Date post: | 11-Dec-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | quantaprima |
View: | 39 times |
Download: | 6 times |
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIT OPERASI BIOPROSES 2
MODUL 3 – HEAT EXCHANGERS
KELOMPOK 7
1. GHILANDY RAMADHAN (1206242012)
2. KLANITA SABIRA (1206212350)
3. LUCIA PURWANTI (1206212496)
4. PRIMANTONO RACHMAN (1206262121)
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015
BAB I
TEORI PERCOBAAN
2.1. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui cara kerja alat penukar kalor jenis pipa ganda (double pipe heat
exchanger) dengan menghitung koefisien perpindahan panas, faktor kekotoran, efisiensi, dan
perbandingan untuk aliran searah dan berlawanan arah.
2.2. Pengertian dan Prinsip Kerja Heat Echanger
Alat penukar kalor atau heat exchanger (HE) adalah suatu alat yang memungkinkan
perpindahan panas dan berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya,
medium pemanas dipakai uap lewat panas (super heated steam) dan air biasa sebagai air
pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas
antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak,
baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupunkeduanya bercampur langsung
begitu saja. Mekanisme perpindahan kalor pada alat penukar kalor yaitu secara konveksi pada
kedua fluida yang mengalir dan secara konduksi pada dinding pemisah kedua fluida.
Prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan panas dari dua fluida yang
memiliki temperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara langsung ataupun
tidak langsung. Secara kontak langsung, panas yang dipindahkan antara fluida panas dan dingin
melalui permukaan kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua fluida.Transfer panas
yang terjadi yaitu melalui interfase / penghubung antara kedua fluida.Contoh : aliran steam pada
kontak langsung yaitu 2 zat cair yang immiscible (tidak dapat bercampur), gas-liquid, dan
partikel padat-kombinasi fluida.Sedangkan secara kontak tak langsung Perpindahan panas terjadi
antara fluida panas dandingin melalui dinding pemisah. Sistem ini diilustrasikan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Perpindahan Kalor pada Heat Exchanger
2.3. Jenis-jenis Heat Exchanger
Heat exchanger dapat digolongkan sesuai dengan fungsinya, kontruksinya, arah aliran,
dan lain-lain. Dibawah ini terdapat jenis jenis heat exchanger berdasarkan tipe konstruksi dan
arah alirannya.
A. Berdasarkan tipe konstruksi
Tabel 1. Jenis HE berdasarkan Tipe Konstruksi
No. Nama HE Keterangan
1. Tubular
exchanger
Double pipe : untuk memanaskan / mendinginkan fluida
dengan A kecil dan mendidihkan / mengkondensasi fluida
proses jumlah kecil
Shell and Tube (paling banyak digunakan di proses industri)
Keuntungan: mampu memberikan ratio area perpindahan panas
dengan volume dan massa fluida yang cukup kecil; dapat
mengakomodasi ekspansi termal, mudah untuk dibersihkan,
dan konstruksinya juga paling murah di antara yang lain.
Berdasarkan konstruksi tube: fixed tube sheet, floating tube
sheet, U tube/U bundle,dan spiral tube.
2. Plate exchanger
Aliran flluida melewati ruang antar plat bagian genap dan
fluida dingin bagian ganjil. Plat dipasang melingkar agar tidak
memberikan perpindahan panas yang besar dan mencegah
fouling factor
Keuntungan: Plat-plat dipasang secara bertumpuk/ melingkar
agar tidak memberikan perpindahan panas yang besar dan
mencegah terjadinya fouling factor. Selain itu, dengan
rangkaian seperti ini, akan memberikan luas permukaan yang
lebih besar, sehingga akan lebih efektif daripada jenis
shellandtube. Plate heat exchanger mudah untuk dilepas dan
dipasang kembali sehingga mudah untuk dibersihkan.
Tipe: plate and frame or gaskete plate exchanger (T dan P
rendah); spiral plate exchanger; dan lamella heat exchanger
3. Extended
surface
HE dengan permukaan yang dilebarkan dengan fin, spine, dan
groove sehingga perpindajan kalor lebih cepat dan nilai h
besar.
Tipe: plate fin / matrix HE dan high-finned tube
4. Regenerator Fluida panas dan dingin pada jalur yang sama secara
bergantian
Tipe: fixed-matrix dan rotary
Aplikasi: turbin gas dan furnace pre heater
5. Air cooler
exchanger
Tube bundle (beberapa baris tube) serta fan untuk mengalirkan
udara di antara fins yang ada pada bagian luar tube
6. Regenarative
Heat Exchanger
Pada jenis ini, panas yang dihasilkan oleh suatu sistem
digunakan untuk memanaskan suatu fluida yang digunakan
dalam proses, dan pada bagian lainnya, fluida dengan tipe yang
sama digunakan sebagai inlet pada heat exchanger (dapat
berupa plate atau shellandtube).
Pada heat exchanger jenis ini hanya digunakan untuk fluida
gas, tidak dapat digunakan untuk cairan.
7. Adiabatic Heat
Exchanger
Jenis ini menggunakan fluida atau padatan intermediate untuk
menyimpan/menahan panas, yang kemudian panas tersebut
akan pindah ke bagian lain dari heat exchanger untuk
dibebaskan.
Jenis ini digunakan ketika suatu sistem memungkinkan untuk
hanya sejumlah kecil pencampuran terjadi pada dua aliran.
Contoh : air preheater
8. Fluid Heat
Exchanger
Jenis ini menggunakan gas yang melewati aliran fluida
(seringkali air), lalu fluida tersebut disimpan sebelum
didinginkan.
Jenis ini umum digunakan pada cooling gas yang sekaligus
menghilangkan pengotor di dalamnya.
Contoh: pada mesin espresso dimana digunakan untuk
mendinginkan air panas sebelum digunakan pada proses
ektraksi dari espresso.
9. Dynamic
sraped surface
Heat Exchanger
Tipe ini lazim digunakan untuk memanaskan atau
mendinginkan pada produk dengan viskositas tinggi; proses
kristalisasi; evaporasi dan aplikasi high-fouling.
B. Berdasarkan arah aliran
No. Nama HE Keterangan
1. Parallel Flow Fluida panas dan dingin mengalir masuk dari ujung yang sama
dan arah aliran sama
Luas area maksimum
)/ln(/ln 12
12
2211
2211
tt
ttUA
tTtT
tTtTUAQ
2. Counter Flow Fluida panas dan dingin masuk dari ujung yang berbeda
dengan arah aliran berlawanan
Luas area minimum
)/ln(/ln
).(
12
12
1221
1221
tt
ttUA
tTtT
tTtTLMTDt
LMTDUAQ
3. Cross Flow Salah satu fluida mengalir tegak lurus terhadap fluida lain
Luas area menengah
Aplikasi: kondenser uap (sheel and tubeHE – uap (sheel) dan
air pendingin (tube)
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Heat Exchanger
Di bawah ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dari suatu heat
exchanger adalah sebagai berikut:
1. Fouling Factor
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan lapisan deposit pada permukaan
perpindahan panas dari suatu bahan atau senyawa yang tidak diinginkan. Pembentukan
lapisan deposit ini akan terus berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan.
Akumulasi deposit pada alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop dan
menurunkan efisiensi perpindahan panas. Keterlibatan beberapa faktor diantaranya: jenis
alat penukar kalor, jenis material yang dipergunakan, dan fluida kerja (jenis fluida,
temperatur fluida, laju alir massa, jenis, dan konsentrasi kotoran yang ada dalam fluida).
Lapisan fouling dapat berasal dari partikel-partikel atau senyawa lainnya yang
terangkut oleh aliran fluida. Pertumbuhan lapisan tersebut dapat meningkat apabila
permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesif yang cukup kuat. Gradien
temperatur yang cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat juga meningkatkan
kecepatan pertumbuhan deposit. Pada umumnya, proses pembentukan lapisan fouling
merupakan phenomena yang sangat kompleks sehingga sukar sekali dianalisa secara
analitik. Selain itu, mekanisme pembentukannya sangat beragam dan metode
pendekatannya juga berbeda-beda.
Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan menentukan U
(koefisien perpindahan kalor keseluruhan/ overall coefficient of heat transfer) untuk
kondisi bersih (UC) dan kondisi kotor (UD) pada penukar kalor itu. Oleh karena itu, faktor
pengotoran didefinisikan sebagai:
bersihkotor UU
Rf11
dimana U pipa yang kotor tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Rfhr
r
k
rrr
k
rrr
h
Ui
pipe
ipj
insulator
pi
i
00
0 )/ln()/ln(1
1
Sementara itu, untuk U << 10000 W/m2.ºC, fouling mungkin tidak begitu penting
karena hanya menghasilkan resistan yang kecil. Namun, pada water heat exchanger
dimana nilai U terletak sekitar 2000 maka fouling faktor akan menjadi penting. Pada finned
tube heat exchanger dimana gas panas mengalir di dalam tube dan gas yang dingin
mengalir melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, dan fouling factor akan menjadi
signifikan.
2. Penurunan tekanan heat exchanger
Pressure drop merupakan banyaknya penurunan tekanan yang terjadi akibat heat
transfer dalam pipa. Penurunan tekanan ini dikarenakan adanya perubahan suhu secara
tiba-tiba karena beban kecepatan dan faktor friksi dalam aliran kedua fluida. Pressure drop
dapat digunakan rumus sebagai berikut :
…(1.1)
…(1.2)
fu
D
Lp av
2.
2
dimana L adalah panjang pipa, D adalah jari-jari pipa, ρ adalah masa jenis fluida, Uav
adalah kecepatan rata-rata dan f adalah faktor friksi.
Penurunan tekanan pada heat exchanger khususnya pada tabung dan rangkunan
tabung dapat menyebabkan perubahan faktor gesek (friction factor). Pada tabung hubungan
antara faktor friksi dan penurunan tekanan dituliskan sebagai berikut :
2
2 c
pf
L V
D g
Perubahan faktor friksi ini mengakibatkan berubahnya angka Reynold dan angka
Nusselt, sehingga nilai koefisien perpindahan kalor konveksinya berubah. Dengan
berubahnya koefisien perpindahan kalor konveksi maka kofisien perpindahan kalor
menyeluruhpun ikut berubah. Pressure drop dapat menurunkan kinerja dari alat penukar
kalor dan membuat nilai U (koefisien heat transfer overall) menjadi berkurang, yang
akibatnya perpindahan kalor antara kedua fluida juga akan makin sedikit. Dengan demikian,
proses tidak akan berjalan secara efisien. Oleh karena itu, semakin besar nilai pressure drop,
semakin rendah kinerja alat penukar kalor.
3. Koefisien Perpindahan Panas
Pada aliran dimana satu fluida mengalir pada bagian dalam tabung yang lebih kecil
dimana fluida yang lain mengalir dalam ruang anular diantara dua tabung, maka
perpindahan kalor dapat dideskripsikan dengan:
oo
rr
BA
AhkLAh
TTq
i
o 1
2
ln1
1
4. Jumlah lintasan
Di dalam alat penukar kalor, jumlah lintasan sangat menentukan kecepatan
perpindahan kalor. Apabila jumlah lintasan yang ada banyak, maka akan berpengaruh pada
…(1.3)
…(1.4)
…(1.5)
luas permukaan yang melepas kalor. Seperti yang diketahui, apabila luas permukaan yang
terkena fluida panas semakin banyak atau luas, maka perpindahan kalor akan terjadi lebih
cepat.
5. Kecepatan
Kecepatan dari fluida mempengaruhi bilangan reynoldnya. Sementara itu, angka
reynold sangat berpengaruh dalam perhitungan matematis.
6. Distribusi temperatur
Apabila distribusi temperatur di dalam fluida tidak merata, maka perpindahan kalor
yang terjadi tidak merata di beberapa permukaan. Ada permukaan yang lebih banyak aliran
konveksinya apabila distribusi suhu di tempat tersebut cukup besar, begitu pula sebaliknya.
7. Luas permukaan perpindahan panas
Semakin tinggi luas permukaan panas, semakin besar panas yang dipindahkan. Luas
perpindahan panas ini tergantung pada jenis tube dan ukuran tube yang digunakan suatu
heat exchanger.
8. Beda suhu rata-rata
Temperatur fluida panas maupun fluida dingin yang masuk heat exchanger biasanya
selalu berubah-ubah. Untuk menentukan perbedaan temperatur tersebut digunakan
perbedaan temperatur rata-rata atau Logarithmic Mean Temperature Difference (LMTD).
LMTD digunakan dalam perhitungan-perhitungan heat exchanger yang menunjukkan
panas yang dipindahkan.
11
22
1122
lnch
ch
chchm
TTTT
TTTTT
2.5 Temperatur Rata-rata Logaritmik (LMTD)
Pada awalnya diandaikan U (bisa juga digantikan oleh
h ) sebagai nilai konstan. U
sendiri merupakan koefisien heat transfer overall. Aturan untuk nilai U adalah:
1. Fluida dengan konduktivitas termal rendah seperti tar, minyak atau gas, biasanya
menghasilkan h yang rendah. Ketika fluida tersebut melewati heat exchanger, U akan
cenderung untuk turun.
…(1.6)
2. Kondensasi dan pemanasan merupakan proses perpindahan kalor yang efektif. Proses ini
dapat meningkatkan nilai U.
3. Untuk U yang tinggi, tahanan dalam exchanger pasti rendah.
4. Fluida dengan konduktivitas yang tinggi mempunyai nilai U dan h yang tinggi.
Untuk U pada temperatur yang nyaris konstan, variasi temperatur dari aliran fluida dapat
dihitung secara overall heat transfer dalam bentuk perbedaan temperatur rata-rata dari aliran dua
fluida. Persamaannya adalah sebagai berikut :
mTUAq
dimana U adalah koefisien perpindahan kalor menyeluruh, A adalah luas permukaan perpindahan
kalor yang sesuai dengan definisi U, dan ∆Tm adalah beda suhu rata-rata yang tepat untuk
digunakan dalam penukar kalor.
Profil suhu untuk penukar kalor pipa ganda dimana fluidanya dapat mengalir dalam aliran
sejajar maupun aliran lawan arah ditunjukkan pada gambar 3. Pada profil suhu tersebut terlihat
bahwa beda suhu antara fluida panas dan fluida dingin pada waktu masuk dan keluar tidaklah
sama, dan perlu ditentukan nilai rata-rata untuk digunakan dalam persamaan di atas. Untuk
penukar kalor aliran sejajar seperti pada gambar 1.5, kalor yang dipindahkan melalui unsur luas
dA dapat dituliskan sebagai:
dATTUdTcmdTcmdq chccchhh )(
dimana subskrip h dan c masing-masing menandai fluida panas dan fluida dingin, m
menunjukkan laju aliran massa dan c adalah kalor spesifik fluida.
…(1.7)
…(1.8)
Gambar 1.3. Profil suhu untuk aliran sejajar dan aliran lawan arah dalam penukar kalor pipa
ganda
Setelah itu, menyamakan persamaan antara persamaan untuk counter flow dan persamaan untuk
pararel flow dan didapat :
)/ln( ba
ba
TT
TTUAQ
dimana ΔTa adalah selisih antara suhu keluaran shell dengan suhu fluida pendingin awal dan
ΔTbadalah selisih antara suhu keluaran shell dengan suhu fluida pendingin akhir.
ΔTmean yang dimaksud dalam persamaan 1.7 adalah LMTD, yaitu :
ba
bamean
TT
TTLMTDT
/ln(
Namun demikian penggunaan LMTD juga cukup terbatas. Jika suatu penukar kalor yang bukan
jenis pipa ganda digunakan, perpindahan kalor dihitung dengan menerapkan faktor koreksi F.
Sehingga rumusnya menjadi :
)( mTUAFQ
…(1.9)
…(1.10)
…(1.11)
Bila terdapat perubahan fase, seperti kondensasi atau didih (penguapan), fluida biasanya
berada pada suhu yang pada hakekatnya tetap, dan persamaan-persamaan itu menjadi lebih
sederhana. Oleh karena itu dapat dinyatakan F= 1,0 untuk pendidihan atau kondensasi.
2.6 Efektivitas Heat Exchanger
Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila suhu masuk dan suhu keluar
diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah, sehingga LMTD dapat dengan mudah dihitung,
dan aliran kalor, luas permukaan, dan koefisien perpindahan kalor menyeluruh dapat ditentukan.
Namun, pada kondisi dimana hanya suhu masuk atau suhu keluar yang diketahui, maka dapat
digunakan metode lain yakni metode NTU yang merupakan salah satu metode analisis pada alat
penukar kalor berdasarkan pada efektivitas jumlah kalor yang dapat dipindahkan antar fluida.
Efektivitas penukar kalor dapat dirumuskan sebagai berikut :
mungkinyangmaksimumkalornperpindaha
nyatakalornperpindaha
Perpindahan kalor yang sebenarnya dapat dihitung dari energi yang dilepaskan oleh fluida panas
(subscript h) atau energi yang diterima oleh fluida dingin (subscript c). Untuk penukar kalor
aliran sejajar, kalor tersebut dapat dinyatakan dengan:
1221 cccchhhh TTcmTTcmq
dan untuk penukar kalor aliran lawan arah:
2121 cccchhhh TTcmTTcmq
Besar perpindahan kalor maksimum dapat terjadi ketika fluida mengalami perubahan suhu
yang setara dengan perbedaan suhu maksimum antar fluida yaitu tepat saat kedua fluida masuk
ke dalam alat penukar panas. Perpindahan kalor maksimum akan terjadi apabila fluida
mempunyai nilai massa dikali dengan kalor jenis yang minimum. Kalor maksimum dapat
dinyatakan dengan:
masukcmasukhmaks TTmcq min
…(1.12)
…(1.13)
…(1.14)
…(1.15)
Dengan definisi tersebut, maka besar efektivitas dapat dinyatakan dengan:
Untuk penukar kalor aliran sejajar:
11
21
11
21
ch
hh
chhh
hhhhh
TT
TT
TTcm
TTcm
11
12
11
21
ch
cc
chcc
ccccc
TT
TT
TTcm
TTcm
Untuk penukar kalor aliran lawan arah:
21
21
21
21
ch
hh
chhh
hhhhh
TT
TT
TTcm
TTcm
21
21
21
21
ch
cc
chcc
ccccc
TT
TT
TTcm
TTcm
Secara umum efektivitas dapat dinyatakan sebagai:
ΔT (fluida minimum)
ε=beda suhu maksimum di dalam penukar kalor
Setelah beberapa penurunan, maka didapat persamaan efisiensi:
maxmin
maxminmin
/1
)/1(/exp1
CC
CCCUA
Sedangkan untuk fluida dengan aliran lawan arah, hubungan efisiensinya:
)/1(/exp)/(1
)/1(/exp1
maxminminmaxmin
maxminmin
CCCUACC
CCCUA
Suku UA/Cmin inilah yang dikenal dengan jumlah satuan perpindahan atau NTU (Number of
Transfer Units) karena memberi petunjuk tentang ukuran alat penukar kalor. Cmin merupakan
nilai C terkecil antara Ch dan Cc, sedangkan Cmax merupakan nilai yang terbesar.
Dengan menggunakan metode NTU-efektivitas ini akan didapat beberapa manfaat.
Diantaranya adalah memudahkan analisis dalam penyelesaian soal untuk menentukan suhu
…(1.16)
…(1.21)
…(1.22)
…(1.20)
…(1.19)
…(1.18)
…(1.17)
masuk ataupun suhu keluar. Metode ini juga mempermudah dalam menganalisa soal yang
membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor untuk memilih yang terbaik dalam
melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu.
2.7 Koefisien Perpindahan Kalor Keseluruhan
U, terdiri dari dua macam yaitu:
1. UC adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor masih baru
2. UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor sudah
kotor.
Secara umum kedua koefisien itu dirumuskan sebagai:
2.8. Perpindahan Kalor pada Alat Penukar Kalor
dimana Δtm adalah suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature Difference (LMTD). Untuk
shellandtubeheat exchanger, nilai LMTD harus dikoreksi dengan faktor yang dicari dari grafik
yang sesuai (Fig 18 s/d Fig 23 Kern). Caranya adalah dengan menggunakan parameter R dan S.
Nilai LMTD dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Bila konstan pada aliran searah atau aliran berlawanan arah
Aliran Searah (co-current)
…(1.25)
…(1.27)
…(1.26)
…(1.24)
…(1.23)
Atau
Aliran Berlawanan Arah (Counter Current)
Dan harga Δ tm =FT.LMTD
b. Bila dinyatakan dalam UD maka persamaan LMTD berupa persamaan implisit:
Nilai LMTD yang diperoleh harus dikoreksi dengan faktor FT yang dicari dari grafik yang sesuai.
Caranya yaitu dengan menggunakan parameter R dan S.
…(1.29)
…(1.28)
…(1.30)
BAB II
PROSEDUR PERCOBAAN
I. Prosedur Percobaan
3.1. Percobaan Aliran Searah (co-current)
1. Aliran uap air: membuka penuh semua aliran di bawah ini secara berurutan: 1, 8, 10, 12,
13.
2. Aliran air: membuka penuh semua aliran di bawah ini secara berurutan: 4, 6 dan buka
kran 14 sebanyak 1/5 putaran.
3. Mengamati dan mencatat T3, T4, T2, T1 setelah suhu tersebut konstan.
4. Mengamati dan mencatat kecepatan alir air pada flow meter.
5. Dengan menggunakan gelas ukur dan stopwatch, mengukur laju uap air, dengan
mengukur kondensat yang terjadi.
6. Melakukan percobaan ini untuk 3 macam bukaan kran 14.
3.2. Percobaan Aliran Berlawanan (counter-current)
1. Aliran uap air: membuka penuh semua aliran di bawah ini secara berurutan: 1, 8, 11, 9,
13.
2. Aliran air: membuka penuh semua aliran di bawah ini secara berurutan: 4, 6 dan buka
kran 14 sebanyak 1/5 putaran.
3. Mengamati dan mencatat T3, T5, T2, T1 setelah suhu tersebut konstan.
4. Mengamati dan mencatat kecepatan alir air pada flow meter.
5. Dengan menggunakan gelas ukur dan stopwatch, mengukur laju uap air, dengan
mengukur kondensat yang terjadi.
6. Melakukan percobaan ini untuk 3 macam bukaan kran 14.
Pada percobaan ini kami hanya melakukan percobaan yang kedua yaitu untuk Aliran searah (co-
current).
BAB III
PENGOLAHAN DATA
Pada pengolahan data, akan diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor (h1 dan h2), faktor
kekotoran (Rd), dan efisiensi. Data – data tersebut dijadikan dasar acuandalam analisis dan
penarikan kesimpulan terhadap kerja alat penukar kalor. Berikut adalah data spesifikasi pipa heat
exchanger:
Nilai Keterangan
D inner 0.014 m Diameter pipa bagian
dalam
D outer 0.025 m Diameter pipa bagian
luar
L 0.81 m Panjang pipa
Ain 𝜋. 𝐷1. 𝐿 = 0.0356 𝑚2 Luas kontak pipa
bagian dalam
Aout 𝜋. 𝐷𝑜 . 𝐿 = 0.0636 𝑚2 Luas kontak pipa
bagian luar
K (Cu, 200C) 386 W/m0C Konduktivitas termal
3.1 Perhitungan Heat Exchanger Double Pipe
Jenis Aliran t (s) Vair
(mL) Vsteam (mL)
Air Steam
To (°C) Tf (°C) To
(°C)
Tf
(°C)
Searah
30 1200.66 86 39 58.66 90.66 60
30 1401.66 89.33 38 50 91.66 51
30 1600 75 37.66 49.66 91.66 50.66
30 1796 75 36.33 48.33 93 49.66
30 2000 80 36 44 92 45
Silang
30 1202.67 76.0 28.0 72.0 96.0 36.0
30 1403.67 86.7 28.0 73.3 95.3 36.0
30 1600 73.3 28.0 74.0 96.0 36.0
30 1800 65.3 28.0 74.0 96.0 36.0
30 1995 92.7 28.0 70.0 96.0 34.0
a. Menghitung Laju Alir Air Pendingin dan Kondensat
Nilai laju alir air pendingin dan kondensat yang diperoleh adalah sebagai berikut
Jenis
Aliran t (s) Vair (mL) Vsteam (mL) Q air (m3/s) Q steam (m3/s)
Searah
30 1200.66 86 4.0022E-05 2.8667E-06
30 1401.66 89.33 4.6722E-05 2.9777E-06
30 1600 75 5.3333E-05 2.5000E-06
30 1796 75 5.9867E-05 2.5000E-06
30 2000 80 6.6667E-05 2.6667E-06
Silang
30 1202.67 76 4.0089E-05 2.5333E-06
30 1403.67 86.67 4.6789E-05 2.8890E-06
30 1600 73.33 5.3333E-05 2.4443E-06
30 1800 65.33 6.0000E-05 2.1777E-06
30 1995 92.67 6.6500E-05 3.0890E-06
b. Menghitung Suhu Rata – Rata Air Pendingin dan Kondensat
Pada langkah selanjutnya, praktikan menghitung nilai suhu rata – rata dari aliran air pendingin
dan aliran steam yang mengalami pendinginan (kondensat) yaitu:
𝑇 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 = 𝑇𝑐 𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐 𝑖𝑛
2
𝑇 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 = 𝑇ℎ 𝑜𝑢𝑡 − 𝑇ℎ 𝑖𝑛
2
Hasil yang diperoleh adalah:
Jenis Aliran Air Steam
Tavg-air (°C) Tavg-steam
(°C) To (°C) Tf (°C) To (°C) Tf (°C)
Searah
39 58.66 90.66 60 48.83 75.33
38 50 91.66 51 44 71.33
37.66 49.66 91.66 50.66 43.66 71.16
36.33 48.33 93 49.66 42.33 71.33
36 44 92 45 40 68.5
Silang
28 72 96 36 50 66
28 73.33 95.33 36 50.665 65.665
28 74 96 36 51 66
28 74 96 36 51 66
28 70 96 34 49 65
c. Mencari properti untuk air dan steam pada suhu rata - rata
Properti pada suhu rata-rata ditentukan berdasarkan tabel A9-buku Perpindahan panas (Holman).
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Jenis
Aliran
Kode
Bukaan
Valve
Fluida Tavg
(°C)
Cp
(kJ/kg°C)
ρ µ
(kg/m.s)
k
(W/m.°C) Pr W (kg/s)
(kg/m3)
Searah
1 Air 48.83 4.1740 988.8317 5.63E-04 0.6439 3.6435 0.0396
Steam 75.33 4.189 974.5429 3.78E-04 0.6668 2.3709 0.0028
2 Air 44 4.174 990.3831 6.09E-04 0.6378 3.9918 0.0463
Steam 71.33 4.186 977.1554 4.00E-04 0.6651 2.522 0.0029
3 Air 43.66 4.1740 990.457 6.12E-04 0.6374 4.0109 0.0528
Steam 71.16 4.1864 977.047 3.99E-04 0.6652 2.5160 0.0024
4 Air 42.33 4.1740 995.651 6.36E-04 0.6349 4.1883 0.0596
Steam 71.33 4.1855 977.845 4.06E-04 0.6639 2.5663 0.0024
5 Air 40 4.1740 992.040 6.56E-04 0.6328 4.3340 0.0661
Steam 68.5 4.1846 978.260 4.10E-04 0.6631 2.5940 0.0026
Berlawanan
1 Air 50 4.1750 988.1800 5.52E-04 0.6450 3.5720 0.0396
Steam 66 4.1832 980.0573 4.28E-04 0.6595 2.7138 0.0025
2 Air 50.665 4.1756 987.8080 5.46E-04 0.6442 3.5312 0.0462
Steam 65.665 4.1830 980.2370 4.29E-04 0.6591 2.7257 0.0028
3 Air 51 4.1759 987.6220 5.43E-04 0.6459 3.5108 0.0527
Steam 66 4.1832 980.0573 4.28E-04 0.6595 2.7138 0.0024
4 Air 51 4.1759 987.6220 5.43E-04 0.6459 3.5108 0.0593
Steam 66 4.1832 980.0573 4.28E-04 0.6595 2.7138 0.0021
5 Air 49 4.1740 988.8000 5.62E-04 0.6440 3.6400 0.0658
Steam 65 4.1826 980.5973 4.34E-04 0.6585 2.7577 0.0030
d. Menentukan jenis aliran dan menghitung hi dan ho
Untuk mengetahui jenis aliran, maka harus dicari bilangan Reynold pada masing – masing aliran.
Selain itu, dicari koefisien perpindahan kalor konveksi pada bagian dalam pipa (hi) dan luar pipa
(ho). Ketiga data ini digunakan untuk menghitung koefisien perpindahan kalor menyeluruh pada
keadaan bersih (Uc). Bilangan Reynold dihitung dengan menggunakan rumus:
Sedangkan koefisien perpindahan panas pada dalam pipa (hi) dan luar pipa (ho) dihitung
menggunakan rumus:
Data yang diperoleh dari perhitungan adalah
Jenis
Aliran
Kode
Bukaan
Valve
Fluida Tavg
(°C) Re
Jenis
Aliran Re.Pr.(d/L)
h0
(W/m2.°C)
h1
(W/m2.°C)
Searah
1 Air 48.83 6395.50 Turbulen 316.45 517.27
Steam 75.33 672.43 Laminer 21.65 239.58
2 Air 44 6913.04 Turbulen 374.75 539.03
Steam 71.33 661.82 Laminer 22.67 242.28
3 Air 43.66 7852.20 Turbulen 427.70 560.49
Steam 71.16 557.03 Laminer 19.03 229.94
4 Air 42.33 8527.30 Turbulen 485.02 579.74
Steam 71.33 547.47 Laminer 19.08 229.66
5 Air 40 9178.27 Turbulen 540.20 596.81
Steam 68.5 578.50 Laminer 20.38 233.95
Silang
1 Air 50 6527.20 Turbulen 316.63 518.24
Steam 66 528.22 Laminer 19.47 229.52
2 Air 50.665 7697.17 Turbulen 369.11 541.97
Steam 65.665 600.07 Laminer 22.21 238.65
3 Air 51 8819.57 Turbulen 420.50 565.07
Steam 66 509.25 Laminer 18.77 227.01
4 Air 51 9922.02 Turbulen 473.06 585.39
Steam 66 454.06 Laminer 16.73 219.33
5 Air 49 10645.24 Turbulen 1.35E+03
Steam 65 634.92 Laminer 23.78 243.34
e. Menghitung Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh pada Keadaan Bersih (Uc)
Koefisien perpindahan kalor menyeluruh pada keadaan bersih (Uc) dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
Dengan spesifikasi pipa yang telah disebutkan sebelumnya yaitu:
A1 0.0356 m2
A0 0.0636 m2
r0 0.0125 m
r1 0.007 m
K 386 W/m0C (Cu murni pada suhu 20°C)
Dari data spesifikasi heat exchanger, koefisien perpindahan panas di dalam pipa (hi) dan di luar
pipa (ho), dapat dihitung koefisien perpindahan panas total heat exchanger pada keadaan bersih.
Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Jenis
Aliran
Kode
Bukaan
Valve
Fluida Uc (W/m2.°C)
Searah
1 Air
189.8547596 Steam
2 Air
193.1644195 Steam
3 Air
186.6155139 Steam
4 Air
187.5925476 Steam
5 Air
191.452716 Steam
Silang
1 Air
183.7270695 Steam
2 Air
191.2466886 Steam
3 Air
185.1377108 Steam
4 Air
181.1201817 Steam
5 Air
220.7800982 Steam
f. Menghitung Log Mean Temperature Difference (LMTD)
LMTD dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Dimana:
Untuk aliran lawan arah
Th1 : suhu masuk steam
Th2 : suhu keluar steam
Tc1 : suhu keluar air
Tc2 : suhu masuk air
Dari perhitungan menggunakan rumus tersebut, diperoleh hasil LMTD sebagai berikut.
Jenis Aliran
Air Steam
Th2-Tc2 Th1-Tc1 LMTD (°C) To (°C)
Tf
(°C) To (°C) Tf (°C)
Searah
39 58.66 90.66 60 1.3400 51.6600 13.7787
38 50 91.66 51 1.0000 53.6600 13.2223
37.66 49.66 91.66 50.66 1.0000 54.0000 13.2866
36.33 48.33 93 49.66 1.3300 56.6700 14.7492
36 44 92 45 1.0000 56.0000 13.6634
Silang
28 72 96 36 8.0000 24.0000 14.5638
28 73.33 95.33 36 8.0000 22.0000 13.8394
28 74 96 36 8.0000 22.0000 13.8394
28 74 96 36 8.0000 22.0000 13.8394
28 70 96 34 6.0000 26.0000 13.6394
LMTD ini akan digunakan untuk menghitung koefisien perpindahan panas menyeluruh pada
keadaan kotor (Ud) dari heat exchanger.
g. Menghitung Koefisien Perpindahan Kalor pada Keadaan Kotor (Ud)
Koefisien perpindahan kalor menyeluruh pada keadaan kotor (Ud) dapat dicari dengan rumus
sebagai berikut :
Dengan
W : mass flow rate (kg/s)
Cp : kapasitas kalor steam (kJ/kg°C)
∆𝑇𝑖𝑛 : perbedaan temperatur dalam pipa (beda suhu steam masuk dan keluar)
𝜆 : kalor uap (kJ/kg)
Pada percobaan ini, suhu rata – rata steam tidak ada yang lebih dari 1000C sehingga tidak
terdapat kalor laten.
Dari perhitungan diperoleh:
Jenis
Aliran
Kode
Bukaan
Valve
ΔTsteam
(°C)
Cp
(kJ/kg°C)
Wsteam
(kg/s) q (J/s)
LMTD
(°C)
Ud
(W/m2.°C)
Searah
1 30.66 4.1890 0.0028 1.2947 13.7787 3.0664
2 40.66 4.1860 0.0029 1.4699 13.2223 3.6280
3 41 4.1864 0.0024 1.2375 13.2866 3.0395
4 43.34 4.1855 0.0024 1.2624 14.7492 2.7931
5 47 4.1846 0.0026 1.3870 13.6634 3.3127
Silang
1 60 4.1832 0.0025 1.4549 14.5638 3.2601
2 59.33 4.1830 0.0028 1.6515 13.8394 3.8943
3 60 4.1832 0.0024 1.4038 13.8394 3.3102
4 60 4.1832 0.0021 1.2506 13.8394 2.9490
5 62 4.1826 0.0030 1.8002 13.6394 4.3073
h. Menghitung Nilai Rd (Faktor Kekotoran)
𝑹𝒅 =𝟏
𝑼𝒄+
𝟏
𝑼𝒅
Diperoleh hasil Faktor kekotoran sebagai berikut.
Jenis
Aliran
Kode
Bukaan
Valve
Uc
(W/m2.°C) Ud (W/m2.°C) Rd (m2.°C/W)
Searah
1 189.8548 3.0664 0.3209
2 193.1644 3.6280 0.2705
3 186.6155 3.0395 0.3236
4 187.5925 2.7931 0.3527
5 191.4527 3.3127 0.2966
Silang
1 183.7271 3.2601 0.3013
2 191.2467 3.8943 0.2516
3 185.1377 3.3102 0.2967
4 181.1202 2.9490 0.3336
5 220.7801 4.3073 0.2276
i. Menghitung Efektivitas Heat Exchanger
Dimana fluida minimum adalah fluida yang memiliki kapasitas kalor (C) paling kecil.
Nilai kapasitas kalor (C) dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
𝐶 = 𝜌𝑄𝑐𝑝
Dari hasil perhitungan, fluida nilai kapasitas kalor minimum adalah steam dan fluida
dengan kapasitas kalor maksimum adalah air.
Dengan demikian dapat diperoleh hasil efektivitas heat exchanger sebagai berikut:
Jenis
Aliran
Kode
Bukaan
Valve
Air Steam ɛ
To (°C) Tf (°C) To (°C) Tf (°C)
Searah
1 39 58.66 90.66 60 0.5935
2 38 50 91.66 51 0.7577
3 37.66 49.66 91.66 50.66 0.7593
4 36.33 48.33 93 49.66 0.7648
5 36 44 92 45 0.8393
Silang
1 28 72 96 36 0.8824
2 28 73.33 95.33 36 0.8812
3 28 74 96 36 0.8824
4 28 74 96 36 0.8824
5 28 70 96 34 0.9118
Jadi dapat disimpulkan parameter kerja heat exchanger dari percobaan ini adalah sebagai
berikut:
Jenis
Aliran
Kode
Bukaan
Valve
Fluida h0 atau h1
(W/m2.°C)
Uc
(W/m2.°C)
Ud
(W/m2.°C)
Rd
(m2.°C/W) ɛ
Searah
1 Air 517.27
189.8547596 3.066363857 0.320852 0.5935 Steam 239.58
2 Air 539.03
193.1644195 3.627974691 0.2704589 0.7577 Steam 242.28
3 Air 560.49
186.6155139 3.039537521 0.3236388 0.7593 Steam 229.94
4 Air 579.74
187.5925476 2.793130712 0.3526905 0.7648 Steam 229.66
5 Air 596.81
191.452716 3.312661844 0.2966488 0.8393 Steam 233.95
Silang
1 Air 518.24
183.7270695 3.260064999 0.3012995 0.8824 Steam 229.52
2 Air 541.97
191.2466886 3.89427631 0.2515583 0.8812 Steam 238.65
3 Air 565.07
185.1377108 3.310175792 0.2966974 0.8824 Steam 227.01
4 Air 585.39
181.1201817 2.949049291 0.3335711 0.8824 Steam 219.33
5 Air 1.35E+03
220.7800982 4.307250834 0.2276373 0.9118 Steam 243.34
BAB IV
ANALISIS
4.1. Analisis Percobaan
Percobaan Heat Exchanger ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari kerja dari
alat penukar kalor dengan jenis pipa ganda dengan menghitung koefisien perpindahan panas,
faktor kekotoran, efisiensi dan perbandingan untuk aliran searah dan berlawanan arah.
Adapun prinsip kerja dari percobaan kali ini adalah mempelajari cara kerja Heat Exchanger
dengan mempelajari perpindahan kalor yang terjadi antara dua fluida, yaitu air dan steam
dengan melewati dua bidang batas. Bidang batas pada alat penukar kalor ini berupa pipa
yang terbuat dari berbagai jenis logam sesuai dengan penggunaan dari alat tersebut. Pada
pipa ganda digunakan dua pipa konsentris dimana pipa yang diluar sebagai annulus dan yang
didalam dikenal sebagai pipa.
Pada percobaan ini fluida dingin yang digunakan adalah air kran yang digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari, sedangkan fluida panas yang digunakan adalah steam. Beberapa
alasan menggunakan kedua fluida ini adalah:
1. Kombinasi fluida dingin dan panas yang digunakan adalah air dan steam dikarenakan
suhu air yang digunakan sehari-hari berbeda cukup jauh dengan suhu steam yang
digunakan sehingga perpindahan kalornya cukup besar dan lebih mudah diukur.
2. Fluida panas menggunakan steam karena steam memiliki energi dalam yang tinggi
sehingga mampu mentrasfer kalor yang cukup besar, oleh karena itu steam sering
digunakan dalam industri. Selain itu, fluida panas steam lebih mudah diperoleh yaitu
dengan memanaskan air.
3. Fluida dingin yang digunakan adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Dalam percobaan ini, membutuhkan banyak fluida dingin karena akan divariasikan 5
bukaan kran dengan 2 arah aliran yang berbeda sehingga membutuhkan volume
fluida dingin yang cukup banyak. Karena alasan keekonomisan dan kemudahan
dalam mendapatkannya maka digunakan air (pada suhu kamar).
Pipa yang digunakan adalah pipa logam (besi) agar hambatan kalornya tidak terlalu
tinggi, sehingga perpindahan kalornya cukup besar untuk diukur (dengan mngukur
perubahan suhu).
4.1.1. Percobaan Aliran Berlawanan
Percobaan ini dilakukan untuk mencari data-data dan perbandingan untuk
mengukur kinerja heat exchanger jenis alir co-current dan counter-current. Percobaan ini
dilakukan secara hati hati karena melibatkan peralatan yang beroperasi pada suhu tinggi.
Air dan Steam dialirkan dengan cara menyalakan pompa dan membuka valve
yang sudah dibuka oleh asisten. Percobaan dilakukan setidaknya dilakukan 15 menit
setelah steam dialirkan untuk mencapai suhu yang diinginkan.
Untuk mendapatkan variasi aliran air yang diinginkan, kita harus mengukur laju
aliran air secara manual dengan cara mengukur volume air keluar valve 14 dengan gelas
ukur selama 30 detik. Hal ini dilakukan karena bukaan valve pada alat tidak peka pada
jumlah putaran valve. Untuk alasan keamanan, praktikan harus menggunakan sarung
tangan saat memegang gelas ukur karena suhu dari kondensat dan air bisa sangat tinggi.
Bukaan valve untuk tiap jenis aliran (selain valve 14) dibuka secara penuh untuk
mempermudah perhitungan.
Temperatur masuk dan keluar diamati melalui termokopel. Tetapi termokopel
Ketika kita mengambil data untuk variasi bukaan valve 14 yang baru, kita harus
menunggu 5 menit setelah bukaan valve diubah agar sistem menuju steady state. Untuk
mengambil data untuk variasi jenis aliran yang baru (counter/Co-Current), kita harus
menunggu 20 menit setelah alat di-set. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang
akurat.
Untuk mengubah jenis aliran, valve untuk aliran berbeda harus dibuka terlebih
dahulu sebelum menutup valve aliran sebelumnya. Hal ini dilakukan agar fluida tidak
menumpuk di heat exchanger sehingga alat tetap aman. Untuk mematikan alat, kita harus
meminta bantuan dari asisten agar keamanan tetap terjaga.
4.1.2. Percobaan Aliran Serarah
Pada percobaan aliran searah ini, terdapat dua bukaan kran aliran steam yang
berbeda dengan yang sebelumnya yaitu: 1, 8, 11, 9, 3. Hal ini dilakukan untuk membuat
aliran steam searah dengan aliran air, dimana dapat ditunjukkan pada gambar dibawah
ini. Garis jingga merepresentasikan arah aliran steam sedangkan biru merepresentasikan
arah aliran air.
4.2. Analisis Data & Pengolahan Data
Dalam percobaan ini, praktikan diminta membandingkan cara kerja seperti
koefisien perpindahan kalor (hi dan ho), faktor pengotoran dan efektivitas dari kerja heat
exchanger double pipe dengan aliran searah dan berlawanan arah. Oleh karena itu,
praktikan membagi analisis hasil percobaan dan hasil perhitungan kedalam dua bagian
yaitu untuk aliran searah (Co-current) dan aliran berlawanan arah (Counter-current).
Tabel 1. Data Pengamatan Percobaan HE Double-Pipe
Jenis Aliran t (s) Vair
(mL) Vsteam (mL)
Air Steam
To (°C) Tf (°C) To
(°C)
Tf
(°C)
Searah
30 1200.66 86 39 58.66 90.66 60
30 1401.66 89.33 38 50 91.66 51
30 1600 75 37.66 49.66 91.66 50.66
30 1796 75 36.33 48.33 93 49.66
30 2000 80 36 44 92 45
Silang
30 1202.67 76.0 28.0 72.0 96.0 36.0
30 1403.67 86.7 28.0 73.3 95.3 36.0
30 1600 73.3 28.0 74.0 96.0 36.0
30 1800 65.3 28.0 74.0 96.0 36.0
30 1995 92.7 28.0 70.0 96.0 34.0
4.2.1 Analisis Data Aliran Searah
Praktikan menganalisa mengenai data percobaan yang didapatkan dari percobaan
heat exchanger double pipe untuk aliran searah (Co-current). Data Percobaan untuk
aliran searah dapat dilihat melalui Tabel data pengamatan. Dalam tabel data pengamatan,
praktikan mengatur laju alir air pendingin yaitu laju alir meningkat seiring degan
pembukaan katup keluaran air pendingin (katup 14).
Berdasarkan teori bahwa seiring dengan penambahan laju alir air pendingin pada
heat exchanger double pipe maka akan bertambah pula laju alir kondensat yang
terbentuk. Hal ini dikarenakan semakin besar laju alir air pendingin maka semakin
banyak kalor yang dipindahkan dari steam kepada air pendingin sehingga steam yang
berubah menjadi cairan jenuh berbentuk kondensat akan semakin banyak pula
terbentuknya. Namun demikian data pengamatan justru mengindikasikan terjadi fluktuasi
laju alir kondensat yang terbentuk seiring dengan bertambahnya laju alir alir pendingin.
Sehingga tidak bisa dikatakan data pengamtan bersesuaian dengan teori yang dipaparkan
sebelumnya.
Dari segi suhu aliran air pendingin dan steam yang masuk maupun keluar dari
heat exchanger double pipe, praktikan menganalisis bahwa semakin besar laju alir
pendingin maka semakin rendah suhu keluaran kondensat yang keluar. Hal tersebut juga
diakibatkan karena semakin besar laju alir air pendingin maka semakin banyak kalor
yang dipindahkan yang menghasilkan semakin rendah suhu kondensat yang keluar.
Perpindahan kalor heat exchanger double pipe dengan menggunakan aliran searah
(co-current) dapat ditandai dengan suhu keluaran dari kondensat yang tidak lebih rendah
dari suhu keluaran air pendinginnya atau sebaliknya. Hal tersebut dapat dilihat pada table
data pengamatan dimana setiap laju alir air yang konstan suhu keluaran kondensat selalu
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu keluaran air pendinginya. Hal tersebut
dikarenakan adanya kesamaan sari segi permukaan yang digunakan untuk keluran aliran
air pendingin dan aliran kondensat pada titik 2 seperti pada gambar 1. Gambar 1 pada
titik 2 tersebut mengindikasikan bahwa tidak mungkin bahwa ada suhu air pendingin
yang lebih besar dari suhu keluaran kondensat (dalam hal ini) yang lebih kecil. Pada titik
2 dalam gambar 1 terlihat bahwa delta suhu keluaran kondensat dan air pendingin sangat
kecil sehingga mengindikasikan bahwa sangat kecil terjadi perpindahan kalor atau
bahkan terjadi perpindahan kalor lagi pada daerah titik 2 tersebut. Praktikan juga
menganalisa bahwa suhu masukan steam dan air pendingin yaitu sekitar 91oC dan 39oC
memiliki delta suhu yang tinggi. Hal tersebut tentu tidak baik karena dengan delta suhu
yang terlalu tinggi dalam proses perpindahan kalor maka akan menyebabkan keretakan
pada logam pada daerah tersebut.
Gambar 1. Gambaran aliran searah dalam heat exchanger double pipe
4.2.2 Analisis Data Aliran Berlawanan
Praktikan menganalisa mengenai data percobaan yang didapatkan dari percobaan
heat exchanger double pipe untuk aliran berlawanan arah (counter-current). Data
Percobaan untuk aliran berlawanan arah dapat dilihat melalui Tabel data pengamatan.
Dalam table data pengamatan, sama seperti percobaan untuk aliran searah yaitu praktikan
mengatur laju alir air pendingin yaitu laju alir meningkat seiring degan pembukaan katup
keluaran air pendingin (katup 14).
Sama halnya dengan aliran searah. Pada aliran berlawanan arah semakin besar
laju alir air pendingin yang masuk, laju alir kondensat menunjukan angka yang fluktuatif
sehingga tidak menunjukan hubungan apapun.hal ini tidak berkesesuaian dengan teori
yang telah dipaparkan terkait hubungan laju alir pendingin dan laju alir kondensat keluar.
Dari segi suhu aliran air pendingin dan steam yang masuk maupun keluar dari
heat exchanger double pipe, praktikan menganalisis bahwa semakin besar laju alir
pendingin maka semakin rendah suhu keluaran kondensat yang keluar. Jika dibandingkan
dengan suhu keluaran pada aliran searah pada laju alir air pendingin konstan maka akan
didapatkan suhu yang keluar kondensat dengan sistem berlawanan arah lebih rendah
dibanding dengan suhu keluaran kondensat dengan sistem searah. Hal tersebut yang
menjadikan sistem aliran berlawanan arah lebih efektif dibanding dengan sistem aliran
searah. Penjelasan lebih lanjut akan dibahas pada point berikutnya.
2 1
A
1 2
Perpindahan kalor heat exchanger double pipe dengan menggunakan aliran
berlawanan arah (counter-current) dapat ditandai dengan suhu keluaran dari air
pendingin yang dapat lebih tinggi dari suhu keluaran kondensatnya. Hal tersebut dapat
dilihat pada tabel data pengamtan dimana setiap laju alir air yang konstan suhu keluaran
air pendingin selalu lebih tinggi dibandingkan dengan suhu keluaran kondensatnya. Hal
tersebut juga dapat dikarenakan adanya perbedaan dari segi permukaan yang digunakan
untuk keluran aliran air pendingin dan aliran kondensat yaitu keluaran air pendingin pada
titik 1 dan keluaran kondensat pada titik 2 seperti pada gambar 2. Suhu keluaran
kondensat dapat lebih rendah dari suhu keluran air pendingin dapat dijelaskan melalui
gambar 2 yaitu pada titik 2, keluaran kondensat bertemu dengan masukan air pendingin
yang suhunya adalah 28oC. Sedangkan pada titik 1, keluran air pendingin bertemu dengan
masukan steam yang suhunya adalah 96oC. Hal tersebut yang menyebabkan keluran
kondensat dapat lebih rendah dibanding suhu keluaran air pendinginnya.
4.3 Analisis Pengolahan Data
Sebelum melakukan pengolahan data percobaan, terlebih dulu ditentukan data
geometri pipa,yaitu panjang (L),diameter (D), dan luas (A) serta diameter ekuivalen
(De), dan data properti dari air dan steam. Properti air dan steam tersebut diperoleh dari
Tabel A.9 ”Heat Transfer” karya J.P Holman. Properti yang diperoleh untuk air dan
steam antara lain: massa jenis (ρ), viskositas (μ), konduktivitas thermal (k), bilangan
Prandtl (Pr), dan kapasitas panas (Cp). Setelah T rata-rata didapatkan maka property
1 2
1
2
dapat dicari dengan menggunakan table A-9. Namun, data yang ada tidak dapat
mewakilkan semua suhu yang ada oleh karena itu perlu dilakukan adanya interpolasi
agar didapatkan nilai property yang sesuai.
Setelah mendapatkan nilai property yang sesuai, praktikan menganalisa pengaruh
laju alir dengan koefisien perpindahan kalor (hi dan ho). Dalambab pemgolahan data
terlihat bahwa nilai dari ℎ𝑖 dan ℎ𝑜 dari kedua percobaan sistem aliran bergantung pada
laju alir alir aliran air pendingin. Nilai dari ℎ𝑖 dan ℎ𝑜 berbanding lurus dengan bilangan
reynold. Bilangan reynold dipengaruhi oleh laju alir. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa semakin besar laju alir pendingin maka semakin besar pula laju alir
kondensat yang terbentuk. Dari hal tersebut akan berakibat pada semakin besar laju alir
air pendingin maka semakin besar pula bilangan reynoldnya. yang mengindikasikan
bahwa semakin besar pula koefisien perpindahan kalornya..
Perbedaan nilai hi dan ho terletak pada bilangan reynold yang berpengaruh pada
masing-masing koefisien tersebut. Nilai hi dipengaruhi oleh bilangan reynold yang
merupakan fungsi dari laju alir dan sifat properti dari fluidanya kondensat yang
terbentuk, sedangakan nilai ho dipengaruhi oleh bilangan reynold yang merupakan fungsi
dari laju alir dan sifat properti dari fluidanya air pendingin. Seperti yang kita ketahui
bahwa laju alir dari alir pendingin lebih besar dibandingkan dengan laju alir dari
kondensat. Oleh karena itu , nilai koefisien ho akan lebih besar dibandingkan dengan
nilai koefisien hi pada sistem aliran yang sama.
Setelah mendapatkan nilai koefisien konveksi maka kita dapat menentukan
koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor masih baru (UC).
Nilai μ adalah viskositas dari air, sedangkan μw adalah viskositas steam. Pada steam nilai
μ = μw, maka persamaannya berubah menjadi:
1
3/1
1.Pr.Re86,1D
k
L
Dhi
Berdasarkan persamaan di atas, nilai hi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain Bilangan Reynold, bilangan Prandtl, serta konduktivitas termal. Bilangan Reynold
adalah bilangan yang didasarkan dari jenis aliran dari fluida, sehingga bisa dijadikan
batasan dalam perhitungan.
)(
4Re
2
1
2
0 DD
WDGD eee
Sedangkan Persaman dasar ho :
14,03/1
w
p
e
Hok
C
D
kJh
Sama seperti hi, salah satu faktor yang mempengaruhi nilai ho adalah bilangan
Reynold. Sedangkan bilangan Reynold sangat dipengaruhi oleh laju alir. Semakin besar
laju alirnya maka semakin besar nilai bilangan Reynoldnya. Begitu juga yang terjadi
dalam percobaan. Sementara itu, nilai JH didapatkan dari figure 28 (buku Kern) yang
menggunakan data bilangan Reynold.
Sehingga berdasarkan hasil [erhitungan didapatkan sebuah ubungan dimana
Qfluida meningkat Re meningkat ho, hi meningkat Uc meningkat Dengan kata
lain, nilai Uc dipengaruhi oleh laju alir baik fluida dingin maupun laju alir steamnya.
Dalam melakukan perhitungan diperlukan suatu acuan suhu. Namun suhu
yang ada bervariasi terhadap permukaan kalor. Oleh karena itu, metode LMTD
digunakan untuk menentukan perbedaan temperature rata-rata untuk menentukan suhu
untuk menghitung nilai UD (Koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat
penukar kalor sudah kotor). Bila kita tinjau lebih jauh penggunaan metode LMTD ini
dikarenakan adanya pengotoran dalam heat exchanger sehingga terjadi perbedaan
temperatur sepanjang pipa. Adapaun persamaan metode LMTD dan UD adalah sebagai
berikut:
)(
)(ln
)()(
22
11
2211
tT
tT
tTtTLMTD
Koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor sudah kotor
(UD)
LMTDA
qUD
Pencarian nilai UD ini nantinya digunakan untuk mencari nilai fouling factor.
Sedangkan untuk mencari nilai q digunakan persamaan berikut :
WTTCpWq ).(. 21
Di mana nilai W dapat ditentukan dengan persamaan : W = .Qsteam
Setelah mendapatkan nilai Uc dan Ud perhitungan factor kekotoran (Rd) dapat
dilakukan. Apabila sebuah pipa baru saja digunakan, maka keadaannya masih normal dan
bersih sehingga tidak mengganggu proses perpindahan kalor. Namun pada suatu saat
fluida yang terus menerus mengalir dalam pipa akan membentuk seperti sebuah lapisan
yang akan mengganggu aliran kalor. Hal inilah yang dimaksud dengan faktor kekotoran.
Dengan kata lain, faktor utama yang mempengaruhi faktor kekotoran secara langsung
adalah nilai koefisien transfer panasnya, Uc dan Ud. Secara teoritis, nilai Uc > Ud.
Sehingga nilai dari Rd tidak bernilai negatif. Disisi lain, praktikan menganalisa bahwa
pada laju alir air pendingin yang konstan, maka nilai faktor pengotor pada sistem aliran
searah dan berlawanaan arah tidak jauh berbeda.
Berdasarkan literatur, faktor pengotoran untuk kondensat maupun air pendingin
didapatkan dalam tabel X yaitu :
Tabel X. Nilai faktor pengotoran untuk berbagai jenis air (secara teoritis)
Dalam Tabel X, nilai faktor pengotoran untuk air pendingin berkisar 0,00053 m2
K/W. Perbandingan nilai faktor pengotoran berdasarkan hasil perhitungan dengan nilai
faktor pengotoran menunjukan perbedaan yang cukup jauh, dimana nilai factor
pengotoran haisl perhitungan mencapai sepuluh kali lipat dari literature. Hal tersebut
menunjukan bahwa alat heat exchanger double pipe yang praktikan gunakan telah
mengalami pengotoran yang cukup banyak yang mengakibatkan tahanan tambahan pada
dinding pipa yang akan memperkecil nilai koefisien perpindahan kalor menyeluruh.
Berdasarkan pengolahan data pada bab sebelumnya praktikan mendapatkan
sebuah hasil perhitungan yang menunjukkan bahwa semakin besar bukaan katup yang
menandakan semakin besar laju alir air pendinginnya, maka semakin besar efektivitas
dari kerja heat exchanger double pipe. Nilai efektivitas ini bergantung pada suhu dari
fluida minimumnya. Dalam hal ini, fluida minimim adalah steam. Berdasarkan hasil
perhitungan yaitu steam memiliki kapasitas kalor yang lebih kecil dibandingkan air
pendingin. Untuk itu, nilai efektivitas akan semakin lebih besar jika selisih suhu steam
masuk dengan suhu kondensat yang terbentuk semakin besar pula. Selain itu praktikan
membandingkan nilai efektivitas untuk sistem aliran searah dan sistem aliran berlawanan
arah pada laju alir yang konstan maka akan didapatkan bahwa nilai efektivitas untuk
sistem aliran berlawanan arah lebih besar dibandingkan dengan sistem aliran searah. Hal
ini ditandai dengan suhu kondensat yang dihasilkan pada sistem aliran berlawanan arah
lebih rendah dibanding dengan suhu kondensat pada sistem searah pada laju alir air
pendingan atau bukaan katup yang konstan. Hal ini juga ditandai dengan suhu keluaran
kondensat pada sistem aliran berlawanan arah dapat lebih rendah dari suhu keluaran air
pendingin. Sedangkan, suhu keluaran kondensat pada sistem aliran searah tidak dapat
melebihi suhu keluaran air pendingin.
Pada literatur, heat exchanger pada industri memiliki nilai efisiensi sekitar 70-
80%. Hasil perhitungan untuk sistem aliran searah memperlihatkan bahwa nilai
efektivitas pada bukaan katup penuh berkisar 0,84, sedangkan hasil perhitungan untuk
sistem aliran berlawanan arah memperlihatkan bahwa nilai efektivitas pada bukaan katup
penuh berkisar 0,91.
4.4 Analisis Kesalahan
Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi pada saat praktikum yang
menyebabkan kesalahan data dan kecenderungan yang terjadi, diantaranya:
Terdapat heat loss yang diabaikan
Terdapat fouling factor yang besar yang menyebabkan ketidakkonsistenan hasil
eksperimen.
Terdapat kesalahan pembacaan termokopel dan skala pada gelas ukur dalam
pengukuran kondensat.
Terdapat kesalahan pembukaan keran di mana besar perubahan bukaan tidak stabil
sehingga hasil yang didapatkan tidak akurat terhadap perubahan laju alir fluidanya.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan heat exchanger yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Alat penukar kalor pipa ganda merupakan alat penukar kalor dengan prinsip pertukaran kalor
secara kontak tidak langsung, dimana fluida panas mengalir di bagian dalam pipa dan fluida
dingin mengalir di bagian anulus;
2. Faktor arah aliran (searah dan berlawanan arah) mempengaruhi unjuk kerja alat penukar
kalor pipa ganda seperti terjadi perbedaaan nilai koefisien perpindahan kalor, faktor
kekotoran, efisiensi pada sistem aliran searah maupun berlawanan arah.
3. Peningkatan laju alir air pendingin pada heat exchanger double pipe akan berakibat pada
bertambahnya laju alir kondensat yang terbentuk.
4. Peningkatan laju alir air pendingin pada heat exchanger double pipe akan berakibat pada
semakin rendahnya suhu keluaran kondensat yang terbentuk
5. Nilai efektivitas untuk sistem aliran berlawanan arah lebih besar dibandingkan dengan sistem
aliran searah pada laju alir air pendingin yang konstan.
6. Semakin besar faktor kekotoran, maka semakin kecil perpindahan kalor;
7. Semakin besar efisiensi, maka semakin baik unjuk kerja alat penukar kalor dalam
memindahkan kalor
8. Jenis aliran berlawanan arah menghasilkan perpindahan kalor dan efisiensi yang lebih besar
dibandingkan jenis aliran searah.
9. Faktor kekotoran pada heat exchanger double pipe sangat mempengaruhi unjuk kerja heat
exchanger double pipe tersebut. Faktor kekotoran merupakan fungsi dari keoefisien perpin-
dahan kalor menyeluruh dimana semakin besar koefisien perpindahan kalor menyeluruh akan
semakin besar pula perpindahan kalornya (Q).