+ All Categories
Home > Documents > ekonomi Internasional

ekonomi Internasional

Date post: 07-Nov-2015
Category:
Upload: alan-kawa
View: 17 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Description:
daya saing produk pertanian Indonesia
Popular Tags:
28
ANALISIS KOMPARASI DAYA SAING PRODUK EKSPOR PERTANIAN ANTAR NEGARA ASEAN DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS AFTA Projogo U. Hadi dan Sudi Mardianto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian JI. A. Yani 70 Bogor ABSTRACT The trade liberalisation under AFTA schemes commencing since 1 January 2003 would result in the more opened market in the ASEAN region and increased competition among countries in the region. The present paper aims to conduct an inter ASEAN comparative analysis on the export growth of agricultural products as well as effect of product composition, market distribution and competitiveness on export of agricultural products to the ASEAN region, using time-series data and Constant Market Share approach. The main findings of the analysis are as follows : (1) The Indonesia's export growth to the ASEAN region in the 1997-1999 period was the highest one among the ASEAN countries, even higher than the world export to the same region, while in the 1999-2001 period it decreased and became slower compared than Thailand, Filipina and world; (2) Composition of the Indonesia's export product was the best one among the ASEAN county, even though it weakened in the 1999-2001 from the previous period; (3) Market distribution of the lndonesia's export in the 1997-1999 period was worse than Singapore's only, but in the following period it weakened and became worse compared to Singapore and Vietnam; and (4) Competitiveness of the Indonesia's export in the 1997- 1999 period was the best one among the ASEAN countries, but weakened in the subsequent period and became worse compared to the Philippines and Thailand. It is suggested that in the future, Indonesia needs to pay more attentions on the selection of correct product composition and county destination so as to win in the increasing competition with other ASEAN countries and even non ASEAN countries. Key words : AFTA Trade Liberalisation, Constant Market Share Approach, Product Composition Effect, Market Distribution Effect, Competition Effect ABSTRAK Liberalisasi perdagangan AFTA yang beriaku sejak 1 Januari 2003 akan menvebabkan makin terbukanva oasar di kawasan ASEAN dan makin tajamnya persaingan antar negara di kawasan ini. Tulisan ini bertujuan untuk meiakukan analisis komoarasi antar neaara ASEAN vana menvanakut oertumbuhan eksoor oroduk oertanian , - 2 " . serta efek kompos'Gi produk, distribusi pasar dan daya saing terh'adap ekspor produk pertanian ke kawasan ASEAN dengan menggunakan data sekunder deret waktu dan metode analisis Constant Market Share. Kesimpuian utama hasii anaiisis ini adalah sebagai berikut : (1) Pertumbuhan ekspor Indonesia ke kawasan ASEAN selamaperiode 1997-1999 adalah yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN, bahkan lehih tinggi daripada pertumbuhan ekspor dunia ke kawasan yang sama, sedangkan pada periode 1999-2001 menurun dan lebih rendah dibanding Thailand, Filipina dan dunia; (2) Jurnal Agro Ekonomi, Volume 22 No.1, Mei 2004:46 -73
Transcript
  • ANALISIS KOMPARASI DAYA SAING PRODUK EKSPOR PERTANIAN ANTAR NEGARA ASEAN DALAM ERA

    PERDAGANGAN BEBAS AFTA Projogo U. Hadi dan Sudi Mardianto

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian JI. A. Yani 70 Bogor

    ABSTRACT

    The trade liberalisation under AFTA schemes commencing since 1 January 2003 would result in the more opened market in the ASEAN region and increased competition among countries in the region. The present paper aims to conduct an inter ASEAN comparative analysis on the export growth of agricultural products as well as effect of product composition, market distribution and competitiveness on export of agricultural products to the ASEAN region, using time-series data and Constant Market Share approach. The main findings of the analysis are as follows : (1) The Indonesia's export growth to the ASEAN region in the 1997-1999 period was the highest one among the ASEAN countries, even higher than the world export to the same region, while in the 1999-2001 period it decreased and became slower compared than Thailand, Filipina and world; (2) Composition of the Indonesia's export product was the best one among the ASEAN county, even though it weakened in the 1999-2001 from the previous period; (3) Market distribution of the lndonesia's export in the 1997-1999 period was worse than Singapore's only, but in the following period it weakened and became worse compared to Singapore and Vietnam; and (4) Competitiveness of the Indonesia's export in the 1997- 1999 period was the best one among the ASEAN countries, but weakened in the subsequent period and became worse compared to the Philippines and Thailand. It is suggested that in the future, Indonesia needs to pay more attentions on the selection of correct product composition and county destination so as to win in the increasing competition with other ASEAN countries and even non ASEAN countries.

    Key words : AFTA Trade Liberalisation, Constant Market Share Approach, Product Composition Effect, Market Distribution Effect, Competition Effect

    ABSTRAK

    Liberalisasi perdagangan AFTA yang beriaku sejak 1 Januari 2003 akan menvebabkan makin terbukanva oasar di kawasan ASEAN dan makin tajamnya persaingan antar negara di kawasan ini. Tulisan ini bertujuan untuk meiakukan analisis komoarasi antar neaara ASEAN vana menvanakut oertumbuhan eksoor oroduk oertanian , - 2 " . serta efek kompos'Gi produk, distribusi pasar dan daya saing terh'adap ekspor produk pertanian ke kawasan ASEAN dengan menggunakan data sekunder deret waktu dan metode analisis Constant Market Share. Kesimpuian utama hasii anaiisis ini adalah sebagai berikut : (1) Pertumbuhan ekspor Indonesia ke kawasan ASEAN selamaperiode 1997-1999 adalah yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN, bahkan lehih tinggi daripada pertumbuhan ekspor dunia ke kawasan yang sama, sedangkan pada periode 1999-2001 menurun dan lebih rendah dibanding Thailand, Filipina dan dunia; (2)

    Jurnal Agro Ekonomi, Volume 22 No.1, Mei 2004: 46 -73

  • Komposisi produk ekspor lndonesia adalah yang terbaik di antara negara-negara MEAN, walaupun melernah pada periode 1999-2001 dibanding 1997-1999; (3) Distribusi pasar ekspor lndonesia pada periode 1997-1999 hanya kalah dari Singapura, tetapi pada periode 1999-2001 rnelernah dan kalah dari Singapura dan Vietnam; dan (4) Daya saing ekspor lndonesia pada periode 1997-1999 paling kuat di antara negara-negara ASEAN, tetapi pada periode 1999-2001 melernah dan kalah dari Filipina dan Thailand. Disarankan agar di rnasa datang, lndonesia lebih rnernperhatikan lagi pernilihan yang lebih tepat rnengenai komposisi produk dan negara tujuan ekspornya agar dapat lebih memenangkan persaingan dengan sesama negara ASEAN lainnya dan bahkan negara- negara non ASEAN.

    Kata kunci : perdagangan bebas AFTA, pendekatan pangsa pasar konstan, efek komposisi produk, efek distribusi pasar, efek persaingan

    PENDAHULUAN

    Perdagangan bebas AFTA rnulai diberlakukan tanggal 1 Januari 2003 bagi enarn negara anggota lama ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Lambat atau cepat, liberalisasi perdagangan AFTA akan rnenyebabkan pasar di sernua negara anggota ASEAN (terrnasuk lndonesia) akan rnakin terbuka. Narnun pada dasarnya, negara-negara anggota ASEAN rnernproduksi jenis produk pertanian yang harnpir sarna karena rnempunyai kondisi iklim dan budaya yang hampir sama. Oleh karena itu, rnanfaat perdagangan bebas AFTA yang akan dapat dipetik tergantung kepada daya saing produk pertanian negara-negara ASEAN itu sendiri.

    Produk atau kelornpok produk pertanian yang mernpunyai daya saing tinggi akan mampu eksis dan terus berkernbang sehingga ekspor negara- negara ASEAN (termasuk) lndonesia ke kawasan ASEAN sendiri akan makin besar yang selanjutnya akan dapat mendorong produksi dalarn negeri serta rneningkatkan pendapatan petani, kesempatan kerja dan devisa negara. Agroindustri yang rnengolah produk ekspor diperkirakan juga'akan berkernbang makin pesat. Bagi Indonesia, manfaat positif yang diharapkan dari liberalisasi perdagangan AFTA ini adalah kontribusinya bagi proses pemulihan ekonomi nasional dari krisis.

    Sebaliknya, produk atau kelompok produk pertanian yang daya saing- nya rendah akan terancam eksistensinya sehingga produksi dalam negeri dan pendapatan petani negara-negara ASEAN (termasuk lndonesia) akan menurun. Untuk Indonesia, beberapa produk pertanian yang saat ini paling krusial dilihat dari segi ketahanan pangan (foodsecurjty) adalah beras dan gula. Jumlah impor kedua produk ini sangat besar dengan harga relatif murah yang menyebabkan harga dornestik jatuh sehingga petani produsen yang pada urnumnya sudah rniskin mengalami kerugian makin besar. Jika ha1 ini terus berlangsung, dikhawatirkan sustainabilitas pertanian padi dan tebu (terrnasuk pabrik gula) dan

    ANALISIS KOMPARASI DAYA SAlNG PRODUK EKSPOR PERTANIAN ANTAR NEGARA ASEAN DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS AFTA PraiDgo U. Hadi dm Sudi Mardianto

  • produk-produk substitusi impor lainnya di lndonesia akan terancam. Selanjut- nya, ha1 ini akan dapat menyebabkan lndonesia terjebak ke dalam tingkat ketergantungan sangat tinggi pada pasokan beras dan guia dari luar negeri (terutama ASEAN), disamping meningkatnya instabilitas sosial karena makin banyaknya jumlah tenaga penganggur yang sernula bekerja pada pertanian padi dan tebu, pabrik gula dan kegiatan-kegiatan bisnis terkait lainnya, baik yang lebih hulu maupun yang iebih hilir.

    Ketergantungan sangat tinggi pada pasokan luar negeri akan dapat mengancam ketahanan (ketersediaan) pangan daiarn negeri, terutama apabila pasokan beras dan gula di pasar dunia sangat tipis. Ditambah lagi dengan adanya anomaii iklim karena El-Nino dan La-Nina, produksi beras dan gula di beberapa negara produsen di ASEAN dikhawatirkan akan cenderung menurun. Agroindustri yang rnengoiah produk substitusi impor mungkin akan lebih memilih mengirnpor bahan baku dibanding membeli dari dalam negeri karena harga impor akan lebih murah. Bagi Indonesia, apabila ha1 itu tidak diantisipasi secara tepat, maka negara ini akan mengalami krisis pangan yang sangat serius yang disertai dengan meningkatnya jumlah tenaga penganggur dan penduduk miskin yang akan memicu kerawanan sosial, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan.

    Pengalaman di Jepang membuktikan bahwa liberalisasi perdagangan telah menyebabkan harga produk pertanian dalam negeri yang semula sangat tinggi karena diproteksi menjadi terus menurun. Turunnya harga menyebabkan pengusahaan produk pertanian menjadi makin tidak menguntungkan, sehingga makin banyak areal pertanian yang dibiarkan tidak tergarap dan makin sedikit jumlah petani yang mau mengusahakan (Kamiya, 2002). Selanjutnya, ha1 ini menyebabkan tingkat ketergantungan Jepang pada impor makin tinggi (tingkat swasembada menurun). Masalah ini bisa juga terjadi di lndonesia jika dampak iiberalisasi perdagangan terhadap pertanian beras dan gula tidak diantisipasi secara baik sejak dini.

    Sehubungan dengan permasaiahan tersebut di atas, tulisan ini menco- ba meiakukan analisis kornparasi antar negara ASEAN yang menyangkut : (1) Pertumbuhan ekspor produk pertanian ke kawasan ASEAN; dan (2) Efek komposisi produk, efek distribusi pasar dan efek daya saing terhadap ekspor produk pertanian ke kawasan ASEAN.

    Kerangka Pemikiran Pada dasarnya, negara-negara ASEAN memproduksi dan mengkon-

    surnsi produk pertanian yang hampir sama, tetapi jumlah produksi, jumlah konsumsi dan daya saingnya berbeda-beda. Ada negara yang surplus produksi

    Jurnal Agro Ekonomi, Volume 22 No.1, Mei 2004: 46 -73

  • pengangguran di pedesaan yang sekarang sudah tinggi diperkirakan akan semakin tinggi yang selanjutnya akan rnendorong proses urbanisasi lebih deras. Semuanya itu akan mengarah pada krisis sosial-ekonomi yang lebih besar.

    Neraca perdagangan produk pertanian antara lndonesia dan rnasing- masing negara anggota ASEAN lainnya diperkirakan akan berubah. Namun besar dan arah perubahan neraca perdagangan tersebut tergantung pada seberapa jauh lndonesia mampu bersaing untuk menembus pasar-pasar potensial di kawasan ASEAN dan mampu mernbendung arus irnpor dari kawasan ASEAN. Untuk produk ekspor, pasar Singapura diperkirakan akan diperebutkan oleh negara-negara pengekspor. Namun untuk beberapa produk tertentu, lndonesia diperkirakan mempunyai keunggulan cukup tinggi. Sebagai contoh adalah minyak sawit, sayuran dan daging babi asal Sumatera Utara dan sekitarnya, yang secara geografis letaknya paling dekat dengan Singapura dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Untuk produk irnpor, diperkirakan lndonesia akan mengalami defisit perdagangan dengan Thailand dan Vietnam.

    Untuk dapat memenangkan persaingan intra ASEAN, paling sedikit ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan oleh masing-masing negara ASEAN (terrnasuk lndonesia), yaitu komposisi produk, distribusi pasar dan daya saing. Negara yang lebih marnpu rnemilih komposisi produk yang diekspornya secara lebih tepat, lebih mampu memilih pasar (negara tujuan) yang pertumbuhan impornya tinggi, dan mempunyai daya saing lebih tinggi akan lebih mampu memenangkan persaingan. lndonesia diharapkan akan menjadi pemenang dalam persaingan perdagangan intra ASEAN dalarn era perdagangan bebas AFTA apabila mernpunyai kelebihan-kelebihan tersebut.

    Metode Analisis Berbagai metode telah dikembangkan untuk mengukur daya saing

    ekspor produk pertanian suatu negara relatif terhadap negara-negara pesaingnya. Model "Pangsa Pasar Konstan" (Consant Market Share = CMS) adalah salah satu rnetode yang sudah banyak digunakan. Latar belakang penggunaan model CMS adalah adanya kernungkinan bahwa suatu negara (misalnya Indonesia) selama suatu periode mengalami pertumbuhan ekspor lebih rendah dibanding dunia (sebagai standar).

    Menurut Leamer and Stern (1970), faktor penyebab lebih rendahnya pertumbuhan ekspor tersebut antara lain adalah : (1) Suatu negara pengekspor (rnisalnya lndonesia) hanya mernfokuskan ekspornya pada suatu produk atau kelompok produk tertentu yang pertumbuhan permintaan ekspornya lambat; (2) Ekspor tersebut lebih ditujukan ke negara-egara yang perturnbuhan ekonominya lambat; dan (3) Negara pengekspor yang bersangkutan (misalnya lndonesia) tidak rnampu atau enggan bersaing dengan negara-negara pesaingnya. Berdasarkan tiga alasan ini, daya saing ekspor suatu negara (rnisalnya Indonesia) relatif terhadap negara-negara pesaingnya dapat dilihat dari segi

    Jurnal Agio Ekonomi, Volume 22 No.1. Mei 2004 : 46 - 73

  • dirnana : = nilai ekspor negara tertentu sernua produk ke kawasan ASEAN = nilai ekspor negara tertentu produk i ke kawasan ASEAN = nilai ekspor negara tertentu semua produk ke negara j = nilai ekspor negara tertentu produk i ke negara j = nilai ekspor standar seluruh produk ke kawasan ASEAN

    Wi = nilai ekspor standar produk i ke kawasan ASEAN Wi = nilai ekspor standar seluruh produk ke negara j Wii = nilai ekspor standar produk i ke negara j t =tahun t t-1 = tahun t-1

    Perturnbuhan Standar Dalam analisis ini, parameter pertumbuhan standar rnengindikasikan

    standar umum pertumbuhan ekspor produk negara-negara dunia ke kawasan ASEAN. Perturnbuhan ini mencerminkan kinerja ekspor dari negara atau kelompok negara pesaing terhadap lndonesia atau negara-negara anggota ASEAN lainnya. Jika paramater pertumbuhan ekspor standar lebih tinggi (atau lebih rendah) dibanding parameter pertumbuhan ekspor lndonesia ke kawasan ASEAN, berarti kinerja ekspor lndonesia lebih baik (atau lebih buruk).

    Efek Kornposisi Produk Parameter efek kornposisi produk bisa bernilai positif atau negatif.

    Parameter yang bernilai positif mengindikasikan bahwa negara pengekspor yang menjadi perhatian (rnisalnya lndonesia) mengekspor suatu produk ke negara yang mernpunyai pertumbuhan impor produk itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan impor kelompok produk tersebut. Misalnya, apabila pertumbuhan ekspor kopi bubuk lndonesia ke ASEAN lebih tinggi daripada pertumbuhan impor kelompok produk kopi (gabungan berbagai rnacarn produk kopi) oleh ASEAN, berarti efek komposisi produk kopi lndonesia di pasar ASEAN akan positif. Jika yang terjadi adalah sebaliknya, rnaka efek komposisi produk akan negatif.

    Efek Distribusi Pasar Parameter efek distribusi pasar bisa bernilai positif atau negatif.

    Parameter akan bernilai positif jika negara pengekspor yang rnenjadi perhatian (rnisalnya lndonesia) rnendistribusikan pasarnya ke pusat perturnbuhan

    Jurnal Agro Ekonorni, Volume 22 N o l . Mei 2004: 46 - 73

  • permintaan. Misalnya, apabila ekspor kopi bubuk lndonesia ke negara dengan pertumbuhan impor kopi olahan asal lndonesia adalah yang tertinggi (misalnya Singapura), maka efek distribusi pasar akan positif. Jika sebaliknya, maka efek distribusi pasar akan negatif.

    Efek Daya Saing Parameter efek daya saing mengindikasikan kenaikan atau penurunan

    bersih (net gain or loss) dalam pangsa pasar ekspor lndonesia secara relatif terhadap standar setelah memperhitungkan perubahan komposisi produk dan distribusi pasar. Asumsinya adalah bahwa efek daya saing yang didasarkan pada perubahan pangsa pasar ekspor negara pengekspor yang menjadi perhatian (misalnya lndonesia) di pasar ASEAN (atau negara tertentu) untuk produk tertentu hanya dapat terjadi selama periode analisis sebagai respon terhadap perubahan harga relatif produk asal lndonesia. Nilai parameter daya saing bisa positif atau negatif. Jika parameter bernilai positif, berarti lndonesia merupakan pesaing kuat di bawah potongan harga pesaingnya. Jika negatif, berarti lndonesia lemah dalam persaingan.

    Periode Analisis dan Data Efek komposisi produk dan distribusi pasar keduanya tergantung pada

    distribusi ekspor negara pengekspor yang menjadi perhatian (misalnya Indonesia) pada tahun dasar. Dengan kata lain, analisis ini tidak memperhatikan perubahan yang terjadi selama periode analisis. lmplikasinya adalah bahwa introduksi produk ekspor baru yang belum tercakup dalam tujuan ekspor pada tahun dasar atau konsentrasi pada pasar baru berada di luar jangkauan analisis. Oleh karena itu, pengukuran parameter ini akan sangat bermanfaat apabila periode analisis cukup pendek yang tidak memungkinkan munculnya produk atau produk baru atau pasar konsentrasi baru. Dalam kaitan itu, sesuai dengan ketersediaan data, periode analisis dibagi menjadi dua segmen, yaitu 1997-1999 dan 1999-2001, sehingga perubahan kinerja ekspor dapat diketahui. Data yang digunakan berasal dari statistik yang dikeluarkan oleh World Bank.

    HASlL DAN PEMBAHASAN

    Pertumbuhan Ekspor dan Daya Saing Produk Pertanian lndonesia d i Kawasan ASEAN

    Hasil analisis pertumbuhan nilai ekspor produk pertanian lndonesia dan dunia ke kawasan ASEAN selama periode 1997-1999 dan 1999-2001 dengan menggunakan metode Constant Market Share (CMS) diperlihatkan pada Tabel 1. Tampak bahwa parameter pertumbuhan ekspor lndonesia selama 1997-1999 ke kawasan ASEAN mencapai 0,313. Angka ini lebih tinggi dibandingkan

    ANALIS S XOMPARAS OAYASAAG PaOD.& EKSPOR PERTAF. AN AXTAR NEGARAASEAL \.A-AM ERA PEROAGANGAX BEBAS AFTA Pra,cp2 b dad o m S.d btzro6nlo

  • Hasil observasi di lapang memperkuat hasil analisis di atas. Ekspor sayuran dari Sumatera Otara ke beberapa negara ASEAN, seperti Singapura dan Malaysia, selama beberapa tahun terakhir cenderung menurun. Salah satu penyebabnya adalah tekanan produk serupa dari Vietnam, China dan Pakistan untuk komoditas kubis, ubi jalar, dan kentang. Diperoleh informasi bahwa saat ini Vietnam telah berhasil menguasai pangsa ekspor ubi jalar ke Singapura, karena selain ukuran ubinya yang relatif seragam juga bentuk dan penampilan- nya lebih menarik (ubinya bersih). Tabel 3. Pengaruh Dislribusi Pasar Terhadap Eskpor Produk Pertanian Indonesia di Kawasan

    ASEAN, 1997-1999 dan 1999-2001 (x103) (%)

    Kelom- Negara Pengimpor pok Malaysia Singapura Thailand Filipina

    97-99 99-01 97-99 99-01 97-99 99-01 97-99 99-01

    24 0,433 3,764 -0,262 -0,390 0,000

    Jurnal A g o Ekonoml, Volume 22 No 1, Mei 2004 : 46 - 73

  • Tabel 4. Pengaruh Persaingan terhadap Ekspor Produk Pertanian Indonesia di Kawasan ASEAN, 1997-1999 dan 1999-2001 (~107 (%)

    Kelom- Negara Pengimpor P Q ~ Malaysia Singapura Thailand Filipina

    97-99 99-01 97-99 99-01 97-99 99-01 97-99 99-01

    Pertumbuhan Ekspor dan Daya Saing Produk Pertanian Negara-negara ASEAN Lainnya di Kawasan ASEAN Thailand

    Pertumbuhan ekspor produk pertanian Thailand ke kawasan ASEAN selama periode 1997-1999 dan 1999-2001 diperlihatkan pada Tabel 5. Terlihat bahwa ekspor Thailand selama periode 1997-1999 menurun 0,262. Penurunan ini lebih cepat dibandingkan dengan penurunan perturnbuhan ekspor standar (dunia) ke kawasan ASEAN yang mencapai 0,177. Pada periode 1999-2001, negara ini mampu rnemperbaiki pertumbuhan ekspornya menjadi positif sebesar

    Jurnai Agro Ekonorni, Volume 22 N a l , Mei 2004: 46 - 73

  • Berkaitan dengan komposisi produk, ada ha1 menarik yang perlu diulas lebih lanjut. Dari 24 kelompok produk pertanian, pada periode 1997-1999 hanya 9 kelompok produk yang bernilai negatif dan sisanya (15) bernilai positif. Pada periode 1999-2001 kondisinya berbalik drastis, yaitu hanya ada 8 kelompok produk yang bernilai positif dan sisanya (16 komoditas) bernilai negatif (Tabel 6). Pada periode 1999-2001, jumlah kelompok produk yang bernilai negatif bertambah banyak, tetapi efek komposisi produk secara keseluruhan lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Faktor penyebabnya adalah perubahan yang sangat tajam pada beberapa kelompok produk dari bernilai negatif menjadi positif. Kelompok produk yang dimaksud adalah : (1) kelompok 03 (produk susu) yang meningkat dari -0,0897 menjadi 0,2738; (2) kelompok produk 10 (serealia), dimana beras dan jagung termasuk di dalamnya, meningkat dari -0,001 menjadi 0,1079; dan (3) kelompok produk 23 (residu, limbah agroindustri dan hijauan pakan ternak), yang meningkat dari -0,2068 menjadi 0,2596. Kondisi ini setidaknya memberikan gambaran bahwa Thailand mengembangkan produk pertanian yang memang benar-benar mempunyai daya saing tinggi.

    Tabel 6. Efek Komposisi Produk terhadap Ekspor Produk Pertanian Thailand di Kawasan ASEAN, 1997-1999 dan 1999-2001 (%)

    Kelompok Nilai Komposisi Produk Kelompok Nilai Komposisi Produk Produk 1997-99 1999-01 Produk 1997-99 1999-01

    01 -0,05013 -0,08945 13 0.00351 0.00228

    Efek distribusi pasar ekspor produk pertanian Thailand selama periode 1997-1999 bernilai negatif, yaitu -0,0313. P,arameter ini menunjukkan bahwa Thailand selama periode tersebut belum mendistribusikan ekspor ~roduk pertaniannya ke negara-negara di kawasan. ASEAN yang 'mempunyai pertumbuhan impor tinggi. Kondisi pada periode 1999-2001 relatif tidak berubah. dimana efek distribui pasar masih negatif, namun sudah membaik: Membaiknya distribusi pasar produk pertanian Thailand di kawasan ASEAN

    Jvrnal Agro Ekonomi, Volume 22 No.1, Mei 2004 : 46 - 73

    60

  • untuk meningkatkan daya saing produk pertanian yang dihasilkan agar tidak terancam oleh produk sejenis dari negara lain.

    Seperti halnya yang terjadi pada produk pertanian Indonesia dan Thailand, pasar produk pertanian Malaysia di kawasan ASEAN juga masih lemah dalam komposisi produk dan distribusi pasar. Nilai parameter komposisi produk dan distribusi pasar masing-masing adalah 0 dan -0,0685 pada periode 1997-1999 dan menjadi -0,002 dan -0,0465 pada periode 1999-2001. Negatifnya nilai parameter komposisi produk dan distribusi pasar rnenunjukkan bahwa Malaysia belum (tidak) memperhatikan secara cermat pertumbuhan impor produk pertanian di kawasan ASEAN menurut komposisi produk dan perkembangan impor di tiap-tiap negara anggota ASEAN. Walapun nilai parameter tersebut masih negatif dan relatif kecil, Malaysia telah mulai memperbaiki distribusi pasarnya.

    Berkaitan dengan komposisi produk, apabila dicermati lebih lanjut dari 24 kelompok produk pertanian yang dianalisis, ternyata selama periode 1997- 1999 terdapat 9 kelompok produk bernilai negatif dan sisanya (15) bernilai positif (Tabel 8). Kelompok produk yang bernilai positif memang termasuk sebagai produk pertanian unggulan ekspor Malaysia yaitu kelompok 15 (yang didominasi CPO) dan kelompok 18 (kakao). Pada periode 19994001, komposisi produk berubah cukup drastis, yaitu hanya 8 kelompok produk yang bernilai positif, sedangkan sisanya (16) bernilai negatif. Kelompok 18 (kakao) adalah salah satu dari 8 kelompok produk yang bernilai positif dan nilainya meningkat dibandingkan dengan periode 1997-1999. Khususnya CPO yang selama ini merupakan produk andalan ekspor Malaysia, efek komposisi produknya pada periode 1999-2001 justru menurun cukup drastis yaitu menjadi -0,254, dibandingkan dengan periode 1997-1999 sebesar 0,167. lnformasi yang diperoleh dari pengamatan di lapangan juga menunjukkan bahwa ekspor CPO Malaysia menghadapi tekanan makin berat dari CPO Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada ekspor anak ayam (DOC).

    Efek distribusi pasar selama periode 1997-1999 bernilai negatif, yaitu -0,0685. Hal ini menunjukkan bahwa Malaysia selama periode tersebut belum mendistribusikan ekspor produk pertaniannya ke negara-negara di kawasan ASEAN yang mempunyai pertumbuhan irnpor tinggi. Pada periode 1999-2001, kondisinya relatif tidak berubah, dimana pengaruh distribusi pasar masih negatif, namun sudah relatif membaik.

    Selain efek komposisi produk dan distribusi pasar, parameter lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh persaingan (daya saing) produk. Selama periode 1997-1999 dan 1999-2001, efek persaingan produk pertanian Malaysia di kawasan ASEAN bertanda negatif dengan nilai masing-masing - 0,107 dan -0,058. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum produk pertanian Malaysia di pasar ASEAN mempunyai daya saing relatif rendah terhadap negara-negara pesaing jika terjadi penurunan harga.

    Jumal Agro Ekonami, Volume 22 No.1, Mei 2004: 46 - 73

  • Jak

    jan sih sisi ~ d e 01. :an Ian Ian ilai ~ la i

    ari 17- lai uk ng isi lai ah at ini fa 4, '9 0 la

    tu n In 1, f ,

    9 c. n

    n D

    Tabel8. Efek Komposisi Produk terhadap Ekspor Produk Pertanian Maiaysi3 ke Kawasan ASEAN, 1997-1999 dan 1999-2001 (%)

    Kelompok Nilai Komposisi Produk Kelompok Nilai Komposisi Produk Produk 1997-1999 1999-2001 Produk 1997-1g99 1999-2001

    01 -0,03870 -0,07102 13 0,00271 0,00181

    Filipina Pertumbuhan ekspor produk pertanian Filipina ke kawasan ASEAN

    selama periode 1997-1999 dan 1999-2001 diperlihatkan pada Tabel 9. Terlihat bahwa parameter pertumbuhan ekspor Filipina selama periode 1997-1999 adalah -0.213. Penurunan ekspor tersebut lebih cepat daripada penurunan ekspor dunia ke ASEAN sebesar 0,1770. Pada periode 1999-2001, Filipina mampu memperbaiki pertumbuhan ekspor produk pertaniannya ke kawasan ASEAN menjadi 0,8885, yang juga lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor dunia sebesar 0,046.

    Tabel9. Parameter Pertumbuhan Ekspor Produk Pertanian Filipina ke Kawasan ASEAN, 1997-1999 dan 1999-2001

    Komponen Nilai (%) 1997-1 999 1999-2001 Pertumbuhan ekspor -0,21300 0,88100 Pertumbuhan standar -0,17700 0,04600 Efek komposisi produk 0,00000 -0,02800 Efek distribusi pasar 0,01910 -0,00630 Efek persaingan -0,21530 0,88850

    Perbaikan pertumbuhan ekspor Filipina tersebut cukup spektakuler, yaitu meningkat cukup tajam melampaui pertumbuhan ekspor Indonesia bahkan

    ANALISIS KOMPARASI OAYA SAlNG PRODUK EKSPOR PERTANIAN ANTAR NEGARA ASEAN DALAM ERA PEROAGANGAN BEBAS AFTA Prajogo U. Hadi dan Sudi Madimto

  • Thailand yang dikenal sebagai negara pengekspor produk pertanian utama di dunia maupun kawasan ASEAN. Selain itu, membaiknya pertumbuhan ekspor Filipina pada periode 1999-2001 diduga juga berkaitan dengan semakin terbukanya pasar ASEAN, baik karena perkembangan kesepakatan AFTA maupun kesepakatan perdagangan seperti APEC yang juga mengikat sebagian besar negara-negara di kawasan ASEAN.

    Peningkatan pertumbuhan ekspor Filipina ke kawasan ASEAN sejalan dengan semakin membaiknya daya saing produk pertanian negara ini di kawasan tersebut, yaitu dari -0,2153 pada periode 1997-1999 menjadi 0,88850 pada periode 1999-2001. Filipina saat ini memang sangat gencar mengembangkan sektor pertaniannya melalui pembangunan infrastruktur irigasi secara besar-besaran, pengembangan varietas unggul padi dan melakukan perbaikan efisiensi industri pertaniannya, misalnya industri gula (Soeratmin, 2002; Laturiuw, 2003). Kondisi ini juga menunjukkan bahwa kebijakan proteksi dan promosi terhadap produk pertanian yang ditetapkan oleh pemerintah Filipina dilaksanakan secara konsisten dan terintegrasi antar departemen dan lembaga terkait.

    Dalam aspek komposisi produk, Filipina ternyata juga masih lemah, yaitu bernilai 0 pada periode 1997-1999 dan -0,028 pada periode 1999-2001. Kondisi ini menunjukkan bahwa negara ini belum memperhatikan secara cermat pertumbuhan impor produk pertanian di kawasan ASEAN menurut komposisi produk. Untuk aspek distribusi pasar, keragaan Filipina sama dengan Indonesia, yaitu bernilai positif (0,0191) pada periode 1997-1999 dan bernilai negatif (-0,0063) pada periode 1999-2001. Negatifnya parameter distribusi pasar menunjukkan bahwa Filipina belum (tidak) memperhatikan secara cermat perkembangan impor di tiap-tiap negara anggota ASEAN.

    Berkaitan dengan komposisi produk Filipina, apabila dicermati lebih lanjut dari 24 kelompok produk pertanian yang dianalisis selama periode 1997- 1999, ternyata ada 10 kelompok produk yang bernilai negatif dan 14 kelompok produk bernilai positif (Tabel 10). Pada periode 1999-2001, efek komposisi produk berubah drastis, yaitu hanya 8 kelompok produk yang bernilai positif dan sisanya (16) bernilai negatif. Di antara negara-negara penghasil produk pertanian di kawasan ASEAN, Filipina memang relatif sedikit dan kurang beragam dalam menghasilkan produk pertanian. Hal ini akan terlihat jelas pada distribusi pasar produk pertanian Filipina yang akan di bahas berikut ini.

    Efek distribusi pasar Filipina selama periode 1997-1999 bernilai positif, yaitu 0,0191. Hal ini menunjukkan bahwa negara ini selama periode tersebut telah mendistribusikan ekspor produk pertaniannya ke negara-negara di kawasan ASEAN yang mempunyai pertumbuhan impor tinggi. Selama periode 1999 - 2001, efek distribusi pasar Filipina berbalik bertanda negatif, yaitu -0,0063. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi pasar komoditas pertanian Filipina ke kawasan ASEAN semakin buruk karena tidak memperhatikan dinamika impor dari negara-negara ASEAN. Selain itu, jenis produk pertanian

    Jurnai Agro Ekonomi. Volume 22 N o l , Mei 2004: 46 - 73

  • kawasan ASEAN relatif lebih baik dibandingkan dengan lima negara pesaing tersebut. Malaysia dan' Singapura merupakan dua negara yang mengalami pertumbuhan ekspor negatif, sementara Thailand dan Filipina merupakan dua negara yang mengalami pertumbuhan ekspor cukup signifikan, yaitu dari negatif menjadi positif (Tabel 12). Negara-negara ASEAN umumnya belum memper- hatikan dengan baik pertumbuhan impor di masing-masing negara ASEAN menurut komposisi produknya. Hal ini terlihat dari nilai pengaruh komposisi produk yang umumnya bernilai negatif.

    Dari parameter distribusi pasar terlihat bahwa Singapura dan Vietnam adalah dua negara yang mempunyai pengaruh distribusi pasar positif, sedangkan Malaysia dan Thailand adalah dua negara yang mempunyai pengaruh distribusi pasar negatif. Indonesia dan Filipina adalah negara-negara yang mempunyai nilai distribusi pasar positif selama periode 1997-1999, namun mengalami kemunduran dan menjadi negatif selama periode 1999-2001. Hal menarik yang dapat dilihat dari perkembangan pengaruh komposisi komoditas dan distribusi pasar adalah tidak ada satu negara pun di kawasan ASEAN yang mampu memperbaiki dua aspek tersebut. Hal ini patut diwaspadai karena merupakan indikasi dari semakin tertekannya pasar ASEAN oleh komoditas pertanian dari luar kawasan ASEAN, seperti China, India, Pakistan, Bangladesh, Australia dan negara-negara penghasil produk pertanian lainnya.

    Tabel 12. Parameter Pertumbuhan Ekspor Produk Pertanian Negara-negara ASEAN ke Kawasan ASEAN, 1997-1999 dan 1999-2001 (%)

    Negara Pengekspor Komponen IND MAL SING THA FIL WET Pertumbuhan ekspor : 1997-1999 0,313 -0,127 -0,153 -0,262 -0,213 0,092 1999-2001 0,024 -0,061 -0,032 0,149 0,881 -0,220 Pertumbuhan standar: 1997-1 999 -0,177 -0,177 -0,177 -0,177 -0,177 -0,177 1999-2001 0,046 0,046 0,046 0,046 0,046 0,046 Efek komposisi produk :

    ! 1997-1 999 0,000 0,000 0,000 -0,043 0,000 0,000 1999-2001 -0,002 -0,002 -0,009 -0,002 -0,028 -0,005 Efek distribusi pasar : ! 1997-1999 0,033 -0,068 0,132 -0,031 0,019 0,013 1999-2001 -0,033 -0,046 0,001 -0,078 -0,487 0,004 Efek persaingan : 1997-1999 0,308 -0,107 -0,109 -0,261 -0,215 0,091 1999-2001 0,028 -0,058 -0.031 0,111 0,888 -0,227

    I Jurnal Agro Ekonom~, Volume 22 No 1, Me1 2004 46 - 73 d

    l

  • ling ami dua jatif Jer- IAN ~sisi

    lam ;itif, iyai ara w n Hal itas ang ma tas sh,

    I ke

    -

    -

    T -

    192 20

    77 46

    00 05

    13 04

    31 2 7

    Pada komponen persaingan pasar, lndonesia merupakan satu-satunya negara yang mempunyai daya saing positif, sementara Malaysia dan Singapura merupakan dua negara yang mempunyai nilai daya saing negatif. Thailand dan Filipina adalah dua negara yang mampu memperbaiki daya saing produk pertaniannya, sedangkan Vietnam justru sebaliknya. Khusus bagi lndonesia, walaupun mempunyai nilai daya saing lebih baik dibandingkan dengan negara- negara lain di kawasan ASEAN, penurunan nilai daya saing dari 0,308 pada periode 1997-1999 menjadi 0,028 pada periode 1999-2001 patut diwaspadai. Dilihat dari perkembangan daya saing masing-masing negara, Thailand dan Filipina merupakan dua negara pesaing potensial, disamping Vietnam dan Malaysia.

    KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

    Kesimpulan Ekspor produk pertanian lndonesia ke kawasan ASEAN selama 1997-

    1999 mengalami pertumbuhan positif dan lebih cepat dibanding ekspor dunia ke kawasan yang sama. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya daya saing komoditas pertanian lndonesia terutama karena depresiasi rupiah. Namun selama 1999-2001, terjadi sebaliknya, yaitu pertumbuhan ekspor lndonesia turun dan lebih lambat dibanding ekspor dunia ke kawasan yang sama, yang mungkin disebabkan oleh apresiasi rupiah.

    Komposisi produk dan distribusi pasar ekspor lndonesia masih lemah, yang menunjukkan bahwa lndonesia belum memperhatikan pertumbuhan impor komoditas pertanian menurut komposisi komoditas yang tepat dan perkembangan impor di masing-masing negara anggota ASEAN. Lemahnya penyelidikan pasar (market intellegence) merupakan fenomena umum para eksportir lndonesia yang menyebabkan dinamika penawaran dan permintaan komoditi pertanian di kawasan ASEAN (dan juga kawasan dunia lainnya) tidak terpantau secara baik.

    Di antara 24 kelompok produk pertanian yang dianalisis, selama 1997- 1999 ada 14 kelompok produk yang mempunyai efek komposisi produk positif dan 10 kelompok lainnya mempunyai efek komposisi produk negatif, sedangkan selama 1999-2001 terjadi sebaliknya, yaitu hanya 8 kelompok produk yang mempunyai efek komposisi produk positif dan 16 kelompok lainnya mempunyai efek komposisi produk negatif.

    Efek distribusi pasar selama 1997-1999 bernilai positif, tetapi selama 1999-2001 menjadi negatif. Ini berarti bahwa selama 1997-1999 lndonesia mengekspor ke negara-negara dengan pertumbuhan impor tinggi, sedangkan selama 1999-2001 terjadi sebaliknya.

    Daya saing produk pertanian lndonesia di kawasan ASEAN selama 1997-1999 cukup kuat dibanding negara-negara anggota lainnya. Dari 4 negara

    ANALISIS KOMPARASI DAYA SAlNG PRODUK EKSPOR PERTANIAN ANTAR NEGARA ASEAN DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS AFTA Prajogo U Hadidan SudiMardaanto

  • na. si : luli

    ial an

    ANALISIS KOMPARASI OAYA SA NG PRODUK EKSPOR PERTAhlAh AIYTAR NEGARA ASEAN O A A M ERA PEROAGANGAN BEBAS AFTA Pra'ogo U Had oan S L ~ Marmanto

    Lampiran I. Pengelompokan Produk Pertanian yang Diperdagangkan dl Kawasan ASEAN*)

    Kelompok Produk Deskripsi Produk 01 Live animals 02 Meat and edible offal 03 Fish, crustaceans, molluscs, aquatic invertebrates nes 04 Dairy products, eggs, honey, edible animal product nes 05 Products of animal origin, nes 06 Live trees, plants, bulbs, roots, cut flowers, etc 07 Edible vegetables and certain roots and tubers 08 Edible fruits, nuts, peel of citrus fruit, mellons 09 Coffee, tea, mate and spices 10 Cereals 11 Milling products, malt, starches, inulin, wheat gluten 12 Oil seeds, oleagic fruits, grain, seed, fruit, etc, nes 13 Lac, gums, resins, vegetable saps and extracts nes 14 Vegetable planting materials, vegetable products, etc 15 Animal, vegetable fats and oils, cleavage products, etc 16 Meat, fish and seafood, food preparations nes 17 Sugars and sugar confectionery 18 Cocoa and cocoa preparations 19 Cereal flour, starch, milk preparations and products 20 Vegetable, fruit, nut, etc, food preparations 21 Miscellaneous edible preparations 22 Beverages, spirits and vinegar 23 Residues, wastes of food industry, animal fodder 24 Tobacco and manufactured tobacco substitutes

    Keterangan : ') Berdasarkan SlTC (Standard International Trade Code).


Recommended