+ All Categories
Home > Documents > KEBIJAKAN MONETER: Teoridan Bukti Emplris

KEBIJAKAN MONETER: Teoridan Bukti Emplris

Date post: 24-Nov-2021
Category:
Upload: others
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
12
KEBIJAKAN MONETER: Teori dan Bukti Emplris Iswardono Sardjonopermono Abstract Monetary crisis secured In Indonesia has showed a serious weakness of monetary policy by Sentral Bank. As written in thispaper, thereare manyweakness and mistakes ofSentralBankas monetary policy makerin Indonesia. The one is the dependence of policy making. Sentral Bank has no depen dence and effectedbygoverment verymuch. Thisproblem has to be solved urgently. This paper bn'eHy discusses a theoriti- cal and practicalprespectlveof Idealmonetary policy. So Mengutip pendapatnya Mankiw (1997) sebagai berikut: 'Monetary policy is not easy. Central bank ers have multiple objectives and over time, must confront a variety of economic circumstances. They know theiractions have powerful effects on the economy, but timing, magnitude, and chan nels of those effects are not fully understood. Their job is made all the more difficult by wide spread disagreements among economists. Some economists view monetary policy as a potential cure for economic fluctuations. Others would be satisfied If monetary policy could avoid being a cause of fluctuations'. Pertanyaan yang muncul pertama kali mengenai kebijakan moneter adalah apakah yang menjadi tujuan/sasaran dari kebijakan moneter tersebut? Sasaran/tujuan tersebul ber- variasi antara tujuan antara (Intermediate targets) dan sasaran/tujuan akhir (ultimate targets). Per- tanyaan-pertanyaan yang muncul berikutnya adalah bagalmana untuk mencapal sasaran ter sebut? Instrumen/aiat kebijakan apa yang dapat digunakan serta indikator apa yang digunakan untuk mengukur tercapai tidaknya sasaran yang diinginkan? Pertanyaan itu merupakan permasaiahan yang dihadapi penguasa moneter dalam su'atu negara. Di samping berbagai permasaiahan itu JEP:VoI. 3No. 1,1998 pun, penguasa moneter juga tidak kurang menghadapi masalah ketika hams menentukan 'timing' yang tepat untuk menentukan alat, tu juan serta indikator yang akan diplfihnya. Seba- gaimana diketahui, ada kesejangan (time- lag): 'recognition, implementation and impact lags' ketika menghadapi suatu kasus. In! berarti bahwa penguasa moneter perlu memonitor situasi dan kondisi perekonomian sepanjang waktu (agar dapat meminimumkan kesejangan waktu dari saat mengetahui adanya suatu masalah yang hams diatasi), hinggasaat memiHh alat indikator s&tatujuan fimplemerMon-lag) untuk mengatasi masalah tersebut Untuk meminimum kan kesejangan waktu ini pedu adanya studi ataupun penelib'an secara dinamis dan terns menems agar alat kebijakan yang hams dipilih dapat dengan segera diketahui. Dan yang terakhir masih diperlukan waktu untuk mengetahui apakah dampak dari kebijakan yang diambil tersebut memenuhi sasaran atau meleset (Impact-lag). Semua lag itu dapat di- minimumkan jika penguasa moneter mengetahui secara past! jalur fc/ianne/sj yang hendaK ditem- puh untuk mencapai sasaran yang telah'ditetap- kan tersebut Pertanyaan lain yang selaiu muncul dalam ekonomi moneter adalah yang berfcaitan dengan berapa banyak informasi yang terkandung dalam 55
Transcript

KEBIJAKAN MONETER: Teoridan Bukti Emplris

Iswardono Sardjonopermono

Abstract

Monetary crisis secured In Indonesia has showed a serious weakness ofmonetary policy bySentral Bank. As written in thispaper, thereare manyweaknessand mistakes ofSentralBankas monetarypolicy makerin Indonesia.

The one is the dependence of policy making. Sentral Bank has no dependence and effectedbygoverment verymuch.

Thisproblem has to be solvedurgently. This paper bn'eHy discusses a theoriti-cal and practicalprespectlveofIdealmonetarypolicy. So

Mengutip pendapatnya Mankiw (1997) sebagaiberikut:

'Monetary policy is not easy. Central bankers have multiple objectives and over time, mustconfront a variety of economic circumstances.They know theiractions havepowerful effects onthe economy, but timing, magnitude, and channels of those effects are not fully understood.Their job is made all the more difficult by widespread disagreements among economists. Someeconomists view monetary policy as a potentialcure for economic fluctuations. Others would be

satisfied Ifmonetary policy could avoid being acause of fluctuations'.

Pertanyaan yang muncul pertama kalimengenai kebijakan moneter adalah apakahyang menjadi tujuan/sasaran dari kebijakanmoneter tersebut? Sasaran/tujuan tersebul ber-variasi antara tujuan antara (Intermediate targets)dan sasaran/tujuan akhir (ultimate targets). Per-tanyaan-pertanyaan yang muncul berikutnyaadalah bagalmana untuk mencapal sasaran tersebut? Instrumen/aiat kebijakan apa yang dapatdigunakan serta indikator apa yang digunakanuntuk mengukur tercapai tidaknya sasaran yangdiinginkan?

Pertanyaan itu merupakan permasaiahanyang dihadapi penguasa moneter dalam su'atunegara. Di samping berbagai permasaiahan itu

JEP:VoI. 3No. 1,1998

pun, penguasa moneter juga tidak kurangmenghadapi masalah ketika hams menentukan'timing' yang tepat untuk menentukan alat, tujuan serta indikator yang akan diplfihnya. Seba-gaimana diketahui, ada kesejangan (time-lag): 'recognition, implementation and impactlags' ketika menghadapi suatu kasus. In! berartibahwa penguasa moneter perlu memonitorsituasi dan kondisi perekonomian sepanjangwaktu (agar dapat meminimumkan kesejanganwaktu dari saat mengetahui adanya suatumasalah yang hams diatasi), hinggasaat memiHhalat indikator s&tatujuan fimplemerMon-lag) untukmengatasi masalah tersebut Untuk meminimumkan kesejangan waktu ini pedu adanya studiataupun penelib'an secara dinamis dan ternsmenems agar alat kebijakan yang hams dipilihdapat dengan segera diketahui.

Dan yang terakhir masih diperlukan waktuuntuk mengetahui apakah dampak dari kebijakanyang diambil tersebut memenuhi sasaran ataumeleset (Impact-lag). Semua lag itu dapat di-minimumkan jika penguasamoneter mengetahuisecara past! jalur fc/ianne/sj yang hendaK ditem-puh untuk mencapai sasaran yang telah'ditetap-kan tersebut

Pertanyaan lain yang selaiu muncul dalamekonomi moneter adalah yang berfcaitan denganberapa banyak informasi yang terkandung dalam

55

Iswardono Sartijonopermono, KEBIJAKAN MONETER: Teoridan BuktiEmpinsISSN: 1410-2641

agregat/besaran moneter (JUB) dan bagaimanaBank Sentral menggunakan infonriasl tersebut?Menurut Feldstein dan Stock (1997) Bank Sentral dapat menggunakan M2 (JUB daiam artianluas) untuk mengurangi balk laju Inflasi maupun'volatility' pertumbuhan GDP nominal. Merekaberani mengambil kesimpulan tersebut denganmembuat aturan-optimal M2 dari vektcr regresiotonomnya. Menurut mereka, pengguna aturan-optimal tersebut dapat mengurangi deviasi/penyimpangan pertumbuhan GDP per tahunnyahampir di atas 20persen. Bahkan, mereka beranimembuat keputusan yang sedertiana (simpier-poiicy) berdasarkan persamaan tunggal yangmenghubungkan antara M2 dengan GDP, dlmana dengan menggunakan persamaan tersebutmereka menunjukkan bahwa kebijakan tersebutberhasil mengurangi voiatilitas GDP nominal.Mereka juga mengajukan pertanyaan. apakahhubungan antara besaran moneter dengankegiatan/aktivitas ekonomi (variabel lain selainGDP nominal) juga dapat dipercayai untuk membuat dasarkebijakan moneter?

Pertanyaan tersebut dijawab sendiri olehmereka dengan melakukan uji stabllitas untukmasing-masing parameter, misalnya mereka me-nemukan hasil uji stabllitas antara GDP nominaldengan M2, yang menunjukkan tidak adanyabukti Instabilitas, sedangkan hubungan antaraGDP nominal dengan Ml (besaran moneter yanglebih sempit) justru ditemukan bukti instabilitas-nya:

Hall dan Mankiw (1997) mengemukakanaluran (rule) untuk kebijakan moneter dankarakteristik aturan kebijakan moneter yang balk.Mereka lebih menekankan secara khusus 3(tiga)macam sasaran pendapatan nominal, yangmasing-masing berbeda bagaimana reakslnya(respof}) terhadap goncangan harga masa lalu(past) dan aktivitas ekonomi nyata' (real). Pertanyaan yang mendasar adalah apakah aturan tersebut di atas dapat diimplementasikan daiamkenyataannya? Mereka berdua menjamin bahwakonsensus daiam perklraan pendapatan nomina!di masa depan (iiture) dapat memerankan pe-

56

ranan penting daiam menjamin bahwa bank sentral tidak akan menylmpang dari target yang telahditetapkannya. Mereka membuat simulasi seder-hana tentang model ekonomi, di mana menurutmereka keuntungan utama dengan menggunakan target/sasaran pendapatan nominal adalah akan mengurangi voiatilitas daiam tingkatharga dan iaju Inflasi. Hanya saja masalah apakahaktivitas ekonomi rili akan kurang voiatilitasnya atautidak dijelaskan.

Pada sisi lain Woodford (1997), justrumempertanyakan tentang kegunaan indikator-indikator kebijakan moneter, khususnya Indikatorlain selain JUB. Banyak pengamat ekonomi danpembuat kebijakan menganggap bahwa hargabarang-barang dan jasa, kurs valuta aslng sertasuku bunga dapat digunakan daiam mengaturkebijakan moneter. Dan untuk mengevaluasi in-dikator-indikator kebijakan moneter itu perludigunakanlah struktur model ekonometri, danbukan daiam bentuk ringkas (reduced-form),sebab bentuk,ringkas itu hanya digunakan untukmembuat perkiraan kedl artinya, sebagaimanadikemukakan oleh Lucas (1976).

Sementara itu Blinder (1997) menawarkancara baru daiam memllih altematif teori yangberkaitan dengan penyesuaian harga (price ad-justmer)t). Dia menglngatkan bahwa berdasarkanpenelitiannya, pada umumnya harga barang-barang dan jasa khususnya di Amerika Serikatadalah 'sticky', daiam artian hanya berubahsekali daiam setahun. Hasll penelitiannya sangatbermanfaat daiam memllih berbagai altematifteori yang berkaitan dengan ketegaran/ kekakuanharga-harga (the stickiness ofprices).

Karena harga lambat daiam menyesuaikandengan perubahan kebijakan moneter, makapenurunan laju inflasi biasanya akan melibatkanterjadinya pengorbanan yang tinggi pada terjadi-nya pengangguran dan rendahnya output. Pengorbanan yang terjadi tersebut oleh Ball (1997)disebut sebagai 'sacri^ce ratio' yaitu perfoan-dingan antara turunnya output dengan turunnyalaju Inflasi, misalnya output turun 10% dan Inflasiturun 2%, maka rasio pengorbanannya 5. Ini ber-

JEPVol.3No. 1,1998

ISSN: 1410 - 2641 Iswardono Sard^Miopennono, KEBJJ>1K4^ M0NE7ER; Tecri danBukSEmpiris

arti setiap penumnan laju infiasi 1% akan kehi-langan output 5%.- Oleh Ball juga dikemukakanberbagai faktor yang mempengarutii besar kedl-nya rasio pengorbanan tersebut. Salah satunyaadalati kecepatan daiam penumnan laju InflasIdimana penumnan laju-infiasi yang pelan/kecillebiti sedikit akibatnya pada berkurangnya output. Faktor lainnya seperti iaju infiasi awal, dera-jat keterbukaan perekoncmian sertaada tidaknyakebijakan yang menyangkut pendapatan.

Para pengamat infiasi, baik yang berada didalam atau dl luar BankSentral, pada umumnyaselalu melihat terjadinya kenaikan laju Infiasi.Begitu laporan tentang Infiasi diumumkan,mereka tidak dapat memisatikan antara yangmempunyai kecendemngan jangka pendek danjangka panjang. Tentang tial Ini Bryan dan Ce-cchetti (1997) menerangkan perlunya di cariukuran 'core' atau inti Infiasi, yang dianggapse-bagai komponen yang selalu muncul dalam infiasi, rnisalnya kenaikan tiarga sembilan bafianpckok (sembako). Meskipun pada umumnyaukuran dalam infiasi adalati rerata (averages)atas harga berbagai barang, mereka berduamenyarankan batiwa untuk mengukur Inti infiasi,lebiti baik digunakan nilal 'median'nya. Menumtmereka nilai Ini lebiti dekat kaitannya denganpertumbutian JUB masa lalu dan leblh baik tiasil-nya untuk memperklrakan iaju infiasi di masadepan dibandingkan jika dengan menggunakannilai rerata.

. Lebih lanjut dikatakan batiwa menggunakannilai median bukan untuk memperklrakan pertumbutian JUB dimasa depan, yang dapat digunakan untuk kebijakan mpneter. Tetapi merekalebiti cendemng mengatakan batiwa kebijakanmoneter pada umumnya disertal dengan terjadinya goncangan/ gebrakan pada JUB.

Kashyap dan Stein (1997) mengkajimekanisme bekerjanya kebijakan moneter di atas,khususnya mengenai jalur apa yang ditemputisetiingga tindakan bank sentral dapatmempengarutii pengeluaran untuk . pembelianbarang-barang dan jasa. Pandangan tradisicna!m^atakan batiwa kontraksl JUBakan mengurangi

JEP Vol. 3 No. 1.1990

pengeluaran disebabkan karena-.meningkatnyasuku bunga dan-sebaliknya ekspansi JUB akan •meningkatkan pengeluaran karena suku bungatumn. Oleti Kastiyap dan Stein dipertanyakanlewatjalurapa?

liiAenumt Kastiyap dan Stein bekerjanyapandangan tradisional (money view) dl atas se-benamya melalui jalur yang tidak sederbana,karena berkurangnya pinjaman. bank akan berrpengamh pada cadangan bank.. Merekamenawarkan pandangan bam yang disebut-dengan 'lending view", bukan 'money view*. Kalaudalam pendekatan tradisional bentuk kekayaanyang dipegang oleti masyarakat tianya bempauang kas dan obiigasi, maka menumt merekaperlu ditambatikan adanyabentuk kekayaan bamyang bempa pinjaman bank. Oieb karena itu,jika bank sentral mengurangi cadangan, makasuku bunga tidak tianya akan meningkatkan,melainkan batiwa supply dana juga akan me-nlngkat, dan oleti karenanya pengeluaran untukbarang-arang dan jasa al^ berkurang. Penda-pat mereka tentang arti pentingnya jalur pinjamanbank dalam mekanisme kebijakan moneter diujioleti Iiiliron, Romerdan Weil. Sedangkan Stiapiromenguji sebab dan akibat yang ditimbulkan oletikeputusan bank sentral d^am menumnkan lajuInfiasi (disinMon) terbadap p^onomian.

Secara rind pendapat-pendapat mereka diatas tentang kebijakan moneter akan dijelaskanpada sub-bab berikut ini. v ^

PENG6UNAAN BESARAN MONETER

UNTUK MEMPENGARUHI GDP NOMINAL

Feldstein dan Stock (1997) menguji kela-yakan penggunaan besaran moneter' untukmempengamtii GDP nominal dengan tujuanaktiimya agardapat mengurangi rerata laju.inflasidan ketidakstabilan oufpufnil.

Sebagaimana diketabui batiwa'. padaumumnya yang menjacfi tujuan kebfakan moneteradalati/^rendatmya laju infiasi atau menjagakestabiian nilai mata.uang dan menjaga agarjarak';(gap) antara GDPriil potensiil.dengan GDPriil aktual kedl.-Ada semacam konsensus batiwa

57

Iswardono Sardjonopermoho, f^BUAKAN HiONETER: TeoridanBukli Empiris ISSN: 1410-2541

untuk menjaga laju infiasi yang rendah dapat di-- lakukan dengan membatasi pertumbuhan laju

JUB dalam artian !uas(M2) dalam kurun waktuyang cukup lama. Untuk mencapai tujuan yangpertama, yaitu menjaga stabilltas'nilai uang, da-pat dijalankan oleh bank sentral dengan caramenentukan besamya laju inflasi yang hendakdicapal dalam jangka panjang. Hal in! dilakukan dengan mengidentifikasi/mendeiinisikan rerata-inflasi (mean inflation) sebagai penjumlahan reratapertumbutian JUB (mean ofmoneygrowth) denganrerata kecepatan pertumbuhan uang (mean velocity growth) dikurangi dengan rerata pertumbuhan output rill (mean realoutput growth).

Sedangkan untuk mencapai tujuan kedua,yaitu meminlmumkan jarak antara'GDP potensiildengan GDP aktual, dapat dilakukan denganberbagai cara antara lain dengan mengevaluasihasll/klnerja ekonomi menggunakan variasi(variance) pertumbuhan GDP nominal per kuar-tal. Hal Ini dimaksudkan karena variasi dari pertumbuhan GDP nominal kuartalan tersebutmencerminkan pemberian bobot yang samaatasvariasi inflasi dalam jangka pendek dengan pertumbuhan output rill. Cara lain yang dapat digu-nakan adalah dengan mengevaluasi variasi pertumbuhan GDP riil dan rerata jarak/selisih antaraGDP riil potensial dengan GDP riil aktual.

•Meskipun cara kedua ini tidak memasukkanvariasi laju inflasi dalam jangka pendek, sehinggakeinginan untuk menentukan laju infiasi jangkapanjang yang rendah dapat dilakukan denganmenentukan pertumbuhan rerata besaranmoneter yang rendah (semacam 'rule' yang dike-mukakan Friedman). Pendekatan atau cara manayang hendak dipiEh sangat tergantung padamacam/tipe goncangan (s/ioctej yang akan di-hadapi.

ALTERNATIF PENDEKATAN

KEBIJAKAN MONETERMeskipun Bank Sentral hanya peduii pada

Inflasi dan aktivitas ekonomi riil, kebljakanmoneter seharusnya dibuat agar dapat melaku-kan berbagai penyesuaian pada variabel

58

moneter, seperti penyesuaian terhadap JUB,suku bungai ataupun kurs valuta asing (nilal tu-kar). Untuk itu pada sub-bab berikut ini akan di-bahas 3 (tlga) kemungkinan pendekatan yangberkaitan dengan pendekatan penggunaan M2untuk mencapai target GDP nominal khususnya.Adapun macam pendekatan tersebut antara lainadalah:

The Status Quo Judgmental EclecticismDengan pendekatan 'The Status Quo' Ini

dalam kenyataannya sebagaimana dilakukanoleh bank-bank sentral dibeberapa negara dl-mana bank sentral melakukan pengawasan terhadap cadangan bank dengan cara melakukanjual-beli surat-surat berharga (SBI, -misalnya).Ada yang mengatakan bahwa pendekatan inimerupakan pendekatan suku bunga mumi (pure-pegging interest rates). Dengan pendekatan ini,bank sentral mengatur volume jual bell surat-surat berharga sedemikian rupa, agar target sukubunga yang dilnginkan banksentral dapat terca-pai.

Biia suku bunga sudah ditetapkan olehbank sentral, maka agar tercapal target tersebutbank sentral harus slap untuk menjual-membelisurat-surat berharga tersebut. Oleh karena itu,bisa dikatakan, suku bunga merupakan variabelyang eksogenous, sedangkan volume cadangansebagai variabel yang endogenous. Akan tetapidalam jangka panjang, cara yang demikian se-ring dianggap kurang akurat atau meragukan,karena secara resmi bank sentral sering melaku^kan revisi terhadap suku bunga (SBI) yang telahditentukan tersebut untuk mengantisipasi pertumbuhan M1 khususnya. Jadi, suku bunga yangawalnya dianggap sebagai variabel yang eksogenous dalam kenyataannya adalah endogenousjuga(ambigous-variable).

Passive Monetary Policy:A Constant Growth Rate of M2.

Pendekatan 'Passive Monetary Policy' ini,biasanya dikaitkan dengan nama Milton Friedman, karena secara resmi diakui bahvira Fried-

JEPVol.SNo. 1.1998

ISSN: 1410-2641 tswardofto Saidjon^iennono, K^JAKANUONETB^ Teoqdan BtMiEmpihs

manadalah yang meiakukan usulan agar kebija-kan moneter diambil dengan cara menetapkanpertumbuhan JUB secara. konstan/tetap. Menetapkan pertumbuhan JUB yang samadengan lajupertumbuhan GDP. potensii! yang. dlharapkandikurangi dengan laju pertumbuhan kecepatanuang (velocity) yang dlharapkan adalah samahalnya mengharapkan laju inflasi sama denganNOL Kesalahan sekedl apapun dalam mem-perklrakan pertumbuhan GDP nominal potensii!ataupun laju pertumbuhan velositas akan me-ngaldbatkan terjadinya perubahan padastabilitasharga.

Dengan kata lain, laju inflasi yang dlharapkan tidak sama dengan nol. Menurut Friedman(1953), penggunaan pendekatari ini.' akanmenghasilkan hasil yang lebih stabil pada jalurGDP nominal jika dibandingkan dengan meng-gunakan kebijakan moneter aktif(discretionary). Alasanhya adalah bahwa penggunaan kebijakan moneter aktif akan menghasilkan varian (variance) yang lebih besar padapertumbuhan GDP nominal, karena adanya tam-bahan faktor'covariance".

Active Targeting Rulesfor Monetary Policy.

Pendekalan 'Active Targeting Rules' inidikembangkan oleh Taylor (1985). dandisempumakan oleh McCalium (1988,1990), dimana daiam pendekatan ini mereka membuatsimulasi berbagai altematif piiihan aturan (rules)yang dapat digunakan untuk menstabilkan pertumbuhan GDP nominal. Mereka membuat usulan

yang dapat menghasilkan aturan yang optimalbagi kebijakan moneter .dalam mencapai stabilitas pertumbuhan GDP nominal tersebut sertamembuat aturan yang menyangkut penyesuaianparsial (partial-adjustment nile) yang dapatmenghasilkan aturan optimal tersebut. Cara yangdiiakukan adalah menghitung probabilltas yangdapat mengurangi varian pertumbuhan GDPnominal. Secara rinci, mereka menghitung, be-samya .varian yang paling rendah dalam kumnwaktu sepuiuh-tahunan berdasarkan data ta-

JEP,Vol.3No. 1,1998

hunan misalnya dari tahun 1952 sampal .1997.Kemudian dibandingkan .dengari' varian yang di-hasilkan oleh pendekatan '^afus quo' di atas,ataupun dibandingkan dengan' varian yang di-hasiikan oleh pendekatan Friedman: .

Kegunaan"Monetary Targe^ngRule" s>

Ada 3 (t^a) hai yang periu diperhatikanagar 'Aturan Target Moneter" ini dapatmenghasilkan, yaitu;a), a sufficiently stable link beftveen money and

nominal GDP

b). satisfactory behavioroftheCentral Bank ,c). a limited system response to the change in- monetary^icy.

Adanya hubungan yang cukup stabil antaraJUB dengan GDP nominal, dan stabilitas yangdidefinisikan oleh Friedman di atas adalah t^arkedinya varian dari laju pertumbuhan GDPnominal. Karena besamya varian laju pertumbuhan GDP nominal lebih besar jika digunakankebijakan aktif, maka oleh Friedman disarankanuntuk menggunakan kebijakan moneter denganmengatur pertumbuhan JUB secarakonstan (k%rule). Tentunya, uji stabilitas yang dikemukakanoleh Friedman tersebut, kurang tepat. untuk saatini. Banyak uji stabilitas yang dapat digunakan,misalnya dengan menggunakan Cusum-Test,

'Satisfactory Behavior of the Central Bank'yang dimaksud di atasadalah b^wa tidak terlaiubanyaknya campur tangan bank sentrai. Ini di-maksudkan agar bank sentrai tidak menggunakan kebijakan moneter aktif, tetapi disarankanmenggunakan kebijakan moneter pasif agar tidakmenimbulkan ketidak-stabilan perekonomian.Menurut mereka (Friedman dan lainnya) 'there isan inherent inflationary bias in central bank behavior'. Sehingga, walaupun bank sentral-.dapatmengawasi M2 secara sempuma dan mengertiaturan yang dapat mengoptimalisasikan penen-tuan M2, mereka akan tidak berdayamenghadapi tekanan politik dan aiasan iainnyayang berakibat akan menyimpang dari aturan

59

Iswaitiono Sardjonopermono. KEBIJAKAN MONETER: Teoridan BuktiEmpiris ISSN: 1410 - 2641

tersebut. Oleh sebab itu, untuk mengurangi teka-nan politik dan faktor-^or lain yang menyebab-kan teijadinya penyimpangan, perlu kiranya banksentrai mengumumkah setiap enam bulan atausatu kuartal tentang target yang hendak dicapaisecara umum (publicly). Jlka perlu, dibicarakandi depan anggota DPR misalnya, sehinggamasyarakat secara umum akan tahu apa yangmenjadi aturan bank sentra! dalam menjalankanfungsinya guna menoapai tujuan akhir (ultimategoals).

Keterbatasan sistem untuk mengantisipasiperubahan kebijakan moneter in! ibaratnya se*pert! melakukan tindakan yang terlambat dan

"tidak terencana secara balk. Misalnya, Indonesia pemah melakukan deregulasi perbankan dibulan JunI 1983, hanya saja peraturan per-

=bankan (undang-undang) yang mengatur sistemibekerjanya peitankan 1^ baru diundangkanhampir sepuluh tahun kemudian (1992). Inl dapatmengakibatkan berbagai penyimpangan secaramikro maupun makro, yang mengakibatkan ter-jadinya ketidak-stabilan perekonomian.

'Nominal Income TargetingTerdapat adanya pertanyaan yang ber-

ikaitan dengan 'kenapa targetnya adalah penda--patan (GDP) nominal bukannya GDP riil? sangatberalasan, dan sudah menjadi perdebatan di-kalangan ekonom. Akan tetap! persetujuan diantara para ekonom mulal meningkat berkaitandengan dua prinsip utama kebijakan moneter.Prinsip yang pertama mengatakan bahwa kebijakan moneter bertujuan untuk menstabllkan be-berapa besaran nominal. Kelompok Monetaristtelah lama menggunakan kebijakan moneter untukmenstabilisasikan pertumbuhan JUB nominal.Beberapa ekonom yang lain (kelompok lalnnya)telah juga mengajukan usulan berkaitan dengankebijakan moneter tersebut untuk menstabilisasikan ha^a-harga atau Indeks Harga Konsumen.Sedangkan prinsip yang kedua adalah keinginanadanya komitmen untuk menggunakan keb^akanmoneter dengan suatu aturan tetap yang berita-itan dengan pertumbuhan JUB, misalnya seba-

60

gaimana yang dikemukakan oleh Milton Friedman. Tujuan untuk menggunakan aturan tetap Inladalah agar didapatkan hasil yang lebih baik dalam stabllitas pertumbuhan output dan harga-harga.

Salah satu yang sering dikemukakan seba-gai aturan adalah menjadikan pendapatan (GDP)nominal sebagai targetnya. Alasannya adalahbahwa menggunakan aturan tersebut dapatdigunakan sebagai pedoman untuk mencapaisasaran kebijakan moneter tersebut di atas. Sedangkan menggunakan kebijakan moneter diskritsering meleset dari tujuan yang telah ditetapkan.

KEBIJAKAN MONETER BERATURAN(RULES OFMONETARYPOLICY)

Sebagalmana suatu permainan, kebijakanmoneter yang beraturan ini juga mempunyaiaturan mainnya (rule of the game). MenurutFudenberg dan Tirole (1990), pada umumnyaseorang pemain dalam suatu permainan akanbanyak mendapatkan manfaat dari adanyaaturan main dalam permainan tersebut, selamamereka mempunyai kemauan dan kemampuanuntuk mentaatinya (the ability to commit in advance). Jadi, kalau komitmen tersebut dilanggar,maka tindakan apapun jelas akan melanggarperaturari yang berakibat melesetnya tujuan yanghendak dicapai. Hal inl ditunjukkan oleh Rcher(1980), bahwa sangat diharapkan agar pemerin-tah dapat mentaati komitmen yang telah dibuat,misalnya tidak memungut suatu pungutan padamod^apital (capital ievies). Hal ini penting,karena begitu komitmen tersebut dilanggar, misalnya dengan mendadak pemerintah memungutpungutan atas modal tersebut, maka akan teijadicfistorsi. Sedangkan Kydland dan Prescott (1977),Barro dan Gordon (1983), serta yang lainnyamenerapkan peraturan di atas pada kebijak^moneter, sebagalmana yang dikemukakan olehLucas (1972) dengan hipotesanya 'surpn'slngmonetary expansions raise output'. Kalau tindakan yang mendadak/tiba-tiba tersebut mengakibatkan kenaikan output, maka secara ra-sional setiap tahunnya pemerintah akan men-

JEPVoLSNo. 1.1998

ISSN: 1410 - 2641 iswailoRO SanjjonopejmoK). KEBUAKAN MONETER: Teofi dan BuktiEmpire

coba menciptakan kejutan baru bahkan gebrakansebagalmana yang pemah dilakukan oleb Su-maiHn (Gebrakan Sum^). Akan tetapi, masyarakatakan dapat melihat apa yang sedang dilakukanoleh pemerintah. Akibat yang mungkin akan ter-jadi dengan adanya kejutan/gebrakan monetertersebut. bukannya hanya berupa.kenaikan output melalnkan justru bisa pula terjadi pe-ningkatan laju Inflasi yang diharapkan dan jugalaju inflasi yang aktual.

Dengan adanya komitmen untuk tidakmembuat kejutan moneter, pemerintah diharapkan mampu menurunkan laju inflasi yang diharapkan dan dapat mencapai kineija yang lebihbaik. Perlu juga adanya alasan politik kenapamenggunakan kebijakan yang beraturan tersebut Kalau bank sentrai berada di bawah pe-ngaruh para politikus, atau paling tidak dekatdengan kemauan politikus, maka ada ke-mungkinan bahwa bank sentrai terpengaruh untuk melakukan perubahan kebijakan sebelumpemilihan (umum, presiden) terjadi untukkepentingan mereka (oppor-anistic). Adanyakebijakan yang beraturan tersebut membuatkeinginan/kesempatan para oportunis berkurangpengaruhnya. Sehingga lebih lanjut diharapkan,pengguna kebijakan moneter yang beraturantersebut akan dapat mengimbangi dampakmakro yang ditimbulkan oleh kebijakan fiskal(yang sering dltingkahl oleh para oportunis/poli-tikus], karena. dengan kebijakan yang beraturanini akan menekan 'political business cycle' yangdisebabkan oleh kebijakan fiskal tersebut.-Se-moga krisis moneter yang menlmpa Indonesiasejak pertengahan 1997 sampai saat ini, bukanmerupakan bukti empiris atas teori di atas.

KarakteristikKebijakan MoneterBeraturanyang Balk

Kebijakan moneter beraturan memper-syaratkan agar bank sentrai berpegang teguhpada indikator yang telah ditetapkan ('a prescribed band'). Adapun -syarat pertama agarkebijakan moneter beraturan tersebut baik ada-lah 'efficiency', artinya agar kebijakan yang di-

JEPVol. 3'No. 1M998

luncuikan ds^ meminDtiumkan varia^rubahanharga pada suatu tlngkat perubahan ketenaga-kerjaan (employment) tertentu. Munglan dapatmenggunakan Kurva Phillip atau menggunakanthe price variability-employment variabilityspace', di mana kebijakan moneter yang eflsiensadalah kebijakan yang mampu menjaga kondisitetap berada di permukaan (frontier). Sedangkansyarat keduanya adalah 'simplidly', di:manakebijakan moneter yang baik adalah yang seder-hana karena mudah untuk diterapkan, dimengertidan dilaksanakan sehingga dapat berlangsungsecaia bersinambungan. Hal ini berk^ dengansyar^ k^a y^ ^oredsibr?' atau akurasi, dim^asaat atau tirrmg' dlluncurkannya kebijakan tersebut harus tepat waktu dah tepat guna. Dansyarat yang keempat adalah 'accountability', di-mana kebijakan moneter akan lebih dipercayaoleh masyarakat jika masing-masing agen/pelakukebijakan moneter tersebut bertanggung jawabdalam pencapaian tujuan kebijakan tersebut.Oleh karena itu, bank sentrai dan pelaku kebijakan moneter tersebut harus konsisten, pedulidan tetap menjaga komitmen atas kebijakanyang diambil. Misalnya untuk mengembalikankepercayaan .masyarakat atas nilai rupiah di Indonesia, para pelaku kebijakan moneterkhususnya dan masyarakat pada umumnyaharus mempunyai visi dan misi yang sama agarbetui-betui mencintai rupiah dalam kehidupansehari-harinya (bukan sekedar diblbir saja, saatdITV).

Meskipun demikian, kebijakan moneteryang teratur tersebut juga mempunyai dampaksamplngan, sebagai misai, keinginan untuk menjaga stabllltas nilai rupiah terhadap valuta asing(US $) di satu sisi, berakibat pada meredanyagejolak (volatilitas) kurs, namun. pada sisi yanglain, misalnya hargasembako meningkat. :v

Aturanyang BerdasarkanPendapatan Nominal

.Kebijakan moneter yang teratur di.atasriiemuhgklnkan pemerintah untuk melakukan pi-lihan yang tepat antara stabilitas harga dan

61

Isvrardono SanJjonopermono, KEBUAKJ^ MONETER: Teoridan BuUiEmpiris ISSN: 1410 - 2641

ketenagakerjaan yang mungkin mensyaratkanadanya toleransi terhadap pembahan yangmungkin besar pada suku bunga dan hargavaluta asing. Sepert! usahapemerintah Indonesiadalam mentarget laju inflasi tahunannya tidakiebih dari 10 % per tahun (double digit), me-ngakibatkan teijadinya peningkatan suku bungabank; khusushya setelah Deregulasi 1983. danlonjakan harga valuta asing pada pertengahan.tahun 1997.Ha[ Ini cukup beraiasan,' karena,mungkin, dalam rangka menjaga agar inflasi tidak'melebihi 10% tersebut, pemerintah meng-gunakan cara Klasik dengan mengurangi per-tumbuhan JUB, yang akan berakibat pada peningkatan suku bunga domestik, sehingga paraInvestor lebih suka meminjam uang (kredit) keluar negeri yang suku bunganya relatif lebih mu-rah. Haf iniiah yang secara akumuiatif dan tidakdisadari akan berakibat fatal pada beban hutangluar negeri, khususnya yang dilakukan olehswasta. Dan dampak akhimya akan terjadi re-bu[er\ ' (rush) dalam pembelian valuta asingkarena hutang sudah jatuh tempo, dan olehkarenanya tidak bisa dihindari ha^a valuta asingakan naik, sesuai dengan mekanisme pasar(peningkatan permintaan, yang tidak diimbangioleh menlngkatnya penawaran valuta asing).

Oleh sebab itu untuk menghindari hal diatas. paraekonom menyarankan agarpemerintah melakukan kebijakan moneter teratur tersebut, jangan h'anya dikaitkan pada satu indikatorsaja, tetapi dikaitkan (pegging) pada berbagaima'cam Indikator yang antara lain: besaran agre-gat, indeks harga barang-barang dan jasa,indeks harga konsumen, nilai tukar valuta asing,dan harga emas. Akan tetapi nampaknya kon-sensus saat Inl hanya memiiih pendapatan nominal sebagai tujuan yang paling tepat (the mostsuitable object). Menjaga pendapatan nominaltetap berada pada jalur yang mulus (smoothpath) merupakan kebijakan moneter yang men-dapatkan dukungan banyak dari semua cabangekonomi makro modem. Karena dalam k^eim-

bangan ekonomi makro, dengan netrarrtas uang,pertumbuhan yang mulus pendapatan mmna!

62

akan mencerminkan juga kemulusan dalam pe-rubahan harga, arbnya gejolak harga hampir tidakada atau variasi hargakedl.

Menurut Hall (1985), penggunaan targetpendapatan nominal merupakan salah satu kebijakan yang boleh dikatakan sebagai 'elastic pricetargets*. Kebijakan ini menentukan harga dasar,tetapi membolehkan adanya penyimpangansedikit (deviasi) dari target yang telah ditetapkansepanjang dapat mempengaruhi berkurangnyalaju pengangguran yang ada. Semakin elastisperubahan harga dari target yang telah ditetapkan, diharapkan akan semakin besar pula pe-ngaruhnya terhadap pengurangan pengangguran.Target kebijakan moneter pada pendapatannominal ini sebenamya bukan merupakan halyang baru sebagaimana telah dikemukakan olehMeade (1978), von Welzsacker (1978), serta To-bin (1980). Dan oleh Be^ (1983) d3;emb^ks^i lebihlanjut dalam bentuk anafisis yang fbrmal, sebagai im-pM dari stabiOsasi pendapatan nominal pada ke-rangka keseimbangan umum (gene/a/ eqiMirium)ekonomi makro.

Dalam modeinya. Bean mengemukakanadanya kejutanYs/iockj padapermintaan agregatyang dampaknya samasebagaimana ditimbulkanoleh perubahan komponen JUB secara acak.Dan juga dipertimbangkan adanya pergeseranpada fungsl produksi secara acak juga. Adanyaasumsi penawaran tenaga kerja inelastis, makatarget pendapatan nominal akan meminimumkanvariasi penyimpangan output riii dari nllal ke-selmbangannya. Oleh West (1986), kesimpulanyang dikemukakan oleh Beans tersebut hanyaterbatas pada situasi dimana model moneteryang digunakan tidak netral (non-neutrality). Danjuga,.Bean menggunakan kriteria dalam penilaiankineija kebijakan tanpa memberikan bobot padastabilitas tingkat harga.Lebih lanjut, dikatakanoleh Westbahwa Bean tidak mempertimbangkansumber-sumber lain yang mungkin menyebabkanteijadinya gangguan pada keberhasilan kebijakan moneter, khususnya pada masalah stabilitas harga yang 'acute*.

JEPVol.3No. 1.1998

ISSN:1410 - 2541 [swardono Sard](^iopeniBno, KEBUAKAN jUOA/ETER* TeoridanBukSEmpiis

Asako dan Wagner (1992) men^iti masalahyang dikemukakan oleh Bean dan West tersebut.Sedangkan Taylor (1985), lebih memusatkanperhatiannya pada aspek dinamis dari targetpendapatan nominal tersebut. Dia mem-pertimbangkan 3 (tiga) macam bentuk kebijakanteratur, yaitu bahwa: (1) bank sentral diharapkanmampu menjaga pertumbuhan pendapatannominal pada tingkat, kalau mungkln, yang tetap(a constant growth), (2) kebijakan yang di-jaiankan pada masa setelah perang (postwar),(3) kebijakan yang dljaiankan sebagaimana kebijakan nomer satu di atas, hanya ditambahkan di-mungkinkannya terjadinya penyimpangan pendapatan riii dari keseimbangannya pada awaitahun saja. Hal ini dimaksudkan agar bank sentral dapat meningkatkan pertumbuhan pendapatan nominal padasaat terjadi resesi.

Menurut perhitungannya Taylor, dampakadanya stabiiisasi pertumbuhan pendapatannominal sedikit tidak disukai karena kebijakanyang beraturan tidak mempertiatlkan atau mem-pertlmbangkan tingkat keglatan ekonomi riii, se-hlngga sering terjadi kejutan atau goncanganpada perubahan output yang menyimpang darikeseimbangannya. Telapl agaknya aturan yangketiga di atas merupakan aturan yang terbalkdalam artian bahwa kalau yang menjadi kritlriakebijakan adalah volatiiitas output dan Inflasl.Dalam hal Ini Taylor juga menaruh perhatlanpada pentlngnya stabiiisasi tingkat (level) outputriii, bukannya laju perubahan (rate of change)output riii, kalau tingkat output rill memang menjadi penting. Demiklan juga dapat dlapllkaslkanpada tingkat harga ieblh dipentlngkan stabillsasi-nya daripada laju perubahan harga barang tersebut. Meskipun tidak secara nyata dlkemu-kakannya. Kebijakan yang demlkian me-mungkinkan terjadinya penyimpangan antaratingkat output dan tingkat harga keseimbangandengan target yang teiah dltetapkannya. Kebijakan beraturanterbaik adalah jikamenjagatingkatpendapatan nominal tetap berada dijalur yangtel^ ditargetkan.

JEP Vol. 3No. 1,1998

' ' Dari penjelasan di atas dapat distmpulkanbahwa ada semacam konsensiis yang harusditepati agar kebijakan yang beraturan tersebutakan menjadi baik ataupun optimal jika yangmenjadi kebijakan moneter yang beraturan tersebut adalah pendapatan nominal. Bentuk yangpasti dari dari kebijakan yang bertarget'pendapatan nominal tersebut tergantung pada penda-pat berkaitan dengan manakah yang Ieblh pen-ting stabiiisasi tingkat ataulaju pertumbuhan output, demlkian juga pendapat berkaitan denganmanakah yang lebih penting antara stabiiisasitingkat harga atau st^iiisasi laju pertumbuhanharga (Inflasl). Dalam hal Ini ada 3 (tiga) pertlm-bangan yang mungkln dapatdipakai sebaga! pe-doman yaltu:(1) Growth-rate targeting —pertumbuhan

pendapatan nominal sedemiklan rupa se-hingga, kalau mungkin, konstan.

(2) Level targeting — j^a tingkat pendapatannominal sedemildan nipa sehinggamendekati jalur yang telah ditetapkan, kalaubisa selama wal^ yang telah ditetapkan.

(3) Hybrid targeting —\aga pertumbuhan pendapatan nominal untuk tahun yang akandatang sedapatmungkin'pada tingkat yang

. tetap ditambah persentase tertentu darijarak antara pendapatan nil dengan tingkatpendapatankeseimbangannya. -

Dari ketentuan diatas maka dapat diambilmaknanya bahwa kebijakan moneter yang di-lakukan dinegara Indonesia tersebut mengikutikaidah yang mana.

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MONETER

DI INDONESIA.

Sejak krisis moneter terjadi di Indonesia,medio 1997 yang laiu. banyakorang yang mem-persoalkan keandalan atau keampuhan '̂ ertakecanggihan kebijakan moneter yang dilal^kanpemerintah via Bank Indonesia. Sebenamya krisis tersebut dapat dihindari kalau Bank Sentralbekerja secara normatif. Artinya Bank Sentral,

63

Iswartoro Sartjonopermono. KEBUAMN MONETER: Teori dan Bufdi Empiris ISSN: 1410 - 2641

sebagai penguasa moneter. mempunyai kebeba-san dan tidak tergantung kepada penguasa/ pe-merintah dalam mengambil langkah-langkahkebijakan yang hendak dilakukan dalam rangkamencapal tujuan kebijakan ekonomi makro: per-tumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilisasi harga-harga dan distribusi yang lebih merata. Tetapi'nasi sudah menjadi bubur', apa yang secaranormatif diharapkan tidak muncul.Hal ini berartibahwa Bank Sentral yang seharusnya melakukanlangkah-langkah kebijakan justru di'langkah'i,dalam artlan bahwa Bank Sentral harus melakukan kebijakan yang telah ditetapkan pemerin-tah/penguasa, yang mungkin ada beberapa ha!secara normatip bertentangan dengan kaldah-kaldah yang ada. MIsalnya, dalam pengendallanlaju Inflasi. Bank Sentral mencoba melakukanpengetatan uang, dalam hal Inl meminimumkanpemberian kredit langsung ataupun KLBI hanyapada sektor-sektor yang dianggap menguasaihajat hidup orang banyak (Bulog dan PERTA-MINA, misalnya).

Akan tetapi. kenyataan menunjukkan lain,yakni bahwa ada komlditi yang mungkin tidakatau belum termasuk kebutuhan pokok perlu danharus diberi kredit langsung tersebut agar tetapbertahan hIdup (BPPC). Yang menjadi persoalansebenamya bukanlah besamya kredit yangdipersoalkan, tetapi k(xnitmen bersama unhjkmengendalikan laju inflasi telah dilanggar.Demikian juga kasus yang menyangkut personll-personl! Bank Sentral yang terpaksa berurusandengan pihak berwajlb karena melakukanpelanggaran komitmen tersebut Sehingga apayang pemah dllontarkan oleh Alejandro Diaz(1985), 'moral hazard' ataupun kebobrokanmoral itu telah teijadi di Indonesia. Dalam hal Inipenulis tidak perlu mendefinlsikan 'moral',karena aspek yang dltlnjau hanya persoalankomitmen yang telah dilanggar. Belum lagi menyangkut masalah kepedulian (concern) terhadapsituasi dan kondisi perekonomlan l^ususnya,

64

dimana rakyat banyak maslh memeiiukan SEM-BAKO, malah disodori MOBNAS. Hal ini hanyadimotivasi bagalmana mengambil margin keun-tungan produsen mobil dengan dallh me-masyarakatkan mobil rakyat/nasional tersebut.Persoalan yang disoroti adalah kredit yang di-salurkan ke produsen mobil tersebut, yang dilakukan oleh konsursium perbankan domesflk.Apakah kredit itu akan kemball atau menjadikredit macet merupakan persoalan lain. Toh,semua dapat diatur. Kalau secara normatif kredittersebut disalurkan untuk rakyat banyak, kreditkecil atau apapun namanya, maka tidak akanterjadi pelanggaran yang dilakukan oleh BKKBN.Pelanggaran yang penulis maksudkan adalahdilanggamya Undang-undang Pokok Perbankan1992, tentang lembaga yang berhak menghim-pun dan menyalurkan dana hanyalah 'bank*.

Apakah BKKBN menjadi Bank Kredit KedlBagi Nasabah? Persoalan yang lebih sulit adalahmenyangkut 'konsisten* atau keajegan BankSentral, sihingga apapun, slapapun, dimanapun,bagalmanapun tidak boleh melanggar ketetapanbersama (komitmen) yang telah disepakatl.Tetapi, karena manuslawl, maka persoalan keajegan inl sulit untuk dllaksanakan, karena berba-gai alasan yang mahusiaw juga.

Jadi, apapun macam ataupun bentuk sertacara yang akan diambll pemerintah/penguasadalam menangani kemelut yang sedang berlang-sung dl Indonesia, bukan tergantung IMF, CBSataupun ISP, tetapi lebih teigantung pada persoalan 'moral*, bukan berarti moralis, tetapicukuplah berpegang pada 'komltmen-kepedu-lian-konsisten'. Kalau komitmen kita adalah cintarupiah atau cinta produksl dalam negeri, makasebagai panutan, janganlah menimbun valutaasing atau pun mengendarai mobil mewah yangtidak naslonalis. Kalau peduli pada rakyat kecil,maka tidak perlu dl TV untuk menjual emas atauvaluta asing, oukup bagl-bagi sembako pada rakyat kecil, kalau pertu diam-dlam.

JEP Vol. 3 No. 1.1998

ISSN •1410-2641 Iswardono San^onoperfflono, KEB/JAKAN MONETER; Teof? dan BuktiEmpire

DAFTARPUSTAKA

Mankiw,N.Gregory. (1997), Monelaiy Pdicy, Chicago, The University of Chicago Press.

Feldstein Mdan Stock.H. James,{1997), The use of Monetary Aggregate to Target Nominal GDPrChi-cago, The university ofChicago Press.

Hail. E. Robert dan Mankiw. N. Gregory. (1997), Nom/rraf income targeting, Chicago, The University ofChicago Press.

WoodfonJ. Michaei, (1997). Nonstandard Indicators for Monetary Policy, Chicago. The University ofChicago Press.

Blinder. S. Allan. (1997), On Sticky Prices: Academic Theories Meet the Real Worid, Chicago, TheUniversity ofChicago Press.

Ball, Laurence, (1997), What Determines the Sacrifice Ratio?, Chicago. The University of ChicagoPress.

Bryan, F. Michael dan Cecchetti, g. Stephen, (1997). Measuring Core Inflation. Chicago. The Universityof Chicago Press.

Kashyap, K. Anil dan Stein, C. Jeremy, (1997). Monetary Pc^icy and Bank Lending, Chicago. The University ofChicago Press.

Miron. A. Jeffrey &Romer, D. Christina dan Weil, N. David. (1997). Historical Perspectives on theMonetary Transmission Mechanism, Chicago. The University of Chicago Press.

Shapiro, D. Matthew, (1997). Federal Reserve policy: Cause and Bfect. Chicago, The University ofChicago Press.

Friedman, Miiton, (1953), The effect of a full-employment policy on economic stabilization: Aformalanalysis, Chicago, The University of Chicago Press.

Taylor, J.B, (1985), What would nominal GNP targeting do to the business cyc/e?, Carnegie-RochesterConference Series on Public Policy, vol.22. Amsterdam, North-Holland.

McCalium B.T, (1988), Robustness properties of arule for monetary policy, Camegie-Rochester Conference Senes on Public Policy, voi.29, Amsterdam, North-Hoiland.

,(1990), Target. indicafors,andinstrumentsofmonetarypolicy,Wash\ngton D.C., AEl Press,

Friedman, Mdan Schwartz, A, (1963), AMonetary History of fhe United State, 1S67-1960, Princeton,NJ., Princeton University Press, . -

JEP Vol. 3No.,1.1998 65

Iswardono Safdjonopemiono, KEBIJAKAN M0NE7ER: Teoiidan BuKliEmpiris isSN: 1410-2641

Lucas. Rome Jr. (1972), Expectations and the Neutrality of li^oney, Journal of Economic Theory 4ApnI. " '

Barro, Robert J dan David 8. Gordon, (1983), Apositive theory of monetary policy in anatural ratemodel. Journal ofPolitical Economy, 91, August.

Bean, Charles R, (1983), TargeSng nominal Income: An appraisal, 77ie Economic Journal, 93, Decem-Uwia t

Fudenberg, Drevi/& Jean Tirole, (1991). Cambridge,•Gamef/ieoo'. MIT. Press.

Fischer, Stanley, (1980), Dynamic inconsistency, cooperation, and the benevolent dissembling government, Journal ofEconomic Dynamics and Control?, February.

JEPVol.3No. 1,1998


Recommended