+ All Categories
Home > Documents > PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA · PDF fileisu yang menimbulkan konfrontasi dan perang....

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA · PDF fileisu yang menimbulkan konfrontasi dan perang....

Date post: 05-Feb-2018
Category:
Upload: letruc
View: 227 times
Download: 4 times
Share this document with a friend
15
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO KOIZUMI PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO KOIZUMI Irfan Dwi Nurfianto[ 1] Abstract Everything related with the implementation of Japanese policy in the Junichiro Koizumi’s era on Takeshima’s status which is related with Japan-South Korea relations is the main topic of this research. The analysis on the Japanese policy implementation in the Koizumi’s era toward Takeshima’s status focus on the elaboration of the Takeshima ownership dispute, dispute’s factors, dynamics of efforts to solve the dispute, Japanese foreign policy, the impacts of the dispute on Japan-South Korea relations. This research is a kind of explanatory research which uses the qualitative approach. This research uses library research and documentary method as the data collecting method, utilizing so many literature resources and documents which can be trusted and have credible data validity. This research uses qualitative data analysis model Miles and Huberman as its data analysis method which consists of 3 steps. Those 3 steps are data reduction, data display, and conclusion drawing or verification. This research is also based on relevant theory and concepts. They are geopolitical theory, dispute concepts, foreign policy concept, and national interest concept. The result of this research points out that the Takeshima’s territorial dispute impacts on the dynamics of Japan-South Korea relations since the Koizumi’s era until now. The Takeshima’s dispute exactly becomes sensitive issue between Japan and South Korea because this issue is correlated with their own national interests. Those national interests are not only economic interest but also related with their interests to defend their national territory’s sovereignty. Both Japan and South Korea, this issue is very important so the researcher conclude that until this dispute can be solved using peaceful way, this Takeshima territorial dispute will always become barrier for Japan-South Korea relations in the future. Keywords: Dispute, Japan, Junichiro Koizumi, South Korea, Takeshima [ 1] Mahasiswa S1 Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Transcript

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA

TERHADAP FLUKTUASI HUBUNGAN ANTARA

JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA

JUNICHIRO KOIZUMI

Irfan Dwi Nurfianto[1]

Abstract

Everything related with the implementation of Japanese policy in the Junichiro

Koizumi’s era on Takeshima’s status which is related with Japan-South Korea relations is

the main topic of this research. The analysis on the Japanese policy implementation in the

Koizumi’s era toward Takeshima’s status focus on the elaboration of the Takeshima

ownership dispute, dispute’s factors, dynamics of efforts to solve the dispute, Japanese

foreign policy, the impacts of the dispute on Japan-South Korea relations.

This research is a kind of explanatory research which uses the qualitative approach.

This research uses library research and documentary method as the data collecting method,

utilizing so many literature resources and documents which can be trusted and have credible

data validity. This research uses qualitative data analysis model Miles and Huberman as its

data analysis method which consists of 3 steps. Those 3 steps are data reduction, data

display, and conclusion drawing or verification. This research is also based on relevant

theory and concepts. They are geopolitical theory, dispute concepts, foreign policy concept,

and national interest concept.

The result of this research points out that the Takeshima’s territorial dispute impacts

on the dynamics of Japan-South Korea relations since the Koizumi’s era until now. The

Takeshima’s dispute exactly becomes sensitive issue between Japan and South Korea

because this issue is correlated with their own national interests. Those national interests are

not only economic interest but also related with their interests to defend their national

territory’s sovereignty. Both Japan and South Korea, this issue is very important so the

researcher conclude that until this dispute can be solved using peaceful way, this Takeshima

territorial dispute will always become barrier for Japan-South Korea relations in the future.

Keywords: Dispute, Japan, Junichiro Koizumi, South Korea, Takeshima

[1] Mahasiswa S1 Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

Pendahuluan

Klaim sebuah negara akan suatu wilayah merupakan hal yang mungkin untuk terjadi

apabila tidak ada kesepakatan batas teritori antara negara tersebut dengan wilayah/negara-

negara di sekitarnya. Klaim tersebut tidak jarang menimbulkan konflik antar negara dan

menjadi masalah yang rumit. Hal ini sering membuat hubungan antar negara yang berseteru

mempertahankan klaim atas wilayah yang sama semakin memburuk. Seperti halnya yang

dialami oleh Jepang dan Korea Selatan atas klaim kepulauan Takeshima.

Berdasarkan letak geografis, kepulauan Takeshima terletak di tengah-tengah antara

Semenanjung Korea dan kepulauan Jepang pada 37o 14 “ N dan 131

o 52 “ E, 157 kilometer

barat daya dari Pulau Oki, prefektur Shimane. Kepulauan Takeshima memiliki dua pulau

utama yaitu Higashijima (Pulau Mejima) dan Nishijima (Pulau Ojima) serta beberapa karang

kecil yang membentuk gugusan.1 Takeshima merupakan kepulauan yang tidak layak huni,

namun arus hangat dari wilayah selatan yang bertemu arus dingin dari wilayah utara di

sekitar Takeshima membuatnya menjadi daerah yang kaya akan ikan dan potensi-potensi laut

lainnya. Kekayaan ini yang menjadi perdebatan kepemilikan atas kepulauan Takeshima yang

mencakup wilayah maritim.

Pada tahun 1904, Korea telah setuju dengan menandatangani perjanjian dengan

Jepang. Korea menyerahkan sepenuhnya urusan diplomatik dan pemerintahannya kepada

Jepang pada masa itu serta menyerahkan wilayahnya jika Jepang membutuhkan untuk

kepentingan perang.2 Pada saat itu berdasarkan keputusan kabinet Jepang, Gubernur dari

Prefektur Shimane mengumumkan bahwa Takeshima berada di bawah jurisdiksi Okinoshima.

Kepulauan Takeshima digunakan Jepang sebagai pusat komunikasi. Hal ini bertujuan

untuk bisa mendeteksi serta mencegah serangan dari Rusia. Selain itu menara komunikasi

tersebut juga berfungsi sebagai armada laut Jepang.

Hasil dari konsekuensi perang antara Jepang dan Rusia pada tahun 1905, Jepang

berhak untuk mengambil alih wilayah yang awalnya merupakan bagian jajahan Rusia. Hal ini

menunjukkan bahwa wilayah semenanjung Korea termasuk dalam wilayah yang menjadi

bagian dari hasil perang tersebut.

Pada tahun 1945 Jepang menyerah terhadap sekutu. Sesuai dengan perjanjian San

Fransisco tanggal 8 September 1951, Jepang harus mengembalikan wilayah yang sudah

dijajahnya kepada negara yang memiliki kekuasaan sebelumnya serta harus menanggung

beban biaya yang ditimbulkan selama masa penjajahan.

1 Northeast Asia Division, Asian and Oceanian Affairs Bureau, Ministry of Foreign Affairs of Japan, 10 Issues of Takeshima, 2008, hlm. 1

2 Yang Seung-Yoon dan Nur Aini Setiawati, Sejarah Korea Sejak Awal Abad Hingga Masa Kontemporer, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2003), hlm. 137

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

Takeshima merupakan wilayah yang dipersengketakan oleh Korea Selatan karena hak

kepemilikannya. Namun, apabila merujuk pada perjanjian San Fransisco, kepulauan

Takeshima bukan merupakan wilayah yang harus dikembalikan kepemilikannya oleh

Jepang. Menurut pasal 2 perjanjian San Fransisco hanya ada 2 pulau yang harus

dikembalikan kepemilikannya yaitu wilayah Pulau Kuril dan Pulau Senkaku kepada Rusia.

Hal ini dapat membuktikan bahwa Jepang mempunyai legalitas akan hak kepemilikan atas

kepulauan Takeshima. Berdasarkan hukum dalam perjanjian San Fransisco, Jepang

memasukkan wilayah kepulauan Takeshima ke dalam wilayah kekuasaannya melalui

Prefektur Shimane pada tanggal 22 Februari 1905 dalam putusan dewan Prefektur Shimane

no 40. Kebijakan yang diambil oleh Jepang ini pasca adanya sekelompok nelayan yang

menginginkan kedaulatan kepulauan Takeshima sepenuhnya masuk ke wilayah Jepang.3

Letak geografis kepulauan Takeshima yang berada di antara Jepang dan Korea

Selatan membuat Jepang tidak bisa langsung bernafas lega atas kepemilikannya. Jarak antara

Takeshima ke wilayah darat terluar Korea Selatan maupun Jepang yang tidak terlalu

signifikan ini yang menjadi penyebab kedua negara saling melakukan klaim.

Konflik Wilayah antara Jepang dan Korea Selatan

Menurut Scannell, konflik adalah suatu hal alami dan normal yang timbul karena

perbedaan persepsi, tujuan atau nilai dalam sekelompok individu.4 Perbedaan persepsi, tujuan

ataupun nilai tersebut juga dapat menimbalkan konflik dalam tingkat internasional dimana

negara menjadi aktornya. Menurut K. J. Holsti, konflik-konflik internasional memiliki bidang

isu yang menimbulkan konfrontasi dan perang. Berdasarkan studi atas konflik internasional,

bidang-bidang isu tersebut ialah:

1) Konflik Wilayah Terbatas,

2) Konflik Komposisi Wilayah,

3) Konflik Kehormatan Nasional,

4) Imperalisme Regional,

5) Konflik Pembebasan, dan

6) Konflik Unifikasi Nasional.5

3 http://www.dokdo-takeshima.com/dokdo-takeshima-related-historical-data, Diakses pada 22 Desember

2015, 20.30 WIB, Surakarta. 4 http://eprints.uny.ac.id/9882/3/BAB%202%20-%2008104241005.pdf, Diakses pada 4 Oktober 2016, 15.00 WIB, Surakarta.

5 K. J. Holsti dalam Repository Universitas Gadjah Mada, http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=67057&ftyp=potongan&potongan=S1-2014-281896-chapter1.pdf, Diakses pada 4 Oktober 2016, 15.30 WIB, Surakarta.

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

Berdasarkan keenam bidang isu diatas, semuanya berpotensi untuk menuju ke arah

konfrontasi dan juga perang. Dalam memandang konflik antara Jepang dan Korea Selatan

terkait kepulauan Takeshima ini, penulis lebih memfokuskan pada aspek bidang isu konflik

wilayah terbatas. Hal tersebut dikarenakan sumber dari konflik antara keduanya yaitu adalah

perbedaan atau ketidaksepahaman Jepang dan Korea Selatan atas kepemilikan wilayah

Kepulauan Takeshima.

Pengertian konflik wilayah terbatas ialah di mana terdapat pandangan yang tidak

cocok dengan acuan pada pemilikan suatu bagian wilayah yang khusus atau pada hak-hak

yang diperoleh oleh suatu negara atau di dekat wilayah negara lain.6 Lebih lanjut menurut K.

J. Holsti, ada enam hasil yang mungkin timbul dari konflik internasional. Keenam

kemungkinan itu antara lain yaitu: penghindaran diri, penaklukan, penundukan atau

penangkalan, kompromi, imbalan, dan penyelesaian pasif.7 Namun sebelum membahas lebih

lanjut terkait keadaan yang mungkin dari konflik wilayah yang dalam kasus ini yaitu konflik

wilayah antara Jepang dan Korea Selatan atas Takeshima, kiranya perlu terlebih dahulu

dibahas mengenai faktor-faktor penyebab konflik wilayah antara Jepang dan Korea Selatan

ini dan bagaimana peran teritori/wilayah menjadi penting dalam faktor tersebut.

Faktor Penyebab Sengketa Takeshima

Phillip Bobbitt dalam bukunya The Shield of Achilles:War, Peace, and the Course of

History (2003) menyatakan bahwa sengketa dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain:

1) Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam Perjanjian Internasional,

2) Perbedaan penafsiran antar negara mengenai isi dari perjanjian Internasional,

3) Perebutan sumber-sumber ekonomi,

4) Perebutan pengaruh ekonomi,

5) Adanya rasa ingin mengintervensi kedaulatan negara lain,

6) Perluasan pengaruh ideologi politik terhadap negara lain,

7) Adanya perbedaan kepentingan masing-masing negara,

8) Penghinaan terhadap harga diri bangsa,

9) Ketidaksepahaman mengenai garis perbatasan antar negara yang belum

terselesaikan melalui mekanisme perundingan,

6 Ibid.

7 Ibid.

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

10)Peningkatan persenjatan dan kekuatan militer baik oleh negara-negara yang berada

di dalam kawasan maupun luar kawasan, dan

11)Aksi terorisme lintas negara, serta gerakan separatis bersenjata yang dapat

mengundang kesalahpahaman antar negara.

Berdasarkan yang disebutkan oleh Phillip Bobbitt diatas, sengketa antara Jepang dan

Korea Selatan terkait Takeshima cenderung disebabkan oleh faktor nomor 2, 3, dan 8 yaitu:

perbedaan penafsiran antar negara mengenai isi dari perjanjian Internasional, perebutan

sumber-sumber ekonomi, dan penghinaan terhadap harga diri bangsa.

Perbedaan penafsiran antar negara mengenai isi perjanjian internasional bisa jadi

dikarenakan oleh isi perjanjian yang mungkin ambigu. Perjanjian San Fransisco yang isi

salah satunya mengatur terkait teritori Jepang pasca PD II, tidak dijelaskan secara gamblang

akan kepemilikan atas wilayah Takeshima. Status dari Liancourt Rocks tidak disebutkan

dalam pasal 2 (a) dari Perjanjian San Francisco 1951, yang memaksa Jepang mengakui

kemerdekaan Korea.8 Perjanjian tersebut mengharuskan “Jepang mengakui kemerdekaan

Korea dan mengembalikan hak dan kedaulatan kepada Korea termasuk pengembalian pulau

Quelport, Port Hamilton dan Dagelet.9 Namun di dalam proses perjanjian tersebut, secara

jelas bahwa Amerika Serikat menolak permintaan dari Korea yang mana ingin memasukkan

Takeshima ke dalam teritorinya dikarenakan Takeshima sudah di bawah jurisdiksi Jepang.10

Perebutan sumber-sumber ekonomi juga dapat dikatakan sebagai salah satu faktor

kuat penyebab sengketa antara Jepang dan Korea Selatan ini. Kepemilikan atas kepulauan

karang yang oleh Jepang dinamai “Takeshima” dan oleh Korea Selatan disebut sebagai

“Dokdo” tersebut akan berpengaruh pada batas ZEE mereka. Dengan memiliki Takeshima

tentunya luas wilayah ZEE mereka akan bertambah besar dan tentunya keuntungan ekonomi

yang didapat akan semakin besar pula. Takeshima dikatakan terkenal akan kekayaan biota

laut dan sumber daya gas alam yang terdapat di sekitarnya.11

Kepemilikan atas Takeshima

tentu akan menguntungkan karena secara otomatis sumber daya alam yang ada di Takeshima

juga akan turut dimiliki dan tentu membawa keuntungan ekonomi tersendiri.

Sementara faktor yang terakhir namun tak kalah penting dari faktor lain yang menjadi

penyebab sengketa ini adalah terkait masalah harga diri bangsa. Bangsa Asia Timur dikenal

sebagai bangsa dengan pride yang tinggi yang kadang karena tingginya pride mereka sebagai

suatu bangsa tersebut, aroma perselisihan, persaingan dan rasa tidak mau kalah sering kali

membalut interaksi hubungan antara negara-negara Asia Timur. Dari pandangan Korea

8 Sean Fern, “Tokdo or Takeshima?: The International Law of Territorial Acquisition in the Japan-Korea

Island Dispute”, hlm.80, web.stanford.edu/group/sjeaa/journal51/japan2.pdf 9 Sean Fren, ibid.

10 Northeast Asia Division, Asian, and Oceanian Affairs Bureau, The Ministry of Foreign Affairs of Japan, “10 Issues of Takeshima”, hlm.10

11 http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72624/potongan/S1-2014-196304-chapter1.pdf, diakses pada 12 Agustus 2016, 21.05 WIB, Surakarta.

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

Selatan, kehilangan “Dokdo” berarti sama saja mengakui legitimasi kolonialisme Jepang di

masa sekarang.12

Pendudukan Jepang atas Korea pada masa lalu masih menjadi isu sensitif

dan memori pahit bagi warga Korea bahkan hingga saat ini. Bagi warga Korea, “Dokdo”

telah menjadi simbol tersendiri bagi pembebasan Korea atas imperialisme Jepang,13

sehingga

klaim Jepang atas “Dokdo” tentu saja menjadi suatu penghinaan atas harga diri bangsa Korea.

Pada tahun 2005, ketika hubungan Jepang-Korea Selatan memanas akibat isu Takeshima

Day, Seoul menyatakan bahwa kedaulatan atas Takeshima bahkan lebih penting dari pada

hubungan baik dengan Jepang.14

Sama halnya dengan Korea Selatan, identitas nasional dan harga diri sebagai bangsa

Jepang tentunya memainkan peran yang sangat penting bagi Jepang dalam mempertahankan

Takeshima. Tidak mungkin bagi Jepang untuk begitu saja mundur dan menyerahkan

kedaulatan atas Takeshima.15

Terlebih lagi selain sengketa Takeshima dengan Korea Selatan,

Jepang juga memiliki beberapa sengketa teritori lainnya dengan Rusia atas wilayah utara

(northern territories) dan sengketa atas pulau Senkaku dengan Tiongkok.16

Kehilangan

Takeshima tentu akan mengoyak harga diri Jepang dalam mempertahankan integritas

negaranya dan akan membuat negara lain memandang remeh Jepang dan meningkatkan

resiko atau kemungkinan kekalahan Jepang atas kasus sengketa lainnya.17

Oleh karena itu,

mempertahankan Takeshima menjadi hal yang sangat penting bagi Jepang.

Dinamika Proses Penyelesaian Sengketa Takeshima

Secara diplomatik, penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan beberapa cara

antara lain: negosiasi, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, dan good offices.18

Namun, dalam

kasus sengketa kepulauan Takeshima antara Jepang dan Korea Selatan ini, tidak terlihat

begitu banyak dari cara diatas yang digunakan dan tidak banyak pula hasil yang ada.

Hasil cukup signifikan yang ditunjukkan dalam usaha penyelesaian kasus sengketa

antara Jepang dan Korea Selatan ini adalah dalam negosiasi antar kedua negara yang

menghasilkan Treaty on Basic Relations pada tahun 1965 yang menandai normalisasi

12

Dong-Joon Park dan Danielle Chubb, “Why Dokdo Matters to Korea”, http://thediplomat.com/2011/08/why-dokdo-matters-to-korea/, diakses pada 09 September 2016, 21.05 WIB, Surakarta.

13 Anna Fifield, “Island dispute sets off nationalist frenzy in Korea”, http://www.ft.com/cms/s/0/ef1acc38-e3ae-11da-a015-0000779e2340.html?ft_site=falcon&desktop=true, diakses pada 04 September 2016, 20.15 WIB, Surakarta.

14 BBC, “S Korea Protest Over Japan Claim”, http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/4352923.stm, diakses pada 04 September 2016, 22.15 WIB, Surakarta.

15 Dong-Joon Park dan Danielle Chubb, ibid. 16 The New York Times, “Territorial Disputes Involving Japan”,

http://www.nytimes.com/interactive/2012/09/20/world/asia/Territorial-Disputes-Involving-Japan.html?_r=0 , Diakses pada 05 September 2016, 20.12 WIB, Surakarta.

17 Ralf Emmers, “Japan-Korea Relations and the Tokdo/Takeshima Dispute: The Interplay of Nationalism and Natural Resources”, hlm.12-13, https://www.rsis.edu.sg/wp-content/uploads/rsis-pubs/WP212.pdf

18 Malcolm N. Shaw, International Law, Fourth Edition, Cambridge University Press, 1997, hlm. 717

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

hubungan kedua negara. Perjanjian tersebut, meski belum menyelesaikan sengketa

kepemilikan atas Liancourt Rocks, kedua pihak menyetujui beberapa poin terkait pulau

tersebut. Poin-poin tersebut yaitu: kedua negara akan saling mengakui klaim satu sama lain

atas kepemilikan kepulauan tersebut, kedua negara akan saling mendengarkan pendapat satu

sama lain, kedua negara akan menyelesaikan permasalahan di masa yang akan datang, jika

wilayah memancing dibatasi kedua negara dapat menggunakan Liancourt Rocks untuk

menandai wilayah masing-masing dan wilayah yang saling tindih akan dianggap sebagai joint

territory, Korea Selatan diijinkan melanjutkan administrasi atas kepulauan tersebut sealam

kehadiran polisi tidak ditambah dan fasilitas baru dibangun, dan kedua negara akan menepati

perjanjian ini.19

Namun, meski kedua pihak telah menyepakati poin-poin dalam perjanjian tersebut,

pada dasarnya sengketa antara keduanya masih belum terselesaikan dan seiring berjalannya

waktu, beberapa konflik antara Jepang dan Korea Selatan pun sempat terjadi akibat isu

Takeshima tersebut. Konflik tersebut dipicu akibat tindakan yang diambil oleh Jepang

maupun Korea Selatan terkait kepulauan Takeshima. Sebagai contoh pada tahun 1977-1978,

hubungan kedua negara memanas ketika pemerintah Jepang menyatakan klaimnya atas zona

memancing eksklusif di Laut Jepang/Laut Timur. Isu yang sama kembali menyeruak pada

tahun 1996-1998 ketika Jepang dan Korea Selatan sama-sama membuat kebijakan maritim

dan wilayah yang dinilai cukup keras. Kemudian pada tahun 2001, hubungan Jepang dan

Korea Selatan kembali memanas akibat masalah buku pelajaran sekolah Jepang yang

menyebutkan soal Takeshima sebagai bagian dari wilayah Jepang dan kunjungan Koizumi ke

kuil Yasukuni,20

dan pada tahun 2004-2005 isu terkait Takeshima ini benar-benar telah

membuat hubungan Tokyo dan Seoul memburuk disebabkan oleh kontroversi perangko pos

“Dokdo” Korea Selatan dan juga peringatan “Takeshima Day” oleh Jepang.21

Usaha-usaha penyelesaian sengketa pada dasarnya telah coba diupayakan oleh Jepang

dengan menyodorkan proposal supaya sengketa ini dibawa ke Mahkamah Internasional.

Namun, sering kali proposal tersebut ditolak oleh pihak Korea Selatan. Pada September 1954,

Jepang mengusulkan kepada Korea Selatan agar sengketa ini dibawa ke Mahkamah

Internasional, akan tetapi Korea Selatan menolak usulan tersebut pada bulan Oktober di tahun

yang sama.22

Pada tahun 1962, Jepang lewat Menteri Luar Negeri (Menlu) Zentaro Kosaka,

juga kembali menawarkan kepada Korea Selatan melalui pembicaraan dengan Menlu Korea

Selatan, Choi Duk Shin untuk membawa sengketa ini ke Mahkamah Internasional, namun

19 Nitin Philip, “Dokdo/Takeshima Island Dispute (Japan-S.Korea)”, https://my-munofs-

iv.wikispaces.com/file/view/Dokdo+Takeshima+Islands+Dispute+(Japan+-+S.Korea).pdf, Diakses pada 12 Agustus 2016, 22.05 WIB, Surakarta.

20 Kazuhiko Togo, Japan’s Foreign Policy, 1945-2003: The Quest for a Proactive Policy, Brill Publisher, Leiden, 2005, hlm.175

21 Min Gyo Koo, Island Disputes and Maritime Regime Building in East Asia: Between A Rock and A Hard Place, Springer, New York, 2010, hlm.3

22 Ministry of Foreign Affairs of Japan, “10 points to understand the Takeshima Dispute”, www.mofa.go.jp/files/000092147.pdf, Diakses pada 12 September 2016, 22.05 WIB, Surakarta.

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

lagi-lagi proposal tersebut ditolak oleh Korea Selatan.23

Sebagai tambahan di bulan Agustus

tahun 2012, Jepang sempat kembali mengirim nota verbale kepada Korea Selatan untuk

membawa sengketa ke Mahkamah Internasional, namun di bulan yang sama Korea Selatan

menolak usulan Jepang tersebut.

Mahkamah Internasional tidak memiliki kewenangan secara hukum dalam sengketa

ini karena penyelesaian sengketa di Mahkamah Internasional memerlukan kesepakatan dari

seluruh pihak yang bersengketa24

, sehingga sampai saat ini kepulauan karang ini masih

berada dalam status quo.

Masalah Kepentingan Nasional

Definisi kepentingan nasional menurut Hans. J Morgenthau adalah sebagai suatu cita-

cita atau harapan dari suatu negara untuk mencapai tujuan negaranya dimata internasional.25

Kepentingan nasional yang paling utama dari setiap negara di dunia pada hakekatnya adalah

sama, yaitu untuk tetap bisa mempertahankan eksistensinya.26

Gagasan dari kepentingan

nasional terdiri dari dua faktor yaitu yang pertama “dibutuhkan” dan yang kedua “bisa

berubah” ditentukan oleh situasi.27

Di dunia yang terdiri dari banyak negara yang saling

berkompetisi dan bermusuhan untuk meraih kekuasaan (power), cara untuk tetap bertahan

adalah dengan memenuhi apa yang dibutuhkan oleh negara tersebut.

Tiap negara tentu memiliki kepentingan nasional yang berbeda dikarenakan

kemampuan militer, ekonomi, geografi, dan sosial budaya tiap negara yang berbeda pula.

Menurut Morgenthau tujuan dalam politik internasional adalah mencapai “kepentingan

nasional,” yang berbeda dengan kepentingan “sub-nasional” dan “supra-nasional”.

Kepentingan nasional merupakan penggunaan kekuasaan secara bijaksana untuk menjaga

berbagai kepentingan yang dianggap paling vital bagi kelestarian negara-bangsa. Pencapaian

kepentingan nasional itu dapat diimplementasikan melalui kebijakan luar negeri.28

Kebijakan Jepang pada era Koizumi yang banyak berfokus pada masalah keamanan

(security) tentunya didorong oleh kepentingan nasional Jepang untuk mengamankan

kepulauan Takeshima yang kaya akan potensi sumber daya alam. Faktor nasionalisme, yang

berkaitan dengan identitas nasional bangsa, menjadi faktor yang sangat berpengaruh kuat

bagi Korea Selatan atas sikapnya yang kukuh menyatakan klaim atas Takeshima, dan di

Jepang isu sengketa tersebut juga telah memunculkan sentimen dari kelompok nasionalis.

Namun sikap pemerintah Jepang terhadap isu nasionalisme tersebut tidaklah sekuat dan

sebesar di Korea Selatan. Posisi Tokyo dalam sengketa Takeshima dipengaruhi oleh faktor

23 Ibid. 24 Ibid. 25

Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, LP3ES, Jakarta, 1990, hlm. 140 26

Mohtar Mas’oed, ibid., hlm. 141 27

Ken Kiyono, “A Study On the Concept of National Interest of Hans J. Morgenthau: As the Standard of American Foreign Policy”, hlm.2, http://naosite.lb.nagasaki-u.ac.jp/dspace/bitstream/10069/27783/1/keieikeizai49_03_04.pdf

28 Mohtar Mas’oed, ibid, hlm.68

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

pertimbangan sumber daya yang ada di wilayah tersebut.29

Selain kaya sumber biota laut atau

ikan, kepulauan Takeshima juga dipercaya menyimpan potensi cadangan gas yang cukup

menjanjikan. Dari situlah kepentingan ekonomi untuk mengamankan sumber daya alam

tersebut menjadi salah satu faktor pendorong Jepang kukuh mempertahankan kepulauan

Takeshima.

Bukan hanya masalah nasionalisme dan harga diri semata, sengketa ini nyatanya juga

diwarnai oleh motif ekonomi yang tentu tak bisa dielakkan lagi adanya. Konflik antara

Jepang dan Korea Selatan ini sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bukan hanya

mempersoalkan atas kepemilikan atas kepulauan karang tersebut. Kedua negara

memperebutkan kepemilikan atas Takeshima sebagai basis bagi klaim ZEE (Zona Ekonomi

Eksklusif) terhadap perairan di sekitarnya.30

Karena yang menjadi pertaruhan adalah wilayah

perairan seluas 16.600 mil dari bibir laut termasuk wilayah yang mungkin memiliki potensi

gas hydrate (gas yang terkondensasi menjadi bentuk yang semisolid) sebesar 600 juta ton.31

Gas hydrate merupakan sumber energi potensial bagi generasi selanjutnya yang dapat diubah

menjadi gas alam cair bila teknologi yang memungkinkan berhasil diciptakan/dibuat.

Jepang yang pada dasarnya kurang akan SDA (Sumber Daya Alam) berupa energi

tentunya tidak akan melepaskan potensi menjanjikan tersebut begitu saja. Selain itu,

kepulauan karang tersebut juga telah menjadi tempat ideal bagi para nelayan (bagi kedua

negara) untuk menangkap ikan. Perairan yang kaya akan ikan dan penemuan sumber minyak

dan gas di lepas pantai menguatkan tekad Jepang untuk mempertahankan kepulauan tersebut

karena sebagaimana diketahui semua pasokan minyak Jepang adalah impor dan perikanan

merupakan tiang utama dari Diet Nasional.32

Aktivitas penangkapan ikan tersebut penting bagi ekonomi kedua negara dimana

keduanya mengkhawatirkan adanya kelangkaan sumber ikan di bagian lain dunia sehingga

meningkatkan nilai tempat titik penangkapkan ikan yang ada di dekat mereka. Karena

aktivitas perikanan tersebut sama-sama penting baik bagi Jepang maupun Korea Selatan,

sering kali masalah tersebut menimbulkan gesekan atau konflik antara keduanya.33

Kepulauan Takeshima ini sudah menjadi lokasi penangkapan ikan yang sangat

penting bagi nelayan Jepang terutama nelayan dari prefektur Shimane. Berdasarkan laporan

dari Harian Mainichi, sebuah perusahaan perikanan di Pulau Oki, pulau terdekat dari

Takeshima, memiliki hak memancing dengan jarak 500 meter dari Takeshima, akan tetapi

kapal penangkap ikan perusahaan tersebut tidak dapat mendekati kepulauan yang

29 Ralf Emmers, ibid, hlm.3 30 Michael A. McDevitt dan Catherine K. Lea, “Japan’s Territorial Disputes”, hlm.49,

https://www.cna.org/CNA_files/PDF/DCP-2013-U-005049-FINAL.pdf 31

Michael A. McDevitt dan Catherine K. Lea, ibid. 32

James Brooke, “A Postage Stamp Island Sets Off a Continental Debate”, http://www.nytimes.com/2004/01/27/world/seoul-journal-a-postage-stamp-island-sets-off-a-continental-debate.html?_r=0, Diaskes pada 11 September 2016, 20:20 WIB, Surakarta.

33 Michael A. McDevitt dan Catherine K. Lea, ibid.

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

dipersengketakan tersebut tanpa ditangkap oleh otoritas Korea Selatan karena Seoul memiliki

barak militer kecil di salah satu kepulauan tersebut. Dampaknya pun sangat dirasakan oleh

para nelayan Oki dimana jumlah total ikan yang berhasil mereka dapat pada tahun 2003

hanya sekitar 70.000 ton berkurang hampir setengah dari jumlah total pada tahun 1993.34

Faktor Geopolitik

Salah satu pengaruh paling penting dalam sikap kebijakan luar negeri suatu negara

adalah lokasi dan keadaan geografis.35

Menurut pandangan Ratzel, faktor alam geografis

(letak, luas, bentuk, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan hubungan internalnya)

banyak menentukan kekuatan suatu negara.36

Menurutnya, negara merupakan organic state

atau makhluk hidup yang membutuhkan ruang hidup oleh karena itu negara harus jelas batas-

batas wilayahnya. Pada tahun 1897, Ratzel menerbitkan sebuah buku yang berjudul

Politische Geographie yang isinya menekankan bahwa wilayah teritorial suatu negara

ditetapkan dengan tegas, karena dengan menentukan batas negara dapat ditentukan luas

negara dan juga kekuatan nasional negara bersangkutan.37

Batas negara diartikan sebagai pemisah unit regional geografi (fisik, sosial, budaya)

yang dikuasai oleh suatu negara.38

Secara politis, batas negara adalah garis kedaulatan yang

terdiri dari daratan, lautan, dan termasuk potensi yang berada pada perut bumi.

Sengketa yang terjadi antara Jepang dan Korea Selatan terkait pulau Liancourt Rocks

tersebut tentu menjadikan batas wilayah antara kedua negara tersebut menjadi timpang tindih

karena keduanya sama-sama mengklaim memiliki kedaulatan atas pulau tersebut.

Kepemilikan atas kepulauan tersebut menjadi faktor geografis yang sangat menentukan batas

kedua negara di wilayah perarian. Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 55 UNCLOS bahwa

negara yang memiliki kedaulatan atas wilayah di lepas pantai berhak ataz area ZEE (Zona

Ekonomi Eksklusif) di sekitar area tersebut, dan memberikan negara tersebut hak eksklusif

untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan ataupun aksen penambangan di laut.39

Kebijakan untuk mempertahankan kepulauan Takeshima menjadi penting guna

mengamankan segala potensi alam yang telah disebutkan sebelumnya untuk digunakan dalam

mendukung kekuatan Jepang sebagai negara yang terus tumbuh sebagaimana disebut Ratzel

sebagai organic state tersebut. Menurut Ratzel, setiap makhluk hidup membutuhkan ruang

34 Kosuke Takahashi, “Japan-South Korea Ties On the Rocks”, http://apjjf.org/-Kosuke-

Takahashi/1767/article.html, Diakses pada 14 Agustus 2016, 22:13 WIB, Surakarta. 35

Charles W. Kegley Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics: Trend and Transformation 6th Edition, St. Martin’s Press, New York, 1997. hlm.41

36 Sri Hayati dan Ahmad Yani, Geografi Politik, PT Refika Aditama, Bandung, 2007, hlm.10

37 Sri Hayati dan Ahmad Yani, ibid.

38 Sri Hayati dan Ahmad Yani, ibid, hlm.45

39 Sean Fern, ibid, hlm.79

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

hidup dan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya itu ia harus berjuang untuk

mendapatkan dan memperluas ruang hidupnya.40

Morgenthau dalam bukunya “Politics Among Nations” menyebutkan bahwa power

atau kekuatan negara memiliki Sembilan unsur dimana unsur pertama yang disebut oleh

Morgenthau adalah faktor geografi.41

Faktor geografis yang di dalamnya termasuk letak dan

sumber daya alam tentunya menjadi hal yang sangat penting bagi Jepang untuk

dipertimbangkan dalam kasus sengketa ini. Letak strategis Takeshima sebagai lokasi ideal

bagi nelayan Jepang untuk menangkap ikan serta sumber daya alam berupa potensi gas

hydrate yang dikandungnya menjadikan Takeshima sangat penting bagi Jepang sehingga

patut untuk diperjuangkan dan dipertahankan.

KESIMPULAN

Dapat ditarik kesimpulan bahwa sengketa teritori atas Kepulauan Takeshima banyak

mempengaruhi dinamika hubungan antara Jepang dan Korea Selatan baik di era Koizumi

sampai saat ini. Berdasarkan hukum dan bukti-bukti sejarah yang legal sudah membuktikan

bahwa selayaknya kepulauan Takeshima masuk dalam wilayah teritori Jepang.

Pada masa pemerintahan Koizumi hal tersebut jelas terlihat dimana insiden “perangko

Dokdo” yang dikeluarkan Korea Selatan pada tahun 2004 dan penetapan “Takeshima Day”

oleh Prefektur Shimane pada tahun 2005, yang notabene merupakan peringatan 40 tahun

hubungan persahabatan Jepang-Korea Selatan, malah justru membuat hubungan Jepang dan

Korea Selatan memanas. Padahal sebelum insiden tersebut, Jepang dan Korea Selatan sempat

menikmati hubungan yang relatif harmonis dengan menjadi tuan rumah bersama untuk event

Piala Dunia pada tahun 2002.

Sengketa Takeshima tersebut tentu menjadi isu yang sangat sensitif yang dapat

mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara karena hal ini bersangkutan dengan

kepentingan nasional masing-masing negara. Kepentingan itu sendiri bukan hanya terbatas

pada kepentingan ekonomi berupa perebutan potensi sumber daya ikan dan gas yang ada di

wilayah tersebut, namun juga terkait kepentingan negara demi mempertahankan kedaulatan

wilayah guna menjaga martabat dan harga diri bangsa. Baik bagi Jepang dan Korea Selatan,

hal tersebut tentu sangat penting sehingga peneliti menyimpulkan bahwa sampai persoalan

sengketa ini dapat terselesaikan secara baik melalui jalur damai, masalah sengketa kepulauan

Takeshima ini akan tetap menjadi batu sandungan dalam hubungan antara Jepang dan Korea

Selatan di masa depan.

40 Sri Hayati dan Ahmad Yani, ibid, hlm.10 41 Hans J. Morgenthau dalam Sri Hayati dan Ahmad Yani, ibid, hlm.64

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hayati, Sri dan Yani, Ahmad, Geografi Politik, PT Refika Aditama, Bandung, 2007.

Kegley, Charles W. Jr, dan Wittkopf, Eugene R, World Politics: Trend and Transformation

6th Edition, St. Martin’s Press, New York, 1997.

Koo, Min Gyo, Island Disputes and Maritime Regime Building in East Asia: Between A Rock

and A Hard Place”, Springer, New York, 2010.

Ministry of Foreign Affairs of Japan, Asian and Oceanian Affairs Bureau, Northeast Asia

Division, 10 Issues of Takeshima, 2008.

Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, LP3ES, Jakarta,

1990.

Seung-Yoon, Yang, dan Setiawati, Nur Aini, Sejarah Korea Sejak Awal Abad Hingga Masa

Kontemporer, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2003.

Shaw, Malcolm N, International Law, Fourth Edition, Cambridge University Press, 1997.

Togo, Kazuhiko, Japan’s Foreign Policy, 1945-2003: The Quest for a Proactive Policy, Brill

Publisher, Leiden, 2005.

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

Artikel/Artikel Jurnal

Emmers, Ralf, “Japan-Korea Relations and the Tokdo/Takeshima Dispute: The Interplay

of Nationalism and Natural Resources”, https://www.rsis.edu.sg/wp-

content/uploads/rsis-pubs/WP212.pdf

Fern, Sean, “Tokdo or Takeshima?: The International Law of Territorial Acquisition in the

Japan-Korea Island Dispute”, web.stanford.edu/group/sjeaa/journal51/japan2.pdf

Kiyono, Ken, “A Study On the Concept of National Interest of Hans J. Morgenthau: As the

Standard of American Foreign Policy”, http://naosite.lb.nagasaki-

u.ac.jp/dspace/bitstream/10069/27783/1/keieikeizai49_03_04.pdf

McDevitt, Michael A. dan Lea, Catherine K, “Japan’s Territorial Disputes”,

https://www.cna.org/CNA_files/PDF/DCP-2013-U-005049-FINAL.pdf

Internet

BBC, “S Korea Protest Over Japan Claim”, http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-

pacific/4352923.stm, diakses pada 04 September 2016, 22.15 WIB, Surakarta.

Brooke, James, “A Postage Stamp Island Sets Off a Continental Debate”,

http://www.nytimes.com/2004/01/27/world/seoul-journal-a-postage-stamp-island-

sets-off-a-continental-debate.html?_r=0, Diaskes pada 11 September 2016, 20:20

WIB, Surakarta.

Fifield, Anna, “Island dispute sets off nationalist frenzy in Korea”,

http://www.ft.com/cms/s/0/ef1acc38-e3ae-11da-a015-

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

0000779e2340.html?ft_site=falcon&desktop=true, diakses pada 04 September

2016, 20.15 WIB, Surakarta.

Lumbung Pustaka UNY, http://eprints.uny.ac.id/9882/3/BAB%202%20-%2008104241005.pdf,

Diakses pada 4 Oktober 2016, 15.00 WIB, Surakarta.

Ministry of Foreign Affairs of Japan, “10 points to understand the Takeshima Dispute”,

www.mofa.go.jp/files/000092147.pdf, Diakses pada 12 September 2016, 22.05 WIB,

Surakarta.

NN. “Dokdo Takeshima Historical Data”, http://www.dokdo-takeshima.com/dokdo-

takeshima-related-historical-data, Diakses pada 22 Desember 2015, 20.30 WIB,

Surakarta.

Park, Dong-Joon dan Chubb, Danielle, “Why Dokdo Matters to Korea”,

http://thediplomat.com/2011/08/why-dokdo-matters-to-korea/, diakses pada 09

September 2016, 21.05 WIB, Surakarta.

Philip, Nitin, “Dokdo/Takeshima Island Dispute (Japan-S.Korea)”, https://my-munofs-

iv.wikispaces.com/file/view/Dokdo+Takeshima+Islands+Dispute+(Japan+-

+S.Korea).pdf, Diakses pada 12 Agustus 2016, 22.05 WIB, Surakarta.

Repository Universitas Gadjah Mada,

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act

=view&typ=html&id=67057&ftyp=potongan&potongan=S1-2014-281896-

chapter1.pdf, Diakses pada 4 Oktober 2016, 15.30 WIB, Surakarta.

Takahashi, Kosuke, “Japan-South Korea Ties On the Rocks”, http://apjjf.org/-Kosuke-

Takahashi/1767/article.html, Diakses pada 14 Agustus 2016, 22:13 WIB, Surakarta.

PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI

HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO

KOIZUMI

The New York Times, “Territorial Disputes Involving Japan”,

http://www.nytimes.com/interactive/2012/09/20/world/asia/Territorial-Disputes-

Involving-Japan.html?_r=0 , Diakses pada 05 September 2016, 20.12 WIB, Surakarta.


Recommended