+ All Categories
Home > Documents > Sken 1 B-11 Demam Typhoid

Sken 1 B-11 Demam Typhoid

Date post: 24-Nov-2015
Category:
Upload: wijayahadi
View: 75 times
Download: 7 times
Share this document with a friend
57
WRAP UP Skenario 1 Demam sore hari Disusun oleh KELOMPOK B8 Ketua : Rais kamal (1102013242) Sekretaris : Riesha Amanda fitria (1102013250) Anggota : Raihan alhazmi (1102013243) Reynaldi Fattah Z (1102013246) Rezki ramadhan (1102013247) Rezky dwiputra (1102013248) Rian nurdiansyah (1102013249) Silvi nadia (1102013272) Sinta dwi maharani (1102013273)
Transcript

WRAP UP Skenario 1Demam sore hari

Disusun oleh

KELOMPOK B8

Ketua : Rais kamal (1102013242)Sekretaris : Riesha Amanda fitria(1102013250)Anggota :Raihan alhazmi(1102013243)Reynaldi Fattah Z(1102013246) Rezki ramadhan(1102013247)Rezky dwiputra(1102013248)Rian nurdiansyah(1102013249) Silvi nadia(1102013272)Sinta dwi maharani(1102013273)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2013/2014

DAFTAR PUSTAKASkenario 11Hipotesa...2Definisi Salmonella.3Morfologi Salmonella..4Klasifikasi Salmonella.5Siklus Hidup Salmonella.7Cara penularan.8Definisi demam9Jenis dan pola demam.10Mekanisme demam.....11Etiologi demam...12Definisi Typhoid Fever13Etiologi Typhoid Fever14Pathogenesis Typhoid Fever.15Manifestasi Typhoid Fever...16Diagnosis Typhoid Fever..18Penata laksanaan Typhoid Fever....20Pencegahan Typhoid Fever....21Komplikasi Typhoid Fever23Prognosis Typhoid Fever...24Epidemiologi Typhoid Fever.25Antibiotik Kloramfenikol.............................................................................................26Antibiotik Aminopenisilin...........................................................................................31Antibiotik Sefalosporin................................................................................................34Antibiotik Kuinolon dan Fluorokuinolon....................................................................35Daftar Pustaka.............................................................................................................37

SKENARIO 1:

DEMAM SORE HARI Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia ( pengukuran jam 20.00 WIB ), lidah terlihat typhoid tongue. Pemeriksaan Tes Widal didapatkan titer anti -salmonella typhi O meningkat. Pasien tersebut bertanya kepada dokter apa diagnosis dan cara penanganannya.

1Hipotesa

Demam adalah gangguan mekanisme tubuh yang disebabkan oleh salah satu bakteri Salmonella spYang dapat menyebabkan typhoid fever dan dapat di diagnosis melalu pemeriksaan widal untuk memeriksa antigen O,H,Vi bila demam berlanjut dapat menyebabkan komplikasi

2SASARAN BELAJARLI.1 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Salmonella enthericaLO 1.1 Definisi SalmonellaSalmonella adalah bakteri batang gram negatif bersifat motil, tidakberspora dengan panjang 1,0 sampai 3,0 m dan lebar 0,8 sampai 1,0 m. Jikadilakukan pewarnaan gram maka pada pemeriksaan mikroskopis akan tampakbatang berwarna merah muda. Dapat memfermentasikan glukosa,memproduksi gas serta tidak memfermentasikan laktosa dan sukrosa.Sebagian besar Salmonella menghasilkan H2S. Patogen terhadap manusia ataubinatang bila tertelan (J. Ernest, 1992).

3LO 1.2 Morfologi Salmonella

Berbentuk batang, tidak berspora, bersifat negatif pada pewarnaan Gram. Ukuran Salmonella bervariasi 13,5 m x 0,50,8 m. Besar koloni rata-rata 24 mm. Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrik. Tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 1541oC (suhu pertumbuhan optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 68. Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu. Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN. Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa. Menghasikan H2S. Dinding sel nya terdiri atas murein, lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida (LPS) dan tersusun sebagai lapisan-lapisan (Dzen, 2003). Antigen O: bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigan O resisten terhadap panas dan alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama adalah IgM. Antigen Vi atau K: terletak di luar antigen O, merupakan polisakarida dan yang lainnya merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O, dan dapat berhubungan dengan virulensi. Dapat diidentifikasi dengan uji pembengkakan kapsul dengan antiserum spesifik. Antigen H: terdapat di flagel dan didenaturasi atau dirusak oleh panas dan alkohol. Antigen dipertahankan dengan memberikan formalin pada beberapa bakteri yang motil. Antigen H beraglutinasi dengan anti-H dan IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagel (flagelin). Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi antigen O.

4LO 1.3 Klasifikasi Salmonella

Ada 4 spesies Salmonella sp yang patogen terhadap manusia, yaitu:a. Salmonella thypiPada media TSIA, membuat alkali pada lereng, asam pada dasarmedia dan membentuk endapan H2S pada dasar media serta tidakmembentuk gas.b. Salmonella parathypi AMedia MC membentuk koloni transparan. Pada media TSIAmembentuk alkali pada lereng, asam pada dasar media, tidakmembentuk H2S pada dasar media dan membentuk gas.c. Salmonella parathypi BMedia MC membentuk koloni transparan. Pada media TSIAmembentuk alkali pada lereng, asam pada dasar media, membentukendapan H2S pada dasar media dan membentuk gas.d. Salmonella parathypi CMedia MC membentuk koloni transparan. Pada media TSIAmembentuk alkali pada lereng, asam pada dasar media, membentukendapan H2S pada dasar media dan membentuk gas. (Gerrad B, 1992).

Walaupun begitu banyak serotip dari Salmonella, namun telah disepakati bahwa hanya terdapat dua spesies, yakni S. bongori dan S. enterica dengan enam subspesies (tabel 2.1). Tabel 2.1 Klasifikasi spesies dan subspesies Salmonella Spesies Subspesies

Salmonella enterica S. enteric subsp. enteric (I) S. enteric subsp. salamae (II) S. enteric subsp. arizonae (IIIa) S. enteric subsp. diarizonae (IIIb) S. enteric subsp. houtenae (IV) S. enteric subsp. indica (VI)

Salmonella bongori (V)

Klasifikasi Salmonella terbentuk berdasarkan dasar epidemiologi, jenis inang, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, V ataupun K. Antigen yang paling umum digunakan untuk Salmonella adalah antigen O dan H. Antigen O, berasal dari bahasa Jerman (Ohne), merupakan susunan senyawa lipopolisakarida (LPS). LPS mempunyai tiga region. Region I merupakan antigen O-spesifik atau antigen dinding sel. Antigen ini terdiri dari unit-unit oligosakarida yang terdiri dari tiga sampai empat monosakarida. Polimer ini biasanya berbeda antara satu isolat dengan isolat lainnya, itulah sebabnya antigen ini dapat digunakan untuk menentukan subgrup secara serologis. Region II merupakan bagian yang melekat pada antigen O, merupakan core polysaccharide yang konstan pada genus tertentu. Region III adalah lipid A yang melekat pada region II dengan ikatan dari 2-keto-3-deoksioktonat (KDO). Lipid A ini memiliki unit dasar yang merupakan disakarida yang menempel pada lima atau enam asam lemak. Bisa dikatakan lipid A melekatkan LPS ke lapisan murein-lipoprotein dinding sel (Dzen, 2003). Antigen H merupakan antigen yang terdapat pada flagela dari bakteri ini, yang disebut juga flagelin. Antigen H adalah protein yang dapat dihilangkan dengan pemanasan atau dengan menggunakan alkohol. Antibodi untuk antigen ini terutamanya adalah 5IgG yang dapat memunculkan reaksi aglutinasi. Antigen ini memiliki phase variation, yaitu perubahan fase salam satu serotip tunggal. Saat serotip mengekspresikan antigen H fase-1, antigen H fase-2 sedang disintesis (Chart, 2002). Antigen K berasal dari bahasa Jerman, kapsel. Antigen K merupakan antigen kapsul polisakarida dari bakteri enteric (Dzen, 2003). Antigen ini mempunyai berbagai bentuk sesuai genus dari bakterinya. Pada salmonella, antigen K dikenal juga sebagai virulence antigen (antigen Vi). Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, antigen menentukan klasifikasi dari Salmonella, yakni ke dalam serogrup dan serotipnya seperti contoh pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Contoh penggolongan dengan menggunakan antigen Antigen O Antigen O Antigen H Antigen

grup Fase-2

Fase-1 K

S. enteriditis bioserotip parathypi A bioserotip parathypi B bioserotip parathypi c A B C 1,2,12 1,4,5,12 6,7 a b c - 1,2 1,5 - - Vi

S. typhi D 9,12 d - Vi

Demikian banyaknya serotip dari Salmonella, namun hanya Salmonella typhi, Salmonella cholera, dan mungkin Salmonella paratyphi A dan Salmonella parathypi B yang menjadi penyebab infeksi utama pada manusia. Infeksi bakteri ini bersumber dari manusia, namun kebanyakan Salmonella menggunakan binatang sebagai reservoir infeksi pada manusia, seperti babi, hewan pengerat, ternak, kura-kura, burung beo, dan lain-lain. Dari beberapa jenis salmonella tersebut di atas, infeksi Salmonella typhi merupakan yang tersering (Brooks, 2005). Salmonella typhi Penamaan yang umum digunakan, seperti Salmonella typhi sebenarnya tidak benar. Taksonomi S. typhi adalah sebagai berikut. Phylum : Eubacteria Class : Prateobacteria Ordo : Eubacteriales Family : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella Species : Salmonella enterica Subspesies : enteric (I) Serotipe : typhi Karena itu, penamaan yang benar adalah S. enterica subgrup enteric serotip typhi, ataupun sering dipersingkat dengan S. enteric I ser. typhi. Namun penamaan Salmonella typhi telah umum digunakan karena lebih sederhana sehingga penamaan ini lebih sering digunakan dalam tulisan ini. 6LO 1.4 Siklus Hidup Salmonella

Salmonella merupakan bakteri batang gram-negatif. Karena habitat aslinya yang berada di dalam usus manusia maupun binatang, bakteri ini dikelompokkan ke dalam enterobacteriaceae. Isolasi dari mikroorganisme Salmonella pertama sekali dilaporkan pada tahun 1884 oleh Gaffky dengan nama spesies Bacterium thyposum. Kemudian, pada tahun 1886 perkembangan nomenklatur semakin kompleks karena peranan Salmon dan Smith serta sempat menjadi bahan pembicaraan yang rumit. Bahkan dalam perkembangannya, Salmonella menjadi bakteri yang paling kompleks dibandingkan enterobacteriacea lain, oleh karena bakteri ini memiliki lebih dari 2400 serotipe dari antigen bakteri ini.

Penyebaran dan Siklus hidup Salmonella enterica Infeksi terjadi dari memakan makanan yang tercontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Sal. typhimurium dari organisme pembawa (hosts). Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimurium menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak. Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya terdapat kumpulan Sal. typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu- minggu atau berbulan-bulan. Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

7

LO 1.5 Cara Penularan Melalui makanan atau minuman yang sudah tercemar oleh bakteri Salmonella. Pada penderita Tifus, terdapat bakteri samonella pada aliran darah dan usus yang kemudian akan dikeluarkan melalui kotoran. Penderita dapat menularkan penyakit ini apabila penderita meyajikan, dan memasak makanan atau memegang barang-barang yang biasanya digunakan untuk makan tanpa mencuci tangan dengan bersih terlebih dahulu.Bisa juga disebabkan karena air yang diminum atau yang dipakai untuk mencuci pealatan makan seperti piring, gelas dan sebagainya atau mencuci sayur dan buah-buahan sudah tercemar oleh bakteri.Salmonella paratyphi terjadi secara sporadis dengan penjangkitan yang terbatas dan hanya terjadi pada manusia. Bakteri ini menular melalui kontak langsung maupun tak langsung dengan tinja atau melalui urin pada pasien penderita namun hal tersebut jarang ditemukan. Media penularan Salmonella paratyphi dapat juga melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh bakteri tersebut terutama susu, produk susu maupun perikanan, bisa juga tercemar melalui tangan kotor ataupun lalat yang mungkin menyebabkan kontaminasi. Beberapa penularan yang berhubungan dengan ketersediaan air telah didokumentasikan. Periode inkubasinya antara 1 hingga 3 minggu. Salmonella paratyphi dikeluarkan melalui tinja dari manusia atau binatang yang terinfeksi. Kontaminasi tinja dari air tanah atau air permukaan juga air olahan yang tidak layak dalam pemrosesannya serta air minum yang tak layak untuk dipakai menjadi penyebab utama timbulnya epidemic air yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi.

8LI.2 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Demam LO 2.1 Definisi Demam

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature 38,0C atau oral temperature 37,5C atau axillary temperature 37,2C (Kaneshiro & Zieve, 2010). Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5C yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2005).

9LO 2.2 Jenis-jenis dan Pola Demam

Adapun tipe-tipe demam yang sering dijumpai antara lain: Jenis demam Penjelasan

Demam septik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.

Demam hektik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi hari

Demam remiten Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal

Demam intermiten Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.

Demam Kontinyu Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak berbeda lebih dari satu derajat.

Demam Siklik Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

(Sumber: Nelwan, Demam: Tipe dan Pendekatan, 2009)

10LO 2.3 Mekanisme Demam

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001). Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006).

11LO 2.4 Etiologi Demam

Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit).Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, nekrosis jaringan, neoplasma, inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit melepaskan zat penyebab demam (pirogen endogen) yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam. (Sherwood, 2004)

1. Penyebabinfeksi: infeksi piogenik infeksi bakteri sistemik infeksi jamur infeksi intravascular infeksi riketsia,chlamydia dan mikoplasma-infeksi virus infeksi parasit-infeksi mycobacterium2. Penyebabnon-infeksi: neoplasma nekrosis jaringan kelainan kolagen vascular emboli paru/trombosis vena dalam obat,metabolisme

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007). Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama 1-10 hari (Graneto, 2010). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009).

12

LI.3 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Typhoid Fever LO 3.1 Definisi Typhoid Fever

Demam tifoid (typhoid fever) atau disebut juga tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran.

13

LO 3.2 Etiologi Typhoid Fever

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi yang merupakan basil Gram-negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakulatif anaerob, Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Sementara demam paratifoid yang gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih ringan, disebabkan olehSalmonella paratyphiA, B, atau C. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan bahan tinja. (Karnasih et al, 1994)Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:1. Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein, lipopolisakarida dan lipid. Sering disebut endotoksin.2. Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur kimia protein.3. Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis dan berstruktur kimia protein.

14

LO 3.3 Patogenesis Typhoid Fever

Masuknya kuman Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella paratyphi (S.paratyphi) ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (teutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika. Selanjutnya memalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulai darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama di hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-el fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.Didalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu dieksresikan ecara intermiten kedalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala rekasi inflamasi istemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, intabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Didalam plah Peyeri makrofag hiperaktif manimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi rekasi sensitivitas tipa lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah disekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patoligis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikai seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

15LO 3.4 Manifestasi Typhoid Fever

Manifestasi klinis yang terdapat pada demam tifoid meliputi: a. Demam

Demam merupakan gejala utama demam tifoid. Suhu tubuh berfluktuasi yakni pada pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore atau malam hari lebih tinggi. Demam dapat mencapai 38 - 40C. Intensitas demam akan semakin tinggi disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah. Pada minggu kedua intensitas demam tetap tinggi dan terus menerus. Bila pasien membaik maka pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal kembali. b. Gangguan pada saluran pencernaan

Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama, bibir kering dan kadang pecah-pecah, Lidah terlihat kotor dengan ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor. Umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut terutama nyeri ulu hati disertai mual dan muntah. c. Gangguan kesadaran

Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan. Bila gejala klinis berat, tidak jarang penderita akan mengalami koma. d. Hepatosplenomegali

Pada penderita demam tifoid, hati dan limpa sering ditemukan membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri bila ditekan (Hadinegoro, 2008)

Demam typoid yang tidak diobati sering kali merupakan penyakit berat yang berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih:

1. Minggu pertama: demam yang semakin meningkat, nyeri kepala, malaise, konstipasi, batuk non produktif, brakikardi relative. 2. Minggu kedua: demam terus menerus, apatis, diare, distensi abdomen, rose spot (dalam 30%) splenomegali (pada 75%). 3. Minggu ketiga: demam terus menerus, delirium, mengantuk, distensi abdomen massif, diare pea soup. 4. Minggu keempat: perbaikan bertahap pada semua gejala. Setelah pemulihan, relaps dapat terjadi pada 10% kasus (jarang terjadi setelah terapi fluorokuinolon). Kasus dapat berlangsung ringan atau tidak tampak. Kasus paratyphoid serupa dengan typhoid namun biasanya lebih ringan. Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 30)hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas): 1. Perasaan tidak enak badan 2. Lesu

163. Nyeri kepala dan pusing 4. Diare 5. Anoreksia 6. Bradikardi relatif 7. Nyeri otot

(Mansjoer, Arif 1999).

Menyusul gejala klinis yang lain: 1. Demam (> 39 OC) Demam berlangsung 3 minggu a. Minggu I: Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari b. Minggu II: Demam terus c. Minggu III: Demam mulai turun secara berangsur angsur

2. Gangguan pada saluran pencernaan a. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor b. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan c. Terdapat konstipasi atau diare 3. Gangguan kesadaran a. Kesadaran yaitu apatis somnolen b.Gejala lain ROSEOLA (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit)

(Rahmad Juwono, 1996).

17LO 3.5 Diagnosis Typhoid FeverA. Spesimen1. Darah Harus diambil berulang kali. Pada demam enterik dan septikemia, biakan darah sering positif dalam minggu pertama penyakit.2. Sumsum tulang3. UrinBiakan ini dapat positif setelah minggu kedua4. FesesHarus diambil berulang. Pada demam enterik, feses akan memberikan hasil positif mulai minggu kedua/ketiga. Pada enterokolitis selama minggu pertama.5. Drainase duodenumBiakan ini positif akan menunjukkan adanya Salmonella di traktus biliar pada orang carrier

B. Metode Bakteriologik untuk isolasi Salmonella1. Biakan pada medium diferensialMedium EMB, MacConkey, atau deoksikolat memungkinkan deteksi cepat organisme yg tidak memfermentasikan laktosa. Medium bismuth sulfit memungkinkan deteksi cepat salmonella yg membentuk koloni hitam karena produksi H2S.2. Biakan pada medium selektifSpesimen diletakkan pada agar salmonella-shigella (SS), agar Hektoen, XLD, atau agar deoksikolat-sitrat, yg membantu pertumbuhan salmonella dan shigella melebihi Enterobacteriaceae lain.3. Biakan pada medium yang diperkayaSpesimen (feses) juga diletakkan didalam selenit F atau kaldu tetraionat, keduanya menghambat replikasi bakteri normal usus dan memungkinkan multiplikasi salmonella, lalu inkubasi 1-2 hari, dan diletakkan pada medium diferensial dan medium selekstif.4. Identifikasi akhirKoloni yg dicurigai pada medium padat diidentifikasi dengan pola reaksi biokimia dan uji aglutinasi slide dengan serum spesifik.

C. Metode Serologi

1. Uji aglutinasiSerum dan biakan dicampur diatas slide, lihat dalam beberapa menit apakah ada gumpalan. Tes ini berguna untuk identifikasi preliminer biakan dengan cepat. Terdapat alat untuk mengaglutinasi dan menentukan serogroup salmonella melalui antigen O nya:A,B,C1,C2,D, dan E.

2. Uji aglutinasi pengenceran tabung (tes Widal)Uji ini dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thyphi, pada tes ini terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.thyphi dengan antibodi

18yang disebut aglutinin. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu: a. Aglutinin O (dari tubuh kuman)b. Aglutinin H (flagella kuman)c. Aglutinin Vi (simpai kuman)Hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam foid.Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhi rminggu pertama demam, kemudian meningkat cepat pada minggu keempat.

Interpretasi hasilnya adalah:a. Titer O yang tinggi atau meningkat (1:160)menandakan adanya infeksi aktif.b. Titer H yang tinggi (1:160) menunjukkan riwayat imunisasi atau infeksi di masa lampau.c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi timbul pada beberapa carrier.Faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu:a. Pengobatan dini dengan antibiotikb. Gangguan pembentukan dengan antibodi, dan pemberian korikosteroidc. Waktu pengambilan darahd. Daerah endemik atau non-endemike. Riwayat vaksinasif. Reaksi anamnesik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoidakibat masa lalu atau vaksinasi.g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium

3. Uji TUBEXUji ini merupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-S.thyphi 09 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti 09 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna denga lipopolisakarida S.thyphi yang terkonjugasi pada partikel latex. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae serogrup D walau tidak pada spesifik menunjuk pada S.thyphi. infeksi oleh S.parathyphi akan memberikan hasil negative.

4. Uji TyphidotUji ini dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar Salmonella thyphi. Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antobodi IgM dan IgG terhadap antigen S.thyphi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.

5. Uji IgM DipstickUji ini khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.thyphi pada spesimen serum. Uji ini menggunakan strip yg mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S.thypoid dan anti IgM, reagen deteksi yg mengandung antibodi anti Igm yg dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien.

19

LO 3.6 Penata Laksanaan Typhoid Fever

Pengobatan memakai prinsip trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :A. Pemberian antibiotikTerapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab demam tifoid. Obat yang sering dipergunakan adalah :1. Kloramfenikol 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari.2. Amoksilin 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali.3. Kotrimoksazol 480 mg, 2 x 2 tablet selama 14 hari.4. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 6 hari; ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari; ceftriaxone 4 gram/hari selama 3 hari).

B. Istirahat dan perawatan Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita sebaliknya beristirahat total di tempat tidur selama 1 minggu setelah bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan secara bertahap, sesuai dengan keadaan penderita. Mengingat mekanisme penularan penyakit ini, kebersihan perorangan perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien untuk buang air besar dan buang air kecil.C. Terapi penunjang secara simtomatis dan suportif serta dietAgar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita diberi makanan berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, suuai dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita.

20LO 3.7 Pencegahan Typhoid Fever

Kebersihan makanan dan minuman sangat penting dalam pencegahan demam tifoid. Merebus fpembuangan sampah dan imunisasi, berguna untuk mencegah penyakit, secara lebih detail, strategi pencegahan demam tifoid mencakup hal-hal berikut :1. Penyediaan sumber air minum yang baik2. Penyediaan jamban yang sehat3. Sosialisasi budaya cuci tangan4. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum5. Pemberantasan lalat6. Pengawasan kepada penjual makanan dan minuman7. Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui8. ImunisasiWalaupun imunisasi dianjurkan di AS (kecuali pada kelompok yang berisiko tinggi ). Imunisasi pencegahan tifoid termasuk dalam program pengembangan imunisasi yang dianjurkan di Indonesia. Akan tetapi, program ini masih belum diberikan secara gratis karena keterbatasan sumber daya pemerintah Indonesia. Oleh sebab itu, orangtua harus membayar biaya imunisasi untuk anaknya. Jenis vaksinasi yang tersedia adalah :1. Vaksin parenteral utuhBerasal dari S. typhi utuh yang sudah mati setiap cc vaksin mengandung sekitar 1 millon kuman. Dosis untuk anak usia 1-5 tahun adalah 0,1 cc, anak usia 6-12 tahun adalah 0,25 cc dan dewasa adalah 0,5 cc. dosis diberikan 2 kali dengan interual 4 minggu. Karena efek samping dan tingkat perlindungannya pendek maka vaksin ini sudah tidak beredar lagi2. Vaksin Ty21aVaksin oral yang mengandung S. typhi strain Ty21a hidup. Vaksin diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari selama 1 minggu, vaksin ini memberikan perlindungan selama 5 tahun.3. Vaksin parental polisakaridaBerasal dari polisakarida kuman salmonella. Vaksin ini diberikan secara parentral dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuscular pada usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan (booster) setiap 3 tahun. Lama perlindungan sekitar 60-70 %. Jenis vaksin ini menjadi pilihan utama karena relative paling efektif.

Imunisasi rutin dengan vaksin tifoid pada orang yang terkena kontak dengan penderita seperti anggoto keluarga dan petugas yang menangani penderita tifoid, dianggap kurang bermanfaat, tetapi mungkin berguna bagi mereka yang terpapar oleh carier. Vaksin oral tifoid bias juga memberi perlindungan parsial terhadap demam paratifoid, karena sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang efektif untuk demam paratifoid (Ilmu Penyakit Tropis)

21Pemberian antimikroba.Bertujuan untuk mengentikan dan mencegah penyebaran kuman. Obat-obat aantimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah kloramfenikol, tiamfenikol, kotromoksazol, ampisilin dan amoksisilin, sefalosporin generasi ketiga, dan golongan fluorokuinolon.( Sudoyo,2006)

22LO 3.8 Komplikasi Typhoid Fever

Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa kompliksai yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu :Komplikasi Intestinal1. Perdarahan intestinal :Pada usus yang terinfeksi akan terbentuk tukak/luka yang berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus, jika tukak/luka tersebut menembus lumen usus, hingga kemudian mengenai pembuluh darah, maka akan terjadi perdarahan usus (perdarahan intestinal). Jika perdarahan terus terjadi, maka harus segera dilakukan transfusi darah. Karena bila transfusi darah terlambat dilakukan akan berakibat kematian.2. Dan jika tukak/luka pada usus tersebut terus memanjang hingga menembus dinding usus, maka akan terjadi perforasi usus.Komplikasi Ekstra-Intestinal1. Hematologi : Pada saat infeksi, endotoksin pada pembuluh darah akan mengaktifkan sistem biologik,koagulasi, dan fibrinolisis. Kemudian, akan terjadi pelepasan kinin, prostaglandin, dan histamin di pembuluh darah. Hal-hal ini akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, yang kemudian akan merusak endotel pembuluh darah dan mengakibatkan KID (Koagulasi Intravaskuler Diseminata) kompensata dan dekompensata. Saat proses infeksi, akan terjadi penurunan jumlah trombosit dikarenakan peningkatan destruksi trombosit dan penurunan pembentukan trombosit yang kemudian mengakibatkan trombositopenia2. Hepatitis tifosaHepatitis tifosa merupakan pembengkakan hati ringan. Hal ini jarang terjadi, biasanya hanya 5% penderita demam tifoid yang mengalami hepatitis tifosa. Pada penderita tifoid, hepatitis tifosa terjadi karena kenaikan enzim tranferase yang tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin. (hal ini yang membedakan hepatitis yang disebabkan oleh virus)3. Pankreatitis tifosaPankreatitis tifosa terjadi karena pro inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologik4. MiokarditisMiokarditis biasanya terjadi tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritimia, atau syok kardiogenik5. NeuropsikiatrikManifestasinya berupa delirium dengan atau tanpa kejang-kejang, semi-koma atau koma, hingga sindrom otak akut(Widodo D. 2009)

23LO 3.9 Prognosis Typhoid Fever

Prognosis demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotip Salmonella penyebab ada dan tidaknya komplikasi. Di negara maju denga terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitasnya 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak diobati dengan antibiotik. Pada penderita yang telah mendapat terapi antimikroba yang tepat, manifestasi klinis relaps menjadi nyata sekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik dan menyerupai penyakit akut namun biasanya lebih ringan dan lebih pendek. Individu yang mengeksresi S.typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insiden penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebih tinggi pada karrier kronis dibandingkan dengan populasi umum.Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%. Prognosis demam tifoid umumnya baik asal penderita cepat berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti: Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris continual. Kesadaran menurun sekali. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopnemonia dan lain-lain. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi protein)

24LO 3.10 Epidemiologi Typhoid Fever

Demam tifoid menyerang penduduk di semua negara. Seperti penyakit menular lainnya, tifoid banyak ditemukan di semua negara. Seperti penyakit menular lainnya, tifoid banyak ditemukan di negara berkembang dimana higiene pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat. Angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal karena penyakit ini. WHO memperkirakan 70% kematian terjadi di Asia.Survelian Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survei berbagai rumash sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Case fatality rate (CFR) demam tifoid tahun 1996 sebesar 1,08% dari sleuruh kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hail Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termsuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi

25LI.4. Memahami dan menjelaskan antibiotik untuk kuman penyebab demam tifoidLO.4.1 Kloramfenikol Tabel 7. Kloramfenikol Asal dan Kimia

Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air dan rasanya pahit

Rumus umum molekul OH OH O

C C N C

R H H H HKloramfenikol : R = -Tiamfenikol : R = -

Farmakodinamik

Efek anti mikrobaKloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.

Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.Spektrum anti bakteri :- D.pneumoniae, - S. Pyogenes,- S.viridans, - Neisseria,- Haemophillus, - Bacillus spp,- Listeria, - Bartonella,- Brucella, - P. Multocida,- C.diphteria, - Chlamidya,- Mycoplasma, - Rickettsia,- Treponema,(dan kebanyakan kuman anaerob)

ResistensiMekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R (dikendalikan oleh plasmid). Resistensi terhadap P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri.

Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N. Meningitidis bersifat resisten; S. Aureus umumnya sensitif, sedang enterobactericeae banyak yang telah resisten. 26Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K. Pneumoniae, dan P. Mirabilis, kebanyakan strain Serratia, Providencia dan Proteus rettgerii resisten, kebanyakan strain P. Aeruginosa dan S. Typhi

Farmakokinetik

1. Pemberian oral kloramfenikol diserap dengan cepat ( dalam darah 2 jam ) bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat ( untuk anak-tidak pahit ) mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol

2. Parenteral (IV) kloramfenikol suksinat dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol.

Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.

( kloramfenikol ) konjugasi ( pasien gangguan faal haI-waktu paruh memanjang ) Dosis dikurangi bila terdapat gangguan fungsi hepar.

sebagian di reduksi jadi arilamin ( tidak aktif ) 24 jam, 80-90% kloramfenikol ( secara oral ) diekskresikan ginjal.

kloramfenikol 5-10% aktif diekskresi melalui filtrat glomerulus sedangkan metaboltnya dengan sekresi tubulus. Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif.

( gagal ginjal ) masa paruh kloramfenikol aktif tidak banyak tidak perlu pengurangan dosis.

InteraksiKloramfenikol menghambat botransformasi tolbutamid fenitoin, dikumarol dan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar. Dan toksisitas tinggi bila diberikan bersama kloramfenikol.

27Interaksi obat dengan fenobarbital dan rifampisin memperpendek waktu paruh kloramfenikol ( kadar obat menjadi subterapeutik )

Farmakoterapi

Demam Tifoid1. Pengobatan demam tifoid Kloramfenikol diberikan dosis 4 kali 500 mg sehari sampai 2 minggu bebas demam

Bila relaps diatasi dengan memberikan terapi ulang. Untuk anak-anak diberikan dosis 50-100mg/kg BB/sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari.

2. Pengobatan tifoid tiamfenikol dengan dosis 50 mg/kg BBsehari pada minggu pertama lalu diteruskan 1-2 minggu lagi dengan dosis separuhnya.

Dosis

a. KloramfenikolTerbagi dalam bentuk sediaan : Kapsul 250 mg dan 500 mg Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BBsehari per oral 3-4 dosis atau 1-2 kapsul 4 kali sehari

Infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan klinis. Salep mata 1 % Obat tetes mata 0,5 % Salep kulit 2 % Obat tetes telinga 1-5 %

b. Kloramfenikol palmitat atau stearat

Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol).Dosis : Bayi prematur : 25mg/kgBB sehari per oral ( 2 dosis ) Bayi aterm (20KG ) : Infeksi saluran pernafasan, kulit dan jaringan kulit : 250 - 500 mg setiap 6 jam. Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : 500 mg setiap 6 jam. Septikemia dan bakterial meningitis : 150 - 200 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi setiap 3 - 4 jam (i.v) 3 hari (i.m)

32 Anak-anak ( BB 1mgg) : 25 mg/kg BB secara i.m./i.v. setiap 6 - 8 jam.

Efek samping

Reaksi Alergi Pada penderita yang diobati Ampisilina (semua jenis penisilin) reaksi hipersensitif, seperti urtikaria, eritema multiformruam kulit, pruritus, angioedema, Syok anafilaksis merupakan reaksi paling serius yang terjadi pada pemberian secara parenteral.

Reaksi Saluran Cernagangguan saluran cerna seperti diare, mual, muntah, glositis dan stomatitis.

Perubahan Biologikoral dapat disertai diare ringan yang bersifat sementara disebabkan gangguan keseimbangan flora usus.

Reaksi HematologiAnemia, anemia hemolitik, trombisitopenia, trombositopenia purpura, eosinophilia, leukopenia, agranulositosi.

Kontraindikasi

Pasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin

33L.O. 4.3. SefalosporinAsal dan Kimia

Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremoniumSefalosporin antibiotika -laktamase menghambat sintesis dinding sel mikroba ( reaksi transpeptidase tahap ketiga- pembentukan dinding sel)Sefalosporin aktif kuman gram positif/garam negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi.

Rumus umum molekul S C NH

R2R1 O O N COOH

Farmakokinetik

Absorpsi Sefalosprorin diekskresi melaui ginjal sekresi tubuli ( kecuali sefoperazon-diekskresi empedu ) Adsorpsi melalui saluran cerna (per oral) sefalektin, sefradin, sefaklor, sefadroksil, lorakarbef, sefprozil Sefalotin dan sefapirin secara (i.v) iritasi lokal dan nyeri pada pemberian IM Beberapa sefalosporin generasi ketiga mencapai kadar tinggi di cairan serebrospinal (CSS) bermanfaat meningitis purulenta Kadar sefalosporin empedu tinggi sefoperazon

Interaksi Probenesid mengurangi ekskresi sefalosporin ( kecuali moksalaktam) Sefalotin, sefapirin, dan sefotaksim deasetilasi ekskresi melalui ginjal

Efek samping

Reaksi coombs penggunaan sefalosporin dosis tinggi Depresi sumsum tulang granulositopenia (jarang terjadi) Sefamandol, moksalaktam dan seperazon minum alkohol disulfiram

Reaksi Saluran CernaDiare pemberian sefoperazon ekskresi empedu mengganggu flora normal usus

Reaksi HematologiHipoprotrombinemia (disfungsi trombosit) pemberian moksalaktam

Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap antibiotik golongan sefalosporin, penisilin atau antibiotik golongan betalaktam lainnya

Tabel 9. Sefalosporin

34

LO.4.4 Golongan kuinolon dan fluorokuinolonTabel 10. Golongan kuinolon dan fluorokuinolon Asal dan KimiaAsam nalidiksat gol.kuinolon lamakuman Gram-negative.Fluorokuinolon gol.kuinolon dengan atom fluor pada cincin kuinolon. Pada Gram-negatif dan Gram positif relative lemah.

Farmakodinamik

Terjadi replikasi dan transkpripsi double helix DNA kuman2 utas DNAFluorokoinolon menghambat DNA girasebersifat bakterisidalkuman mati

Efek AntimikrobaKuinolonkuman Gram-negatifSpektrum Antibakteri:E.coliProvidenciaN. GonorrhoeaaeN. meningitidesFluorokuinolon tertentu aktif beberapa mikrobakterium. Kuman-kuman anaerob umumnya resisten.

ResistensiTidak dijumpai resistensi plasmid pada kuinolon. Tetapi terdapat 3 mekanisme :1. Mutasi gen grysubnit A dari DNA girase tidak dapat diduduki molekul obat. 2. Perubahan sel kuman mempersulit penetrasi obat ke dalam sel.3. Peningkatan mekanisme pemompaan obat keluar sel.

FarmakokinetikFlorokuinolon lebih diserap saluran cerna.Didistribusikan diberbagai organ tubuh.Dimetabolismehati.Diekskresikan ginjal.

IndikasiInfeksi Saluran Kemih.Infeksi disaluran cerna.Infeksi saluran nafas.Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.Infeksi tulang dan sendi.

Efek samping1. 35Saluran cerna penggunaan kuinolon yang bermanifestasi dalam bentuk: mual, muntah, rasa tidak enak diperut.2. SSP : Sakit kepala, pusing, kejang, halusinasi.3. Hepatotoksisitas Jarang terjadi.4. Kardiotoksisitas pemanjangan interval QTc terjadi Aritmia Ventrikel.5. Disglikemia menimbulkan hiperglikemia atau hipoglikemia khususnya pasien usia lanjut. Tidak boleh pada pasien DM.6. Fototoksisitas. Pada golongan klinakfoksasin dan sparkfoksasin.7. Dll. Diantaranya : tendinitis, sindroma hemolisis, gagal ginjal, serta trombositopeni.

Kontraindikasi1. Epilepsy.2. Pada wanita hamil, anak-anak dibawah usia 18 tahun dapat menimbulkan kerusakan sendi.3. Pada kelainan ginjal dan hati.4. Pada penderita stroke.

Tabel 11. Golongan Fluorokuinolon yang digunakan pada demam tifoid

GolonganDosis

Norfloksasin2 x 400 mg/hari selama 14 hari

Siprofolsasin2 x 500 mg/hari selama 6 hari

Ofloksasin2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Perfloksasin400 mg/hari selama 7 hari

Fleroksasin400 mg/hari selama 7 hari

( Rianto, 2008)

36.DAFTAR PUSTAKABehrman, R.E. Kliegman, M.R. Arvin, A.M. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Volume 2. Jakarta. EGC. 855Brooks GF, et. al. (2007). Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran edisi 23. Jakarta: EGCDavey Patrick. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta. Erlangga. 64Davey & Wilson. 1969. Davey & Lightbodys Control of Disease in the Tropics. London: H.K. Lewis & Co. LtdDorland, W.A. (2010). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta. EGC. 806Edhi, D.L. (2009). Salmonella typhimurium, Sang jawara penginfeksi dari Genus Salmonella. Diunduh dari .http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/salmonella-typhimurium1.pdfIsselbacher, Braunwald, Wilson, et.al. (1999). Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13. Volume 1. Jakarta. EGC. 100Muscari, M.E. (2005). Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta. EGC. 184Nelwan, R.H.H. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Demam:Tipe dan Pendekatan. Edisi V. Jilid III . Jakarta. InternaPublishingSchwartz, M.W. (2004). Pedoman klinis pediatric. Jakarta EGC. 336Sherwood, Lauralee (2004), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2, Jakarta, EGC.Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I.et.al. (2009). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid 3. Jakarta. Interna PublishingWidoyono. (2011). Penyakit Tropis epidemiologi, penularan, pencegahan & pemberantasannya. Edisi 2. Jakarta. penerbit Erlangga FKUI. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. JakartaGunawan, GS. 2011. Farmakologi dan terapi edisi 5.Jakarta : FKUIhttp://answers.webmd.com/answers/1173829/how-is-typhoid-fever-treated-and [Diakses pada 25 Maret 2014 pukul 19:50]http://emedicine.medscape.com/article/231135-followup#a2650[Diakses pada 25 Maret 2014 pukul 21:43]

37


Recommended