1
PERSEPSI MANAJER DAN AUDITOR EKSTERNAL
MENGENAI EFEKTIVITAS METODE PENDETEKSIAN DAN
PENCEGAHAN TINDAKAN KECURANGAN KEUANGAN
Afhita Dias Rukmawati
Anis Chariri, S.E., M.Com, Ph.D, Akt
Universitas Diponegoro
ABSTRACT
This research aims to test managers’ and external auditors’ perceptions
regarding the effectiveness of detection and prevention methods of financial fraud
action, procedures or techniques and software or technology in detecting and
preventing financial fraud.
This research was conducted by distributing questionaires directly to the
Master of Management students which represents managers and auditors working
in Public Accounting Firms in Semarang, data were analysed using independent
sample t-test.
Result of this research shows that there is no difference between
managers’ and external auditors’ perceptions regarding the effectiveness of
detection and prevention methods of financial fraud action; corporate code of
conduct/ethichs policy, bank reconciliations, internal control review and
improvement, fraud vulnerability reviews, and fraud reporting policy are
procedures or techniques which is believed to be effective in reducing financial
fraud; and password protection, virus protection, and firewall are software or
technology which is effective in detecting and preventing financial fraud.
Keywords : perceptions, financial fraud action, managers, external auditors, the
effectiveness of detection and prevention methods of financial fraud
action.
2
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Baru-baru ini skandal akuntansi keuangan perusahaan (misalnya Enron,
WorldCom, Global Crossing, Tyco, dll) telah meningkatkan perhatian tentang
tindakan kecurangan. Selain itu, skandal akuntansi keuangan ini merugikan
miliaran dolar nilai pemegang saham dan menimbulkan hilangnya kepercayaan
investor di pasar keuangan (Peterson dan Buckhoff, 2004; Rezaee et al., 2004).
Secara global, rata-rata rugi per organisasi dari kejahatan ekonomi diperkirakan
sebesar $ 2.199.930 selama periode dua tahun (PriceWaterhouseCoopers, 2003).
Di Amerika Serikat, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)
memperkirakan bahwa sekitar enam persen dari pendapatan perusahaan, atau
sekitar $ 660 miliar, hilang per tahun sebagai akibat dari tindakan kecurangan
kerja (Association of Certified Fraud Examiners, 2004).
Bisnis yang lebih besar lebih mungkin mengalami tindakan kejahatan
ekonomi, namun tindakan kecurangan mungkin lebih mahal untuk usaha kecil
(Thomas dan Gibson, 2003; PriceWaterhouseCoopers, 2003). Sebagai contoh,
Association of Certified Fraud Examiners (2004) menyebutkan bahwa tindakan
kecurangan usaha kecil rata-rata sebesar $ 98.000 per kejadian dibandingkan
dengan $ 105.500 per kejadian untuk perusahaan besar. Berarti persentase
tindakan kecurangan pada usaha kecil adalah 51,84% dan untuk usaha yang lebih
besar adalah 48,16%. Atas setiap karyawan, kerugian dari tindakan kecurangan
dapat sebanyak 100 kali lebih besar pada perusahaan kecil daripada perusahaan
besar (Association of Certified Fraud Examiners, 2004; Wells, 2003).
Selain itu, kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan kecurangan
melampaui kerugian keuangan langsung. Kerusakan tersebut termasuk merugikan
hubungan eksternal bisnis, semangat kerja karyawan, reputasi perusahaan, dan
branding (PriceWaterhouseCoopers, 2003). Bahkan, beberapa efek dari tindakan
kecurangan, seperti reputasi perusahaan yang buruk, dapat memiliki dampak
jangka panjang (PricewaterhouseCoopers, 2003). Di samping meningkatnya
kejadian mengenai tindakan kecurangan dan berlakunya undang-undang baru anti-
tindakan kecurangan, namun usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk
3
memerangi tindakan kecurangan tidak berjalan dengan lancar dan hanya bersifat
formalitas (Andersen, 2004). Oleh karena itu, banyak perusahaan mencoba cara
baru dan berbeda untuk memerangi tindakan kecurangan (KPMG Forensik, 2003;
PriceWaterhouseCoopers, 2003).
Salah satu alasan bahwa entitas dari semua jenis mengambil langkah-
langkah lebih dan berbeda untuk melawan tindakan kecurangan adalah bahwa
pendekatan red flags dianggap tidak efektif, karena pendekatan ini terkenal
melibatkan penggunaan suatu daftar indikator tindakan kecurangan. Red flags
tidak meramalkan adanya tindakan kecurangan, tetapi merupakan kondisi yang
terkait dengan tindakan kecurangan. Red flags memberi tanda yang dimaksudkan
untuk memberitahukan auditor terhadap kemungkinan terjadinya aktivitas
tindakan kecurangan. Banyak komentator meragukan pendekatan red flags karena
dua keterbatasan (Krambia-Kardis, 2002):
1) red flags berhubungan dengan tindakan kecurangan, tetapi tidak dapat
mengungkapkan secara pasti (tidak menunjukkan hubungan asli), dan
2) karena memfokuskan perhatian pada tanda tertentu mungkin red flags
menghambat auditor internal dan auditor eksternal dari identifikasi alasan-
alasan lain bahwa tindakan kecurangan bisa terjadi (Krambia-Kardis,
2002).
Alasan kedua perlunya perusahaan mengambil langkah yang lebih baik
dan berbeda untuk melawan tindakan kecurangan adalah banyak perusahaan telah
menggunakan strategi tidak praktis dari pendeteksian tindakan kecurangan (Wells,
2004). Wells (2004) juga menerangkan bahwa ada strategi yang lebih layak
daripada pendeteksian tindakan kecurangan, yaitu pencegahan tindakan
kecurangan karena seringkali sulit untuk memulihkan kerugian akibat tindakan
kecurangan setelah mereka terdeteksi. Banyak perusahaan dan auditor mereka
menangani tindakan kecurangan berdasarkan kasus per kasus bukan dengan
menerapkan hal tersebut dalam rencana jangka panjang mereka.
Pertumbuhan kasus tentang tindakan kecurangan yang terjadi akhir-akhir
ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan yang sangat kuat untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan penelitian yang
4
lebih baik yang memungkinkan auditor untuk mencegah dan mendeteksi adanya
kondisi yang berpotensial menimbulkan tindakan kecurangan dengan teknik
beragam.
Penelitian persepsi manajer dan auditor eksternal mengenai efektivitas
metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan merupakan
replikasi dari penelitian Bierstaker, et al. (2006) dengan sampel 86 akuntan,
auditor internal dan para pemeriksa akuntan bersertifikasi yang betugas menelaah
tindakan kecurangan. Hasil penelitian Bierstaker menunjukkan bahwa firewall,
virus dan proteksi password, review pengendalian internal seta perbaikannya
cukup umum digunakan untuk memberantas dan mencegah kecurangan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada
model penelitian dan objek yang menjadi sampel penelitian. Penelitian ini
menggunakan sampel mahasiswa Magister Manajemen Universitas Diponegoro
yang merepresentasikan manajer dan auditor eksternal yang bekerja pada Kantor
Akuntan Publik (KAP) di Kota Semarang. Penelitian ini tidak hanya
mengeksplorasi persepsi manajer mengenai metode pendeteksian dan pencegahan
tindakan kecurangan keuangan, melainkan juga mengeksplorasi persepsi auditor
eksternal mengenai metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan
keuangan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengetahui persepsi manajer
dan auditor eksternal mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan
tindakan kecurangan keuangan, dirumuskan permasalahan berikut:
1. Apakah manajer dan auditor eksternal memiliki persepsi yang sama
mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan
kecurangan keuangan?
2. Prosedur atau teknik manakah yang diyakini efektif mengurangi tindakan
kecurangan keuangan?
3. Software atau teknologi manakah yang efektif mendeteksi dan mencegah
tindakan kecurangan keuangan?
5
2. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Persepsi
Teori ini termasuk dalam teori psikologis perilaku, bahwa persepsi
merupakan faktor psikologis yang mempunyai peranan penting dalam
mempengaruhi perilaku seseorang. Perbedaan persepsi sangat dipengaruhi oleh
interpretasi yang berbeda pada setiap individu atau kelompok (Mahmud, 1990).
Persepsi menurut Robbins (2008) adalah proses dimana individu mengatur
dan menginterpretasikan kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi
lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya dapat
berbeda dari realitas objektif. Perilaku individu didasarkan pada persepsi mereka
tentang kenyataan, bukan kenyatan itu sendiri.
Sejumlah faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang mengubah
persepsi. Faktor-faktor ini dapat terletak dalam diri pelaku persepsi, target yang
dipersepsikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut dibuat.
Faktor-faktor tersebut bila digambarkan akan tampak seperti pada gambar 2.1.
Ketika seorang individu melihat sebuah target dan mencoba
menginterpretasikannya, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai
karakteristik pribadi dari pelaku persepsi tersebut. Karakteristik target yang
diobservasi juga bisa mempengaruhi apa yang diartikan. Selain itu, konteks di
mana berbagai objek dan peristiwa itu dilihat juga penting.
Gambar 2.1
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Robbins
Faktor dalam Situasi
Waktu
Kejadian Tempat Kerja
Keadan Sosial
PERSEPSI
Faktor pada
Pemersepsi
Sikap
Motif
Kepentingan
Pengalaman
Pengharapan
Faktor pada Target
Hal Baru
Gerakan
Bunyi
Ukuran
Latar Belakang
Kedekatan
Sumber: Robbins, 2008
6
Berdasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yang
dikemukakan Robbins, pelaku persepsi dalam penelitian ini adalah manajer dan
auditor eksternal. Manajer dan auditor eksternal dapat memiliki persepsi yang
sama atau berbeda terhadap efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan
tindakan kecurangan berdasarkan faktor yang melatarbelakanginya, seperti sikap,
motivasi, kepentingan, pengalaman, pengharapan, serta situasi dan pengaruh dari
luar.
2.1.2 Teori The Fraud Triangle
Analisis mengenai red flags tidak akan terlepas dari pemahaman tentang
fraud. Seperti yang dinyatakan oleh Montgomery dkk. (dikutip Suartana dan
Kartana, 2008) bahwa ada fenomena segitiga kecurangan (the fraud triangle).
Konsep fraud triangle pertama kali diperkenalkan dalam SAS No. 99 yaitu
standar audit di Amerika Serikat yang terdiri dari tekanan, kesempatan dan
rasionalisasi.
Pertama, Tekanan yaitu insentif yang mendorong orang melakukan kecurangan
karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku
gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja
(Salman, 2005). Tekanan ini sesungguhnya mempunyai dua bentuk yaitu nyata
(direct) dan persepsi (indirect). Tekanan nyata disebabkan oleh kondisi faktual
yang dimiliki oleh pelaku seperti orang sering gambling atau menghadapi
persoalan-persoalan pribadi, sedangkan tekanan karena persepsi merupakan opini
yang dibangun oleh pelaku yang mendorong untuk melakukan kecurangan seperti
misalnya executive need.
Kedua, Kesempatan yaitu peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa
dapat menjalankan aksinya yang disebabkan oleh kontrol yang lemah,
ketidakdisplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme
audit, dan sikap apatis. Hal yang paling menonjol di sini adalah dalam hal kontrol.
Kontrol yang tidak baik akan memberi peluang orang untuk melakukan
kecurangan.
Ketiga, Rasionalisasi yaitu sikap yang ditunjukkan oleh pelaku dengan
melakukan justifikasi atas perbuatan yang dilakukan. Hal ini merujuk pada sikap,
7
karakter atau sistem nilai yang dianut oleh pelakunya. Rasionalisasi mengacu
pada fraud yang bersifat situasional. Sikap dan perilaku rasionalisasi bisa juga
akan melahirkan perilaku serakah.
Gambar 2.3
Sumber-sumber Fraud
2.2 Penelitian Terdahulu
Banyak penelitian sebelumnya yang mambahas tentang pencegahan
kecurangan dan metode pendeteksiannya sudah mengacu pada penerapan red
flags. Misalkan , Albrecht and Roomey (1986) dalam Bierstaker, et al. (2006)
yang menyatakan dalam sebuah survei tentang para praktisi auditor yang
menyatakan ada sekitar 31 standard yang berhubungan dengan pengendalian
internal dalam perusahaan dan dianggap sebagai prediktor adanya tindakan
kecurangan yang lebih baik. Survei yang dilakukan ini berbentuk daftar dengan 87
red flags.
Loebbecke and Willingham (1988) dalam Bierstaker, et al. (2006)
menawarkan sebuah model yang dapat mempertimbangkan probabilitas dari
adanya kesalahan penulisan pada laporan keuangan dikarenakan adanya tindakan
kecurangan yang mengandung tiga faktor berikut:
1. Tingkat di mana pihak berwenang dalam perusahaan memiliki alasan untuk
melakukan tindakan kecurangan di bidang manajemen.
2. Tingkat di mana terdapat kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan
kecurangan di bidang manajemen akan dilakukan.
3. Keberadaan pihak berwenang yang memiliki sikap atau seperangkat nilai-nilai
etika yang akan memfasilitasi kemungkinan terjadinya tindakan kecurangan.
Tekanan
Kesempatan Rasionalisasi
8
Pendekatan red flags digunakan untuk mengembangkan model konseptual
lain untuk mengevaluasi probabilitas adanya tindakan kecurangan (Loebbecke
and Willingham, 1989). Sebuah instrumen penelitian berupa survei yang
digunakan untuk menanyakan pada 277 rekan audit dari enam perusahaan besar.
Para peneliti menyimpulkan bahwa penilaian auditor terhadap pengendalian
internal klien signifikan untuk mengevaluasi probabilititas terjadinya tindakan
kecurangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Pincus (1989) mengungkapkan bahwa
auditor yang tidak menerapkan pendekatan daftar red flag akan memiliki kinerja
yang lebih baik dalam sebuah bentuk studi eksperimental. Dalam studi lain,
auditor dinyatakan memiliki pendapat yang berbeda mengenai tingkat risiko
terjadinya tindakan kecurangan yang diindikasikan dari berbagai indikator red
flag. Auditor dengan pengalaman terhadap klien yang berbeda dinyatakan
memiliki persepsi yang berbeda pula tentang indikator dari pendekatan red flag
(Hackenbrack, 1993).
Peneliti lain telah meneliti efektivitas dari berbagai prosedur audit dalam
mendeteksi tindakan kecurangan. Hylas and Ashton (1982) melakukan studi
empiris dengan 281 kesalahan yang memerlukan penyesuaian laporan keuangan
terhadap 152 audit. Para peneliti ini menyatakan bahwa prosedur review analitis
dan diskusi dengan klien akan memberikan perkiraan persentase besarnya
kesalahan yang terjadi.
Wright and Ashton (1989) meneliti efektivitas dari metode pendeteksian
tindakan kecurangan dari penyidikan terhadap klien, ekspektasi didasarkan pada
penelitian tahun sebelumnya, dan tinjauan analisis dari sampel sebanyak 186
tindakan yang melibatkan 368 penyesuaian audit. Peneliti ini menemukan bahwa
sekitar setengah dari kesalahan tersebut terjadi dan disinyalir dari adanya tiga
prosedur tercatat.
Blocher (1992) menemukan bahwa hanya empat dari 24 kasus tindakan
kecurangan kecurangan disinyalir melalui prosedur analitis. Calderon and Green
(1994) menemukan prosedur analitis merupakan sinyal awal dengan tingkat
persentase sebesar 15 persen dari 455 kasus tindakan kecurangan.
9
Kaminski and Wetzel (2004) melakukan sebuah uji longitudinal dengan
menggunakan beragam rasio keuangan pada 30 perusahaan yang saling
dipasangkan. Dengan menggunakan metodologi teori chaos, uji metriks dilakukan
untuk menganalisis perilaku dari data time-series. Para peneliti tidak menemukan
perbedaan dalam dinamika antara perusahaan yang melakukan tindakan
kecurangan dan perusahaan yang tidak melakukan tindakan kecurangan dengan
memberikan bukti adanya kemampuan rasio keuangan yang terbatas untuk
mendeteksi adanya tindakan kecurangan.
Apostolou, et al. (2001) melakukan survei terhadap 140 auditor internal
dan auditor eksternal terhadap faktor risiko adanya tindakan kecurangan yang
terdapat dalam SAS 82. Mereka membuat dokumentasi tentang karakteristik
manajemen sebagai prediktor yang paling signifikan atas tindakan kecurangan
yang diikuti dengan operasi perusahaan klien atau fitur stabilitas keuangan dan
kondisi industri.
Chen and Senneti (2005) menerapkan sebuah sistem audit yang strategis
dengan karakteristik industri yang spesifik dan terbatas serta menggunakan model
logistik regresi terhadap pasangan sampel dari 52 perusahaan yang diduga
melakukan tindakan kecurangan terhadap laporan keuangan oleh pihak SEC.
Model yang diperoleh berdasarkan tingkat prediksi secara keseluruhan sebesar 91
persen untuk perusahaan yang melakukan tindakan kecurangan dan perusahaan
yang tidak melakukan tindakan kecurangan.
Moyes and Baker (2003) melakukan sebuah survei terhadap praktisi
auditor tentang efektivitas dari metode pendeteksian tindakan kecurangan
terhadap 218 standar prosedur audit. Hasil yang diperoleh mengindikasikan
bahwa 56 dari 218 prosedur dianggap lebih efektif dalam mendeteksi tindakan
kecurangan. Secara umum, prosedur yang paling efektif adalah prosedur yang
memberikan bukti tentang keberadaan dan/atau kekuatan dari pengendalian
intrenal dalam perusahaan.
Survei yang dilakukan Biestaker, et al. (2006) terhadap 86 akuntan,
auditor internal dan para pemeriksa akuntan bersertifikasi yang bertugas menelaah
kecurangan, memperoleh hasil yang mengindikasikan bahwa penerapan metode
10
firewall, perlindungan terhadap virus dan sandi kunci (password), pengendalian
internal serta peningkatannya umumnya adalah metode yang paling sering
digunakan untuk memberantas dan mencegah adanya kecurangan. Sedangkan
penetapan sampel untuk pendeteksian, pengambilan data, akuntan forensik dan
analisis perangkat sofware digital tidak terlalu sering digunakan, meskipun
penggunaan metode ini memberikan tingkat efektivitas yang lebih tinggi. Secara
khusus, perusahaan menggunakan akuntan forensik dan analisis digital yang
paling jarang digunakan sebagai metode anti kecurangan yang memiliki nilai
mean terhadap efektivitas yang paling tinggi.
2.3 Pengembangan Hipotesis
2.3.1 Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal Mengenai Efektivitas
Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan
Keuangan
Dari banyak kasus kecurangan yang berhasil dibongkar selama ini dapat
disimpulkan bahwa siapapun bisa terbelit atau terlibat kecurangan, hanya
penyebabnya/pendorongnya saja yang berbeda. Manajer apalagi eksekutif
perusahaan, wajib memahami seluk-beluk kecurangan dalam operasional
perusahaan. Karena cara terbaik dalam mencegah kecurangan (korupsi) adalah
dengan memahami apa yang sebenarnya menjadi penyebabnya dan kemudian
mengeliminirnya. Fraud bisa terjadi dimana saja dan di lingkungan apa saja mulai
dari tingkatan yang paling tinggi sampai yang paling rendah dan oleh siapa saja.
Menurut SAS No. 53, The Auditor’s Responsibility to Detect and Report
Errors and Irregularities, yang menggantikan standar sebelumnya SAS No. 16,
menjelaskan bahwa tanggung jawab auditor eksternal adalah untuk mendeteksi
salah saji material. Hal ini dicapai dengan mendiskusikan karakteristik klien yang
disebut red flag – yang meningkatkan risiko salah saji material dan harus
meningkatkan sikap skeptisisme oleh auditor (Koroy, 2008).
Manajer dan auditor eksternal kemungkinan akan memiliki persepsi yang
sama mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan
kecurangan keuangan. Kemungkinan persamaan persepsi ini dikarenakan manajer
sebagai pihak dalam perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap pengendalian
11
internal perusahaan, kegiatan operasional perusahaan, serta menginginkan
perusahaannya bebas dari tindakan kecurangan keuangan, sehingga ia juga
bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya tindakan kecurangan pada
perusahaan; sedangkan auditor eksternal merupakan pihak independen yang
bertugas untuk mendeteksi adanya tindakan kecurangan. Karena terdapat
persamaan tanggung jawab untuk mengatasi adanya tindakan kecurangan
keuangan, maka manajer dan auditor eksternal akan memiliki persepsi yang sama.
Berdasarkan uraian di atas dapat dituliskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Terdapat persamaan persepsi antara manajer dan auditor eksternal
mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan
kecurangan keuangan.
3. Metode Penelitian
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1 Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel yang diukur dengan instrumen-
instrumen yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu, yaitu prosedur atau teknik
dan software atau teknologi pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan
keuangan.
3.1.2 Definisi Operasional
Metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan
dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan oleh
Bierstaker, et al. (2006). Terdiri dari 34 metode yang terbukti efektif untuk
mendeteksi dan mencegah tindakan kecurangan keuangan. Ke-34 metode ini telah
dipaparkan dalam telaah pustaka.
Untuk mengukur persepsi manajer dan auditor eksternal mengenai
efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan
menggunakan 8 sampai dengan 9 item pertanyaan mengenai profil responden, 25
item pertanyaan mengenai prosedur atau teknik pendeteksian tindakan kecurangan
keuangan keuangan dan 9 item pertanyaan mengenai software atau teknologi
untuk mendeteksi dan mencegah tindakan kecurangan keuangan. Instrumen yang
12
digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang diadopsi dan dimodifikasi
dari penelitian Bierstaker, et al. (2006). Masing-masing responden diminta untuk
menilai tingkat efektivitas menggunakan skala likert tujuh poin.
3.2 Penentuan Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Magister Manajemen
yang sedang menempuh pendidikan pada Universitas di Semarang dan auditor
eksternal yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang yang
terdaftar dalam direktori Kantor Akuntan Publik yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia tahun 2009. Pengambilan populasi ini dilakukan dengan alasan
bahwa mahasiswa Magister Manajemen dianggap merepresentasikan manajer,
sedangkan auditor eksternal adalah pihak independen yang bertugas untuk
mendeteksi adanya tindakan kecurangan keuangan.
3.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Magister Manajemen yang
sedang menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro, serta auditor eksternal
yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berasal
dari jawaban responden atas kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa
Magister Manajemen dan auditor eksternal yang memenuhi kriteria sampel.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data berasal dari skor total yang diperoleh dari pengisisan
kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa Magister Manajemen UNDIP dan
auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang.
3.4 Metode Analisis
3.4.1 Analisis Data
Pengujian hipotesis untuk penelitian ini dengan menggunakan Software
SPSS Statistics versi 17 for Windows, dimana metode yang dipilih adalah
Independent Sample t-Test atau uji beda t-test. Software tersebut dipilih dengan
13
alasan karena selama ini terbukti handal dalam membantu pengujian dan analisis
data dalam aktivitas penelitian.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini uji hipotesis dilakukan dengan Independent Sample t-
Test atau uji beda t-test. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan
Tabel 4.2 :
Tabel 4.1
Hasil Uji Hipotesis
(Prosedur atau Teknik Pendeteksian dan Pencegahan
Tindakan Kecurangan Keuangan)
Variabel
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Sig. (2-tailed)
P1 .298 .587 .998 .321
P2 .658 .420 2.183 .032
P3 3.153 .080 1.946 .056
P4 .214 .645 2.379 .020
P5 1.965 .165 .969 .336
P6 1.660 .202 1.729 .088
P7 3.978 .050 2.582 .012
P8 3.310 .073 -.746 .458
P9 .889 .349 -1.602 .113
P10 1.823 .181 1.575 .120
P11 1.566 .215 -.091 .928
P12 .003 .955 1.124 .265
P13 20.871 .000 3.572 .001
P14 1.078 .303 -.777 .440
P15 2.657 .107 .089 .929
P16 2.215 .141 -.764 .447
P17 .374 .543 .990 .326
P18 .949 .333 -.771 .443
P19 7.249 .009 3.032 .003
P20 .325 .571 .224 .824
P21 .418 .520 .309 .758
P22 10.536 .002 2.513 .014
14
P23 8.943 .004 2.209 .030
P24 .054 .816 .675 .502
P25 .217 .643 .260 .796
Ptotal .374 .543 1.435 .156
Sumber: Data primer diolah, 2011
Tabel 4.1 menunjukkan hasil uji beda antara manajer dan auditor eksternal
mengenai prosedur atau teknik pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan
keuangan. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa ada 7 variabel yang memiliki
perbedaan secara signifikan (p<0,05) antara persepsi manajer dan auditor
eksternal tentang efektivitas prosedur atau teknik pendeteksian dan pencegahan
tindakan kecurangan keuangan. Ketujuh variabel tersebut antara lain P2 (Review
terhadap pengendalian internal dan perbaikannya), P4 (Kontrak kerja), P7 (Review
terhadap bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan), P13 (Pelatihan
etika), P19 (Rotasi pegawai), P22 (Review keberadaan dan jumlah uang tunai) dan
P23 (Observasi persediaan).
Tabel 4.2
Hasil Uji Hipotesis
(Software atau Teknologi Pendeteksian dan Pencegahan
Tindakan Kecurangan Keuangan)
Variabel
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Sig. (2-tailed)
S1 .020 .887 1.471 .146
S2 .404 .527 .535 .594
S3 .367 .547 -.214 .831
S4 28.013 .000 2.782 .007
S5 3.279 .074 1.527 .131
S6 .099 .754 1.180 .242
S7 .293 .590 1.186 .239
S8 .780 .380 1.605 .113
S9 7.297 .009 .541 .590
Stotal 1.780 .186 1.460 .149
Sumber: Data primer diolah, 2011
Tabel 4.2 menunjukkan hasil uji beda antara manajer dan auditor
eksternal mengenai software atau teknologi pendeteksian dan pencegahan
tindakan kecurangan keuangan. Dari Tabel 4.16 dapat dilihat bahwa ada 1
15
variabel yang memiliki perbedaan secara signifikan (p<0,05) antara persepsi
manajer dan auditor eksternal tentang efektivitas prosedur atau teknik
pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan. Variabel tersebut
adalah S4 (Audit berkelanjutan).
4.1.1 Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal Mengenai Efektivitas
Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan
Dari hasil uji statistik di atas dapat dilihat bahwa secara umum manajer
dan auditor eksternal memiliki persepsi yang sama mengenai efektivitas metode
pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan. Hanya ada delapan
variabel yang memliki persepsi yang berbeda, yaitu P2 (Review terhadap
pengendalian internal dan perbaikannya), P4 (Kontrak kerja), P7 (Review terhadap
bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan), P13 (Pelatihan etika), P19
(Rotasi pegawai), P22 (Review keberadaan dan jumlah uang tunai), P23
(Observasi persediaan) dan S4 (Audit berkelanjutan).
Perbedaan persepsi muncul pada 8 variabel metode pendeteksian dan
pencegahan tindakan kecurangan keuangan dari total 34 variabel. Total 8 variabel
tersebut menunjukkan bahwa efektivitas dari metode tersebut dipandang efektif
oleh manajer, ternyata dipandang tidak efektif oleh auditor eksternal atau
sebaliknya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Rata-rata Perbedaan Persepsi antara Manajer dan Auditor Eksternal
mengenai Efektivitas Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan
Kecurangan Keuangan: Prosedur dan Software
Variabel Responden N Mean
P2 Manajer 36 6.03
Auditor Eksternal 39
5.54
P4 Manajer 36
5.75
Auditor Eksternal 39
5.15
P7 Manajer 36
6.06
Auditor Eksternal 39
5.41
P13 Manajer 36
5.69
Auditor Eksternal 39
4.64
P19 Manajer 36
5.78
16
Auditor Eksternal 39
4.90
P22 Manajer 36
6.03
Auditor Eksternal 39
5.26
P23 Manajer 36
5.86
Auditor Eksternal 39
5.15
S4 Manajer 36
6.00
Auditor Eksternal 39
5.28
Sumber: Data primer diolah, 2011
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa P2 (Review terhadap pengendalian
internal dan perbaikannya) dipandang efektif oleh manajer (mean 6,03) tetapi
dipandang agak efektif oleh auditor eksternal (mean 5,44). Hal ini terjadi pada
variabel lain seperti P4 (Kontrak kerja), P7 (Review terhadap bagian yang rawan
tindakan kecurangan keuangan), P13 (Pelatihan etika), P19 (Rotasi pegawai), P22
(Review keberadaan dan jumlah uang tunai), P23 (Observasi persediaan) dan S4
(Audit berkelanjutan) yang menunjukkan mean atau rata-rata manajer lebih besar
dibandingkan rata-rata auditor eksternal. Hal ini berarti 8 variabel tersebut
dipandang efektif oleh manajer tetapi dipandang agak efektif oleh auditor
eksternal.
Berdasarkan analisis tersebut, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan hasil
temuan ini menunjukkan terdapat persamaan persepsi antara manajer dan auditor
eksternal mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan
kecurangan. Maka untuk hipotesis dapat disimpulkan bahwa H1 diterima.
Alasannya karena, dengan melihat tingkat signifikansi pada Tabel 4.1 dan 4.2 dari
nilai t untuk Ptotal dan Stotal masing-masing sebesar 0,156 dan 0,149 lebih besar
dari p = 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat persamaan persepsi antara
manajer dan auditor eksternal mengenai efektivitas metode pendeteksian dan
pencegahan tindakan kecurangan.
4.1.2 Prosedur atau Teknik yang Diyakini Efektif Mengurangi Tindakan
Kecurangan Keuangan
Tabel 4.4 menunjukkan prosedur atau teknik pendeteksian dan pencegahan
tindakan kecurangan keuangan dengan persentase tingkat penggunaan yang
17
disusun berdasarkan tingkat efektivitasnya, mulai dari prosedur dengan tingkat
paling efektif hingga tingkat yang tidak efektif.
Tabel 4.4
Prosedur atau Teknik yang Diyakini Efektif Mengurangi
Tindakan Kecurangan Keuangan
(Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal)
Metode Pendeteksian dan
Pencegahan Tindakan Kecurangan
Keuangan
Persentase Efektivitas
Metode Rangking
Manajer Auditor
Eksternal
Prosedur atau Teknik Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan Keuangan
Kode etik perusahaan atau kebijakan
etika 97,22 92,31 5,844 1
Rekonsiliasi bank 88,89 84,62 5,791 2
Review terhadap pengendalian internal
dan perbaikannya 97,22 89,74 5,783 3
Review terhadap bagian yang rawan
tindakan kecurangan keuangan 100 84,62 5,733 4
Kebijakan untuk melaporkan tindakan
kecurangan keuangan 94,44 84,62 5,716 5
Audit kinerja (operational audits) 94,44 84,62 5,662 6
Review keberadaan dan jumlah uang
tunai 97,22 76,92 5,642 7
Meningkatkan peranan komite audit 91,67 87,18 5,565 8
Observasi persediaan 91,67 71,79 5,508 9
Kontrak kerja pegawai 94,44 84,62 5,452 10
Fraud Auditing 83,33 87,18 5,419 11
Pemasangan peralatan pengawas
(CCTV) 77,78 84,62 5,395 12
Rotasi pegawai 91,67 69,23 5,338 13
Meningkatkan perhatian pada manajer
senior 80,56 87,18 5,321 14
Pelatihan pencegahan dan pendeteksian
tindakan kecurangan keuangan 86,11 76,92 5,274 15
Pelatihan etika 94,44 58,97 5,168 16
Departemen keamanan (satuan
pengamanan) 80,56 79,49 5,161 17
Mengecek latar belakang pegawai 86,11 66,67 4,987 18
Penerapan akuntansi forensik oleh
perusahaan 66,67 71,79 4,933 19
Pengawasan terhadap korespondensi
elektronik 63,89 71,79 4,861 20
Program konseling pegawai 63,89 64,10 4,803 21
Kode pemberian sanksi terhadap
pemasok/kontraktor 58,33 69,23 4,648 22
Petugas atau bagian khusus yang 58,33 61,54 4,509 23
18
menangani etika (pejabat)
Hot line service untuk melaporkan
tindakan kecurangan keuangan 52,78 66,67 4,474 24
Kebijakan yang berkaitan dengan
adanya whistle-blowing 38,89 64,10 4,149 25
Sumber: Data primer diolah, 2011
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa prosedur yang paling banyak
digunakan menurut manajer adalah review terhadap bagian yang rawan tindakan
kecurangan keuangan (100%), kode etik perusahaan atau kebijakan etika
(97,22%), review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya (97,22%),
review keberadaan dan jumlah uang tunai (97,22%) dan kebijakan untuk
melaporkan tindakan kecurangan keuangan (94,44%). Sedangkan prosedur yang
sedikit atau jarang digunakan adalah kebijakan yang berkaitan dengan adanya
whistle-blowing (38,89%), hot line service untuk melaporkan tindakan kecurangan
keuangan (52,78%), kode pemberian sanksi terhadap pemasok/kontraktor
(58,33%), petugas atau bagian khusus yang menangani etika (pejabat) (58,33%)
dan pengawasan terhadap korespondensi elektronik (63,89%).
Menurut auditor eksternal prosedur yang paling banyak digunakan oleh
auditor eksternal adalah kode etik perusahaan atau kebijakan etika (92,31%),
review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya (89,74%), meningkatkan
peranan komite audit (87,18%), fraud auditing (87,18%) dan meningkatkan
perhatian pada manajer senior (87,18%). Sedangkan prosedur yang sedikit atau
jarang digunakan adalah pelatihan etika (58,97%), petugas atau bagian khusus
yang menangani etika (pejabat) (61,54%), kebijakan berkaitan dengan adanya
whistle-blowing (64,10%), program konseling pegawai (64,10%) dan hot line
service untuk melaporkan tindakan kecurangan (66,67%).
Selain terdapat perbedaan untuk penggunaan prosedur pendeteksian dan
pencegahan tindakan kecurangan keuangan, juga terdapat perbedaan untuk tingkat
efektivitas masing-masing prosedur tersebut. Prosedur dengan tingkat efektivitas
tertinggi adalah kode etik perusahaan atau kebijakan etika (5,844), rekonsiliasi
bank (5,791), review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya (5,783),
review terhadap bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan (5,733) dan
kebijakan untuk melaporkan tindakan kecurangan keuangan (5,716).
19
4.4.3 Software atau Teknologi yang Efektif Mendeteksi dan Mencegah
Tindakan Kecurangan Keuangan
Tabel 4.5 menunjukkan software atau teknologi pendeteksian dan
pencegahan tindakan kecurangan keuangan dengan persentase tingkat penggunaan
yang disusun berdasarkan tingkat efektivitasnya, mulai dari sofware dengan
tingkat paling efektif hingga tingkat yang tidak efektif.
Tabel 4.5
Software atau Teknologi yang Efektif Mendeteksi dan Mencegah Tindakan
Kecurangan Keuangan
(Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal)
Metode Pendeteksian dan
Pencegahan Tindakan Kecurangan
Keuangan
Persentase Efektivitas
Metode Rangking
Manajer Auditor
Eksternal
Software atau Teknologi Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan Keuangan
Perlindungan password 97,22 94,87 5,886 1
Perlindungan terhadap virus 94,44 89,74 5,673 2
Perlindungan dengan metode firewall 94,44 87,18 5,649 3
Audit berkelanjutan 100 74,36 5,641 4
Rasio keuangan 94,44 82,05 5,635 5
Seleksi pemakaian software dengan
ketat 86,11 94,87 5,457 6
Penggalian data (Data mining) 88,89 82,05 5,390 7
Penggunaan sampel untuk menemukan
kecurangan keuangan 88,89 79,49 5,249 8
Analisis digital 72,22 71,79 5,066 9
Sumber: Data primer diolah, 2011
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa software yang banyak digunakan
menurut manajer di dalam perusahaannya adalah audit berkelanjutan (100%),
perlindungan password (97,22%) dan perlindungan terhadap virus (94,44%).
Sedangkan software yang sedikit atau jarang digunakan adalah analisis digital
(72,22%), seleksi pemakaian software dengan ketat (86,11%) dan penggunaan
sampel untuk menemukan kecurangan keuangan (88,89%).
Menurut auditor eksternal software yang banyak digunakan adalah
perlindungan password (94,87%), seleksi pemakaian software dengan ketat
(94,87%) dan perlindungan terhadap virus (89,74%). Sedangkan software yang
sedikit atau jarang digunakan adalah analisis digital (71,79%), audit berkelanjutan
20
(74,36%) dan penggunaan sampel untuk menemukan kecurangan keuangan
(79,49%).
Selain terdapat perbedaan untuk penggunaan software pendeteksian dan
pencegahan tindakan kecurangan keuangan, juga terdapat perbedaan untuk
tingkat efektivitas masing-masing software tersebut. Software dengan tingkat
efektivitas tertinggi adalah perlindungan password (5,886), perlindungan terhadap
virus (5,6 73) dan perlindungan dengan metode firewall (5,649).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal Mengenai Efektivitas
Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan
Berdasarkan analisis di atas, pada hasil uji hipotesis pada Tabel 4.1 dan
4.2 menunjukkan bahwa secara keseluruhan hasil temuan penelitian ini adalah
tidak signifikan, yang berarti bahwa terdapat persamaan persepsi antara manajer
dan auditor eksternal. Dari total 34 variabel metode pendeteksian dan pencegahan
tindakan kecurangan, hanya 8 variabel yang memiliki persepsi yang berbeda.
Kedelapan variabel tersebut antara lain, P2 (Review terhadap pengendalian
internal dan perbaikannya), P4 (Kontrak kerja), P7 (Review terhadap bagian yang
rawan tindakan kecurangan keuangan), P13 (Pelatihan etika), P19 (Rotasi
pegawai), P22 (Review keberadaan dan jumlah uang tunai), P23 (Observasi
persediaan) dan S4 (Audit berkelanjutan).
Adanya persamaan maupun perbedaan persepsi antara manajer dan auditor
eksternal dapat disebabkan karena terdapat perbedaan tingkat pendidikan dari
masing-masing responden, selain itu dipengaruhi juga oleh pengalaman kerja,
serta latar belakang dari masing-masing responden. Secara teoritis, hal ini sesuai
dengan teori persepsi yang dikemukakan oleh Robbins (2008) bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi dapat terletak dalam diri pelaku persepsi (sikap,
motif, kepentingan, pengalaman, dan pengharapan), target yang dipersepsikan (hal
baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan), dan situasi di mana
persepsi tersebut dibuat (waktu, kejadian tempat kerja, dan keadaan sosial).
21
4.2.2 Prosedur atau Teknik yang Diyakini Efektif Mengurangi Tindakan
Kecurangan Keuangan
Berdasarkan analisis hasil uji hipotesis pada Tabel 4.4, hasil temuan
penelitian ini adalah bahwa prosedur atau teknik, seperti kode etik perusahaan
atau kebijakan etika, rekonsiliasi bank, review terhadap pengendalian internal dan
perbaikannya, review terhadap bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan,
dan kebijakan untuk melaporkan tindakan kecurangan keuangan diyakini efektif
mengurangi tindakan kecurangan keuangan. Prosedur yang efektif dan yang
paling banyak digunakan untuk mengurangi tindakan kecurangan keuangan
adalah review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya.
Banyaknya kasus-kasus mengenai tindakan kecurangan keuangan yang
belakangan ini terjadi, dapat dijelaskan oleh teori the fraud triangle. Menurut teori
the fraud triangle, tindakan kecurangan dapat timbul karena tiga faktor, yaitu
tekanan, kesempatan dan rasionalisasi. Karena adanya tekanan, seperti tuntutan
gaya hidup, ketidakmampuan dalam keuangan, mencoba-coba untuk mengalahkan
sistem dan ketidakpuasan kerja menjadi pemicu seseorang untuk melakukan
tindakan kecurangan. Tekanan didukung dengan kesempatan yang ada, seperti
kontrol perusahaan yang lemah, kelemahan dalam mengakses informasi dan tidak
ada mekanisme audit menyebabkan pelaku dengan leluasa dapat menjalankan
aksinya. Selain itu, sikap, karakter dan perilaku rasionalisasi dapat melahirkan
perilaku serakah yang kemudian menjadi salah satu faktor timbulnya tindakan
kecurangan. Oleh karena itu, diperlukan suatu prosedur yang efektif yang mampu
mengurangi terjadinya tindakan kecurangan.
Berdasarkan pada teori tersebut, kode etik perusahaan atau kebijakan etika
merupakan prosedur yang dinilai efektif dapat mengurangi tindakan kecurangan
yang disebabkan karena faktor rasionalisasi. Rasionalisasi berhubungan dengan
sikap/perilaku seorang individu. Perilaku individu dalam pekerjaannya dapat
dibentuk melalui kode etik yang berlaku dalam perusahaan. Faktor lain seseorang
melakukan tindakan kecurangan karena ada kesempatan yang mendukungnya.
Kesempatan tersebut dapat diminimalisir dengan penerapan prosedur, seperti
review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya, review terhadap bagian
22
yang rawan tindakan kecurangan keuangan dan kebijakan untuk melaporkan
tindakan kecurangan keuangan.
Tingkatan efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan
kecurangan keuangan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan Bierstaker et al. (2006). Dalam penelitiannya, penerapan akuntansi
forensik, fraud auditing dan rekonsiliasi bank termasuk dalam top ten metode
yang efektif. Sedangkan dalam penelitian ini yang termasuk dalam top ten metode
yang efektif adalah kode etik perusahaan, rekonsiliasi bank, review terhadap
pengendalian internal dan perbaikannya, review terhadap bagian yang rawan
tindakan kecurangan keuangan, kebijakan untuk melaporkan tindakan kecurangan
keuangan dan audit kinerja (operational audits).
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Loebbecke and
Willingham (1989) yang menemukan bahwa pengendalian internal signifikan
untuk mengevaluasi probabilitas terjadinya tindakan kecurangan. Hal ini juga
konsisten dengan penelitian Bierstaker, et al. (2006) yang menyatakan
pengendalian internal serta perbaikannya merupakan metode yang paling sering
digunakan untuk memberantas dan mencegah tindakan kecurangan.
4.2.3 Software atau Teknologi yang Efektif Mendeteksi dan Mencegah
Tindakan Kecurangan Keuangan
Berdasarkan analisis hasil uji hipotesis pada Tabel 4.5, hasil temuan
penelitian ini adalah perlindungan password, perlindungan terhadap virus, dan
perlindungan dengan metode firewall merupakan software yang efektif dan umum
digunakan untuk mendeteksi dan mencegah tindakan kecurangan keuangan.
Kecurangan bermula dari hal yang kecil, kemudian membesar dan pada
akhirnya akan merugikan perusahaan. Untuk itu, perlu ada semacam program
terstruktur serta tertata baik, dapat berupa software atau teknologi untuk menekan
praktik kecurangan. Tujuan utamanya adalah mencegah dan mendeteksi
kecurangan serta melakukan langkah penyelamatan kerugian yang tidak
diinginkan (Supriadi, 2010).
Berdasarkan teori the fraud triangle, software seperti, perlindungan
password, perlindungan terhadap virus, dan perlindungan dengan metode firewall
23
merupakan software yang dapat mencegah timbulnya tindakan kecurangan dari
faktor kesempatan. Kesempatan untuk melakukan tindakan kecurangan
disebabkan karena kontrol yang lemah dan kelemahan dalam mengakses
informasi. Ketiga software tersebut dapat menjadi kontrol yang baik agar
seseorang tidak dapat mengakses info penting perusahaan secara leluasa.
Tingkatan efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan
kecurangan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
Bierstaker et al. (2006). Dalam penelitiannya, perlindungan terhadap virus,
perlindungan dengan metode firewall, seleksi pemakaian software dengan ketat,
penggalian data (data mining), perlindungan password, audit berkelanjutan dan
analisis digital merupakan metode yang termasuk dalam top ten metode yang
efektif. Sedangkan dalam penelitian ini yang termasuk dalam top ten metode yang
efektif adalah perlindungan password, perlindungan terhadap virus dan
perlindungan dengan metode firewall.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Bierstaker, et al. (2006)
yang menunjukkan bahwa penerapan metode firewall, perlindungan terhadap
virus dan proteksi password paling sering digunakan untuk memberantas dan
mencegah kecurangan.
5. Penutup
5.1.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data pada hasil dan pembahasan, penelitian ini
menghasilkan kesimpulan sebagai berikut.
1. Secara keseluruhan hasil temuan penelitian ini adalah bahwa tidak terdapat
perbedaan persepsi antara manajer dan auditor eksternal tentang efektivitas
metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan. Dari total 34
variabel metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan, hanya 9
variabel yang memiliki persepsi yang berbeda. Kesembilan variabel tersebut
antara lain, P2 (Review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya), P3
(Mengecek latar belakang pegawai), P4 (Kontrak kerja), P7 (Review terhadap
bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan), P13 (Pelatihan etika),
24
P19 (Rotasi pegawai), P22 (Review keberadaan dan jumlah uang tunai), P23
(Observasi persediaan) dan S4 (Audit berkelanjutan).
2. Prosedur atau teknik yang efektif mengurangi tindakan kecurangan keuangan
antara lain, kode etik perusahaan atau kebijakan etika, rekonsiliasi bank,
review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya, review terhadap
bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan, dan kebijakan untuk
melaporkan tindakan kecurangan keuangan. Prosedur yang efektif dan yang
paling banyak digunakan untuk mengurangi tindakan kecurangan keuangan
adalah review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya.
3. Perlindungan password, perlindungan terhadap virus, dan perlindungan
dengan metode firewall merupakan software yang efektif dan umum
digunakan untuk mendeteksi dan mencegah tindakan kecurangan keuangan.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Cakupan penelitian ini dibatasi oleh ukuran dan jumlah sampel, di mana
responden terbatas hanya pada manajer dan auditor eksternal yang bekerja di
Kantor Akuntan Publik di Semarang. Tidak banyak auditor eksternal yang
bersedia menjadi sampel sehingga kurang dapat digeneralisasikan.
5.3 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya yang akan mengambil tema sama adalah
dengan memperluas sampel dan jumlah responden. Hal ini dapat dilakukan
dengan memperbanyak sampel Kantor Akuntan Publik dan dengan
memperluas lokasi Kantor Akuntan Publik yang dijadikan objek
penelitian.
2. Penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi penggunaan metode
pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan oleh anggota
lain dari profesi akuntansi seperti praktisi pajak.
25
DAFTAR PUSTAKA
Albrecht, W. 1996. Employee Fraud. The Internal Auditor, 26-37.
Amrizal. 2004. “Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan Oleh Internal
Auditor.” http://www.bpkp.go.id/unit/investigasi/cegah_deteksi.pdf
Apostolou, B., J. Hassell, S. Webber, dan G. Sumners. 2001. “The Relative
Importance of Management Fraud Risk Factors.” Behavioral Research in
Accounting, Vol. 13, h. 1-24.
Association of Certified Fraud Examiners, 2004, Report to the Nation:
Occupational Fraud and Abuse, Austin, TX.
Berry, L. E. 1983. “Coordinating Total Audit Coverage: Trend and Practices. The
Institute of Internal Auditors Research Foundation, Vol. 24.
Bierstaker, James L., R. G. Brody, and C. Pacini. 2006, “Accountants’
Perceptions Regarding Fraud Detection and Prevention Methods.”
Managerial Auditing Journal, Vol. 21 No. 5, h. 520-535.
Blocher, E. 1992. The Role of Analytical Procedures in Detecting Management
Fraud. Institute of Management Accountants, Montvale, NJ.
Budi, S. 2008. “Internal Auditor dan Dilema Etika”. Ringkasan Penelitian,
http://www.theakuntan.com/riset/internal-auditor-dan-dilema-etika/-31k.
Calderon, T.G. and Green, B.P. 1994. “Signaling Fraud by Using Analytical
Procedures.” Ohio CPA Journal, Vol. 53 No. 2, h. 27-38.
Chen, C. and Sennetti, J. 2005. “Fraudulent Financial Reporting Characteristics of
The Computer Industry Under A Strategic-Systems Lens.” Journal of
Forensic Accounting, Vol. VI No. 1, h. 23-54.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS (Edisi
III). Semarang: Badan Penerbit Undip.
Gramling, A. dan P.M. Myers. 1997. “Practicioners’ and User’s Perceptions of
The Benefits Certification of Internal Auditors.” Accounting Horizons,
Vol. 11.
Hackenbrack, K. 1993. “The Effect of Experience with Different Sized Clients on
Auditor Evaluations of Fraudulent Financial Reporting Indicators.”
Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 12, h. 99-110.
Haugen, Susan and Selin, J.Roger. 1999. “Identifying and Controlling Computer
Crime An Employee Fraud.” Industrial Management & Data Systems
99/8, h.340-344.
Hylas, R.E. and Ashton, R. 1982. “Audit Detection of Financial Statement
Errors.” The Accounting Review, Vol. 57 No. 4, h. 751-65.
Kaminski, K. and T.S. Wetzel. 2004. “Financial Ratios and Fraud: An
Exploratory Study Using Chaos Theory.” Journal of Forensic Accounting,
Vol. V No. 1, h. 147-72.
Koroy, Tri Ramaraya. 2008. “Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan
Keuangan oleh Auditor Eksternal.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.
10, No. 1, h. 22-33.
Loebbecke, J.K., Eining, M.M. dan Willingham, J.J. 1989. “Auditors’ Experience
with Material Irregularities: Frequency, Nature, and Detect-ability.”
Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 9, h. 1-28.
26
Moyes, G. dan Baker, C.R. 2003. “Auditors’ Beliefs about The Fraud Detection
Effectiveness of Standard Audit Procedures.” Journal of Forensic
Accounting, Vol. IV No. 2, h. 199-216.
Pincus, K. 1989. “The Efficacy of A Red Flags Questionnaire for Assessing The
Possibility of Fraud.” Accounting, Organizations, and Society, Vol. 14,
h.153-63.
Robbins, Stephen P., 2008, Perilaku Organiasi (Edisi 12). Jakarta: Salemba
Empat.
Salman, Khairansyah. 2005. “Audit Investigatif; Metoda Efektif dalam
Pengungkapan Kecurangan.” Makalah Seminar Nasional Auditing
Forensik, PPA UGM, Yogyakarta.
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods For Business (4th ed). United States of
America: John Wiley & Sons, Inc.
Sofjan, Irwan. 2005. “Fraud Detection, Prevention and Investigative Audit – an
Overview.” Makalah Seminar Nasional Auditing Forensik, PPA UGM,
Yogyakarta.
Suartana, I Wayan dan Kartana, I Wayan. 2008. “Pengalaman Audit, Red Flags,
dan Urutan Bukti.” Paper disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi
11,
Supono dan Yulianto, Agus. 2007. Audit Berpeduli Risiko. Bogor: Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP.
Supriadi. 2010. “Pentingnya Bank Memiliki Program Pencegahan Kecurangan”.
http://excellent-lawyer.blogspot.com/2010/04/membebaskan-perbankan-
nasional-dari.html
Thompson, C. Jr. 1992. ”Fraud'”. Internal Auditor, August, h. 19-23.
Tunggal, Amin Widjaja. 1992. Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing).
Jakarta: Rineka Cipta.
___________________. 2005. Audit Kecurangan (Suatu Pengantar). Jakarta:
Harvindo.
Wright, A. and Ashton, R. 1989. “Identifying Audit Adjustments with
Attentiondirecting Procedures.” The Accounting Review, Vol. 64 No. 4, h.
710-728.