+ All Categories
Home > Documents > PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH, PRODUKTIVITAS...

PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH, PRODUKTIVITAS...

Date post: 22-Oct-2020
Category:
Upload: others
View: 11 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
13
133 PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH, PRODUKTIVITAS, DAN KEUNTUNGAN SISTEM TUMPANGSARI (KELAPA SAWIT + NENAS) DI LAHAN GAMBUT PROVINSI RIAU SOIL FERTILITY MANAGEMENT, PRODUCTIVITY, AND BENEFIT OF PINEAPPLE-OIL PALM INTERCROPPING ON PEATLAND IN RIAU Nurhayati 1 , Suhendri Saputra 1 , Aris Dwi Putra 1 , Ida Nur Istina 1 , Ali Jamil 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau, Jl. Kaharudin Nasution No. 341, Km 10. Padang Marpoyan, Pekanbaru 10210 2 Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No.12, Cimanggu, Bogor 16114 Abstrak. Luas lahan gambut di Provinsi Riau mencapai 3,9 juta hektar atau sekitar 26% dari luas lahan gambut di Indonesia (14,9 juta hektar). Tingkat kesuburan tanah umumnya rendah dan memiliki kandungan asam-asam organik beracun, sehingga perlu dilakukan ameliorasi untuk meningkatkan produktivitas lahan. Tujuan dari penelitian ini adalah pemberian amelioran selain menguntungkan secara ekonomi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, juga tidak merusak lahan gambut itu sendiri. Penelitian dilaksanakan di Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Perlakuan yang diuji meliputi (a) pemupukan menurut cara petani, (b) ameliorasi dengan Pugam, (c) ameliorasi dengan tandan kosong sawit, dan (d) ameliorasi dengan pupuk kandang. Perlakuan ditata dalam rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap produktivitas dan produksi kelapa sawit serta produksi buah nenas, dan analisis usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi berpengaruh terhadap produksi tanaman tumpangsari kelapa sawit+nenas di lahan gambut terdegradasi. Produktivitas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan amelioran Tankos sebesar 20.057 kg/ha/th. Hasil analisis usahatani, keuntungan terbesar diperoleh pada perlakuan Pugam sebesar Rp. 17.383.475,-. Kata kunci : Tumpangsari, sawit + nenas, ameliorasi, pemupukan, lahan gambut, analisis usahatani Abstract. Peatlands in Riau Province reached 3.9 million hectares or about 26% of total Indonesia's peatland area (14.9 million hectares). Generally low levels of soil fertility and contains organic acids that are toxic, so needs to improve the productivity with amelioration. The purpose of this research was the ameliorant apart economically advantageous to increase the income of the people, nor damage the peat itself. The experiment was conducted in the village of Lubuk Ogong, Pelalawan, Riau. The treatment include (a) fertilization by farmers, (b) amelioration with Pugam, (c) amelioration with palm empty fruit bunches, and (d) amelioration with manure. The treatments were arranged in a randomized block design with four replications. Observations were made on the productivity and 8
Transcript
  • 133

    PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH, PRODUKTIVITAS, DAN KEUNTUNGAN SISTEM TUMPANGSARI (KELAPA SAWIT + NENAS) DI LAHAN GAMBUT PROVINSI RIAU

    SOIL FERTILITY MANAGEMENT, PRODUCTIVITY, AND BENEFIT OF PINEAPPLE-OIL PALM INTERCROPPING ON PEATLAND IN RIAU

    Nurhayati1, Suhendri Saputra1, Aris Dwi Putra1, Ida Nur Istina1, Ali Jamil2

    1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau, Jl. Kaharudin Nasution No. 341, Km 10. Padang

    Marpoyan, Pekanbaru 10210

    2 Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No.12, Cimanggu, Bogor 16114

    Abstrak. Luas lahan gambut di Provinsi Riau mencapai 3,9 juta hektar atau

    sekitar 26% dari luas lahan gambut di Indonesia (14,9 juta hektar). Tingkat

    kesuburan tanah umumnya rendah dan memiliki kandungan asam-asam

    organik beracun, sehingga perlu dilakukan ameliorasi untuk meningkatkan

    produktivitas lahan. Tujuan dari penelitian ini adalah pemberian amelioran

    selain menguntungkan secara ekonomi untuk meningkatkan pendapatan

    masyarakat, juga tidak merusak lahan gambut itu sendiri. Penelitian

    dilaksanakan di Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Langgam Kabupaten

    Pelalawan, Provinsi Riau. Perlakuan yang diuji meliputi (a) pemupukan

    menurut cara petani, (b) ameliorasi dengan Pugam, (c) ameliorasi dengan

    tandan kosong sawit, dan (d) ameliorasi dengan pupuk kandang. Perlakuan

    ditata dalam rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Pengamatan

    dilakukan terhadap produktivitas dan produksi kelapa sawit serta produksi

    buah nenas, dan analisis usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    ameliorasi berpengaruh terhadap produksi tanaman tumpangsari kelapa

    sawit+nenas di lahan gambut terdegradasi. Produktivitas tertinggi

    dihasilkan oleh perlakuan amelioran Tankos sebesar 20.057 kg/ha/th. Hasil

    analisis usahatani, keuntungan terbesar diperoleh pada perlakuan Pugam

    sebesar Rp. 17.383.475,-.

    Kata kunci : Tumpangsari, sawit + nenas, ameliorasi, pemupukan, lahan

    gambut, analisis usahatani

    Abstract. Peatlands in Riau Province reached 3.9 million hectares or about

    26% of total Indonesia's peatland area (14.9 million hectares). Generally

    low levels of soil fertility and contains organic acids that are toxic, so

    needs to improve the productivity with amelioration. The purpose of this

    research was the ameliorant apart economically advantageous to increase

    the income of the people, nor damage the peat itself. The experiment was

    conducted in the village of Lubuk Ogong, Pelalawan, Riau. The treatment

    include (a) fertilization by farmers, (b) amelioration with Pugam, (c)

    amelioration with palm empty fruit bunches, and (d) amelioration with

    manure. The treatments were arranged in a randomized block design with

    four replications. Observations were made on the productivity and

    8

  • Nurhayati et al.

    134

    production of oil palm and pineapple production, and analysis of farming.

    The results show that the amelioration effect on the growth and yield of oil

    palm+pineapple intercropping in degraded peatlands. The highest

    productivity is Tankos with 20.057kg/ha/yr. For the analysis of farming,

    highest profit is Pugam with Rp. 17.383.475,-.

    Keywords: Intercropping, palm+pineapple, amelioration, fertilizer, peat,

    analysis of farming

    PENDAHULUAN

    Luas lahan gambut di Provinsi Riau mencapai 3,9 juta hektar atau sekitar 26% luas

    lahan gambut di Indonesia (14,9 juta hektar) (Wahyunto et al., 2005). Dalam keadaan

    alami (belum diganggu), tanah gambut mengalami proses dekomposisi yang

    menghasilkan gas CO2 secara perlahan, sehingga emisi gas CO2 relatif seimbang dengan

    penyerapan CO2 oleh vegetasi alami, bahkan dapat berfungsi sebagai net stock (Agus et

    al., 2009; Subiksa, 2012)

    Pengelolaan lahan gambut untuk usaha pertanian harus memperhatikan sifat fisika

    dan kimia tanah gambut. Kendala utama budidaya tanaman di lahan gambut adalah

    tingkat kemasaman tanah yang tinggi apabila dikaitkan dengan asam-asam organik

    beracun, rendahnya ketersediaan unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman

    yang diusahakan, permasalahan kebakaran lahan gambut, dan pengaturan tata air (Agus et

    al., 2008)

    Mengatasi masalah kandungan asam-asam organik yang beracun di lahan gambut

    biasanya dilakukan drainase dan penambahan bahan amelioran. Bahan amelioran (zat

    pembenah tanah) adalah bahan yang mampu memperbaiki atau membenahi kondisi fisik

    dan kesuburan tanah. Contoh bahan amelioran yang sering digunakan adalah kapur, tanah

    mineral, pupuk kandang, kompos, dan abu (Subiksa et al., 1997; Mario, 2002; Salampak,

    1999 dalam Subiksa 2011).

    Lahan gambut apabila dibuka dan didrainase sebagai lahan budidaya, maka proses

    dekomposisi bahan organik akan mengalami percepatan. Perbaikan drainase akan

    menyebabkan air keluar dari gambut, kemudian oksigen masuk ke dalam bahan organik

    dan meningkatkan aktifitas mikroorganisme. Akibatnya terjadi dekomposisi bahan

    organik yang melepas CO2 ke udara dan gambut akan mengalami penyusutan

    (subsidence) (Agus and Subiksa, 2008).

    Pembukaaan lahan gambut untuk penanaman kelapa sawit tanpa memperhatikan

    teknik konservasi dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya pelepasan karbon yang

    berdampak pada pemanasan global penyebab terjadinya perubahan iklim. Oleh karena,

  • Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari

    135

    pengelolaan kesuburan tanah gambut perlu dikelola dengan baik. Sistem tumpangsari

    nenas dengan kelapa sawit yang mampu meningkatkan sekuestrasi karbon dan

    menurunkan emisi GRK di lahan gambut serta meningkatkan pendapatan petani. Selain

    itu, tumpangsari nenas dengan kelapa sawit dapat meningkatkan produktivitas dan

    mengurangi input produksi.

    Pemanfaatan lahan gambut diharapkan dapat menguntungkan secara ekonomi

    untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan di satu sisi tidak merusak lahan gambut

    itu sendiri. Lahan gambut sendiri dikenal rapuh (fragile) sehingga memerlukan teknologi

    dan input yang tepat dengan dampak terhadap lahan gambut negatif yang minimal.

    Pengembangan lahan gambut dihadapkan pada kendala biofisik lahan dan lingkungan

    serta sosial ekonomi. Kesalahan dalam pengelolaan lahan gambut dapat mengakibatkan

    degradasi lahan, penurunan produktivitas, dan hilangnya mata pencaharian petani (Noor,

    2010).

    Potensi pengembangan pertanian pada lahan gambut, disamping faktor kesuburan

    alami gambut, juga sangat ditentukan oleh tingkat manajemen usahatani yang akan

    diterapkan. Pengelolaan lahan gambut dengan tingkat manajemen yang berbeda akan

    memberikan produktivitas berbeda pula. Biasanya tingkat pengelolaan lahan gambut pada

    tingkat petani termasuk tingkat rendah (low input) sampai sedang (medium inputs).

    Penelitian dan demonstrasi plot pengelolaan lahan gambut di Provinsi Riau

    dilakukan untuk mengembangkan model pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, pada

    lahan gambut dalam (kedalaman > 5m) yang ditanami kelapa sawit sebagai tanaman

    utama tumpangsari dengan nenas untuk meningkatkan produktivitas lahan gambut,

    cadangan karbon, dan pendapatan petani.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian dilaksanakan di Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Sei Kijang,

    Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau dari bulan Juni 2013 sampai Juli 2014. Penelitian

    dilaksanakan di lahan gambut seluas 5,0 ha. Tanaman utama sebagai indikator adalah

    kelapa sawit berumur sekitar 6 (enam) tahun. Secara geografis lokasi penelitian terletak

    pada 00o20’ 59,3’’ - 00

    o21’ 05,8’’ LU dan 101

    o41’ 15,6’’ – 101

    o 41’ 22,9’’ BT.

    Penelitain menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RCBD) dengan 4

    perlakuan dan 4 ulangan. Lay out perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

  • Nurhayati et al.

    136

    Saluran Drainage

    I Pugam Kontrol Pukan Tankos

    II Kontrol Tankos Pugam Pukan

    III Tankos Pukan Kontrol Pugam

    IV Pukan Pugam Tankos Kontrol

    Keterangan: I, II, III, IV adalah ulangan

    Gambar 1. Layout aplikasi amelioran (pugam, tankos, dan pukan) pada demplot

    Indonesian Climate Change Trus Fund (ICCTF) Riau.

    Perlakuan yang diuji meliputi penggunaan 3 macam amelioran, yaitu : (a) pugam +

    pupuk anorganik, (b) kompos tankos + pupuk anorganik, (c) pukan + pupuk anorganik,

    dan (d) pemupukan menurut cara petani (kontrol). Dosis amelioran dan pupuk anorganik

    untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Dosis amelioran dan pupuk anorganik untuk setiap perlakuan tanaman kelapa

    sawit

    Perlakuan Dosis Pupuk dan Amelioran (Kg/Pohon)

    Pugam Pukan Tankos Urea SP-36 KCl Kiserite CuSO4 ZnSO4 Borate

    Pugam 5 - - 2 - 2.5 1.2 - - -

    Pukan - 10 - 2 2 2.5 1.2 0.15 0.15 0.3

    Tankos - - 15 2 2 2.5 1.2 0.15 0.15 0.3

    Kontrol - - - 2 2 2.5 1.2 0.15 0.15 0.3

    Penanaman tanaman nenas dilakukan pada gawangan dengan jarak tanam 1.5 m x

    1.5 m. Setiap plot tanaman nenas terdiri dari 2 baris dan setiap baris terdapat sebanyak 4

    tanaman (8 tanaman per plot). Penanaman tanaman nenas dilakukan dengan membuat

    lubang tanam menggunakan dodos sekaligus untuk menggemburkan tanah dalam lubang

    tanam tersebut, kemudian bibit nenas dimasukkan ke dalam lubang tanam yang telah

    dibuat dan tanah disekitar tanaman dipadatkan dengan tangan. Pemupukan tanaman nenas

    dilakukan satu bulan setelah tanam, hal ini dilakukan karena akar tanaman nenas sudah

    berkembang di dalam tanah. Pemupukan dengan cara tugal pada tiga lobang di sekitar

    lubang tanam dan ditutup dengan tanah. Dosis pupuk seperti pada Tabel 2 dibawah ini :

    J

    A

    L

    A

    N

  • Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari

    137

    Tabel 2. Dosis amelioran dan pupuk anorganik untuk setiap perlakuan tanaman kelapa

    sawit

    Perlakuan Dosis Pupuk dan Amelioran (g/tanaman)

    Pugam Pukan Tankos Urea SP-36 KCl

    Pugam 30 - - 10 - 10

    Pukan - 120 - 10 10 10

    Tankos - - 120 10 10 10

    Kontrol - - - 10 10 10

    Pengamatan dilakukan terhadap sifat kimia tanah sebelum perlakuan, sifat

    amelioran, parameter produksi kelapa sawit, produksi nenas, dan analisis usahatani.

    Pengamatan dilakukan pada 16 plot pengamatan (4 perlakuan dan 4 ulangan). Pengamatan

    produksi pada setiap plot dilakukan masing-masing pada 8 tanaman sawit dan nenas

    sebagai tanaman sela. Lay out pengamatan tanaman sawit dan nenas pada setiap plot

    perlakuan disajikan pada Gambar 2.

    Gambar 2. Lay out Pengamatan tanaman sawit dan nenas pada setiap plot perlakuan

    Pengamatan produktivitas kelapa sawit dilakukan pada waktu pemanenan tandan

    buah segar (TBS) kelapa sawit. Setiap tanaman dihitung jumlah dan berat TBS yang

    dipanen. Pengamatan produktivitas (panen) dilakukan dua minggu sekali. Sedangkan

    produksi nenas merupakan penjumlahan jumlah buah nenas yang dihasilkan.

    Untuk mempelajari dinamika elevasi muka air tanah, di Lokasi Lubuk Ogong-

    Riau, telah dilakukan pemasangan 40 piezometer di lahan. Piezometer dibuat dari pipa

    paralon berdiameter 2.5 inch dan panjang 200 cm. Penetapan titik-titik pengamatan

    elevasi muka air tanah dilakukan menyebar diseluruh lokasi penelitian dengan jarak antar

    piezometer sekitar 25-50 m.

    Tanaman Kelapa Sawit

    Tanaman Nenas

  • Nurhayati et al.

    138

    Analisis Input/Output

    Potensi pengembangan pertanian pada lahan gambut, disamping faktor kesuburan

    alami gambut juga sangat ditentukan oleh tingkat manajemen usahatani yang akan

    diterapkan. Pengelolaan lahan gambut dengan tingkat manajemen yang berbeda akan

    memberikan produktivitas berbeda pula. Biasanya tingkat pengelolaan lahan gambut pada

    tingkat petani termasuk tingkat rendah (low inputs) sampai sedang (medium inputs).

    Pengumpulan data analisis output /input dilakukan wawancara petani dan penghitungan

    sarana produksi pendukung usaha tumpang sari sawit-nenas.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Karakteristik Petani sekitar Demplot ICCTF

    Hasil diskusi dengan beberapa orang petani di Desa Lubuk Ogong, varietas sawit

    yang digunakan umumya varietas lokal, dengan harga Rp.1.000/kecambah, atau bibit leles

    (cabutan sendiri dari perusahaan besar sekitar). Sebagai pembanding saat itu harga bibit

    unggul Rp. 8.000/kecambah. Jarak tanam yang digunakan umumnya 8 m x 9 m.

    Dosis pupuk yang biasa diberikan petani adalah Urea, TSP, KCl, Dolomit, dan

    pupuk kandang dengan dosis berturut-turut 5 kg/pokok/tahun; 1 kg/pokok; 1,5 kg/pokok;

    4 kg/pokok; dan 1 karung/pokok/tahun.

    Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan piringan sebelum pemupukan.

    Pemupukan dilakukan dengan cara dibenamkan di piringan, dengan selang pemberian

    pupuk satu minggu, bergantian Dolomit, Urea, TSP, dan KCl. Hasil wawancara dengan

    petani diperoleh produksi sawit masyarakat seperti pada Tabel 3 berikut.

    Tabel 3. Produksi kelapa sawit eksisting di Desa Lubuk Gong Kec. Bandar Sei Kijang

    No Umur Tanaman kelapa Sawit Produksi (kg/ha/th)

    1 3-4 th 500

    2 4-5 th 700

    3 5-7 th 1000

    Tanaman kelapa sawit menjadi pilihan baru dan berkembang sangat cepat baik

    perkebunan rakyat maupun perkebunan besar.

    Sumber-sumber pendapatan petani selain sawit adalah; usahatani tanaman pangan

    seperti palawija, sayuran serta peternakan (sapi dan unggas) dalam skala kecil sehingga

    tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

  • Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari

    139

    Hasil Analisis Tanah Awal

    Analisis tanah dilakukan pada setiap plot perlakuan (Gambar 1) pada kedalaman 0-

    20 cm dari permukaan tanah. Hasil analisis tanah sebelum aplikasi perlakuan amelioran

    dan pupuk anorganik disajikan dalam Tabel 4

    Tabel 4. Hasil analisis tanah awal sebelum perlakuan amelioran dan pupuk anorganik di

    lokasi Demplot ICCTF Riau

    No. Sifat kimia tanah dan satuan Hasil analisis setiap perlakuan

    Pugam Tankos Pukan Kontrol

    1. pH H2O 3,16 3,10 3,12 3,12

    2. C-organik (%) 38,01 38,50 34,79 35,88

    3. N-total (%) 1,37 1,80 1,31 1,42

    4. C/N 27,7 21,4 26,6 2,53

    5. P-tersedia (ppm) 174 185 133 234

    6. Ca-tertukar (cmol(+).kg-1) 9,98 8,19 9,04 8,30

    7. Mg-tertukar (cmol(+).kg-1) 2,52 2,86 2,52 2,64

    8. K-tertukar (cmol(+).kg-1) 0,34 0,38 0,33 0,47

    9. Na-tertukar (cmol(+).kg-1) 0,81 0,52 0,87 1,05

    10. KTK (cmol(+).kg-1) 81,82 86,94 80,05 82,81

    11. KB (%) 16,68 13,75 15,74 15,05

    12. Al-tertukar (cmol(+).kg-1) 3,22 4,11 3,77 4,17

    13. H-tertukar (cmol(+).kg-1) 4,70 5,10 4,76 4,91

    Hasil analisis pH tanah di lokasi demplot berkisar 3,10-3,16. Nilai ini

    menunjukkan tingkat kemasaman yang tinggi. Media tumbuh dengan tingkat kemasaman

    demikian menjadi kendala dalam pengembangan tanaman karena terbatasnya daya

    penyediaan hara tanah gambut. Tingginya kemasaman tanah gambut antara lain

    disebabkan oleh kondisi drainase yang jelek dan hidrolisis asam-asam organik (Agus,

    2008).

    Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya

    adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10

    hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa,

    lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya (Agus, 2008). Lahan gambut

    umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 – 5.

    Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan diikat cukup kuat

    (khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu adanya

    kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi ke bentuk yang tidak

  • Nurhayati et al.

    140

    dapat diserap tanaman. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan

    dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan pupuk mikro (Agus, 2008).

    Hasil Analisis Amelioran

    Hasil analisis amelioran yang digunakan disajikan pada Tabel 5.

    Tabel 5. Hasil analisis beberapa amelioran di Lokasi Demplot ICCTF, Riau

    No. Karakteristik dan satuan Hasil analisis

    Pugam Tankos Pukan

    1. P-total (%) 13,15 4,75 0,56

    2. K2O (%) 0,08 0,45 0,49

    3. CaO (%) 26,52 1,29 0,72

    4. MgO (%) 10,88 0,80 0,33

    5. S (%) 0,56 0,20 0,10

    6. Fe(%) 9,46 td 0,04

    7. Al (%) 6,29 td td

    8. Cu (ppm) 1.008 17 3

    9. Zn (ppm) 1.633 47 46

    10. B (ppm) 686 3 40

    11. Pb (ppm) 54 td td

    12. Cd (ppm) 14 td td

    13. Hg (ppm) td 0,00 0,10

    14. Kadar abu (%) 97,24 19,23 6,13

    15. Kadar air (%) 3,07 70,08 70,08

    Keterangan: *) Fe dan Al dalam bentuk oksida Td= tidak terukur

    Pugam adalah pupuk anorganik majemuk yang mengandung 13,15% P2O5, 25,6%

    CaO dan 10,88 MgO. Kandungan unsur penting lainnya adalah Fe 9,46% dan Al 6,29%

    yang menjadi sumber kation polivalen yang dibutuhkan tanah gambut untuk

    meningkatkan stabilitasnya dan mengurangi degradasi gambut serta emisi gas rumah

    kaca. Kandungan unsur mikro Zn, Cu dan B juga cukup tinggi untuk mensuplai

    kebutuhan tanaman di tanah gambut.

    Kompos tandan kosong sawit mempunyai keunggulan antaranya kadar Ca, Mg, S

    dan kadar abu yang lebih tinggi, tetapi lebih rendah kandungan unsur B dibandingkan

    dengan pupuk kandang. Lahan gambut bersifat sangat masam karena kadar asam-asam

    organik sangat tinggi dari hasil pelapukan bahan organik. Sebagian dari asam-asam

  • Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari

    141

    organik tersebut, khususnya golongan asam fenolat, bersifat racun dan menghambat

    perkembangan akar tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman sangat terganggu.

    Ameliorasi diperlukan untuk mengatasi kendala reaksi tanah masam dan keberadaan asam

    organik beracun, sehingga media perakaran tanaman menjadi lebih baik (Subiksa, 2011).

    Hasil penelitian Maftuah 2011, menyebutkan amelioran yang direkomendasikan di lahan

    gambut terdegradasi adalah amelioran yang terdiri dari campuran pupuk kandang ayam,

    gulma pertanian in situ, purun tikus, tanah mineral dan dolomit. Jenis amelioran lain yang

    berpotensi untuk memperbaiki sifat-sifat kimia gambut adalah abu terbang, abu serbuk

    gergaji dan abu sekam. Ramadina (2003) mengatakan bahwa abu terbang mampu

    memperbaiki sifat-sifat kimia tanah gambut yang ditunjukkan oleh meningkatnya pH, P-

    tersedia dan KB.

    Pada lahan gambut, peningkatan pH cukup sampai pH 5,0 karena gambut tidak

    memiliki potensi Al yang beracun. Peningkatan pH terlalu tinggi justru berdampak buruk

    karena laju dekomposisi gambut menjadi terlalu cepat (Subiksa, 2011).

    Produksi Kelapa Sawit

    Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Waktu

    yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang lebih

    5-6 bulan (Rankine dan Fairhurst. 2000). Hasil penelitian menunjukkan jumlah TBS/plot

    perbulan bervariasi setiap bulannya disajikan pada Gambar 3.

    Gambar 3. Jumlah TBS setiap bulan pada lokasi demplot ICCTF Riau

    Jika dihubungkan antara produksi TBS dengan tinggi muka air tanah, tidak terlihat

    adanya pengaruh tinggi permukaan air tanah dengan produksi TBS. Gambar 4

    menunjukkan bahwa penurunan produksi cendrung terjadi setelah dua bulan penurunan

  • Nurhayati et al.

    142

    permukaan air tanah. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama

    produksi kelapa sawit. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit ditandai

    oleh kondisi daun tombak tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan pelepah. Pada

    keadaan yang lebih parah kekurangan air menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang

    dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif

    kekeringan menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya

    pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur

    buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah (Balitklimat, 2007).

    Gambar 4. Variasi tinggi muka air tanah dibandungkan dengan produksi TBS kelapa

    sawit pada lokasi demplot ICCTF Riau

    Pengaruh amelioran belum menyebabkan perbedaan terhadap produksi TBS,

    namun ada kecenderungan pemberian Tankos memberikan produksi TBS tertinggi

    walaupun tidak berbeda nyata (Tabel 6).

    Tabel 6. Pengaruh ameliorasi dan pemupukan terhadap produksi TBS kelapa sawit

    No. Perlakuan Total produksi (kg/ha/thn)

    1. Kontrol 18.513 a

    2. Pugam 19.326 a

    3. Pukan 19.613 a

    4 Tankos 20.057 a

    Keterangan: Angka-angka pada setiap parameter yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5%.

    Produksi Nenas

    Tanaman nenas membutuhkan tanah yang gembur dan kaya akan bahan organik,

    sehingga sesuai ditanam di lahan gambut. Disamping itu, tanaman nenas juga

  • Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari

    143

    membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun dengan suhu optimum 32°C

    (Rukmana, 1996)

    Pada lokasi demplot, umur tanaman nenas yang masih relatif muda menyebabkan

    produksi buah belum maksimal. Tabel 7 memperlihatkan bahwa produksi buah yang

    dihasilkan oleh nenas yang diberi Pugam lebih banyak. Hal ini disebabkan keunggulan

    komparatif amelioran ini. Pugam memiliki kandungan P total (13,15%) yang lebih tinggi

    dibandingkan amelioran Tankos (4,75%) maupun Pukan (0,56%). Hasil pengamatan

    lapang juga memperlihatkan bahwa kecepatan munculnya buah nenas lebih cepat pada

    plot perlakuan Pugam. Rata-rata tanaman nenas yang diberi Pugam, buahnya 7-10 hari

    muncul lebih awal.

    Tabel 7. Pengaruh ameliorasi dan pemupukan terhadap produksi buah nenasyang

    ditumpangsari dengan kelapa sawit

    No. Perlakuan Produksi buah (biji)

    1. Kontrol 6b

    2. Pugam 11c

    3. Pukan 3a

    4. Tankos 8bc

    Keterangan : Angka-angka pada setiap parameter yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut

    DMRT taraf 5%.

    Hasil Analisis Usahatani Demplot ICCTF

    Berdasarkan hasil analisis usahatani kegiatan Demplot ICCTF di Riau, dari empat

    (4) perlakuan maka diperoleh hasil yang tertinggi pada perlakuan Pugam yaitu sebesar

    Rp. 17.383.475,- seperti pada Tabel 8. Pada perlakuan amelioran Pugam, pupuk SP-36

    dan beberapa unsur mikro tidak diberikan lagi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan.

    Walaupun pendapatan tertinggi, namun ketersediannya di lapangan masih terbatas.

    Tabel 8. Hasil analisis usahatani di lokasi Demplot ICCTF Riau

    Kontrol Pugam Pukan Tankos

    Biaya usahatani: a. Tenaga kerja (Rp.) 4.709.375 4.709.375 4.709.375 4.709.375

    b. Sarana produksi (Rp.) 11.632.670 10.761.350 13.824.670 19.630.045

    Total (Rp.) 16.342.045 15.470.725 18.534.045 19.630.045

    Penerimaan: Produksi (kg) 18.513 19.326 19.613 20.057 Penerimaan (Rp.) 31.471.777 32.854.200 33.342.100 34.096.900

    Laba (Rp.) 15.129.732 17.383.475 14.808.055 14.466.855

  • Nurhayati et al.

    144

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi TBS kelapa sawit tertinggi

    dihasilkan pada amelioran Tankos yakni sebesar 20.057 kg/ha/th dan untuk nenas,

    produksi tertinggi pada perlakuan amelioran Pugam yakni 11 (sebelas) buah.

    Pada perlakuan amelioran Pugam, pupuk SP-36 dan beberapa unsur mikro tidak

    diberikan lagi, sehingga tingkat pendapatan lebih tinggi dibandingkan amelioran lain.

    DAFTAR PUSTAKA

    Agus, F. Dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut : Potensi untuk Pertanian dan Aspek

    Lingkungan. Bogor: Balai Penelitian Tanah. 36p.

    Agus, F., E. Runtunuwu, T. June, E. Susanti, H. Komara,H. Syahbuddin, I.Las & M. van

    Noordwijk. 2009. Carbon budget in land use transitions to plantation. Jurnal

    Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 29: 119−126

    Allorerung, D., M. Syakir, Z. Poeloengan, Syafaruddun, W. Rumini. 2010. Budidaya

    Kelapa Sawit. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 73p.

    Anonim. 2012. Budidaya Kelapa Sawit. Januari, 2, 2012.http://forester84.blogspot.com

    Balitklimat (Balai Penelitian Klimatologi. Departemen Pertanian. 2007. Pengelolaan Air

    untuk peningkatan ketersediaan air tanaman kelapa sawit di PTPN VIII

    Cimulang. http://balitklimat.litbang.deptan.go.id

    Berrydhiya. 2012. Tanaman Penutup Tanah (Cover Crop). Januari, 3, 2013.

    http://berrydhiya.blogspot.com.

    BPS Provinsi Riau. 2012. Berita Resmi Statistik : Berita Resmi Statistik Provinsi Riau

    No. 58/12/14/Th. XIII, 3 Desember 2012

    Dinas Perkebunan Provinsi Riau. 2009. Statistik Perkebunan Riau. Pekanbaru.

    Hartatik, W. dan D.A. Suriadikarta. 2006. Teknologi Pengelolaan Hara Lahan Gambut :

    Karakteristik dan pengelolaan Lahan Rawa hal 151 - 180.

    Maftuah, E. 2012. Ameliorasi Lahan Gambut Terdegradasi dan Pengaruhnya Terhadap

    Produksi Tanaman Jagung Manis. ABSTRAK. Januari, 3, 2013.

    http://etd.ugm.ac.id

    Noor, M. 2010. Lahan Gambut : Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan Iklim.

    Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta. 212 Hlm.

    Ramadina, E.F.R. 2003. Potensi Abu Terbang (Fly Ash) Sebagai Bahan Amelioran pada

    Lahan Gambut dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Januari, 3, 2013.

    http://repository.ipb.ac.id

    Rankine, I. R dan T. H. Fairhurst. 2000. Buku Lapangan: Seri Tanaman Kelapa Sawit–

    Tanaman Menghasilkan. E. S. Sutarta dan W. Darmosarkoro (Penerjemah). Pusat

    Penelitian Kelapa Sawit. Bogor.106 hal. Terjemahan dari: Field handbook: Oil

    http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/http://etd.ugm.ac.id/http://repository.ipb.ac.id/

  • Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari

    145

    Palm Series–MatureRitung, S. dan Wahyunto. 2003. Kandungan karbon Tanah

    Gambut di Pulau Sumatera. “Workshop on Wise Use and Sustainable Peatlands

    Management Practices 13 – 14 October 2003”. Bogor.

    Rukmana, R, 1996. Nenas : Budidaya dan Pascapanen. Kanisus, Yogyakarta. 60 hlm.

    Subiksa, I.G.M., W.Hartatik dan F. Agus. 2011. Pengelolaan Lahan Gambut Secara

    Berkelanjutan. Januari, 2, 2012. http://balittanah.litbang.deptan.go.id

    Subiksa, I.G.M. 2012. Pugam: Pupuk rendah emisi GRK untuk lahan gambut. Warta

    Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 3. No. 2. 2012.

    Wahyunto, S. Ritung dan H. Subagjo. 2005. Peta Luas Sebaran Lahan Gambut dan

    Kandungan Karbon di Pulau Sumatera, 1990 – 2002. Wetlands International -

    Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC).

    Wibowo, A. 2009. Peran Lahan Gambut dalam Perubahan Iklim Global. Jurnal Ttekno

    Hutan Tanaman Vol. 2, No. 1 April 2009. 19-28.

    http://balittanah.litbang.deptan.go.id/

Recommended