+ All Categories
Home > Documents > IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

Date post: 05-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 20 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
14
51 IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI INFRASTRUKTUR AKIBAT BANJIR CITARUM DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG Harri A. Setiadi Pusat Litbang Permukiman, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum Jalan Panyawungan – Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung Email : [email protected] Tanggal diterima: 23 September 2012, Tanggal disetujui: 23 Februari 2013 ABSTRACT Repetitive flood occurrence with rising escalation and intensity influenced community who lived around Citarum watershed. Tangible impacts which directly influence community are building damage and infrastructure disruption. This study identifies the impacts of Citarum flood on building damage and infrastructure functionality. The study uses qualitative approach and takes 2010 Citarum flood disaster case study in Bandung Regency. The research is conducted on human settlements along the river bank and the adjacent areas. Principal tool for collecting primary data are observation and interview. Ecological perspective is used to identify the flood along Citarum river banks and adjacent areas, failure mechanism of building component concepts is used to identify flood impacts on building damage, and public infrastructure concepts is used to identify flood impacts on infrastructure disruption. The research results are presented in three sections according to the above identifications. Keywords: urban deprivation, flood, land conversion, building damage, infrastructure disruption ABSTRAK Eskalasi dan intensitas banjir Sungai Citarum di Kabupaten Bandung semakin tahun makin meningkat serta terjadi berulang sehingga memberi dampak terhadap komunitas penduduk yang tinggal sepanjang daerah aliran sungai Citarum dan daerah sekitarnya. Dampak yang langsung dirasakan oleh komunitas penduduk (tangibles) adalah kerusakan terhadap berbagai tipe bangunan dan terhentinya infrastruktur permukiman. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana banjir melanda permukiman sepanjang bantaran Sungai Citarum, kerusakan berbagai bentuk bangunan, dan terhadap fungsi-fungsi infrastruktur permukiman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan memanfaatkan studi kasus banjir besar Sungai Citarum di Kabupaten Bandung pada tahun 2010. Lokasi penelitian dilakukan pada permukiman di atas bantaran sungai Citarum dan wilayah sekitarnya dengan metode pengumpulan data observasi dan interview. Identifikasi banjir di permukiman sepanjang bantaran Sungai Citarum dideskripsikan menggunakan perspektif ekologi, identifikasi pengaruh banjir terhadap kerusakan bangunan menggunakan konsep mekanisme kerusakan pada komponen bangunan (failure mechanism of building component), dan identifikasi dampak banjir terhadap fungsi infrastruktur menggunakan konsep public infrastructure. Deskripsi mengenai hasil penelitian dikelompokan kedalam 3 kategori sesuai identifikasi di atas. Kata kunci : penurunan lingkungan wilayah kota, banjir, alih fungsi lahan, kerusakan bangunan, terhentinya fungsi infrastruktur Identification of Building Damage and Infrastructure Function due to Citarum Flood in Bandung Regency
Transcript
Page 1: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

51

IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI INFRASTRUKTUR AKIBAT BANJIR CITARUM DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG

Harri A. SetiadiPusat Litbang Permukiman, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum

Jalan Panyawungan – Cileunyi Wetan, Kabupaten BandungEmail : [email protected]

Tanggal diterima: 23 September 2012, Tanggal disetujui: 23 Februari 2013

ABSTRACT

Repetitive flood occurrence with rising escalation and intensity influenced community who lived around Citarum watershed. Tangible impacts which directly influence community are building damage and infrastructure disruption. This study identifies the impacts of Citarum flood on building damage and infrastructure functionality. The study uses qualitative approach and takes 2010 Citarum flood disaster case study in Bandung Regency. The research is conducted on human settlements along the river bank and the adjacent areas. Principal tool for collecting primary data are observation and interview. Ecological perspective is used to identify the flood along Citarum river banks and adjacent areas, failure mechanism of building component concepts is used to identify flood impacts on building damage, and public infrastructure concepts is used to identify flood impacts on infrastructure disruption. The research results are presented in three sections according to the above identifications.

Keywords: urban deprivation, flood, land conversion, building damage, infrastructure disruption

ABSTRAK

Eskalasi dan intensitas banjir Sungai Citarum di Kabupaten Bandung semakin tahun makin meningkat serta terjadi berulang sehingga memberi dampak terhadap komunitas penduduk yang tinggal sepanjang daerah aliran sungai Citarum dan daerah sekitarnya. Dampak yang langsung dirasakan oleh komunitas penduduk (tangibles) adalah kerusakan terhadap berbagai tipe bangunan dan terhentinya infrastruktur permukiman. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana banjir melanda permukiman sepanjang bantaran Sungai Citarum, kerusakan berbagai bentuk bangunan, dan terhadap fungsi-fungsi infrastruktur permukiman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan memanfaatkan studi kasus banjir besar Sungai Citarum di Kabupaten Bandung pada tahun 2010. Lokasi penelitian dilakukan pada permukiman di atas bantaran sungai Citarum dan wilayah sekitarnya dengan metode pengumpulan data observasi dan interview. Identifikasi banjir di permukiman sepanjang bantaran Sungai Citarum dideskripsikan menggunakan perspektif ekologi, identifikasi pengaruh banjir terhadap kerusakan bangunan menggunakan konsep mekanisme kerusakan pada komponen bangunan (failure mechanism of building component), dan identifikasi dampak banjir terhadap fungsi infrastruktur menggunakan konsep public infrastructure. Deskripsi mengenai hasil penelitian dikelompokan kedalam 3 kategori sesuai identifikasi di atas.

Kata kunci : penurunan lingkungan wilayah kota, banjir, alih fungsi lahan, kerusakan bangunan, terhentinya fungsi infrastruktur

Identification of Building Damage and Infrastructure Function due to Citarum Flood in Bandung Regency

Page 2: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

52

PENDAHULUAN

Permukiman sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Citarum sangat rawan terhadap terjadinya bencana banjir. Dalam tempo singkat banjir merendam kawasan permukiman tersebut dan menghentikan serta melumpuhkan aktivitas sosial ekonomi wilayah sekitarnya. Banjir tetap berlangsung walaupun hujan lokal sudah reda namun hujan di wilayah lain masih terus terjadi, karena aliran hujan di lokasi lain tetap mengarah ke Sungai Citarum melewati anak-anak sungai (tributaries). Banjir akibat meluapnya Sungai Citarum semakin tahun semakin sering terjadi, dengan luas wilayah yang tergenang tidak saja permukiman di sepanjang daerah aliran sungai namun sudah meluas ke wilayah sekitarnya di sepanjang DAS Citarum.

Permukiman di lokasi penelitian merupakan permukiman yang tidak saja dilanda banjir tahunan namun kerap pula dilanda banjir lokal, sehingga wilayah tersebut lebih banyak menerima dampak bencana banjir dibandingkan permukiman lainnya. Dari hasil observasi, permukiman yang terkena dampak banjir sebagian besar dibangun di sepanjang bantaran (DAS) Sungai Citarum dan daerah sekitarnya, khususnya di tiga wilayah di lokasi penelitian, hampir seluruhnya dibangun di wilayah rendah dataran banjir (flood plain) Sungai Citarum. Elevasi lokasi permukiman tersebut memiliki ketinggian sama dengan ketinggian dasar Sungai Citarum. Lebih khusus lagi, permukiman di lokasi penelitian, berdekatan dengan wilayah pertemuan anak-anak Sungai Citarum (Cisangkuy, Cijambe, Citepus, dan Cikapundung) dengan sungai induknya (Sungai Citarum). Akibatnya pada saat banjir, lokasi tersebut merupakan lokasi paling akhir yang surut tergenang banjir.

Tingkat keparahan banjir akibat meluapnya Sungai Citarum dari tahun ke tahun semakin meningkat. Demikian pula dengan jumlah kerugian akibat banjir juga makin meningkat seiring dengan meningkatnya keparahan banjir (D’Arrigo 2009). Patut disayangkan bencana tersebut dengan berbagai akibat yang ditimbulkannya terjadi berulang setiap tahun.

Bencana yang terjadi secara lokal di Kabupaten Bandung, sejalan dengan tren bencana global di beberapa kota lain. Dalam kajian akademis, tren bencana ini terjadi akibat penurunan kualitas lingkungan wilayah kota (urban deprivation) akibat terjadiya perubahan kesetimbangan antara lingkungan sosial (people society) dan lingkungan ekologis (ecological landscape) (Forman 2008). Laju urbanisasi yang tinggi dalam beberapa literatur diungkapkan sebagai salah satu penyebab utama

terjadinya perubahan kesetimbangan (Burel dan Baudry 2004). Urbanisasi mengakibatkan terjadinya fragmentasi ruang hijau (green vegetation) menjadi lahan pertanian, bangunan, maupun ruang terbuka lainnya yang digunakan untuk aktivitas manusia, sehingga fragmentasi ruang hijau secara signifikan berpengaruh terhadap perubahan daur hidrologis (Mendoza dkk 2010) (Pattison and Lane 2011).

Secara umum penelitian ini bertujuan mendeskripsikan persoalan kualitas bermukim menggunakan perspektif ekologi, karena kualitas bermukim yang tidak memenuhi standar adalah salah satu persoalan yang memerlukan penyelesaian dalam implementasi program pembangunan di Indonesia. Secara khusus, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana pengaruh banjir terhadap kerusakan pada bangunan tempat tinggal dan fungsionalitas infrastruktur permukiman, berdasarkan karakteristik visual (rapid assessment) dan deskripsi verbal yang disampaikan informan di lokasi penelitian.

KAJIAN PUSTAKA

Menurut Bradshaw dkk (2007), kawasan hijau memberi perlindungan alam terhadap bahaya banjir. Hasil penelitian mereka memperlihatkan adanya hubungan antara hilangnya kawasan hijau di wilayah sekitar sungai dengan meningkatnya eskalasi banjir sekaligus meningkatnya kerentanan permukiman, hasil penelitian mereka membuktikan signifikansi hubungan tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hilangnya wilayah hijau maka mengakibatkan meningkatnya koefisien run-off. Hal ini diakibatkan berkurangnya kemampuan daya serap lahan dalam menyimpan air hujan atau menahan laju penguapan air tanah yang berasal dari air hujan (infiltration rate), sehingga lebih banyak air hujan yang dialirkan ke sungai. Banjir yang terjadi akibat peristiwa ini sebagian besar karena meluapnya aliran sungai.

Secara khusus dalam penelitian yang dilakukan oleh Brody dkk (2007) menjelaskan hubungan kedua hal tersebut bahwa meningkatnya kepadatan (penduduk) di sepanjang sungai disertai bertambahnya permukaan lahan yang kedap air, terjadinya perubahan sistem hidrologis, mengakibatkan berkurangnya kemampuan permukaan tanah dalam menyerap air. Pada akhirnya terjadi pengurangan kapasitas sistem hidrologis untuk menampung dan menyimpan serapan air hujan secara alamiah. Sebagai akibatnya, perumahan dan bangunan semakin rentan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh banjir berulang.

Manifestasi kerentanan suatu wilayah sebagai lokasi bermukim akibat berkurangnya daya dukung

Page 3: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

53

Identifikasi Kerusakan Bangunan Dan Fungsi Infrastruktur Akibat Banjir Citarum Di Wilayah Kabupaten BandungHarri A. Setiadi

alam tidak mudah ditentukan. Indikasi timbulnya kerentanan yang kerap digunakan adalah terjadinya perubahan peristiwa alam (natural hazard) menjadi bencana alam (natural disaster) dengan potensi bahayanya terhadap warga pemukim (Hadley Rudenstine dan Galea 2009). Bencana banjir secara langsung merusak berbagai bentuk bangunan dan menghentikan fungsi infrastruktur permukiman.

Tipologi banjir yang digunakan untuk menjelaskan hubungan fenomena ini mengacu pada definisi National Weather Service Amerika Serikat, yaitu meningkatnya permukaan sungai hingga elevasi tertentu sehingga limpasan air sungai meluap melewati wilayah genangan alamiah hingga menyebabkan bencana (Gao dkk 2007).

Kerusakan bangunan dan infrastruktur. Banjir mengakibatkan kerusakan terhadap berbagai bentuk bangunan. Munculnya kerusakan terhadap bangunan akibat daya rusak banjir (flood action) yang meliputi; tekanan hidrostatik (hydrostatic pressure), daya apung (buoyancy), serta impak terhadap bangunan yang ditimbulkan oleh benda-benda terbawa banjir (debris) (Nadal 2010). Sedangkan lebih detail lagi menurut Milos Dr Dacky (2010) kerusakan bangunan terjadi karena daya rusak air seperti: tekanan horizontal statik (horizontal static pressure), tekanan hidrostatik keatas (upward hydrostatic pressure), dan tekanan akibat arus sungai (velocity stream action).

Kerusakan bangunan selain disebabkan oleh daya rusak banjir juga disebabkan oleh sifat patologis air maupun kontaminan yang terlarut dalam zat cair terhadap bahan bangunan. Air yang menggenangi bangunan secara terus menerus dan dalam waktu lama, atau menggenangi bangunan walaupun terjadi dalam tempo singkat namun apabila terjadi berulang ulang akan mencetuskan mekanisme yang mempercepat terjadinya kerusakan bangunan (deterioration). Kerusakan bangunan terjadi akibat interaksi fisik antara zat cair (genangan air) dengan material bangunan mengakibatkan proses kimiawi yang mengubah properti bahan bangunan menjadi properti yang berbeda dengan sebelumnya. Secara visual material bangunan (batu, batu bata, kayu) nampak solid, namun kondisi fisik material bangunan sebenarnya tidak solid (porous), berisi retakan mikroskopis (crack), dan berongga (void), sehingga pada saat banjir atau tergenang air terjadi penetrasi zat cair masuk kedalam bahan bangunan akibat kontak fisik (Harris 2001).

Banjir Sungai Citarum dan kerusakan bangunan. Dari penelusuran literatur, banjir yang melanda sebagian wilayah Bandung merupakan manifestasi

perubahan wilayah hijau (green area) menjadi permukiman, sawah dan usaha rakyat. Sebagai akibatnya wilayah resapan air (water catchmen) menjadi berkurang dan hujan mengalir langsung ke badan Sungai Citarum disertai sedimen. Laporan yang dipublikasikan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum memperlihatkan bahwa eskalasi dan intensitas banjir Sungai Citarum memiliki hubungan dengan perubahan tata guna lahan sepanjang DAS Sungai Citarum menjadi lahan pertanian dan lahan usaha serta wilayah permukiman. Semua hal tersebut merupakan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan kualitas lingkungan di lokasi penelitian dan sepanjang DAS Citarum (Kunto 1986) (BBWS Citarum 2011). Dari hasil observasi, penuturan informan, penuturan narasumber dan Laporan yang dipublikasikan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum mengenai akibat banjir yang melanda wilayah Bale Endah (lokasi penelitian), tipe dan jenis bangunan yang dihuni pemukim di lokasi penelitian kebanyakan merupakan bangunan umum biasa.

Sesuai kajian literatur dan konseptualisasi penelitian, hipotetis yang diguna-kan dalam penelitian ini adalah, pertama bencana banjir di lokasi penelitian diantaranya disebabkan karena alih fungsi wilayah flood-plain menjadi permukiman. Kedua, kerusakan pada bangunan hunian di lokasi penelitian lebih banyak dialami oleh bangunan biasa yang dibangun tidak memenuhi kaidah bangunan yang semestinya. Ketiga, fungsionalitas infrastruktur selain dipengaruhi oleh kualitas fisik bangunan juga oleh aksesibilitas pemanfaatan infrastruktur.

Dalam tulisan ini identifikasi visual dampak banjir dibatasi pada dampak yang kasat mata (tangibles) yaitu dampak yang bisa diobservasi secara visual (observable), dan informasi yang bisa diverifikasi di lokasi penelitian. Dengan demikian identifikasi kerusakan bangunan dan infrastruktur dibatasi pada karakteristik visual dan informasi yang berasal dari informan. Secara khusus identifikasi dampak banjir terhadap bangunan dibatasi pada kerusakan bangunan hunian dan bangunan infrastruktur serta tidak berfungsinya sebagian atau seluruh pelayanan infrastruktur.

Penentuan kerusakan bangunan secara definitif memiliki metoda dan peralatan sendiri. Dalam tulisan ini, baik metoda maupun peralatan tersebut tidak digunakan. Deskripsi terinci mengenai indikator-indikator yang mempengaruhi kerusakan bangunan dan fungsionalitas infrastruktur akibat banjir disampaikan pada tabel 1.

Page 4: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

54

Tabel 1. Deskripsi indikator yang mengakibatkan kerusakan bangunan (permanen, semi permanen dan tradisionil) akibat banjir

690Bojong asih3.1

4000Dayeuh Kolot *3III

340Kp. Cienteung*12.1

3,084Bale Endah *2II

600Cigosol*31.1

5.570Andir *1I

KampungDesa

Bangunan tergenang(unit)

AreaNo & area code

690Bojong asih3.1

4000Dayeuh Kolot *3III

340Kp. Cienteung*12.1

3,084Bale Endah *2II

600Cigosol*31.1

5.570Andir *1I

KampungDesa

Bangunan tergenang(unit)

AreaNo & area code

Tabel 2 Lokasi Penelitian

Sumber data: observasi, wawancara

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, referensi penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Menurut Vince Keddie yaitu suatu pendekatan yang melakukan penyelidikan mendalam mengenai suatu fenomena dengan memanfaatakan berbagai sumber data. Secara khusus maksud penelitian ini adalah suatu untuk untuk mendeskripsikan gambaran secara mendalam mengenai suatu kasus yang diteliti (attempt to provide a full protrayal of the case or cases being studied) (Jupp 2006).

Lokasi dan waktu penelitian serta sumber data. Penelitian dilakukan di lokasi permukiman sepanjang bantaran Sungai Citarum dan wilayah sekitarnya di Desa Andir (Kecamatan Bale Endah), Desa Dayeuh Kolot (Kecamatan Dayeuh Kolot), serta Kampung Cienteung – Bale Endah (Kecamatan Bale Endah). (Tabel 2)

Data-data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yang tinggal di lokasi penelitian, pejabat dan tokoh desa setempat. Data primer lain berasal hasil observasi kondisi permukiman, sedangkan data tambahan berasal dari kajian

Page 5: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

55

literatur dan publikasi dari lembaga-lembaga yang menangani atau meneliti masalah banjir dan media masa.

Identifikasi mengenai pengaruh banjir terhadap kerusakan bangunan (hunian dan non-hunian) dan infrastruktur didasarkan pada data dan informasi banjir yang terjadi pada tahun 2010 dan banjir besar dengan magnitude serupa sesudahnya yang dipaparkan informan. Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai dengan Mei 2012, konfirmasi ulang dengan informan maupun sumber data lainnya juga dilakukan setelah periode waktu tersebut.

Metode deskripsi. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan, observasi visual dan studi literatur digunakan sebagai referensi utama penulisan. Secara umum penelitian ini mengidentifikasi kerusakan bangunan dan infrastruktur permukiman (urban deprivation) akibat banjir.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi banjir pada permukiman sepanjang bantaran sungai Citarum

Banjir akibat meluapnya Sungai Ciarum di kabupaten melanda tiga kecamatan (Gambar 1). Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Bale Endah dan Dayeuh Kolot. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, perkembangan penduduk hingga akhir tahun 2010, untuk Kecamatan Bale Endah dan Dayeuhkolot, merupakan wilayah dengan proporsi penduduk terbesar di Kabupaten Bandung, dan memiliki laju petumbuhan penduduk yang tergolong pesat ketiga setelah wilayah Cileunyi dan Ciengang (BPS 2010). Kecamatan Dayeuh Kolot memiliki

kepadatan penduduk terbesar kedua di Kabupaten Bandung. Data curah hujan tahun 2010 untuk wilayah Kabupaten Bandung, yaitu pada saat banjir besar melanda lokasi penelitian, memiliki rata-rata curah hujan tertinggi (tiga digit untuk seluruh bulan kalender, kecuali Juli) dibandingkan tahun-tahun lainnya (dua digit) (BPS 2012).

Perumahan sepanjang bantaran sungai Citarum dan wilayah berdekatan sekitarnya di lokasi penelitian diduga dibangun di atas wilayah flood-plains Sungai Citarum. Flood-plain merupakan wilayah rendah disisi sungai yang terbentuk akibat proses pengendapan dan selalu tergenang air bila sungai banjir (Gambar 2) (Licker 2003).

Beberapa indikasi menguatkan hal ini, pertama, dari deskripsi informan mengenai sejarah wilayah perumahan mereka, kedua kajian historis wilayah Bale Endah dan Dayeuh Kolot. Ketiga, dari data topografi dan visual yang menunjukan sebagian wilayah permukiman Bale Endah, Andir dan Dayeuh Kolot merupakan flood-plains Sungai Citarum.

Gambar 1. Luas wilayah bencana banjir sepanjang DAS Citarum - warna biru muda

Identifikasi Kerusakan Bangunan Dan Fungsi Infrastruktur Akibat Banjir Citarum Di Wilayah Kabupaten BandungHarri A. Setiadi

Gambar 2. Ilustrasi visual lokasi permukiman sepanjang bantaran Sungai Citarum dan anak sungai

Citarum serta wilayah sekitarnya Sumber: BBWS Citarum

Page 6: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

56

Menurut deskripsi informan, lokasi awal dari rumah yang mereka bangun adalah lahan persawahan dan tambak ikan yang selalu tergenang air. Pengukuran tinggi maksimal genangan banjir berdasarkan observasi visual dan penuturan informan setiap wilayah permukiman di lokasi penelitian bervariasi antara 0,5 meter – 3 meter. Secara historis, wilayah sepanjang DAS Citarum (termasuk lokasi penelitian) pada awalnya merupakan wilayah hutan dan lahan terbuka yang menjadi tempat limpahan air pada saat Sungai Citarum banjir. Perubahan awal pada lahan hutan dan ruang terbuka, pada saat daerah tersebut dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, budidaya perikanan dan usaha rakyat, yang mendorong awal dibukanya perumahan di wilayah tersebut. Perubahan lebih lanjut pada daerah tersebut adalah seiring dengan perkembangan wilayah, berupa pertumbuhan ekonomi (Kunto 1986).

Observasi aerial topografi untuk lokasi penelitian dilihat dari arah Jembatan Dayeuh Kolot berbentuk cekungan, dengan elevasi rata-rata 658,0 meter (dpl), elevasi banjir 9 Februari 2010 660,3 meter (dpl), sehingga tinggi rata-rata genangan banjir lokasi penelitian 2,3 meter (BBWS Citarum 2012). Sebagai gambaran, elevasi rata-rata wilayah Bandung Selatan 675 meter (dpl), sedangkan wilayah Bandung Utara 1050 meter (dpl), hujan mengalir dari wilayah Bandung bagian atas ke wilayah Bandung bagian bawah. Secara keseluruhan, banjir menggenangi 13.496 rumah di tiga kecamatan (Rancaekek, Bale Endah dan Dayeuh Kolot). Sedangkan perkiraan jumlah bangunan yang tergenang banjir di lokasi penelitian dapat dilihat di tabel 3. Data pada tabel dapat berbeda, bila sumber datanya juga berbeda.

Identifikasi visual kerusakan bangunan akibat banjir

Tipologi perumahan, menggunakan deskripsi tipologi Tjuk Kuswartojo, bertipe perumahan informal (Kuswatojo 2005). Di lokasi yang berdekatan dengan pusat kegiatan ekonomi dan jalan utama tingkat kepadatannya relatif tinggi, sehingga tidak menyisakan ruang terbuka kecuali kompleks pemakaman umum (Data Monografi 2010). Lahan hijau di sepanjang Sungai Citarum banyak yang berubah menjadi bangunan pabrik dan usaha rakyat, termasuk di lokasi penelitian. (BBWS Citarum 2011)

Menggunakan penggolongan tipe bangunan hunian menurut Kementerian Pekerjaan Umum, sebagian besar bangunan hunian yang terkena dampak banjir di lokasi penelitian berbentuk permanen (bangunan dengan pondasi dan dinding bata diplester) dan semi permanen (bangunan dengan pondasi tanpa dinding bata), sedikit yang

tidak permanen (tanpa pondasi dan dinding bata – rumah kayu). Rumah semi permanen dan rumah tradisional banyak dibangun sepanjang bantaran Sungai Citarum.

Dampak banjir mengakibatkan kerusakan pada seluruh jenis bangunan rumah dan fasilitas umum dengan tingkat kerusakan bervariasi tergantung jenis bangunan dan dampak yang diterimanya. Se-cara umum dampak banjir paling merusak terutama untuk bangunan tradisional dan semi permanen, karena komponen bangunan yang banyak dipakai berasal dari kayu, sedangkan kayu yang digunakan umumnya bukan dari jenis kayu tertentu yang mampu bertahan terhadap air. Akibatnya banyak rumah tradisional di lokasi penelitian mengalami kerusakan permanen.

Karakteristik visual kerusakan bangunan akibat endapan sedimen. Menurut penuturan informan, volume sedimen yang terbawa banjir pada masa lalu masih sedikit dan jenisnya terbatas (hanya lumpur tanah dan material organik – seperti ranting dan dedaunan). Kondisinya berubah sejak dekade 1980 – an, volume sedimen yang terbawa banjir tahun 2010 adalah yang terbanyak dan jenisnya lebih variatif (material organik dan anorganik–sampah padat), serta menutupi hampir seluruh bangunan di lokasi penelitian.

Berdasarkan data sedimentasi di lokasi penelitian, sedimen menutupi hampir seluruh wilayah permukiman di lokasi penelitian pada saat banjir. Pada peristiwa banjir biasa volume sedimen hanya menutupi lantai bangunan rumah dan fasilitas umum tidak lebih tinggi dari 15 cm, sehingga mudah dibersihkan. Pada peristiwa banjir besar, volume sedimen yang terbawa mencapai puluhan meter kubik, akumulasi sedimen tertinggi pada waktu banjir tahun 2010, mencapai ketinggian 1,5 meter (di wilayah Bale Endah), 1 meter (wilayah Andir) dan kurang dari 1 meter (wilayah Dayeuh Kolot). Sedimen dengan volume sebesar ini tidak mudah

690Bojong asih3.1

4000Dayeuh Kolot *3III

340Kp. Cienteung*12.1

3,084Bale Endah *2II

600Cigosol*31.1

5.570Andir *1I

KampungDesa

Bangunan tergenang (unit)AreaNo & area code

690Bojong asih3.1

4000Dayeuh Kolot *3III

340Kp. Cienteung*12.1

3,084Bale Endah *2II

600Cigosol*31.1

5.570Andir *1I

KampungDesa

Bangunan tergenang (unit)AreaNo & area code

Tabel 3. Jumlah bangunan tergenang banjir

Sumber: BBWS Citarum

Page 7: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

57

dibersihkan, karena sedimen harus dipindahkan ke lokasi lain di luar lokasi penelitian, sehingga upaya pembersihan harus dibantu dengan menggunakan peralatan mekanik seperti backhoe dan loader dan truk pengangkut sedimen.

Karakterisitik visual kerusakan bangunan akibat kontak dengan sedimen di lokasi penelitian meliputi warna kusam (discoloration) pada bagian bangunan, disusul kemudian terjadinya pelapukan (decay) bagian bangunan yang kontak dengan sedimen dan pembengkokan bagian bangunan tertentu (bending) akibat massa sedimen.

Proses kerusakan bangunan akibat endapan sedimen dimulai pada saat terjadi kontak antara sedimen dengan bagian bangunan. Karakteristik visual kerusakan pada bagian bangunan (seluruh tipe bangunan) akibat kontak dengan endapan sedimen dari warnanya yang kusam (discoloration) dibanding bagian bangunan lainnya. Bila sedimen dibersihkan, warna kusamnya pada bagian bangunan tersebut tetap tidak berubah. Karakteristik visual berikutnya apabila sedimen yang menutupi bagian bangunan tidak dibersihkan dan kemudian mengeras adalah percepatan proses pelapukan karena jamur (brown rott) dan pembengkokan (bending) untuk beberapa material bangunan yang berasal dari cellulosa seperti berbagai jenis kayu, (soft-wood, ply-wood). Selain itu endapan sedimen memiliki massa, semakin tebal endapannya maka semakin besar massanya. Endapan sedimen, selain mampu membengkokan bagian bangunan seperti partisi atau pintu, juga membuat penurunan permukaan lantai (deforming).

Pembersihan sedimen lumpur hanya bisa dilakukan bila genangan banjir telah surut. Namun apabila volumenya demikian besar maka upaya pembersihannya tidak bisa dilakukan secara manual karena memerlukan upaya dan waktu tambahan. Seringkali lumpur lebih dahulu mengering sebelum upaya pembersihan selesai dilakukan, sehingga posisi rumah seperti terkubur (gambar 3). Tidak jarang pada saat bangunan terbebas dari endapan sedimen, banjir melanda lagi dan bangunan pun tergenang sedimen kembali. Sehingga di beberapa lokasi seperti di Cienteung dan Andir, warga memilih pindah ke lokasi lain dan rumah dibiarkan terkubur sedimen. Endapan sedimen yang telah mengeras, lebih merusak bangunan daripada sedimen yang masih cair.

Karakteristik visual kerusakan bangunan akibat terendam air. Seperti dituturkan informan dan data, lokasi penelitian merupakan lokasi paling akhir yang surut setelah tergenang banjir. Dalam catatan banjir, genangan banjir tahun 2010, dihitung mulai dari awal genangan – puncak ketinggian – surut

kembali, menggenangi berbagai tipe bangunan di lokasi penelitian, dan kembali surut total setelah hampir terendam selama lebih dari 6 bulan (BBWS Citarum 2012).

Karakteristik visual yang dijumpai pada berbagai tipe bangunan yang pernah tergenang air adalah adanya tanda air (water line) yang mengindikasikan puncak-puncak ketinggian genangan air (Gambar 4).

Proses kerusakan berawal dari terjadinya kontak antara bagian bangunan yang terendam banjir dengan zat cair (genangan banjir). Pada seluruh tipe bangunan, penetrasi dan retensi zat cair yang berasal dari genangan banjir terhadap bagian bangunan menentukan tingkat kerusakan. Semakin dalam tingkat penetrasi zat cair terhadap komponen bangunan dan semakin luas bidang yang terpenetrasi oleh zat cair, maka semakin besar kemungkinan terjadi perubahan kimiawi bagian bangunan tersebut. Kerusakan makin bertambah apabila terjadi retensi zat cair pada bagian bangunan yang terpenetrasi. Retensi zat cair pada bagian bangunan mengakibatkan terjadinya peningkatan kelembaban. Akibat penetrasi zat cair tersebut, pada akhirnya mengubah kekuatan material bangunan tersebut. Seluruh komponen bangunan (batu, batu bata, beton, kayu) terpengaruh oleh penetrasi zat cair karena karakteristik fisiknya yang bersifat porous dan permeable, kecuali untuk material bangunan dari kaca atau plastik atau material bangunan lain yang memiliki karakteristik seperti kaca dan plastik (Harris 2001).

Umumnya tipe bangunan permanen dan semi permanen di lokasi penelitian dibangun dengan pemahaman apa adanya, bahkan pada beberapa tipe bangunan yang mengalami kerusakan, cenderung dibangun dengan mengabaikan kaidah bangunan yang benar. Diperkirakan, kerusakan pada bangunan hampir seluruhnya dijumpai pada tipe bangunan tersebut. Karakteristik visual kerusakan

Gambar 3. Ilustrasi visual kerusakan bangunan semi permanen akibat endapan sedimen yang mengering

Sumber: BBWS Citarum

Identifikasi Kerusakan Bangunan Dan Fungsi Infrastruktur Akibat Banjir Citarum Di Wilayah Kabupaten BandungHarri A. Setiadi

Page 8: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

58

pada bangunan permanen dan semi permanen adalah terjadinya pelapukan (decay) pada tembok dan pondasi bangunan serta perkaratan (corrosion) pada bagian tulangan yang terekspose dan pagar bangunan yang terbuat dari besi atau bagian bangunan lain yang menggunakan material dari besi (engsel, door handle). Pada bagian bangunan yang terbuat dari kayu, seperti kusen, daun pintu dan jendela, terjadi proses pembusukan (brown rott) (Gambar 5).

Sedangkan pada rumah tradisional yang bagian terbesar komponen bangunannya dari berasal dari kayu lunak (seperti albasia, atau kayu sejenis), pembusukan (brown rott) terjadi secara progresif (Gambar 6). Banjir di lokasi penelitian terjadi berulang-ulang maka kerusakan pada seluruh tipe bangunan semakin progresif. Kerusakan tipe bangunan tradisionil lebih progresif daripada tipe bangunan permanen dan semi permanen.

Bangunan yang tergenang banjir dalam waktu lama menciptakan efek kerusakan tambahan lain yaitu kerusakan pada bagian tertentu bangunan yang tidak terendam genangan air akibat daya kapilaritas (capilary action) pada material bangunan tertentu seperti kayu, hal ini terjadi karena sebagian kayu terendam genangan air, namun bagian lainnya tidak tergenang.

Karakteristik visual kerusakan bangunan akibat terjangan arus air dan material terbawa arus. Dari penuturan informan, bajir menggenangi permukiman terjadi dalam tempo yang singkat. Hal tersebut terjadi karena sejumlah besar massa air menggenangi permukiman dalam waktu singkat, akibatnya tercipta banjir disertai dengan arus air. Sebagai ilustrasi banjir yang menggenang lokasi penelitian dengan tinggi 2 meter terjadi hanya dalam tempo 2 jam.

Arus banjir (velocity stream action) memiliki daya rusak yang secara langsung dialami bangunan. Sebagai ilustrasi, perpindahan volume 1 m3 air (water displacement) setara dengan perpindahan berat 1 ton. Potensi daya rusak arus banjir terhadap bangunan cukup besar (lihat gambar 7). Daya rusak arus banjir umumnya dipengaruhi gabungan antara massa air dan kecepatan perpindahan massa air (Nadal dkk 2010).

Pada saat banjir di lokasi penelitian diperkirakan terjadi perpindahan puluhan hingga ratusan kubik volume air menggenangi permukiman. Selain itu kepadatan bangunan di lokasi penelitian tergolong sangat tinggi, akses antar rumah melalui gang sempit, sehingga pada saat banjir tercipta arus dengan kecepatan cukup tinggi menerjang bangunan dan melewati gang. Hal ini disebabkan kecepatan arus

Gambar 4. Ilustrasi visual tanda air pada bidang vertikal bagian bangunan

Sumber: BBWS Citarum

Gambar 5. Ilustrasi visual kerusakan bangunan semi permanen akibat terendam banjir

Sumber: BBWS Citarum

Gambar 6. Ilustrasi visual kerusakan pada tradisionil akibat terendam banjir.

Sumber: tribunnews.com

Page 9: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

59

air pada saat banjir dipengaruhi oleh hambatan, bila tekanan air melewati celah sempit maka timbul arus dengan kecepatan yang tinggi.

Karakterisitik visual kerusakan pada bangunan permanen dan semi permanen adalah terjadinya perubahan bentuk (deformed) pada bagian bangunan yang secara langsung terpapar arus banjir. Pada kondisi ekstrim, terjadi keruntuhan pada bagian tertentu bangunan (collapsed) yang tidak mampu menahan terjangan arus banjir (lihat gambar 8). Terjangan arus banjir juga mengakibatkan erosi (erosion) pada bidang yang menutupi pondasi bangunan sehingga mengakibatkan bagian pondasi terpapar secara visual. Pada saat banjir surut, beberapa bangunan permanen dan semi permanen, bangunan tidak lagi sepenuhnya ditopang oleh pondasi karena sebagian bidang tutupan pondasi sudah tergerus arus air .

Pasca banjir beberapa bangunan permanen dan semi permanen yang dibangun di atas sempadan Sungai Citarum tidak memiliki kaca dan daun pintu/jendela, karena pecah diterjang arus sungai atau hilang terbawa arus sungai. Arus banjir yang menerjang rumah tradisionil sering mengakibatkan terjadinya kerusakan total (totally collapsed) (gambar 9) atau hanyut (floated completly) terbawa arus banjir.

Potensi kerusakan bangunan bisa terjadi akibat hantaman berbagai benda yang terbawa arus banjir (floating debris). Walaupun informan menuturkan mengenai adanya berbagai benda-benda yang terbawa banjir, namun dari hasil observasi tidak ada bukti visual definitif yang membuktikan adanya kerusakan bangunan akibat hantaman benda-benda yang terbawa banjir.

Karakteristik visual kerusakan bangunan akibat tekanan hidrostatik. Dari penuturan informan,

beberapa bangunan permanen dan semi permanen mengalami keretakan (crack) pada bagian lantai. Banjir mengangkat berbagai benda yang ada di dalam rumah yang memiliki kepadatan lebih rendah dari air, seperti furniture, perabotan kayu dan peralatan dari plastik (gambar 10).

Kerusakan pada lantai dan fenomena banjir mengapungkan berbagai benda bisa dijelaskan dari munculnya tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik berasal dari perbedaan tekanan akibat kenaikan tinggi air atau perbedaan tinggi rendah lokasi. Dari awal banjir hingga saat puncak banjir bagian rumah yang lebih rendah dari permukaan sekitarnya memperoleh tekanan hidrostatik dari bawah. Misalnya air merembes dari celah lantai atau partisi, yang terletak lebih bawah dari permukaan sekitarnya, sehingga menimbulkan keretakan (Dacky 2010).

Gambar 7. Ilustrasi visual potensi arus banjir terhadap kerusakan bangunan permanen

Sumber : elshinta.com

Gambar 8. Ilustrasi visual kerusakan ekstrim pada bangunan permanen akibat terjangan arus air

Sumber: BBWS Citrum

Gambar 9. Ilustrasi visual kerusakan pada bangunan tradisionil akibat terjangan arus arus

Sumber: BBWS Citrum

Identifikasi Kerusakan Bangunan Dan Fungsi Infrastruktur Akibat Banjir Citarum Di Wilayah Kabupaten BandungHarri A. Setiadi

Page 10: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

60

Identifikasi Visual Fungsionalitas Infrastruktur Akibat Banjir

Infrastruktur permukiman adalah suatu jaringan fisik minimal: seperti jalan raya dan akses untuk pejalan kaki, sumber air bersih dan saluran pembuangan air kotor, listrik dan telekomunikasi (Angel 2000) (McDonald and McMillen 2011). Dampak banjir terhadap infrastruktur permukiman dirasakan baik oleh warga korban banjir maupun warga pengguna infrastruktur lainnya, yaitu terhentinya sebagian atau seluruh fungsi-fungsi infrastruktur. Gangguan terhadap fungsionalitas infrastruktur terutama disebabkan oleh endapan sedimen dan genangan banjir.

Sedimen adalah material padat yang terurai (loosed material) yang berasal dari bahan organik atau non-organik dan tercampur dengan air (Licker 2003). Sedimen yang terakumulasi pasca banjir, bila tidak dibersihkan akan mengganggu fungsi infrastruktur permukiman, terutama untuk jaringan transportasi, jaringan saluran pembuangan air kotor. Pembersihan dilakukan sebagai upaya normalisasi. Sedimen yang terbawa banjir memutus jaringan tranportasi penghubung antar desa dan jaringan jalan antar wilayah permukiman sedimen lumpur pada beberapa jaringan jalan penghubung antar permukiman sangat tebal sehingga pada saat banjir surut, memutus akses antar rumah. Akses akan kembali terbuka setelah sedimen lumpur di bersihkan atau mengering secara alami karena bila tidak dibersihkan sedimen mengubah topografi jaringan transportasi dan saluran pembuangan.

Genangan banjir mengurangi atau menghentikan fungsionalitas infrastruktur transportasi. Dampak banjir memutus jaringan transportasi dan menghentikan operasional sarana transportasi

konvensional (kendaraan beroda dan kendaraan bermotor), karena sarana transportasi ini tidak dirancang untuk bisa berfungsi melintasi genangan air, hanya perahu dan sejenisnya yang bisa berfungsi pada kondisi seperti ini. Dampak genangan air menghentikan mobilitas warga dan barang serta jasa untuk bisa berpindah karena tidak bisa melewati daerah yang tergenang air.

Terdapat beberapa upaya struktural untuk mencegah atau mengurangi dampak potensi terhenti sebagian atau seluruh fungsi infrastruktur akibat banjir, yang diterapkan di sebagian wilayah di lokasi penelitian, seperti pembangunan tembok penahan banjir dan pompa pembuangan air (lihat tabel 4). Deksripsi terhadap fungsionalitas infrastruktur difokuskan pada jaringan jalan dan jembatan serta bangunan publik.

Fungsionalitas jalan utama dan Jembatan Dayeuh Kolot. Menurut penuturan informan, fungsi jembatan Dayeuh Kolot sebagai prasarana transportasi beberapa kali terganggu karena banjir. Jembatan ini kerap digenangi banjir yang melimpas di atasnya, fungsinya sebagai prasarana transportasi dihentikan sementara hingga ketinggian banjir Sungai Citarum kembali surut. Selain akibat banjir, fungsinya pun makin berkurang karena satu lajur jembatan kerap difungsikan sebagai tempat pembuangan sampah sementara (Gambar 11). Walaupun fungsinya sebagai prasarana transportasi sudah tidak sepenting dulu, karena terdapat alternatif prasarana transportasi lain menggunakan Jembatan Bojongsoang, namun peran sebagai penghubungan arus dari dan ke wilayah Banjaran-Majalaya-Bandung masih penting.

Demikian juga fungsionalitas jalan utama yang melintas wilayah penelitian kerap terganggu karena banjir. Bila banjir menggenang jalan utama

Gambar 10. Ilustrasi visual kerusakan yang terjadi akibat tekanan hidrostatik mengangkat benda dengan

kepadatan lebih ringan dari pada kepadatan airSumber: BBWS Citarum

Gambar 11. Fungsi jembatan Dayeuh Kolot berkurang akibat satu sisinya digunakan sebagai tempat

pembuangan sampah.

Page 11: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

61

maka fungsinya sebagai prasarana transportasi juga ikut terhenti (Gambar 12). Arus lalu lintas dialihkan menggunakan jalan alternatif lain yang tidak tergenang banjir sehingga aksesibilitas arus tranportasi dari dan ke wilayah Banjaran-Majalaya-Bandung masih bisa dicapai. Penghentian sementara jalan utama akibat tergenang banjir membuat beban jalan alternatif lainnya menjadi berlebihan. Genangan banjir pada jalan utama mengakibatkan peningkatan kemacetan pada berbagai jalan alternatif, dampaknya secara sosial memperbesar waktu tempuh dan secara ekonomi meningkatkan biaya transportasi.

Secara visual dan seperti disampaikan informan, Jembatan Dayeuh Kolot walaupun menjadi TPS dan kerap tergenang banjir, tidak mengalami kerusakan (intact), kecuali tiang penyangganya (piers) yang semakin dalam karena terkubur endapan sedimen dan permukaan Sungai Citarum yang makin mendekati bentang jembatan (Gambar 13).

Sedangkan pada jalan utama, banjir memberi dampak kerusakan pada beberapa titik jalan utama. Walaupun hampir sebagian besar jalan utama yang melintas lokasi penelitian sudah banyak yang menggunakan konstruksi beton, namun banjir memperlemah dan menghanyutkan (washed away) material badan jalan yang kebanyakan menggunakan batuan dan agregat pasir batu. Akibatnya di

Tabel 4. Ketinggian banjir dan upaya struktural mengatasi banjir

Sumber data: di olah kembali dari Laporan Publikasi Bencana dan BBWS (citarum.org)

beberapa lokasi, beton jalan ambruk karena tidak mampu menahan beban kendaraan yang melintas. Sedangkan untuk jalan utama yang menggunakan kontruksi aspal (ashpalt) kondisinya lebih buruk lagi. Genangan banjir memperlemah fungsi aspal sebagai pengikat batuan jalan, akibatnya kondisi jalan utama yang menggunakan kontruksi aspal lebih banyak yang rusak dibandingkan jalan dengan konstruksi beton. Pasca banjir lubang pada badan jalan banyak dijumpai dimana-mana pengaruhnya membuat trafik perjalanan terhambat.

Gambar 12. Jalan utama Dayeuhkolot-Baleendah selama banjir

Sumber: tribunnews.com

Identifikasi Kerusakan Bangunan Dan Fungsi Infrastruktur Akibat Banjir Citarum Di Wilayah Kabupaten BandungHarri A. Setiadi

Page 12: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

62

Fungsionalitas jaringan jalan lokal. Kondisi jalan lokal, seperti jalan yang melintas Kampung Andir, karena sebagian besar permukaan jalan memiliki elevasi sama dengan permukaan di wilayah permukiman. Kondisinya lebih buruk dibandingkan dengan kondisi jalan utama pada saat banjir. Fungsionalitas jaringan jalan lokal di lokasi penelitian terhenti total pada saat dan pasca banjir. Bila banjir menggenang jaringan jalan utama dengan ketinggian mencapai 80 cm, maka ketinggian genangan banjir pada jaringan jalan lokal bisa mencapai 2 meter. Dengan ketinggian tersebut praktis jaringan jalan lokal tidak berfungsi total untuk melayani sarana transportasi konvensional. Walaupun demikian fungsionalitas jaringan jalan lokal masih bisa beroperasi dengan menggunakan sarana transportasi non-konvensional (Gambar 14).

Pasca surut tergenang banjir, fungsionalitas jaringan jalan lokal terhenti total sebagai sarana transportasi konvensional maupun non-konvensional karena timbunan endapan sedimen dan tumpukan sampah menutup total arus transportasi (gambar 15). Fungsionalitas jaringan jalan lokal akan kembali normal apabila timbunan endapan sedimen dan sampah sudah dihilangkan. Endapan sedimen yang terbawa banjir tahun 2010 dan jaringan jalan lokal, memerlukan upaya pembersihan hingga berminggu-minggu lamanya untuk kembali bersih.

Secara visual, bila dibandingkan dengan jalan utama, banjir tidak membuat kerusakan fisik yang signifikan terhadap jaringan jalan lokal. Hal ini karena secara fisik jaringan jalan lokal tidak mengalami pembebanan seperti yang diterima jalan utama. Walaupun tidak memiliki kualitas

fisik yang sama dengan jalan utama, jaringan jalan lokal mampu bertahan terhadap banjir berulang daripada jalan utama. Namun demikian, kerusakan kerusakan seperti jalan berlubang dan keruskan pondasi pada bahu jalan banyak dijumpai di jalan lokal pada lokasi penelitian. Pada akhirnya jaringan jalan lokal pun mengalami kerusakan sama seperti jaringan jalan utama.

Gedung sekolah dan bangunan umum. Banjir mengganggu fungsionalitas sekolah maupun bangunan sosial lainnya. Apabila banjir menggenangi sekolah hingga ketinggian tertentu, sehingga mengganggu kegiatan belajar, maka sekolah pun diliburkan (Gambar 16), sekolah kembali dibuka bila ketinggian banjir mulai surut. Pada saat musim hujan, sekolah tidak pernah bebas sepenuhnya dari genangan banjir. Saat banjir besar sekolah dipastikan ditutup, sedangkan bila banjir menggenang sekolah cukup lama maka kegiatan belajar dipindah kesekolah lain yang tidak terendam banjir.

Secara visual, bangunan sekolah seperti bangunan hunian lainnya mengalami kerusakan yang sama. Alasan penting penutupan sekolah maupun bangunan sosial lainnya adalah genangan banjir. Sungai Citarum berfungsi sebagai saluran pembuangan limbah dan tempat pembuangan sampah yang tidak terangkut ke TPA, sehingga Sungai Citarum terpolusi berbagai kontaminan yang berasal dari pabrik, rumah tangga dan sampah (BBWS Citarum 2011). Kontak bagian tubuh dengan genangan air yang sangat terpolusi berpotensi terkena penyakit serius. Upaya mengurangi potensi tersebut adalah dengan meliburkan atau memindahkan kegiatan belajar ke lokasi yang lebih aman.

Gambar 13. Kondisi Jembatan Dayeuh Kolot

Sumber : BBWS citarum

Gambar 14. Ilustrasi sarana transportasi konvensional tidak

beroperasi selama banjir, diganti dengan kendaran air

Sumber : BBWS citarum

Gambar 15. Jaringan transpotasi tertutup sedimen

Sumber : BBWS citarum

Page 13: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

63

KESIMPULAN

Hasil identifikasi memperlihatkan bukti yang makin menguatkan dugaan awal bahwa eskalasi dan intensitas banjir di lokasi penelitian yang semakin meningkat dari waktu ke waktu serta terjadi berulang setiap tahun, memiliki hubungan dengan bertambahnya luas kawasan permukiman yang dibangun di atas kawasan hijau dan kawasan dataran banjir (flood-plain). Eskalasi dan intensitas banjir merupakan manifestasi terjadinya ketidaksetimbangan sosial-ekologi. Akibatnya, banjir mengurangi kelayakan lokasi penelitian sebagai lokasi bermukim. Banjir tidak lagi suatu peristiwa alam biasa, melainkan telah berubah menjadi bencana ekologis yang secara signifikan mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat yang bermukim di lokasi tersebut.

Kerugian akibat banjir yang secara tangible dialami oleh masyarakat yang bermukim di lokasi banjir berasal dari kerusakan bangunan yang mereka huni dan disfungsi infrastruktur. Selain merugikan kelompok masyarakat setempat, disfungsi infrastruktur juga merugikan kelompok masyarakat pengguna lainnya. Secara deskriptif, banjir dengan intensitas yang semakin meningkat sangat berpengaruh terhadap timbulnya berbagai kerusakan bangunan. Terutama pada bangunan biasa yang dibangun oleh masyarakat di atas lahan marginal, serta terhadap fungsionalitas infrastruktur. Banjir mengakibatkan berkurangnya kelayakan bangunan sebagai tempat tinggal dan mempengaruhi usia pakai bangunan, terutama untuk bangunan-bangunan semi permanen dan bangunan tradisional. Banjir juga berdampak terhadap fungsionalitas infrastruktur, terutana dampak intangible dalam bentuk biaya sosial yang sangat besar.

DAFTAR PUSTAKAAngel, Shlomo. 2000. Housing Policy Matters, A

Global Analysis. Oxford: Oxford University Press.

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat per Kecamatan di Kabupaten Bandung. Bandung: BPS Kabupaten Bandung.

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Bandung dalam Angka Tahun 2012.

[BBWS Citarum]. Balai Besar Wilayah Sungai Citarum. 2011. Kondisi Sungai Citarum saat ini. http://www.citarum.org/?q=node/193 diakses 11 Januari 2011.

[BBWS Citarum]. Balai Besar Wilayah Sungai Citarum. 2012. Laporan Foto Suatu Siang di Cienteung. http://upload.citarum.org/knowledge/document/FINAL-Revised-Cieunteung_opt.pdf.

[BBWS Citarum]. Balai Besar Wilayah Sungai Citarum. 2012. Laporan Foto, 22 Hotspots di Wilayah Sungai Citarum. http://www.citarum.org/?q=node/1123

Bradshaw, Corey JA; Navjot J Sodhi; Kelvin H Peh; and Barry W Brook. 2007. Global Evidence that Deforestation Amplifies Flood Risk and Severity in Developing World. Global Change Biology 13(11):2379-2395.

Brody, Samuel D; Sammy Zahran; Wesley E Highfield; Himansu Grover; and Arnold Vedlitz. 2007. Identifying the Impact of the Build Environment on Flood Damage in Texas. Overseas Development Institute.

Burel, Francoise and Jacques Baudry. 2004. Landscape Ecology. USA: Science Publisher Inc.

D’Arrigo, Rossane; Nerrilie Abram; Caroline Ummenhofer; Jonathan Palmer; and Manfred Mudelsee. 2009. Reconstructed Streamflow for Citarum River, Java, Indonesia : Linkages to to Tropical Climate Dynamic. Climate Dynamics 36(3-4): 451-462.

Data Monografi. 2010. Data Monografi Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung.

DrDacky, Milos. 2010. Flood Damage to Buildings and Structures. Journal of Performance of Constructed Facilities 24: 439-445.

http://www.elshinta.com/v2003a/readnews.htm?id=121078

Forman, Richard TT. 2008. Urban Region Ecology and Planning Beyond The City. Cambridge: Cambridge University Press.

Gao, Jixi; James E Nickum; and Yingzi Pan. 2007. An Assessment of Flood Hazard Vulnerability in The Dongting Lake Region of China. Lakes

Gambar 16. Ilustrasi banjir menggenang bangunan sekolah

Sumber : BBWS citarum

Identifikasi Kerusakan Bangunan Dan Fungsi Infrastruktur Akibat Banjir Citarum Di Wilayah Kabupaten BandungHarri A. Setiadi

Page 14: IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN DAN FUNGSI …

64

and Reservoirs: Research & Management 12(1): 27-34.

Hadley, Craig; Shasha Rudenstine; and Sandro Galea. 2009. How Vulnerabilities and capacities Shape Population Health after Disaster. In Urban Health and and Society Interdisciplinary Approaches to Research and Practice by Nicholas Freudenberg, Susan Klitzman and Susan Saegert. San Fransisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint.

Harris, Samuel Y. 2001. Building Pathology (Deterioration, Diagnostics and Intervention). New York: John Wiley and Son.

Jupp, Victor. 2006. The SAGE Dictionary of Social Research Methods. Thousand Oaks: SAGE Publishing.

Kunto, Haryoto. 1986. Semerbak Bunga di Bandung Raya. Bandung: PT Granesia.

Licker, Mark D. 2003. Dictionary of Environmental Science. New York: Mc Graw – Hill.

McDonald, John F and Daniel P McMillen. 2011. Urban Economics and Real Estate, Theory and Policy. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Mendoza, ME; G Boco; E Lopez-Granados; and M Bravo Espinoza. 2010. Hydrological Implication of Land Use and Land Cover Change: Spatial Analytical Approach at Regional Scale in the closed basin of the Cuitzeo Lake, Michoacan, Mexico. Singapore Journal of Tropical Geography 31(2): 197-214.

Nadal, Noberto C; Raul E Zapata; Ismael Pagan; Ricardo Lopez; and Jairo Agudelo. 2010. Building Damage Due to Riverine and Coastal Floods. Journal of Water Resources Planning Planning & Amanagement 136(3)

National Weather Service USA. www.weather.gov.Pattison, Ian and Stuart N Lane. 2011. The link

between land-used management and fluvial flood risk: A chaotic conception. New York: SAGE Publication.

h t t p : / / w w w . t r i b u n n e w s . c o m /imagesregionalview/295571/foto-banjir-di-kota-bandung

http://www.tribunnews.com/2013/02/16/kami-tak-punya-pelampung


Recommended