+ All Categories
Home > Documents > Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

Date post: 01-Nov-2021
Category:
Upload: others
View: 8 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
16
1 Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah Ml. 184 Selly Rizki Yanita, Dewaki Kramadibrata Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat E-mail: [email protected] Abstrak Artikel ini menyajikan penelitian terhadap naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah berkode Ml. 184 yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode edisi kritis. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa naskah yang digunakan mendapat pengaruh bahasa Betawi. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan bahasa Betawi dan apostrof di beberapa kata. Penelitian ini juga menjelaskan pengaruh Syiah yang ada di dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah. Abstract This article presents a research of the manuscript Hikayat Muhammad Hanafiyah coded Ml. 184 which stored in National Library of Indonesia. This research used critical edition. This result explains that the text of Hikayat Muhammad Hanafiyah Ml. 184 has influenced Betawi language. It indicated by the use of Betawi words and apostrophe in some words. In addition, this study also explains the influence of Shiite Syiah in Hikayat Muhammad Hanafiyah. Keywords: Hikayat Muhammad Hanafiyah, Shiite Syiah Pendahuluan Indonesia memiliki banyak peninggalan sejarah dari masa silam. Peninggalan yang paling mudah ditemui saat ini adalah peninggalan dalam bentuk material, seperti istana, patung, prasasti, candi, dan lain-lain. Peninggalan sejarah dari masa silam tidak hanya berbentuk material saja, tetapi juga ada yang berbentuk tulisan. Tulisan-tulisan yang berasal dari masa lampau ini disebut dengan naskah. Naskah yang paling banyak jumlahnya di Indonesia adalah naskah dalam bentuk karya sastra. Naskah-naskah tersebut sebagian besar ditulis menggunakan aksara jawi dan berbahasa Melayu. Braginsky (1998: 1) menjelaskan bahwa pada umumnya, sastra Melayu yang sampai kepada kita berasal dari sejak periode datangnya Islam, yaitu abad ke-13—16. Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014
Transcript
Page 1: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

1

 

Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah Ml. 184

Selly Rizki Yanita, Dewaki Kramadibrata

Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat

E-mail: [email protected]

Abstrak

Artikel ini menyajikan penelitian terhadap naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah berkode Ml. 184 yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode edisi kritis. Dari

hasil penelitian, ditemukan bahwa naskah yang digunakan mendapat pengaruh bahasa Betawi. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan bahasa Betawi dan apostrof di beberapa kata. Penelitian ini juga menjelaskan

pengaruh Syiah yang ada di dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah.

Abstract

This article presents a research of the manuscript Hikayat Muhammad Hanafiyah coded Ml. 184 which stored in National Library of Indonesia. This research used critical edition. This result explains that the text of Hikayat Muhammad Hanafiyah Ml. 184 has influenced Betawi language. It indicated by the use of Betawi words and

apostrophe in some words. In addition, this study also explains the influence of Shiite Syiah in Hikayat Muhammad Hanafiyah.

Keywords: Hikayat Muhammad Hanafiyah, Shiite Syiah

Pendahuluan

Indonesia memiliki banyak peninggalan sejarah dari masa silam. Peninggalan yang paling

mudah ditemui saat ini adalah peninggalan dalam bentuk material, seperti istana, patung,

prasasti, candi, dan lain-lain. Peninggalan sejarah dari masa silam tidak hanya berbentuk

material saja, tetapi juga ada yang berbentuk tulisan.

Tulisan-tulisan yang berasal dari masa lampau ini disebut dengan naskah. Naskah yang paling

banyak jumlahnya di Indonesia adalah naskah dalam bentuk karya sastra. Naskah-naskah

tersebut sebagian besar ditulis menggunakan aksara jawi dan berbahasa Melayu. Braginsky

(1998: 1) menjelaskan bahwa pada umumnya, sastra Melayu yang sampai kepada kita berasal

dari sejak periode datangnya Islam, yaitu abad ke-13—16.

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 2: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

2

 

Salah satu naskah Melayu yang populer adalah Hikayat Muhammad Hanafiyah. Liaw Yock

Fang (2011: 285) mengkategorikan Hikayat Muhammad Hanafiyah sebagai kesusastraan

zaman Islam. Banyak versi naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah yang beredar di

masyarakat. Hikayat ini disebarkan dalam berbagai versi dan berjumlah kurang lebih

sebanyak tiga puluh naskah (Brakel, 1988: 8). Berdasarkan penulusuran dari berbagai katalog,

naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah berjumlah 32 naskah dan tersebar di enam negara,

yaitu sembilan naskah di Indonesia, 11 naskah di Belanda, delapan naskah di Inggris, satu

naskah di Malaysia, satu naskah di Prancis, dan satu naskah di Amerika Serikat.

Menurut Braginsky (1998: 128), Hikayat Muhammad Hanafiyah merupakan karya sastra

Melayu awal Islam yang paling tua karena muncul di Pasai dalam tahun 80-an abad ke-14.

Hikayat Muhammad Hanafiyah juga disebut dalam Sejarah Melayu. Dalam Sejarah Melayu,

orang-orang Malaka membaca Hikayat Muhammad Hanafiyah sebelum berperang melawan

Portugis pada tahun 1511 agar para prajurit menjadi berani seperti Muhammad Hanafiyyah

(Brakel, 1988: 11). Brakel juga berpendapat bahwa roman Arab karya Abu Mikhnaf

merupakan teks induk bagi Hikayat Muhammad Hanafiyah Parsi dan juga bagi teks Hikayat

Muhammad Hanafiyah Melayu. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan kata-kata berbahasa

Parsi dalam teks Hikayat Muhammad Hanafiyah, seperti paighambar (nabi) dan keruh (satuan

jarak sekitar 2 mil).

Hikayat Muhammad Hanafiyah dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, cerita tentang Nabi

Muhammad atau Hikayat Nur Muhammad. Bagian pertama ini berkisah tentang kehidupan

Nabi Muhammad dan cahaya kenabiannya. Kedua, cerita tentang Hasan dan Husain atau lebih

dikenal dengan sebutan Hikayat Maktal Husain yang berkisah tentang kehidupan Hasan dan

Husain sejak lahir hingga meninggal. Ketiga, cerita mengenai Muhammad Hanafiyyah yang

menuntut balas atas kematian Hasan dan Husain kepada Yazid (Brakel: 1988: 19).

Beberapa peneliti telah melakuan penelitian terhadap naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah.

Peneliti tersebut, yaitu L.F.Brakel (1975), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia (1998), Dien Rovita (2007), dan Rindias Helenamartha Fatmasari (2010).

Berdasarkan penelusuran mengenai penelitian sebelumnya, penelitian yang membuat edisi

teks terhadap Hikayat Muhammad Hanafiyah dilakukan oleh Brakel dan peneliti dari

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Brakel meneliti Hikayat Muhammad Hanafiyah untuk memperoleh gelar Doktor di

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 3: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

3

 

Universitas Leiden dan dibuat menjadi buku pada tahun 1975. Dalam disertasinya, Brakel

membuat edisi teks Hikayat Muhammad Hanafiyah dengan menggunakan delapan naskah

yang berada di Inggris dan Belanda. Brakel juga menginventarisasi naskah Hikayat

Muhammad Hanafiyah dan menemukan ada kurang lebih 30 naskah Hikayat Muhammad

Hanafiyah di dunia.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI pernah melakukan penelitian mengenai Hikayat

Muhammad Hanafiyah. Naskah yang digunakan merupakan naskah yang sudah dicetak. Akan

tetapi, tidak ada penjelasan mengenai kode naskah yang digunakan. Dalam bukunya yang

berjudul Kajian Nilai Budaya Naskah Kuna Ali Hanafiah, peneliti hanya menerangkan bahwa

naskah tersebut merupakan koleksi Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjung

Pinang dan yang menerbitkannya adalah Muhammad Mabbak. Penelitian ini melakukan

transliterasi naskah dan mengkaji nilai-nilai budaya yang terkandung dalam naskah tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa masih banyak naskah Hikayat Muhammad

Hanafiyah yang belum dibuat menjadi edisi teks, termasuk naskah Hikayat Muhammad

Hanafiyah yang disimpan di Indonesia. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian

terhadap naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah yang belum diteliti dan disajikan dalam

sebuah edisi teks oleh Brakel. Naskah yang digunakan berasal dari Perpustakan Nasional

Republik Indonesia berkode Ml. 184. Menurut Brakel (1988: 103), naskah berkode Ml. 184

merupakan naskah tidak lengkap karena penceritaannya dimulai dari kematian Hasan dan

Husain, kemudian dilanjutkan peperangan antara Muhammad Hanafiyyah dan Yazid.

Meskipun bagian awal naskah ini tidak lengkap, naskah ini dimulai dari kisah yang

menyebabkan Muhammad Hanafiyah berperang melawan Yazid. Hal ini membuat penulis

tertarik meneliti naskah ini karena inti kisah dari Hikayat Muhammad Hanafiyah tetap ada di

dalam teks. Selain itu, dibandingkan dengan naskah lainnya, penyalinan naskah ini lebih tua,

yaitu pada tahun 1777 atau abad ke-18.

Dalam tulisan ini, penulis juga membahas pengaruh Syiah dalam teks Hikayat Muhammad

Hanafiyah Ml. 184. Dalam penelitiannya, Brakel (1988: 67) menjelaskan bahwa Hikayat

Muhammad Hanafiyah mendapat pengaruh dari Syiah. Hal ini juga disebabkan karena paham

Syiah sangat menonjol dalam kesusastraan Parsi. Syiah merupakan sebutan untuk orang-

orang yang mendukung Ali. Beberapa tokoh yang muncul dalam Hikayat Muhammad

Hanafiyah, seperti Muhammad Hanafiyah, Husain, Hasan, Zainal Abidin, dan Ali merupakan

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 4: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

4

 

orang-orang yang diakui sebagai imam dalam Syiah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk

meneliti pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian edisi kritis. Penulis menggunakan edisi kritis

karena hanya naskah Ml. 184 yang penulis teliti. Naskah yang penulis gunakan, masih

menggunakan bahasa Melayu Klasik. Penulisannya pun tidak menggunakan tanda baca

sehingga menyulitkan pemahaman pembaca. Oleh karena itu, penulis menggunakan edisi teks

kritis agar pembaca dapat lebih mudah memahami isi teks Hikayat Muhammad Hanafiyah.

Deskripsi Naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah Ml. 184

Naskah ini terdiri atas 170 halaman: 164 halaman berisi teks cerita, satu halaman berisi

catatan tambahan dari penyalin, dan empat halaman kosong. Naskah ini berbahasa Melayu,

beraksara Jawi, dan menggunakan tinta hitam. Ada rubrikasi dengan tinta merah pada naskah.

Keadaan naskah masih bagus meskipun di bagian pinggir halaman 1—3 sobek. Beberapa

halaman telah dilaminasi, tetapi tulisan masih dapat dibaca. Beberapa kertas telah berlubang

karena kutu buku. Saat ini, kertasnya sudah berwarna kecokelat-cokelatan dan kotor. Bekas

air dapat ditemukan di beberapa halaman. Ada iluminasi pada halaman pertama, 164, dan 165.

Selain itu, ada ilustrasi bergambar naga di halaman 139 dan 144. Tidak ada penomoran yang

diberikan oleh penyalin. Akan tetapi, ada kata alihan di setiap bagian verso dan nomor latin

yang diberikan oleh orang lain.

Setiap teks berjumlah 15 baris. Naskah ini ditulis menggunakan kertas berukuran 25, 2 x 20

cm dengan sampul karton keras berukuran 25,3 x 20,5 cm. Ukuran pias yang digunakan

berbeda antara recto dan verso.

Tabel 1. Ukuran pias

Bagian Recto Verso

Atas 2 cm 2 cm

Bawah 2 cm 2 cm

Kanan 1 cm 4,6 cm

Kiri 4,6 cm 1 cm

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 5: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

5

 

Naskah ini dijilid menggunakan kuras dan jilidan naskah masih bagus. Pada kertas ditemukan

watermark dan countermark. Watermark tersebut bergambar perempuan memegang tongkat

dan singa memegang pedang yang di atasnya terdapat tulisan PRO PATRIA.

Countermark yang ditemukan bertuliskan VG. Kolofon dapat ditemukan di akhir teks.

Kolofon tersebut berbunyi “Adapun hikayat ini yang menyurat dia anak piatu dan lagi perkara wa biaya lagi tersilapi di negeri orang di dalam bindara dusun Kampung Marunda disurat dengan doifnya lagi dengan bebalnya dan miskinnya pun. Jangan dikata lagi siang dan malam menangis juga di dalam hatinya serta meminta doa kepada Allah swt. Adalah seperti kata orang Melayu-Melayu pun perkara menulis tindak menangis hatinya rusak bagi dirasa. Adapun daripada itu, sudahnya tersurat hikayat ini kepada sehari bulan Rajab. Kepada malam Isnin dan kepada jam pukul empat pada ketika buram dan tersurat itulah adanya. Adapun kepada hijrah Nabi Muhammad Rasulullah saw seribu seratus Sembilan puluh satu kepada tahun nas.”

Selain itu, terdapat catatan tambahan di halaman 165. Catatan tambahan tersebut berisi tentang anjuran kepada pembaca untuk mendoakan Nabi Muhammad setelah selesai membaca naskah ini. jika mendoakan Nabi Muhammad, orang tersebut akan mendapat pahala dan safaat dari Nabi Muhammad. Kemudian, pembaca juga dianjurkan mendoakan pemilik naskah ini.

Kekhasan penulisan dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah

Setiap naskah memiliki kekhasan tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari cara penyalin menulis.

Bentuk huruf dan ciri khas tulisan dapat menentukan siapa penyalinnya, apakah penyalinan

dilakukan sekaligus atau dengan selang waktu dan seorang diri atau berganti-ganti (Sudjiman,

1995: 54). Dalam teks Hikayat Muhammad Hanafiyah, penulis menemukan beberapa ciri

khas penulisan. Berikut ini merupakan ciri khas penulisan teks Hikayat Muhammad

Hanafiyah Ml. 184.

1. Penggunaan hamzah (ء) mengikuti huruf <a> (اا) di awal, tengah dan akhir kata, huruf

k (قق) di akhir kata dan huruf <u> (وو) di tengah dan akhir kata. Sebagai contoh, kata

kerajaan ditulis keraja’an (كررجأنن), pula ditulis pulak ( وولققٔٴ ف ), dan bawa ditulis bawa’

.(باووأأ)

2. Pada beberapa kata tertentu, terdapat penambahan huruf <h> di akhir kata yang

menggunakan huruf دد ,كك ,بب ,تت, رر Sebagai contoh, kata ribu ditulis ribuh .ݢ dan نن ,

.(مددهه /ووددااهه) dan muda ditulis mudah ,(چنچنددهه) kata cucunda ditulis cucundah ,(رریيبھه)

3. Pada beberapa kata tertentu, terdapat penambahan huruf <h> di awal dan di tengah

kata dan sisipan <ha> di tengah kata. Sebagai contoh, kata dadanya ditulis dadahnya

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 6: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

6

 

dan otak ditulis ,(دداان'ررهه ھھھهاكنن) kata dianugerahkan ditulis dianugerahhakan ,(ددااددھھھهثث)

hotak (ھھھهووتقق).

4. Pada beberapa kata, huruf <h> yang seharusnya ada dihilangkan. Sebagai contoh, kata

sudah ditulis suda (سوودداا), kata menghadang ditulis mengadang (مڤاددݞ), dan kata kasih

ditulis kasi (كسي /كسس).

5. Terdapat variasi penulisan beberapa kata, misalnya lalu, pula dan serta. Variasi

penulisan tersebut menunjukkan ada ketidakkonsistenan penyalin saat menyalin

naskah. Sebagai contoh, kata lalu ditulis لالا dan لالوو, kata cucu ditulis چچوو dan چووچچ,

dan kata itu ditulis یيتھه dan یيتت.

Berdasarkan ciri penulisan yang ditemukan dalam teks Hikayat Muhammad Hanafiyah Ml.

184, dapat dilihat bahwa teks Hikayat Muhammad Hanafiyah Ml. 184 mendapat pengaruh

Betawi. Ciri penulisan yang penulis temukan tersebut sama dengan ciri naskah Betawi yang

dijelaskan oleh Muhadjir dalam penelitiannya yang berjudul Kedudukan Bahasa Melayu

Naskah Betawi di Antara Bahasa-bahasa Melayu Lokal Lainnya. Penggunaan apostrof dan

huruf <k> pada ciri (1), penambahan huruf <h> dan <ha> pada ciri (2) dan (3), dan

penghilangan huruf <h> pada ciri (4) dapat ditemukan di naskah-naskah Betawi. Hal yang

mendukung teks Hikayat Muhammad Hanafiyah Ml. 184 merupakan naskah Betawi adalah

tempat penyalinan naskah tersebut. Naskah ini disalin di Kampung Marunda yang terletak di

Jakarta Utara. Selain itu, dalam teks tersebut juga ditemukan kata mampus yang merupakan

kata Betawi.

Pengaruh Syiah dalam Teks Hikayat Muhammad Hanafiyah

Pada pendahuluan telah disinggung bahwa ada pengaruh Syiah dalam teks Hikayat

Muhammad Hanafiyah. Pengaruh Syiah yang banyak ditemukan di dalam teks adalah konsep

imam. Syiah meyakini imam mereka berasal dari keturun Ali. Hal ini menyebabkan ada

perlakuan istimewa terhadap anak-anak Ali, terutama Husain. Besarnya kepercayaan orang-

orang Syiah terhadap imam mereka membuat mereka mengagungkan imam.

Beberapa tokoh yang muncul dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah, yaitu Ali, Hasan,

Husain, Muhammad Hanafiyah, dan Zainal Abidin merupakan orang yang dipercaya sebagai

imam Syiah. Sebagai seorang imam, Husain merupakan imam yang diistimewakan.

Kematiannya diperingati setiap tanggal 10 Muharram. Pengistimewaan Husain dapat

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 7: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

7

 

ditemukan dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah. Kematian Husain yang dikenal sebagai

tragedi Karbala membuat orang-orang Syiah membenci Yazid. Dalam literatur Syiah yang

berjudul Islam Syiah: Asal-usul dan Perrkembangan, Yazid digambarkan sebagai orang yang

bodoh dan berkelakuan buruk. Tokoh Yazid dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah juga

mendapat citra buruk. Gambaran tokoh Yazid tersebut dapat dikatakan telah mendapat

pengaruh dari Syiah. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai pengaruh Syiah dalam

Hikayat Muhammad Hanafiyah yang telah disebutkan di atas.

1. Perihal Imam

Syiah memiliki lima prinsip agama, salah satunya adalah imamah atau keimaman. Dalam

Ensiklopedia Peradaban Islam Persia, kata imam juga setara dengan khalifah (2012: 157).

Menurut Thabathaba’i (1993: 199), imam atau pemimpin adalah gelar yang diberikan kepada

seorang yang memegang pimpinan masyarakat dalam suatu gerakan sosial, atau suatu

ideologi politik, atau suatu aliran pemikiran keilmuan atau keagamaan.

Menurut pandangan Syiah, imam tidak hanya mengurusi masalah duniawi saja, tetapi juga

mempunyai tugas untuk menjaga dan memelihara risalah ilahi dan menyampaikannya kepada

umatnya. Imam dipilih oleh Tuhan. (Thabathaba’i, 1993: 213). Akan tetapi, menurut ulama

ahlusunah, khalifah merupakan jabatan biasa yang fungsinya untuk melindungi urusan

duniawi (Subhani, 2009:667). Oleh karena itu, semua orang dapat menjadi khalifah asalkan

memenuhi syarat untuk menjadi seorang khalifah. Akan tetapi, posisi khalifah (imam)

menurut Syiah tidak bisa ditempati oleh sembarang orang. Hanya orang-orang terpilih saja

yang bisa menjadi khalifah. Syiah berkeyakinan bahwa Ali dan keturunannyalah yang pantas

menduduki jabatan khalifah setelah Nabi Muhammad.

Konsep imam dapat ditemukan dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah. Ali bin Abi Thalib

(sepupu dan menantu Nabi Muhammad), Hasan dan Husain (anak Ali dan Fathimah), serta

Zainal Abidin (anak Husain) merupakan beberapa imam Syiah yang muncul dalam Hikayat

Muhammad Hanafiyah. Selain mereka, tokoh Muhammad Hanafiyah (anak Ali dari istri lain)

juga ditampilkan sebagai sosok imam.

Tokoh Ali muncul dalam Hikayat Muhammad Hanfiyah, meskipun kemunculannya tidak

banyak. Dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah, Ali dipanggil dengan sebutan Baginda Ali.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Baginda merupakan gelar atau sebutan raja

yang berarti yang berbahagia dan mulia (2002: 86). Panggilan baginda dalam Hikayat

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 8: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

8

 

Muhammad Hanafiyah hanya diberikan kepada Ali dan Muhammad Hanafiyah, sang tokoh

utama.

“Maka Ali pun turun kepada hamparan itu. Maka dilihat oleh Ali hal yang demikian ituh. Maka Bagindah Ali/ pun berkatah, ‘Ya, illahi rabbil ‘ālamīn’, dan segala sidang nabi sekalian pun menangis.” (HMH, hlm. 39)

Ali juga disebut sebagai raja segala laki-laki. Penyebutan tersebut menunjukkan bahwa Ali

merupakan pemimpin di dunia. Hal ini sesuai dengan pemikiran Syiah yang menanggap Ali

adalah orang yang paling utama di dunia.

“Maka Ali Akbar pun naiklah ke atas/ kudanya. Lalu dipacu’nya ke tengah medan dan dipermainnya senjatanya, serta meminta do’a kepada Allah/ Ta’ala, dan memberi selawat akan Nabi Muhammad, Rasulullah saw., dan memuji Ali, raja segala laki-laki.” (HMH, hlm. 25)

Dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah, tokoh Ali, Hasan, Husain, Muhammad Hanafiyah,

dan Zainal Abidin bergelar Amirulmukminin. Menurut Ensiklopedi Islam (1993: 139),

Amirulmukminin (pemimpin kaum beriman) merupakan gelar untuk pemegang kekuasaan

yang mengatur dan menyelenggarakan berbagai urusan pemerintahan Islam. Dengan kata lain,

gelar Amirulmukminin diberikan kepada para khalifah. Berikut ini adalah contoh kutipan

yang menyatakan gelar Amirulmukminin untuk Ali dan Zainal Abidin.

“Maka tatkala ada hayat/ Rasulullah saw. ketika itu Hasan dan Husen lagi kecil, maka Rasulullah pergi ke rumah [Amir]/ Amirulmukminin Ali Karamallahu wajhah.” (HMH, hlm. 46)

“Adapun tatkala Zain al Abdin naik kerajaan itu pada hari Jum’at. Maka segala/ sidang Jum’at pun berhimpun akan sembahyang. Maka disuruh oleh Muhammad Hanafiyah bacakan kotbah dengan/ nama Amirulmukminin Zain al Abdin dan menyatakan ketujuh sahabat Nabi Muhammad s-/aw. di dalam benua Damsyik itu.” (HMH, 158)

Selain itu, tokoh Muhammad Hanafiyah merupakan imam yang dipercaya sebagai imam

Mahdi oleh golongan Syiah Kaisaniyyah. Dalam Ensiklopedia Islam (1993: 6), Sekte

Kaisaniyah terpecah menjadi dua kelompok. Salah satu kelompok percaya bahwa Muhammad

Hanafiyah tidak meninggal, tetapi sampai saat ini ia masih hidup dan menghilang, serta akan

kembali lagi ke dunia pada kahir zaman. Menurut Thabathaba’i (1993: 80), golongan

Kaisaniyah meyakini bahwa Muhammad Hanafiyah menghilang ke dalam persembunyian di

Pegunungan Radwa dan akan muncul kembali pada saatnya. Brakel (1975: 6) juga

menjelaskan selama persembunyiannya, Muhammad Hanafiyah ditemani oleh singa dan

harimau kumbang yang bertugas memberinya makan selama bersembunyi.

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 9: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

9

 

Kepercayaan golongan Syiah Kaisaniyah mengenai Muhammad Hanafiyah bersembunyi di

pegunungan Radwa juga terdapat dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah. Dalam Hikayat

Muhammad Hanafiyah, tidak ada penjelasan mengenai kematian Muhammad Hanafiyah.

Akhir cerita Muhammad Hanafiyah hanya dijelaskan bahwa Muhammad Hanafiyah pingsan

di dalam gua dan pintu gua itu tertutup sampai sekarang.

“Maka Muhammad Ali Hanafiyah pun dengan takdir Allah swt., maka ia pun terkejut lalu pingsan/ rebah di atas kudanya. Tiada kabarkan dirinya. Maka pintu guwah, itu pun/ tertutuplah. Datang sampai sekarang juga dengan takdir Allah subhana/ wa ta’ala. Amin yā rabbal ālamīn” (HMH, hlm. 163)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat persamaan antara kepercayaan golongan Syiah Kaisaniyah

mengenai Muhammad Hanafiyah yang menghilang dan bersembunyi di pegunungan Radwa

dan akhir cerita Hikayat Muhammad Hanafiyah. Di akhir cerita, Muhammad Hanafiyah

berada di gua dan tidak diketahui kematiannya. Bahkan sampai sekarang, gua tersebut masih

tertutup.

Akan tetapi, pengaruh golongan Syiah Kaisaniyah tidak begitu kuat dalam Hikayat

Muhammad Hanafiyah. Hal ini disebabkan pengganti Muhammad Hanafiyah adalah Zainal

Abidin, bukan Abu Hasyim.

Selain kemunculan tokoh-tokoh yang menjadi imam Syiah, dalam Hikayat Muhamad

Hanafiyah juga ditemukan adanya pengkultusan terhadap tokoh-tokoh tersebut. Menurut

akidah Syiah, imam berasal-usul lebih tinggi daripada asal manusia. Anggapan bahwa imam

berasal-usul lebih tinggi daripada manusia menandakan adanya pengultusan terhadap imam.

Hal ini berkaitan dengan keyakinan orang-orang Persia. Rasjidi (1984: 7) menjelaskan bahwa

orang-orang Persia memandang Nabi Muhammad seperti mereka memandang Kisra (raja

Persia) dan memandang keluarga Nabi Muhammad seperti mereka memandang dinasti Persia.

Hal ini membuat mereka mendewakan keluarga Nabi Muhammad.  

Dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah, pengultusan terjadi pada Husain dan Muhammad

Hanafiyah. Para pengikut mereka menyembah kaki mereka jika bertemu dengan Husain atau

Muhammad Hanafiyah.

“Maka Ibrahim Asytr pun bertemulah dengan Muhammad Hanafiyah di dalam api itu. Maka/ Ibrahim Asytr pun datang dengan anaknya, Haris, menyembah kaki Muhammad Hanafiyah itu. Lalu diusapnya/ oleh segala lasykarnya Ibrahim Asytr. Maka dibawa’nya kembali kepada saudaranya. Maka segala saudaranya/ Muhammad Hanafiyah pun menyapukan kepalanya kepada kaki Muhammad Hanafiyah.” (HMH, hlm. 152)

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 10: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

10

 

2. Kemuliaan Husain

Husain sangat dimuliakan dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah. Husain dijanjikan

meninggal dalam keadaan syahid oleh Nabi Muhammad. Kedatangannya di surga pun telah

dinantikan oleh Ali, Fatimah, dan Nabi Muhammad. Sikap memuliakan Husain dalam

Hikayat Muhammad Hanafiyah juga terlihat ketika Husain berperang. Ketika Husain terluka,

darah Husain tidak jatuh ke bumi, tetapi terbang ke udara. Ketika Husain meninggal, langit

digambarkan menjadi kelam selama tujuh hari tujuh malam.

“Dengan takdir Allah Ta’ala, maka dipandangnya kelilingnya. Maka katah Amirulmukminin Husain,// “Bismillahi wabillahi wa ali millati Rasulullah shailallah alaihi wasalām.” Maka darah itu pun terbanglah ke udarah./ Maka tiadalah ia gugur ke bumi lagi. Maka berhubunglah darahnya ituh dengan awan-awan itu pun, serta darah warnanya/ itulah darah Amirulmukminin Husain yang syahid pada tanah Padang Karbalah. (HMH, hlm. 31—32)

Pada ketika Amirulmukminin Husain syahid ituh, arsy dan karsyi/ pun gemetarlah dan matahari dan bulan pun tiadalah kelihatan. Maka alam pun menjadi kelam/ tujuh hari tujuh malam lamanya karenah sepeninggal Nabi Allah Muhammad saw. (HMH, hlm. 34)

Penggambaran keadaan alam ketika Husain meninggal menunjukkan bahwa Husain tidak

hanya dicintai oleh manusia, tetapi juga ciptaan Allah lainnya. Dalam hadis-hadis dan buku-

buku sejarah yang ditulis oleh orang Syiah, kematian Husain di Padang Karbala juga

digambarkan demikian. Ibnu Katsir dalam ash-Shalabi (894) menjelaskan orang-orang Syiah

menggambarkan kematian Husain secara berlebihan. Menurut orang-orang Syiah, ketika

Husain meninggal, langit menjadi merah, sinar matahari berwarna darah, bintang bertabrakan,

setiap batu yang diangkat memancarkan darah, dan langit menghujani bumi dengan darah.

Dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah, gambaran kematian Husain berbeda dengan kematian

Hasan. Tidak ada deskripsi mengenai reaksi alam di sekitarnya saat Hasan meninggal. Hal ini

berbeda dengan kematian Husain. Perbedaan ini terkesan menunjukkan Husain lebih

istimewa. Jenazah Husain pun didatangi oleh para malaikat, para nabi, Ali, Fatimah, dan para

istri Nabi Muhammad.

“Demikianlah kemuliaan Amirulmukminin Husain di anugerahhakan Allah swt. dulapan/ ribu malaikat yang menghu[a]ni Arasy dan Karsyi dan beberapa peighambar yang mahabesar, seperti/ Muhammaf Mustafa saw., dan Adam a.s, dan Nuh a.s, dan/ Ibrahim a.s dan Ismail a.s. dan seperti Hawa dan Asar dan Maryam/ pertapa, dan Habibah, dan Aisyah, dan Fathimah Sekaliannya itu datang mengunjungi Amirulmukminin// Husain yang syahid pada tanah Padang Karbalah itu.” (HMH, hlm. 42)

Hari kematian Husain dan tentaranya di Padang Karbala pada 10 Muharram juga diperingati

sebagai hari Asyura atau lebih dikenal sebagai tradisi Karbala. Dalam Hikayat Muhammad

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 11: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

11

 

Hanafiyah, tradisi Karbala pernah disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad

ketika malaikat Jibril memberitahu kematian Hasan dan Husain.

“Maka sabdah Rasulullah, ‘Hai saudaraku Jibrail. Siapakah mengunjungi anakku dagang/ ituh?’ Maka katah Jibrail, ‘Ya rasulullah. Segala burung di udara dan segala binatang dalam hutan dan/ segala malaikat isi arsy dan segala arwah, sidang nabi sekalian datang mengunjungi anak/ dagang ituh dan segala umat yang teguh setianya dan segala yang kasih akan isi rumah Rasulullah// saw pada setahun sekali pada sepuluh hari bulan Muharam mufakat puasa dengan dukacitanya/ akan segala yang syahid pada tanah Padang Karbalah memberi makan bubur asywarah.” (HMH, hlm. 13—14)

Orang-orang Syiah meyakini bahwa dengan memperingati hari Asyura, mereka akan memperoleh syafaat dari Allah.   Keyakinan memperoleh syafaat bagi orang-orang yang memperingati hari Asyura juga ada dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah.  

“Setelah demikian itu, pada sepuluh hari bulan Muharam itu bernama Asyura dan yang teguh/ setianya akan isi rumah Rasulullah saw. pada ketikah sepuluh hari bulan Muharam itulah/ memberi makan bubur Asyura akan arwah, segala orang syahid pada tanah Padang Karbalah supaya/ beroleh safa’at daripada Nabi Allah Muhammad Rasulullah saw. pagi Jumah pada hari kiamat.” (HMH, hlm. 44)

3. Citra Yazid dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah

Yazid merupakan tokoh antagonis dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah. Yazid adalah anak

Muawiyah bin Abu Syufan. Ia menjadi khalifah kedua di masa Bani Umayyah. Dalam

Hikayat Muhammad Hanafiyyah, Yazid digambarkan sebagai orang yang licik dan

pendendam.

“Setelah Mu’awiyah sudah mati, maka kerajaan ituh kepada/ Yazidlah, tetapi pada hatinya Yazid ituh berdemdam juga akan Amir Hasan dan Amir Husen sebab/ tiada sampai beroleh istri yang seperti kehendak hatinya.” (HMH, hlm. 4)

Penggambaran Yazid sebagai tokoh yang licik dan pendendam merupakan pengaruh dari

Syiah. Thabathaba’i (1993: 61) mendeskripsikan Yazid sebagai orang yang tidak mempunyai

watak keagamaan. Ia suka berbuat tidak senonoh dan rendah. Hal ini berbeda dengan Asy-

Syaibani dalam ash-Shalabi (2012: 808) yang mendeskripsikan Yazid sebagai orang yang

sederhana. Sjalabi (1971: 10) menjelaskan bahwa citra buruk mengenai Yazid dan Bani

Umayyah disebabkan pembukuan sejarah baru dimulai pada masa Bani Abbasiyah yang

membenci Bani Umayyah. Gambaran buruk mengenai Yazid juga disebabkan kebencian

orang-orang Syiah terhadap Yazid karena mereka menganggap Yazidlah yang membunuh

Husain.

Perlakuan Yazid terhadap isi rumah Rasulullah setelah peristiwa Karbala dalam Hikayat

Muhammad Hanafiyah juga dipengaruhi oleh Syiah. dalam teks, Yazid memperlakukan

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 12: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

12

 

orang-orang yang ada di rumah Rasulullah secara kejam. Ia memperlakukan mereka seperti

tawanan penjara dan memenjarakan mereka. Perlakuan Yazid tersebut sama dengan perlakuan

Yazid yang dideskripsikan oleh orang-orang Syiah. Ibnu Taimiyah dalam ash-Shalabi (2012:

868) menyatakan bahwa menurut orang-orang Syiah, istri dan anak-anak Husain diperlakukan

seperti tawanan perang dan mereka diarak berkeliling negeri di atas punggung unta tanpa

pelana. Yazid dan pengikutnya juga dipanggil dengan sebutan kafir dan munafik. Ia juga

dikatakan sebagai pemimpin orang-orang zalim.

Ratapan Terhadap Kematian Hasan, Husain, dan Pengikutnya

Ash-Shalabi (2012: 897) menjelaskan bahwa Syiah bersikap berlebihan atas kematian Husain,

salah satunya melakukan perkabungan dan meratap secara berlebihan karena dengan

berkabung dan meratap, mereka akan mendapat pahala besar. Dalam Hikayat Muhammad

Hanafiyah, para penghuni rumah Rasulullah dan para pengikut Hasan dan Husain meratapi

kematian mereka. Mereka juga meratapi kematian orang-orang meninggal di pertempuran.

“Kemudian maka segala isi rumah Rasulullah Shaliallah Alaihi Wasalām pun menangislah demikian bunyinya tangisnya, “Lā ilaha ilallahu. Muhammad rasulullah shaliallah alaihi wasalām. Wah, Fathimahku. Wah, Aliku. Wah, Hasanku. Wah, Husainku./ Wah, Kasimku. Wah, Ali Akbarku.” Demikianlah tangisnya. Segala isi rumah Rasulullah saw./ pun tiadalah nyadarkan dirinya. Pada ketika Amirulmukminin Husen syahid ituh, arsy dan karsyi/ pun gemetarlah dan matahari dan bulan pun tiadalah kelihatan.” (HMH, hlm. 34)

Ratapan-ratapan seperti pada kutipan di atas dilakukan ketika mereka mengingat kematian

Hasan, Husain, dan orang-orang yang membela mereka. Kutipan di atas menunjukkan ada

kesamaan cara menyikapi kematian Hasan, Husain, dan pengikutnya antara tokoh-tokoh

dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah dan orang-orang Syiah. mereka sama-sama meratapi

kematian Hasan, Husain, dan pengikutnya.

Orang-orang yang mengetahui kematian Hasan dan Husain juga bersikap berlebihan. Mereka

melakukan perkabungan dan memberi makan arwah yang meninggal di Padang Karbala untuk

mengingat kematian mereka.

“Apabila didengar oleh Umar Ali perihal Amirulmukminin Hasan dan Husain itu, maka/ ketiganya mereka itu membuangkan dirinya dari atas kedudukkannya. Lalu jatuh ke bumi dan [mengem-]/ mengempaskan dirinya. Maka segala hulubalangnya pun berkabung-kabung. Maka keesok harinya memberi (makan) arwah,/ akan segala yang syahid pada tanah Padang Karbalah” (HMH, hlm. 59)

Bentuk perkabungan seperti itu dilakukan oleh orang-orang Syiah, sedangkan dalam ajaran

Islam, perkabungan seperti pada kutipan di atas tidak dibenarkan.

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 13: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

13

 

4. Tujuh Khalifah Menurut Zainal Abidin

Dalam kutbah yang dibaca oleh Zainal Abidin saat pengesahan Yazid sebagai raja, Zainal

Abidin menyebutkan nama tujuh khalifah, yaitu Nabi Muhammad, Abu Bakar, Umar bin

Khatab, Usman, Ali bin Abi Thalib, Hasan, dan Husain. Dalam sejarah, khalifah setelah

Hasan adalah Muawiyah, sedangkan Husain bukanlah khalifah. Syiahlah yang menganggap

Husain sebagai penerus Hasan.

Beberapa golongan Syiah menganggap kekhalifahan selain Ali tidak sah, sedangkan golongan

lainnya menganggap Ali lebih utama, tetapi kekhalifahan selain Ali sah, jika memenuhi

persyaratan sebagai khalifah. Oleh karena itu, ketiadaan nama Muawiyah dalam tujuh

khalifah yang dimaksud oleh Zainal Abidin merupakan pengaruh dari Syiah karena kebencian

Syiah terhadap Bani Umayyah.

Kesimpulan

Hikayat Muhammad Hanafiyah merupakan salah satu kesusastraan Melayu zaman Islam.

Hikayat Muhammad Hanafiyah merupakan cerita yang populer pada masa itu. Hal ini

ditunjukkan dengan tiga puluh dua naskah yang ditemukan di berbagai tempat, yaitu sembilan

naskah di Indonesia, 12 naskah di Belanda, satu naskah di Malaysia, satu naskah di Prancis,

dan satu naskah di Amerika Serikat.

Hikayat Muhammad Hanafiyah sudah pernah diteliti oleh Brakel. Brakel membuat edisi teks

menggunakan delapan naskah. Naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah yang penulis gunakan

dalam penelitian ini berbeda dengan yang digunakan Brakel. Permulaan cerita dalam naskah

ML. 184 tidak sama dengan edisi teks yang dibuat Brakel. Pada Ml. 184, cerita dimulai dari

kematian Muawiyah dan dendam Yazid terhadap Hasan dan Husain.

Penulis menggunakan metode edisi kritis dalam penelitian tersebut. Dari hasil penelitian,

penulis menemukan kekhasan penulisan teks Hikayat Muhammad Hanafiyah Ml. 184. Ada

beberapa kata yang menggunakan apostrof di tengah kata dan di akhir kata, seperti kata

keraja’an, pulak, dan bawa’. Selain itu, ada beberapa kata yang menambahkan huruf <h> di

akhir kata, seperti ribuh, cucundah, dan mudah. Kemudian ada beberapa kata yang

menambahkan huruf <h> di awal kata dan di akhir kata, serta ha di tengah kata, seperti

dadahnya, dianugerahhakan, dan hotak. Penulis juga menemukan beberapa kata yang

menghilangkan huruf <h>, seperti suda, mengadang, dan kasi. Penambahan huruf <h> dan ha,

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 14: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

14

 

serta peniadaan huruf <h> di beberapa kata merupakan kekhasan bahasa pada masa lampau.

Selain itu, ciri penulisan yang penulis temukan tersebut sama dengan ciri-ciri naskah Betawi.

Dalam teks tersebut juga ditemukan kata mampus yang merupakan kata Betawi.

Hikayat Muhammad Hanafiyah merupakan salah satu naskah mendapat pengaruh Syiah.

pengaruh Syiah yang ditemukan dalam naskah tersebut, yaitu mengenai keimaman, kemuliaan

Husain, citra buruk Yazid dan pengikutnya, ratapan terhadap kematian Hasan, Husain, dan

pengikutnya, dan tujuh khalifah yang diakui oleh Zainal Abidin.

Mengenai keimaman, pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah dapat dari

kemunculan Ali bin Abi Thalib, Hasan, Husain, Muhammad Hanafiyah, dan Zainal Abidin.

Kelima orang tersebut dipanggil dengan sebutan amirulmukninin panggilan amirulmukminin

Amirulmukminin merupakan gelar yang diberikan kepada khalifah.

Selain itu, Hikayat Muhammad Hanafiyah juga dipengaruhi oleh golongan Syiah Kaisaniyah.

Hal ini ditunjukkan dengan menghilangnya Muhammad Hanafiyah—yang diyakini sebagai

imam Mahdi oleh golongan Syiah Kaisaniyah—di gua. Pengkultusan terhadap Husain dan

Muhammad Hanafiyah juga menjadi bukti pengaruh Syiah di dalam Hikayat Muhammad

Hanafiyah.

Selain mengenai keimaman, bukti pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah

adalah sikap orang-orang yang memuliakan Husain dan kematiannya. Ratapan yang

berlebihan terhadap kematian Hasan, Husain, dan para pengikutnya juga menjadi bukti

adanya pengaruh Syiah di dalam Hikayat Muhammad Hanafiyah. Selain itu, pengakuan

Zainal Abidin mengenai tujuh khalifah termasuk Husain juga merupakan ciri Syiah. Dalam

sejarah Islam, khalifah setelah Hasan adalah Muawiyah, bukan Husain. Akan tetapi,

Muawiyah tidak dimasukkan ke dalam tujuh khalifah oleh Zainal Abidin. Anggapan bahwa

Husain pengganti Hasan hanya diyakini oleh orang-orang Syiah. Akan tetapi, pengaruh Syiah

dalam hal ini tidak begitu kuat. Memudarnya pengaruh Syiah tersebut ditunjukkan dari

pengakuan terhadap kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Usman.

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 15: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

15

 

Kepustakaan

Ash-Shalabi, Dr.Ali Muhammad. 2012. Episode Krusial Sejarah Islam: Mu’awiyah bin Abu Sufyan. (Terj. Izzurdin Karimi, Lc.). Jakarta: Darul Haq.

Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Jogjakarta: Badan Penelitian dam Publikasi Fakultas (BPPF) Seksi Filologi.

Braginsky, V.I. 1998. Yang Indah, Berfaedah, dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-19. Jakarta: Indonesia-Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS).

Brakel, L.F. 1975. The Hikayat Muhammad Hanafiyyah. Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.

______. 1988. Hikayat Muhammad Hanafiyyah. (Terj. Junaidah Saleh, Mokhtar Ahmad, dan Nor Azmah Shehidan). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Fatmasari, Rindias Helenamartha. 2010. ”Nomina Berafiks Pe-, Per-, Pe-,-an, dan Per--an dalam Naskah Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Muhammad Hanafiyah, dan Hikayat Raja Pasai”. Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Tidak Diterbitkan.

Ikram, Achadiati. 1997. Filologia Nusantara. Jakarta: Pustaka Jaya.

Liaw Yock Fang, Prof. Riris K. Toha-Sarumpaet (ed.). 2011. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Muhadjir. 1992. Kedudukan Bahasa Melayu Naskah Betawi di Antara Bahasa-bahasa Melayu Lokal Lainnya. Laporan penelitian. Tidak diterbitkan.

Rasjidi, Prof.Dr.H.M. 1984. Apa Itu Syi’ah?. Jakarta: Penerbit Media Da’wah.Robson, S.O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. (Terj. Kentjanawati Gunawan). Jakarta: RUL.

Rovita, Dien. 2007. “Konstruksi Frase Nomina Milik dalam Naskah Hikayat Sri Rama, Hikayat Muhammad Hanafiyah, dan Sejarah Melayu”. Tesis Magister Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Tidak Diterbitkan.

Subhani, Ja’far. 2009. Sejarah Nabi Muhammad saw. (Terj. Muhammad Hasyim, Meth Kieraha). Jakarta: Lentera.

Sjalabi, Prof.Dr.Ahmad. 1971. Sedjarah dan Kebudajaan Islam. (Terj. Prof.Muchtar Yahya, Drs.M.Sanusi Latief). Jakarta: PT Djajamurni.

Thabathaba’I, Allamah M.H. 1993. Islam Syiah: Asal-usul dan Perkembangannya. (Terj. Djohan Effendi). Jakarta: PT Pustaka Utama Graviti.

Tim Penulis. 1998. Kajian Nilai Budaya Naskah Kuna Ali Hanafiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Penulis. 2012. Ensiklopedia Peradaban Islam Persia. Jakarta: Tazkia Publishing.

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014

Page 16: Ciri Penulisan dan Pengaruh Syiah dalam Hikayat Muhammad ...

16

 

Tim Penyusun. 1993. Ensiklopedi Islam 1. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Data Naskah

Naskah Ml. 184, Hikayat Muhammad Ali Hanafiyah, tersimpan di PNRI

 

Ciri penulisan dan..., Selly Rizki Yanita, FIB UI,2 2014


Recommended