jumlah sel leukosit menunjukkan proses inflamasi. Untuk
menilai asal infeksi lebih tepat digunakan hitung jenis sel. Sel PMN yang
meningkat lebih dari 250/mm3 menunjukkan peritonitis bakteri
spontan. Sedangkan peningkatan MN lebih sering terjadi pada peritonitis
tuberkulosa atau karsinomatosis.
4. Biakan kuman.
Biakan kuman sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites yang
dicurigai terinfeksi. Asites yang terinfeksi akibat perforasi usus akan
menghasilkan kuman polimikroba sedangkan peritonitis bakteri spontan
monomikroba. Metoda pengambilan sampel untuk biakan kuman asites
sebaiknya disamakan dengan sampel untuk biakan kumah dari darah
yakni bed side innoculation blood culture bottle.
5. Pemeriksaan sitologi.
Pada kasus-kasus karsinomatosis peritoneum, pemeriksaan sitologi
asites dengan cara yang baik memberikan hasil true positive hampir
100%. Sampel untuk pemeriksaan sitologi harus cukup banyak (kira-kira
200ml) untuk meningkatkan sensitivitas. Harus diingat banyak tumor
penghasil asites tidak melalui mekanisme karsinomatosis peritoneum
sehingga tidak dapat dipastikan melalui pemeriksaan sitologi asites. 2
Sirosis
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau skrining untuk evaluasi
keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase,
gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu protombin.
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan
alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat ransaminase (SGPT)
meningkat tetapi tidak begitu tinggi. AST meningkat daripada ALT namum bila
transaminasi normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis hati. Pada orang
yang menderita sirosis hati jika kadar AST dan ALT nya meningkat drastic maka
semakin cepat orang tersebut meninggal.
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 – 3 kali dari batas normal. Konsentrasi
yang tinggi bila ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis
bilier primer.
Gamma glutamil transpeptidase (GGT) konsentrasinya sam halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik
kronik, hepatic, karena alcohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic
juga bias menyebabkan bocornya GGT dari hepatosist.
Bilirubin, konsentrasinya biasa normal pada sirosis hati kompensata tapi dapat
meningkat pada sirosis yang lanjut.
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai
dengan perburukan sirosis.
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis akibat sekunder dari pintasan,
antigen bakteri dari system porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi
produksi immunoglobulin.
Waktu protombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis memanjang, namun serum neuron terutama pada sirosis
dengan asites dikaitkan dengan kemampuan tidak bias eksresi air bebas.
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bias bermacam – macam, anemia
normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau makrositer. Anemia dengan
trombositopedia, lekopenia dan netropenia akibat splenomegali kongestif
berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan
karena pemeriksaannya non invasive dan juga mudah digunakan, namun
sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bias dinilai dengan USG meliputi
sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas dan adanya massa. Pada
sirosis hati lanjut, hati mengecil dan nodular permukaan irregular, dan ada
peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat
asites, splenomegali, thrombosis vena porta dan pelebaran venda porta, serta
skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
Tomografi terkomputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin
digunakan karena biasanya relative mahal.
Magnetic resonance imaging (MRI) peranannya tidak begitu nyata dalam
mendiagnosis sirosis dan harganya juga mahal.
Pada stadium kompensasi sempurna kadang – kadang sangat sulit menegakkan
diagnose sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompnsasi sempurna mungkin
bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat,
laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pada saat ini menegakkan diagnosis sirosis hati terdiri dari atas pemeriksaan
fisis laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy
hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang
berat dengan sirosis hati dini.
Pada stadium dekompensata diagnosis jelas karena gejala dan tanda – tanda
klinis sudah tampak dengna adanya komplikasi.2,13
Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan
menggunakan klasifikasi Child Pugh.
Tabel 4. Klasifikasi Child Pugh 19
Derajat
Kerusakan
Minimal Sedang Berat Satuan
Bilirubin (total) <35> 35-50 >50 (>3) mol/l (mg/dL)μ
Serum albumin >35 30-35 <30 g/L
Nutrisi Sempurna Mudah dikontrol Sulit
terkontrol
-
Ascites Nihil Dapat terkendali
dengan
pengobatan
Tidak dapat
terkendali
-
Hepatic
encephalopathy
Nihil minimal Berat/koma -
Melena
Melena umumnya terjadi akibat perdarahan pada gastrointestinal bagian depan.
Namun dapat juga terjadi bila hewan mengingesti darah dari rongga mulut atau
saluran respirasi. Melena biasanya berkaitan dengan vomit, anoreksia, berat
badan turun atau membrana mukosa pucat. Pemeriksaan fisik yang ditemukan
bergantung pada penyebab penyakit.
Hemogram menunjukkan anemia mikrositik hipokromik bila pasien mengalami
perdarahan yang kronis, neutrofilia atau trombositopenia. Gambaran biokimia
darah menunjukkan penyebab melena ekstraintestinal (gagal ginjal atau
penyakit hepar). Urinalisis biasanya normal. Pemeriksaan lain profil koagulasi
biasanya abnormal. Pemeriksaan feses menunjukkan penyebab (parasit).2
2.11. Komplikasi
Bila sirosis hati berlanjut progresif maka gambaran klinis, prognosis dan
pengobatan bergantung pada dua kelompok besar komplikasi:
1. Kegagalan hati (hepatoseluler)
Dibagi dalam 2 kelompok yaitu kegagalan ekstrinsik dan intrinsik.
Kegagalan ekstrinsik dapat disebakan oleh:
- Infeksi sekunder
- Gangguan elektrolit, terutama hipokalemi
- Perdarahan, terutama saluran cerna atau pecahnya varises esofagus
- Syok hipovolemik, antara lain pada parasentesis asites yang berlebihan
- Pemberian protein dalam makanan yang berlebihan dapat meningkatkan
kadar amonia darah
2. Hipertensi portal
- Kegagalan hati, timbul spider nevi, eritem Palmaris, atrofi testis,
ginekomastia, ikterus, ensefalopati. Timbul asites akibat hipertensi
portal dengan hipoalbumin akibat kegagalan hati.
- Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran
pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena
kolateral dinding perut.
- Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah
yang menimbulkan perdarahan, angka kematiannya sangat tinggi,
sebanyak dua pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan
beberapa cara.13
Bila komplikasi berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul
komplikasi lain berupa
Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis
bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien
asimptomatik, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.2
Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.2
Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh
fibrosis perivenula dan ekspansi nodul parenkim. Anastomosis antara
sistem arteri dan porta pada pita fibrosa juga menyebabkan hipertensi
porta karena mengakibatkan sistem vena porta yang bertekanan rendah
mendapat tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah asites,
pembentukan pirau vena portosistemik, splenomegali kongestif dan
ensefalopati hepatica.13
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. 20-40%
pasien sirosis dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan
perdarahan. Angka mortalitasnya sangat tinggi, sekitar 2/3 akan
meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk
menanggulangi varises dengan beberapa cara.2
Enselofati hepatica merupakan penyulit gagal hati akut dan kronis
(sirosis) yang paling ditakuti. Pasien memperlihatkan beragam gangguan
kesadaran, berkisar dari kelainan perilaku yang samar hingga
kebingungan yang mencolok dan stupor, hingga koma dalam dan
kematian. Tanda neurologis fluktuatif yang terkait adalah rigiditas,
hiperrefleksia, perubahan elektroensefalografik nonspesifik, dan yang
jarang kejang. Yang cukup khas adalah asteriksis, yaitu suatu pola gerakan
cepat ekstensi-fleksi nonritmik kepala dan ekstremitas, yang paling jelas
terlihat jika lengan diekstensikan dan pergelangan tangan
didorsofleksikan. Enselofati hepatica dianggap sebagai suatu gangguan
metabolic SSP dan sistem neuromuscular. Pada sebagian nesar kasus,
hanya terjadi perubahan morfologik minor di otak, seperti edema dan
reaksi astrositik. Dua factor fisiologis yang menyebabkan gangguan ini: (1)
sangat berkurangnya fungsi hepatoselular dan (2) pirau darah
mengelilingi hati yang sangat kronis. 13
2.12. Penatalaksanaan
Asites
1. Asites eksudatif : obati penyakit yang mendasar
Peritonitis bakterialis: antibiotik. Pada asites dengan kadar protein
rendah bisa diberikan antibiotic profilaksis.
Asites karena keganasan: obati keganansan yang menjadi penyebab.
Umunya harus dilakukan parasintesis terapeutik untuk mengurangi
gejala.6
2. Asites transudatif sebaikanya dilakukan secara komprehensi, meliputi:
Tirah baring.
Tirah baring disini bukanlah istirahat total ditempat tidur sepanjang
hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat, selama beberapa
jam setelah minum obat diuretika. Tirah baring dapat memperbaiki
efektifitas diuretic pada pasien asites transudat yang berhubungan
dengan hipertensi porta, yang berhubungan dengan perbaikan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerulus akibat tirah baring dan juga akan
menyebabkan aktivitas simpatis dan system rennin-angiotensin-
aldosteron menurun.2
Diuretic. Obat diuretic yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja
sebagai antialdosteron. Obat diuretic dapat diberikan bila
pembatasan garam tidak memberikan perbaikan.2 Diuretika hemat
kalium, misalnya sprinolakton, diberikan 100-200mg/hari peroral
(dapat ditingkatkan 100mg tiap 3-5 hari) hingga dosis maksimal
400-600mg/hari.20,21 Loop diuretics dapat diberikan sebagai
kombinasi bila diperlukan (adanya resiko tinggi terjadi sindrom
hepatorenal dan ensefalopati). Furosemid dapat diberikan 40-
80mg/hari peroral atau intravena hingga dosis maksimum 120-
160mg/hari. Pada pengunaan obat diuretic kadar elektrolit (kalium)
darah harus dipantau untuk mencegah terjadinya hipo atau
hiperkalemia. Selain itu, berat badan, kadar Na dan K urin, kreatinin,
dan efek samping diuretika harus dievaluasi. Target yang sebaiknya
dicapai adalah peningkatan dieresis hingga berat badan turun 400-
8000g/hari. Berat badan dapat turun hingga 1500g/hari pada pasien
yang disertai edema perifer.2
Transjugular Intrahepatik Portosystemic Shunt (TIPS) dapat
dilakukan pada keadaan asites refrakter parah.2 TIPS dilakukan
dengan memasang stent logam yang dapat disesuaikan panjangnya
diantara cabang vena hepatica dan vena porta dengan kateter yang
dimasukan melalui vena jugularis interna.21 TIPS terutama
digunakan pada pasien yang memerlukan pengawasan jangka
pendek perdarahan varises atau asites sambil menunggu dilakukan
transplantasi hati. Namun TIPS diduga berkaitan dengan insidens
ensefalopati hepatis.2,21 Selain itu transplantasi hati dapat
dipertimbangkan bila memenuhi indikasi dilakukan transplantasi
hati. Dengan mengatasi penyakit yang mendasari, asites dapat di
atasi.
Terapi parasentesis.
Parasentesis sebenarnya merupakan cara pengobatan asites yang
tergolong kuno. Pada mulanya karena berbagai komplikasi,
parasentesis asites tidak lagi disukai. Beberapa tahun terakhir ini
parasentesis kembali dianjurkan karena mempunyai banyak
keuntungan dibandingkan terapi konvensional bila dikerjakan
dengan baik. Untuk setiap liyter cairan asites yang dikeluarkan
sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin parenteral sebanyak 6-8
gram. Setelah parasentesis sebaiknya terapi konvensional tetap
diberikan. Parasentesis asites sebaiknya tidak dilakukan pada pasien
sirosis dengan Child-Pugh C, kecuali asites tersebut refrakter. 2
Sirosis
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindari bahan-bahan yang bisa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada
koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1,2 g/kgBB – 1,5 g/kgBB
dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,
di antaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai
hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat
herbal bisa menghambat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada
hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi
normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati non alkoholik;
menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B,
interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama.
Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari
selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan
mutasi, sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara
suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata
juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standard. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis
MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6
bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengaah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,
menempatkan sel stellata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik
akan menjadi terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktivasi dari sel
stellata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas
antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stellata.
Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen,
namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis.
Metrotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-
obatan herbal juga sedang dalam penelitian. 2
Melena
1. Infus dan transfusi darah
Tindakan pertama yang dilakukan adalali resusitasi, untuk memulihkan
keadaan penderita akibat kehilangan cairan atau syok. Yaitu cairan infus
dekstrose 5% atau Ringer laktat atau NACL O,9% dan transfusi Whole Blood
atau Packed Red Cell
Penderita dengan perdarahan 500 -1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%, Ringer
laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema
tungkai sebaiknya diberi infus Dextrose 5%. Penderita dengan perdarahan
yang masif lebih dari 1000cc dengan Hb kurang dari 8g%, perlu segera ditransfusi.
Pada hipovolemik ringan diberi transfuse sebesar 25% dari volume normal,
sebaiknya dalam bentuk darah segar. Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala
diperlukan transfusi sampai 40-50% dari volume normal. Kecepatan transfusi
berkisar pada 80-100 tetes atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus
berlangsung, sebaiknya di bawah pengawasan tekanan venasentral. Pada
perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC, defisiensi
faktor pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer.
Bilamana darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander
maksimal 1000 cc, selang seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander
dapat mempengaruhi agregasi trombosit. Setiap pemberian 1000 cc darah perlu diberi
10 cc kalsium glukonas i.v. untuk mencegah terjadinya keracunan asam sitrat.
2. Psikoterapi
Sebagai akibat perdarahan yang banyak, dapat membuat penderita menjadi
gelisah. Maka diperlukan psikoterapi.
3. Istirahat mutlak
Istirahat mutlak sangat dianjurkan, sekurang kurangnya selama 3 hari
setelah perdarahan berhenti.
4. Diet
Dianjurkan puasa jika perdarahan belum berhenti. Dan penderita mendapat
nutrisi secara parenteral total sampai perdarahan berhenti. Jika perdarahan
berhenti, diet biasa dimulai dengan diet cair HI/LI. Selanjutnya secara
bertahap diet beralih ke makanan padat
5. Pemasangan Nasogastric Tube, kemudian dilakukan lavage. Lambung dengan
air es yang dimasukkan, di tunggu 5 menit, dan dikeluarkan. Ini dilakukan
berulang-ulang sampai cairan lambung jemih. Tindakan ini biasa diulang 1-2
jam kemudian jika masih ada perdarahan.
6. Medikamentosa. Antasida cair, untuk menetralkan asam lambung. Injeksi
Simetidin atau injeksi Ranitidine, yaitu antagonis reseptor H2 untuk
mengurangi sekresi asam lambung. Injeksi Traneksamic acid, jika ada
peningkatan aktifitas fibrinolisin. Injeksi Vitamin K, jika ada tanda-tanda
Sirosis hati. Sterilisasi usus dengan Laktulosa oral serta Clisma tinggi, jika
ada tanda-tanda sirosis hati, ditambahkan Neomycin atau Kanamycin.2
Pemberian antasida secara intensif 10-15 cc setiap jam disertai simetidin
200 mgtiap 4-6 jam i.v. berguna untuk menetralkan dan menekan sekresi asam
lambung yang berlebihan, terutama pada penderita dengan ulkus peptikum
dan gastritis hemoragika. Bila perdarahan berhenti, antasida diberikan dalam dosis
lebih rendah setiap 3 - 4 jam 10 cc, demikian juga simetidin dapat diberi per oral 200 mg
tiap 4 - 6 jam.. Sebagai pengganti simetidin dapat diberikan :
Sucralfate sebanyak 1-2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik, kemudian per
oral.
Pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam.
Somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250 ug/jam. 2
2.12. Pencegahan
Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin menggunakan sabun.
Baju juga harus bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan sesuatu. Perhatikan
pula kebersihan lingkungan. Hal itu untuk menghindari berkembangnya
berbagai virus yang sewaktu-waktu bisa masuk kedalam tubuh kita
Hindari penularan virus hepatitis
Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati.
Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi
virus. Juga tidak melakukan hubungan seks dengan penderita hepatitis.
Gunakan jarum suntik sekali pakai.
Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai
penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang
lain, maka orang itu bisa tertular virus.
Pemeriksaan darah donor
Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah
donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus
hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan
tertular dan berisiko terkena sirosis.
Tidak mengkonsumsi alcohol
Hindari mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak fungsi
organ tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering mengkonsumsi
minuman beralkohol, hentikan kebiasaan itu.
Melakukan vaksin hepatitis
Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan virus hepatitis
sehingga dapat juga terhindar dari sirosis hati.13
2.13. Prognosis
Asites
Asites dilaporkan pada 15-50% pasien dengan keganasan. Dari semua kasus
asites, 10% berasal dari keganasan. Prognosis dari asites ini cukup buruk,
dan satu-satunya cara untuk menyembuhkan asites adalah dengan
transplantasi hati.22
Sirosis
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain
yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh (tabel 4), juga untuk menilai
prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi
kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status
nutrisi. 2
Melena
Indeks hati dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien
hematemesis melena yang mendapat pengobatan secara medik. Dari hasil
penelitian sebelumnya, pasien yang mengalami kegagalan hati ringan (indeks
hati 0 – 2), angka kematian antara 0 – 16%, sementara yang mempunyai
kegagalan hati sedang sampai berat (indeks hati 3 – 8 ) angka kematian
antara 18 – 40%.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE dan Vaughn VC. The liver and billiary system text book of pediatrics.
Edisi 17. Philadelphia: Saunders; 2004: 1304-49
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna publishing; 2009.h.453-4; 513-7; 672; 708.
3. Soegondo S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2005.h.35-7
4. Gleadle. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2005
5. Bickley S. Lynn. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5.
Jakarta: EGC; 2008: 15
6. Burnside JW. Diagnosis Fisik. Edisi 17. Jakarta : EGC, 2002;270-83
7. T RSU Dr.Soetomo, 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi 3. Surabaya: RSU Dr. Soetomo.
8. Mark HS. Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC : Jakarta; 1995.h.245-52.
9. Kosasih EN, Kosasih AH. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. 2nd ed.
Karisma : Jakarta; 2008.p.296-317.
10. Djojodibroto RD. Seluk-beluk pemeriksaan kesehatan (general medical check up):
bagaimana menyikapi hasilnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2001.h.88
11. Sherlock S. Penyakit hati dan sistem saluran empedu. Oxford: England Blackwell;
1997.h.280; 365.
12. Lindseth, Glenda N. Sirosis hati. Dalam: Price SA, Wilson LM, penyunting.
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2006.h.493-501.
13. Kumar V., Cotran R.S., Robbins S.L. Buku ajar patologi robbins, ed.7, vol.2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007, hal 670-7.
14. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.36-7.
15. Sulaiman A, Akbar N, Lesmana L, Noer S. Buku ajar ilmu penyakit hati. Jayadi :
Jakarta; 2007.
16. Balistreri WF. Sistem hati dan saluran empedu. Dalam: Wahab AS, penyunting. Ilmu
kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 1996.h.1386-8
17. Abeysinghe, M.R.N., Almeida, R., Fernandopulle, M., Karunatiluka, H.,
Ruwanpathirana, S. Guidlines on Clinical Management of Dengue Fever/Dengue
Haemorrhagic Fever. Sri lanka : SLMH;2005: p. 1- 44
18. Cirrhosis. Dalam: Runge, M. S., Greganti, M.A. Netter’s internal medicine. Edisi ke-2.
China: Elsevier Saunders; 2009.h.457-63.
19. Garcia-Tsao, et al., 2007, Prevention and Management of Gastroesophageal Varices
and Variceal Heorrage in Cirrhosis. AASLD Practice Guidelines.
20. Harrison’s Manual of Medicine. Fauci AS et al (eds). Cirrhotic ascites. Edisi 17.
McGraw-Hill. USA; 2009: 272.
21. 2009 Current Medical Diagnosis & Treatment. McPhee SJ, PapadakisMA (eds). Cirrhosis.
Edisi 47. McGraw-Hill. USA; 2008: 601-607.3.
22. Carey WD, Choure A, Cesario KB. Complications of Cirrhosis: Ascites, Hepatic
Encephalopathy, and Variceal Hemorrhage. Diunduh dari
www.clevelandclinicmeded.com/ , 9 Juni 2012.