133
PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH, PRODUKTIVITAS, DAN KEUNTUNGAN SISTEM TUMPANGSARI (KELAPA SAWIT + NENAS) DI LAHAN GAMBUT PROVINSI RIAU
SOIL FERTILITY MANAGEMENT, PRODUCTIVITY, AND BENEFIT OF PINEAPPLE-OIL PALM INTERCROPPING ON PEATLAND IN RIAU
Nurhayati1, Suhendri Saputra1, Aris Dwi Putra1, Ida Nur Istina1, Ali Jamil2
1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau, Jl. Kaharudin Nasution No. 341, Km 10. Padang
Marpoyan, Pekanbaru 10210
2 Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No.12, Cimanggu, Bogor 16114
Abstrak. Luas lahan gambut di Provinsi Riau mencapai 3,9 juta hektar atau
sekitar 26% dari luas lahan gambut di Indonesia (14,9 juta hektar). Tingkat
kesuburan tanah umumnya rendah dan memiliki kandungan asam-asam
organik beracun, sehingga perlu dilakukan ameliorasi untuk meningkatkan
produktivitas lahan. Tujuan dari penelitian ini adalah pemberian amelioran
selain menguntungkan secara ekonomi untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat, juga tidak merusak lahan gambut itu sendiri. Penelitian
dilaksanakan di Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Langgam Kabupaten
Pelalawan, Provinsi Riau. Perlakuan yang diuji meliputi (a) pemupukan
menurut cara petani, (b) ameliorasi dengan Pugam, (c) ameliorasi dengan
tandan kosong sawit, dan (d) ameliorasi dengan pupuk kandang. Perlakuan
ditata dalam rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Pengamatan
dilakukan terhadap produktivitas dan produksi kelapa sawit serta produksi
buah nenas, dan analisis usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ameliorasi berpengaruh terhadap produksi tanaman tumpangsari kelapa
sawit+nenas di lahan gambut terdegradasi. Produktivitas tertinggi
dihasilkan oleh perlakuan amelioran Tankos sebesar 20.057 kg/ha/th. Hasil
analisis usahatani, keuntungan terbesar diperoleh pada perlakuan Pugam
sebesar Rp. 17.383.475,-.
Kata kunci : Tumpangsari, sawit + nenas, ameliorasi, pemupukan, lahan
gambut, analisis usahatani
Abstract. Peatlands in Riau Province reached 3.9 million hectares or about
26% of total Indonesia's peatland area (14.9 million hectares). Generally
low levels of soil fertility and contains organic acids that are toxic, so
needs to improve the productivity with amelioration. The purpose of this
research was the ameliorant apart economically advantageous to increase
the income of the people, nor damage the peat itself. The experiment was
conducted in the village of Lubuk Ogong, Pelalawan, Riau. The treatment
include (a) fertilization by farmers, (b) amelioration with Pugam, (c)
amelioration with palm empty fruit bunches, and (d) amelioration with
manure. The treatments were arranged in a randomized block design with
four replications. Observations were made on the productivity and
8
Nurhayati et al.
134
production of oil palm and pineapple production, and analysis of farming.
The results show that the amelioration effect on the growth and yield of oil
palm+pineapple intercropping in degraded peatlands. The highest
productivity is Tankos with 20.057kg/ha/yr. For the analysis of farming,
highest profit is Pugam with Rp. 17.383.475,-.
Keywords: Intercropping, palm+pineapple, amelioration, fertilizer, peat,
analysis of farming
PENDAHULUAN
Luas lahan gambut di Provinsi Riau mencapai 3,9 juta hektar atau sekitar 26% luas
lahan gambut di Indonesia (14,9 juta hektar) (Wahyunto et al., 2005). Dalam keadaan
alami (belum diganggu), tanah gambut mengalami proses dekomposisi yang
menghasilkan gas CO2 secara perlahan, sehingga emisi gas CO2 relatif seimbang dengan
penyerapan CO2 oleh vegetasi alami, bahkan dapat berfungsi sebagai net stock (Agus et
al., 2009; Subiksa, 2012)
Pengelolaan lahan gambut untuk usaha pertanian harus memperhatikan sifat fisika
dan kimia tanah gambut. Kendala utama budidaya tanaman di lahan gambut adalah
tingkat kemasaman tanah yang tinggi apabila dikaitkan dengan asam-asam organik
beracun, rendahnya ketersediaan unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman
yang diusahakan, permasalahan kebakaran lahan gambut, dan pengaturan tata air (Agus et
al., 2008)
Mengatasi masalah kandungan asam-asam organik yang beracun di lahan gambut
biasanya dilakukan drainase dan penambahan bahan amelioran. Bahan amelioran (zat
pembenah tanah) adalah bahan yang mampu memperbaiki atau membenahi kondisi fisik
dan kesuburan tanah. Contoh bahan amelioran yang sering digunakan adalah kapur, tanah
mineral, pupuk kandang, kompos, dan abu (Subiksa et al., 1997; Mario, 2002; Salampak,
1999 dalam Subiksa 2011).
Lahan gambut apabila dibuka dan didrainase sebagai lahan budidaya, maka proses
dekomposisi bahan organik akan mengalami percepatan. Perbaikan drainase akan
menyebabkan air keluar dari gambut, kemudian oksigen masuk ke dalam bahan organik
dan meningkatkan aktifitas mikroorganisme. Akibatnya terjadi dekomposisi bahan
organik yang melepas CO2 ke udara dan gambut akan mengalami penyusutan
(subsidence) (Agus and Subiksa, 2008).
Pembukaaan lahan gambut untuk penanaman kelapa sawit tanpa memperhatikan
teknik konservasi dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya pelepasan karbon yang
berdampak pada pemanasan global penyebab terjadinya perubahan iklim. Oleh karena,
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
135
pengelolaan kesuburan tanah gambut perlu dikelola dengan baik. Sistem tumpangsari
nenas dengan kelapa sawit yang mampu meningkatkan sekuestrasi karbon dan
menurunkan emisi GRK di lahan gambut serta meningkatkan pendapatan petani. Selain
itu, tumpangsari nenas dengan kelapa sawit dapat meningkatkan produktivitas dan
mengurangi input produksi.
Pemanfaatan lahan gambut diharapkan dapat menguntungkan secara ekonomi
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan di satu sisi tidak merusak lahan gambut
itu sendiri. Lahan gambut sendiri dikenal rapuh (fragile) sehingga memerlukan teknologi
dan input yang tepat dengan dampak terhadap lahan gambut negatif yang minimal.
Pengembangan lahan gambut dihadapkan pada kendala biofisik lahan dan lingkungan
serta sosial ekonomi. Kesalahan dalam pengelolaan lahan gambut dapat mengakibatkan
degradasi lahan, penurunan produktivitas, dan hilangnya mata pencaharian petani (Noor,
2010).
Potensi pengembangan pertanian pada lahan gambut, disamping faktor kesuburan
alami gambut, juga sangat ditentukan oleh tingkat manajemen usahatani yang akan
diterapkan. Pengelolaan lahan gambut dengan tingkat manajemen yang berbeda akan
memberikan produktivitas berbeda pula. Biasanya tingkat pengelolaan lahan gambut pada
tingkat petani termasuk tingkat rendah (low input) sampai sedang (medium inputs).
Penelitian dan demonstrasi plot pengelolaan lahan gambut di Provinsi Riau
dilakukan untuk mengembangkan model pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, pada
lahan gambut dalam (kedalaman > 5m) yang ditanami kelapa sawit sebagai tanaman
utama tumpangsari dengan nenas untuk meningkatkan produktivitas lahan gambut,
cadangan karbon, dan pendapatan petani.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Sei Kijang,
Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau dari bulan Juni 2013 sampai Juli 2014. Penelitian
dilaksanakan di lahan gambut seluas 5,0 ha. Tanaman utama sebagai indikator adalah
kelapa sawit berumur sekitar 6 (enam) tahun. Secara geografis lokasi penelitian terletak
pada 00o20’ 59,3’’ - 00
o21’ 05,8’’ LU dan 101
o41’ 15,6’’ – 101
o 41’ 22,9’’ BT.
Penelitain menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RCBD) dengan 4
perlakuan dan 4 ulangan. Lay out perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Nurhayati et al.
136
Saluran Drainage
I Pugam Kontrol Pukan Tankos
II Kontrol Tankos Pugam Pukan
III Tankos Pukan Kontrol Pugam
IV Pukan Pugam Tankos Kontrol
Keterangan: I, II, III, IV adalah ulangan
Gambar 1. Layout aplikasi amelioran (pugam, tankos, dan pukan) pada demplot
Indonesian Climate Change Trus Fund (ICCTF) Riau.
Perlakuan yang diuji meliputi penggunaan 3 macam amelioran, yaitu : (a) pugam +
pupuk anorganik, (b) kompos tankos + pupuk anorganik, (c) pukan + pupuk anorganik,
dan (d) pemupukan menurut cara petani (kontrol). Dosis amelioran dan pupuk anorganik
untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosis amelioran dan pupuk anorganik untuk setiap perlakuan tanaman kelapa
sawit
Perlakuan Dosis Pupuk dan Amelioran (Kg/Pohon)
Pugam Pukan Tankos Urea SP-36 KCl Kiserite CuSO4 ZnSO4 Borate
Pugam 5 - - 2 - 2.5 1.2 - - -
Pukan - 10 - 2 2 2.5 1.2 0.15 0.15 0.3
Tankos - - 15 2 2 2.5 1.2 0.15 0.15 0.3
Kontrol - - - 2 2 2.5 1.2 0.15 0.15 0.3
Penanaman tanaman nenas dilakukan pada gawangan dengan jarak tanam 1.5 m x
1.5 m. Setiap plot tanaman nenas terdiri dari 2 baris dan setiap baris terdapat sebanyak 4
tanaman (8 tanaman per plot). Penanaman tanaman nenas dilakukan dengan membuat
lubang tanam menggunakan dodos sekaligus untuk menggemburkan tanah dalam lubang
tanam tersebut, kemudian bibit nenas dimasukkan ke dalam lubang tanam yang telah
dibuat dan tanah disekitar tanaman dipadatkan dengan tangan. Pemupukan tanaman nenas
dilakukan satu bulan setelah tanam, hal ini dilakukan karena akar tanaman nenas sudah
berkembang di dalam tanah. Pemupukan dengan cara tugal pada tiga lobang di sekitar
lubang tanam dan ditutup dengan tanah. Dosis pupuk seperti pada Tabel 2 dibawah ini :
J
A
L
A
N
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
137
Tabel 2. Dosis amelioran dan pupuk anorganik untuk setiap perlakuan tanaman kelapa
sawit
Perlakuan Dosis Pupuk dan Amelioran (g/tanaman)
Pugam Pukan Tankos Urea SP-36 KCl
Pugam 30 - - 10 - 10
Pukan - 120 - 10 10 10
Tankos - - 120 10 10 10
Kontrol - - - 10 10 10
Pengamatan dilakukan terhadap sifat kimia tanah sebelum perlakuan, sifat
amelioran, parameter produksi kelapa sawit, produksi nenas, dan analisis usahatani.
Pengamatan dilakukan pada 16 plot pengamatan (4 perlakuan dan 4 ulangan). Pengamatan
produksi pada setiap plot dilakukan masing-masing pada 8 tanaman sawit dan nenas
sebagai tanaman sela. Lay out pengamatan tanaman sawit dan nenas pada setiap plot
perlakuan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Lay out Pengamatan tanaman sawit dan nenas pada setiap plot perlakuan
Pengamatan produktivitas kelapa sawit dilakukan pada waktu pemanenan tandan
buah segar (TBS) kelapa sawit. Setiap tanaman dihitung jumlah dan berat TBS yang
dipanen. Pengamatan produktivitas (panen) dilakukan dua minggu sekali. Sedangkan
produksi nenas merupakan penjumlahan jumlah buah nenas yang dihasilkan.
Untuk mempelajari dinamika elevasi muka air tanah, di Lokasi Lubuk Ogong-
Riau, telah dilakukan pemasangan 40 piezometer di lahan. Piezometer dibuat dari pipa
paralon berdiameter 2.5 inch dan panjang 200 cm. Penetapan titik-titik pengamatan
elevasi muka air tanah dilakukan menyebar diseluruh lokasi penelitian dengan jarak antar
piezometer sekitar 25-50 m.
Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman Nenas
Nurhayati et al.
138
Analisis Input/Output
Potensi pengembangan pertanian pada lahan gambut, disamping faktor kesuburan
alami gambut juga sangat ditentukan oleh tingkat manajemen usahatani yang akan
diterapkan. Pengelolaan lahan gambut dengan tingkat manajemen yang berbeda akan
memberikan produktivitas berbeda pula. Biasanya tingkat pengelolaan lahan gambut pada
tingkat petani termasuk tingkat rendah (low inputs) sampai sedang (medium inputs).
Pengumpulan data analisis output /input dilakukan wawancara petani dan penghitungan
sarana produksi pendukung usaha tumpang sari sawit-nenas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Petani sekitar Demplot ICCTF
Hasil diskusi dengan beberapa orang petani di Desa Lubuk Ogong, varietas sawit
yang digunakan umumya varietas lokal, dengan harga Rp.1.000/kecambah, atau bibit leles
(cabutan sendiri dari perusahaan besar sekitar). Sebagai pembanding saat itu harga bibit
unggul Rp. 8.000/kecambah. Jarak tanam yang digunakan umumnya 8 m x 9 m.
Dosis pupuk yang biasa diberikan petani adalah Urea, TSP, KCl, Dolomit, dan
pupuk kandang dengan dosis berturut-turut 5 kg/pokok/tahun; 1 kg/pokok; 1,5 kg/pokok;
4 kg/pokok; dan 1 karung/pokok/tahun.
Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan piringan sebelum pemupukan.
Pemupukan dilakukan dengan cara dibenamkan di piringan, dengan selang pemberian
pupuk satu minggu, bergantian Dolomit, Urea, TSP, dan KCl. Hasil wawancara dengan
petani diperoleh produksi sawit masyarakat seperti pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Produksi kelapa sawit eksisting di Desa Lubuk Gong Kec. Bandar Sei Kijang
No Umur Tanaman kelapa Sawit Produksi (kg/ha/th)
1 3-4 th 500
2 4-5 th 700
3 5-7 th 1000
Tanaman kelapa sawit menjadi pilihan baru dan berkembang sangat cepat baik
perkebunan rakyat maupun perkebunan besar.
Sumber-sumber pendapatan petani selain sawit adalah; usahatani tanaman pangan
seperti palawija, sayuran serta peternakan (sapi dan unggas) dalam skala kecil sehingga
tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
139
Hasil Analisis Tanah Awal
Analisis tanah dilakukan pada setiap plot perlakuan (Gambar 1) pada kedalaman 0-
20 cm dari permukaan tanah. Hasil analisis tanah sebelum aplikasi perlakuan amelioran
dan pupuk anorganik disajikan dalam Tabel 4
Tabel 4. Hasil analisis tanah awal sebelum perlakuan amelioran dan pupuk anorganik di
lokasi Demplot ICCTF Riau
No. Sifat kimia tanah dan satuan Hasil analisis setiap perlakuan
Pugam Tankos Pukan Kontrol
1. pH H2O 3,16 3,10 3,12 3,12
2. C-organik (%) 38,01 38,50 34,79 35,88
3. N-total (%) 1,37 1,80 1,31 1,42
4. C/N 27,7 21,4 26,6 2,53
5. P-tersedia (ppm) 174 185 133 234
6. Ca-tertukar (cmol(+).kg-1) 9,98 8,19 9,04 8,30
7. Mg-tertukar (cmol(+).kg-1) 2,52 2,86 2,52 2,64
8. K-tertukar (cmol(+).kg-1) 0,34 0,38 0,33 0,47
9. Na-tertukar (cmol(+).kg-1) 0,81 0,52 0,87 1,05
10. KTK (cmol(+).kg-1) 81,82 86,94 80,05 82,81
11. KB (%) 16,68 13,75 15,74 15,05
12. Al-tertukar (cmol(+).kg-1) 3,22 4,11 3,77 4,17
13. H-tertukar (cmol(+).kg-1) 4,70 5,10 4,76 4,91
Hasil analisis pH tanah di lokasi demplot berkisar 3,10-3,16. Nilai ini
menunjukkan tingkat kemasaman yang tinggi. Media tumbuh dengan tingkat kemasaman
demikian menjadi kendala dalam pengembangan tanaman karena terbatasnya daya
penyediaan hara tanah gambut. Tingginya kemasaman tanah gambut antara lain
disebabkan oleh kondisi drainase yang jelek dan hidrolisis asam-asam organik (Agus,
2008).
Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya
adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10
hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa,
lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya (Agus, 2008). Lahan gambut
umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 – 5.
Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan diikat cukup kuat
(khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu adanya
kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi ke bentuk yang tidak
Nurhayati et al.
140
dapat diserap tanaman. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan
dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan pupuk mikro (Agus, 2008).
Hasil Analisis Amelioran
Hasil analisis amelioran yang digunakan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis beberapa amelioran di Lokasi Demplot ICCTF, Riau
No. Karakteristik dan satuan Hasil analisis
Pugam Tankos Pukan
1. P-total (%) 13,15 4,75 0,56
2. K2O (%) 0,08 0,45 0,49
3. CaO (%) 26,52 1,29 0,72
4. MgO (%) 10,88 0,80 0,33
5. S (%) 0,56 0,20 0,10
6. Fe(%) 9,46 td 0,04
7. Al (%) 6,29 td td
8. Cu (ppm) 1.008 17 3
9. Zn (ppm) 1.633 47 46
10. B (ppm) 686 3 40
11. Pb (ppm) 54 td td
12. Cd (ppm) 14 td td
13. Hg (ppm) td 0,00 0,10
14. Kadar abu (%) 97,24 19,23 6,13
15. Kadar air (%) 3,07 70,08 70,08
Keterangan: *) Fe dan Al dalam bentuk oksida Td= tidak terukur
Pugam adalah pupuk anorganik majemuk yang mengandung 13,15% P2O5, 25,6%
CaO dan 10,88 MgO. Kandungan unsur penting lainnya adalah Fe 9,46% dan Al 6,29%
yang menjadi sumber kation polivalen yang dibutuhkan tanah gambut untuk
meningkatkan stabilitasnya dan mengurangi degradasi gambut serta emisi gas rumah
kaca. Kandungan unsur mikro Zn, Cu dan B juga cukup tinggi untuk mensuplai
kebutuhan tanaman di tanah gambut.
Kompos tandan kosong sawit mempunyai keunggulan antaranya kadar Ca, Mg, S
dan kadar abu yang lebih tinggi, tetapi lebih rendah kandungan unsur B dibandingkan
dengan pupuk kandang. Lahan gambut bersifat sangat masam karena kadar asam-asam
organik sangat tinggi dari hasil pelapukan bahan organik. Sebagian dari asam-asam
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
141
organik tersebut, khususnya golongan asam fenolat, bersifat racun dan menghambat
perkembangan akar tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman sangat terganggu.
Ameliorasi diperlukan untuk mengatasi kendala reaksi tanah masam dan keberadaan asam
organik beracun, sehingga media perakaran tanaman menjadi lebih baik (Subiksa, 2011).
Hasil penelitian Maftuah 2011, menyebutkan amelioran yang direkomendasikan di lahan
gambut terdegradasi adalah amelioran yang terdiri dari campuran pupuk kandang ayam,
gulma pertanian in situ, purun tikus, tanah mineral dan dolomit. Jenis amelioran lain yang
berpotensi untuk memperbaiki sifat-sifat kimia gambut adalah abu terbang, abu serbuk
gergaji dan abu sekam. Ramadina (2003) mengatakan bahwa abu terbang mampu
memperbaiki sifat-sifat kimia tanah gambut yang ditunjukkan oleh meningkatnya pH, P-
tersedia dan KB.
Pada lahan gambut, peningkatan pH cukup sampai pH 5,0 karena gambut tidak
memiliki potensi Al yang beracun. Peningkatan pH terlalu tinggi justru berdampak buruk
karena laju dekomposisi gambut menjadi terlalu cepat (Subiksa, 2011).
Produksi Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Waktu
yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang lebih
5-6 bulan (Rankine dan Fairhurst. 2000). Hasil penelitian menunjukkan jumlah TBS/plot
perbulan bervariasi setiap bulannya disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Jumlah TBS setiap bulan pada lokasi demplot ICCTF Riau
Jika dihubungkan antara produksi TBS dengan tinggi muka air tanah, tidak terlihat
adanya pengaruh tinggi permukaan air tanah dengan produksi TBS. Gambar 4
menunjukkan bahwa penurunan produksi cendrung terjadi setelah dua bulan penurunan
Nurhayati et al.
142
permukaan air tanah. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama
produksi kelapa sawit. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit ditandai
oleh kondisi daun tombak tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan pelepah. Pada
keadaan yang lebih parah kekurangan air menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang
dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif
kekeringan menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya
pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur
buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah (Balitklimat, 2007).
Gambar 4. Variasi tinggi muka air tanah dibandungkan dengan produksi TBS kelapa
sawit pada lokasi demplot ICCTF Riau
Pengaruh amelioran belum menyebabkan perbedaan terhadap produksi TBS,
namun ada kecenderungan pemberian Tankos memberikan produksi TBS tertinggi
walaupun tidak berbeda nyata (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh ameliorasi dan pemupukan terhadap produksi TBS kelapa sawit
No. Perlakuan Total produksi (kg/ha/thn)
1. Kontrol 18.513 a
2. Pugam 19.326 a
3. Pukan 19.613 a
4 Tankos 20.057 a
Keterangan: Angka-angka pada setiap parameter yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5%.
Produksi Nenas
Tanaman nenas membutuhkan tanah yang gembur dan kaya akan bahan organik,
sehingga sesuai ditanam di lahan gambut. Disamping itu, tanaman nenas juga
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
143
membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun dengan suhu optimum 32°C
(Rukmana, 1996)
Pada lokasi demplot, umur tanaman nenas yang masih relatif muda menyebabkan
produksi buah belum maksimal. Tabel 7 memperlihatkan bahwa produksi buah yang
dihasilkan oleh nenas yang diberi Pugam lebih banyak. Hal ini disebabkan keunggulan
komparatif amelioran ini. Pugam memiliki kandungan P total (13,15%) yang lebih tinggi
dibandingkan amelioran Tankos (4,75%) maupun Pukan (0,56%). Hasil pengamatan
lapang juga memperlihatkan bahwa kecepatan munculnya buah nenas lebih cepat pada
plot perlakuan Pugam. Rata-rata tanaman nenas yang diberi Pugam, buahnya 7-10 hari
muncul lebih awal.
Tabel 7. Pengaruh ameliorasi dan pemupukan terhadap produksi buah nenasyang
ditumpangsari dengan kelapa sawit
No. Perlakuan Produksi buah (biji)
1. Kontrol 6b
2. Pugam 11c
3. Pukan 3a
4. Tankos 8bc
Keterangan : Angka-angka pada setiap parameter yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut
DMRT taraf 5%.
Hasil Analisis Usahatani Demplot ICCTF
Berdasarkan hasil analisis usahatani kegiatan Demplot ICCTF di Riau, dari empat
(4) perlakuan maka diperoleh hasil yang tertinggi pada perlakuan Pugam yaitu sebesar
Rp. 17.383.475,- seperti pada Tabel 8. Pada perlakuan amelioran Pugam, pupuk SP-36
dan beberapa unsur mikro tidak diberikan lagi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
Walaupun pendapatan tertinggi, namun ketersediannya di lapangan masih terbatas.
Tabel 8. Hasil analisis usahatani di lokasi Demplot ICCTF Riau
Kontrol Pugam Pukan Tankos
Biaya usahatani: a. Tenaga kerja (Rp.) 4.709.375 4.709.375 4.709.375 4.709.375
b. Sarana produksi (Rp.) 11.632.670 10.761.350 13.824.670 19.630.045
Total (Rp.) 16.342.045 15.470.725 18.534.045 19.630.045
Penerimaan: Produksi (kg) 18.513 19.326 19.613 20.057 Penerimaan (Rp.) 31.471.777 32.854.200 33.342.100 34.096.900
Laba (Rp.) 15.129.732 17.383.475 14.808.055 14.466.855
Nurhayati et al.
144
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi TBS kelapa sawit tertinggi
dihasilkan pada amelioran Tankos yakni sebesar 20.057 kg/ha/th dan untuk nenas,
produksi tertinggi pada perlakuan amelioran Pugam yakni 11 (sebelas) buah.
Pada perlakuan amelioran Pugam, pupuk SP-36 dan beberapa unsur mikro tidak
diberikan lagi, sehingga tingkat pendapatan lebih tinggi dibandingkan amelioran lain.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. Dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut : Potensi untuk Pertanian dan Aspek
Lingkungan. Bogor: Balai Penelitian Tanah. 36p.
Agus, F., E. Runtunuwu, T. June, E. Susanti, H. Komara,H. Syahbuddin, I.Las & M. van
Noordwijk. 2009. Carbon budget in land use transitions to plantation. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 29: 119−126
Allorerung, D., M. Syakir, Z. Poeloengan, Syafaruddun, W. Rumini. 2010. Budidaya
Kelapa Sawit. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 73p.
Anonim. 2012. Budidaya Kelapa Sawit. Januari, 2, 2012.http://forester84.blogspot.com
Balitklimat (Balai Penelitian Klimatologi. Departemen Pertanian. 2007. Pengelolaan Air
untuk peningkatan ketersediaan air tanaman kelapa sawit di PTPN VIII
Cimulang. http://balitklimat.litbang.deptan.go.id
Berrydhiya. 2012. Tanaman Penutup Tanah (Cover Crop). Januari, 3, 2013.
http://berrydhiya.blogspot.com.
BPS Provinsi Riau. 2012. Berita Resmi Statistik : Berita Resmi Statistik Provinsi Riau
No. 58/12/14/Th. XIII, 3 Desember 2012
Dinas Perkebunan Provinsi Riau. 2009. Statistik Perkebunan Riau. Pekanbaru.
Hartatik, W. dan D.A. Suriadikarta. 2006. Teknologi Pengelolaan Hara Lahan Gambut :
Karakteristik dan pengelolaan Lahan Rawa hal 151 - 180.
Maftuah, E. 2012. Ameliorasi Lahan Gambut Terdegradasi dan Pengaruhnya Terhadap
Produksi Tanaman Jagung Manis. ABSTRAK. Januari, 3, 2013.
http://etd.ugm.ac.id
Noor, M. 2010. Lahan Gambut : Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan Iklim.
Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta. 212 Hlm.
Ramadina, E.F.R. 2003. Potensi Abu Terbang (Fly Ash) Sebagai Bahan Amelioran pada
Lahan Gambut dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Januari, 3, 2013.
http://repository.ipb.ac.id
Rankine, I. R dan T. H. Fairhurst. 2000. Buku Lapangan: Seri Tanaman Kelapa Sawit–
Tanaman Menghasilkan. E. S. Sutarta dan W. Darmosarkoro (Penerjemah). Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Bogor.106 hal. Terjemahan dari: Field handbook: Oil
http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/http://etd.ugm.ac.id/http://repository.ipb.ac.id/
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
145
Palm Series–MatureRitung, S. dan Wahyunto. 2003. Kandungan karbon Tanah
Gambut di Pulau Sumatera. “Workshop on Wise Use and Sustainable Peatlands
Management Practices 13 – 14 October 2003”. Bogor.
Rukmana, R, 1996. Nenas : Budidaya dan Pascapanen. Kanisus, Yogyakarta. 60 hlm.
Subiksa, I.G.M., W.Hartatik dan F. Agus. 2011. Pengelolaan Lahan Gambut Secara
Berkelanjutan. Januari, 2, 2012. http://balittanah.litbang.deptan.go.id
Subiksa, I.G.M. 2012. Pugam: Pupuk rendah emisi GRK untuk lahan gambut. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 3. No. 2. 2012.
Wahyunto, S. Ritung dan H. Subagjo. 2005. Peta Luas Sebaran Lahan Gambut dan
Kandungan Karbon di Pulau Sumatera, 1990 – 2002. Wetlands International -
Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC).
Wibowo, A. 2009. Peran Lahan Gambut dalam Perubahan Iklim Global. Jurnal Ttekno
Hutan Tanaman Vol. 2, No. 1 April 2009. 19-28.
http://balittanah.litbang.deptan.go.id/