+ All Categories
Home > Documents > Tinjauan Pustaka

Tinjauan Pustaka

Date post: 18-Jan-2016
Category:
Upload: donny-sinaga
View: 29 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Description:
tinjauan pustaka
Popular Tags:
51
FORMULASI DAN UJI KLINIK GEL ANTI JERAWAT BENZOIL PEROKSIDA-HPMC FORMULASI DAN UJI KLINIK GEL ANTI JERAWAT BENZOIL PEROKSIDA-HPMC Muslim Suardi, Armenia, Anita Maryawati Fakultas Farmasi FMIPA UNAND ABSTRACT Benzoyl peroxide gels at concentration of 2.5% were formulated using variable Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC) concentrations such as 3, 3.5 and 4%. Propylene glycol and methyl paraben were used as moisturizer and preservative, respectively. Characterization of gel formulations were included of organoleptic, homogeniety, the concentration of benzoyl peroxide in gel, pH, viscocity and nature of stream, gel spreadness and penetration. The gel formula countaining 3.5% HPMC representing the best one. Clinical trial was performed to the best gel using a randomized double blind methode. Results showed that the benzoyl peroxide gel decreased the acne lesion better compared to BZ gel 2.5%® Batch No CNS 61 gel and placebo as well (P < 0.01). PENDAHULUAN Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa adalah jerawat, karena dapat mengurangi kepercayaaan diri seseorang (1). Jerawat adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun kelenjar polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksi. Jerawat merupakan kelainan kulit yang bersifat umum, menyerang hampir pada semua
Transcript
Page 1: Tinjauan Pustaka

FORMULASI DAN UJI KLINIK GEL ANTI JERAWAT BENZOIL PEROKSIDA-HPMC

FORMULASI DAN UJI KLINIK GEL ANTI JERAWAT BENZOILPEROKSIDA-HPMCMuslim Suardi, Armenia, Anita MaryawatiFakultas Farmasi FMIPA UNANDABSTRACTBenzoyl peroxide gels at concentration of 2.5% were formulated using variableHydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC) concentrations such as 3, 3.5 and 4%.Propylene glycol and methyl paraben were used as moisturizer and preservative,respectively. Characterization of gel formulations were included of organoleptic,homogeniety, the concentration of benzoyl peroxide in gel, pH, viscocity and nature ofstream, gel spreadness and penetration. The gel formula countaining 3.5% HPMCrepresenting the best one. Clinical trial was performed to the best gel using a randomizeddouble blind methode. Results showed that the benzoyl peroxide gel decreased the acnelesion better compared to BZ gel 2.5%® Batch No CNS 61 gel and placebo as well (P <0.01).PENDAHULUANSalah satu penyakit kulit yangmerisaukan remaja dan dewasa adalahjerawat, karena dapat mengurangikepercayaaan diri seseorang (1). Jerawatadalah penyakit kulit yang terjadi akibatperadangan menahun kelenjarpolisebasea yang ditandai dengan adanyakomedo, papul, pustul, nodus, dan kistapada tempat predileksi. Jerawatmerupakan kelainan kulit yang bersifatumum, menyerang hampir pada semuaremaja yang berusia16-19 tahun, bahkandapat berlanjut hingga usia 30 tahun (2).Di pasaran sediaan anti jerawat telahbanyak beredar baik dalam bentuk gel,krim dan losio tetapi dari jenis sediaantersebut sediaan bentuk gel lebih banyakdipilih. Gel merupakan sistem semi padatyang terdiri dari suspensi partikelanorganik kecil atau molekul organikbesar terpenetrasi oleh suatu cairan (3).Sediaan dalam bentuk gel lebih banyakdigunakan karena rasa dingin di kulit,mudah mengering membentuk lapisanfilm sehingga mudah dicuci (4). Bahan

Page 2: Tinjauan Pustaka

pembentuk gel yang biasa digunakanadalah turunan selulosa seperti metilselulosa dan hidroksi propil metilselulosa. Hidroksi propil metil selulosadapat menghasilkan gel yang netral,jernih, tidak berwarna dan tidak berasa,stabil pada pH 3 hingga 11 dan punyaresistensi yang baik terhadap seranganmikroba serta memberikan kekuatan filmyang baik bila mengering pada kulit(5,6,7). Benzoil peroksida adalah salahsatu zat yang dapat digunakan untukmenangani jerawat (8), dapatmengurangi jumLah Propionibacteriumacnes yang merupakan bakteri anaerobpenyebab infeksi jerawat (9). Zat iniumumnya digunakan untuk “acnevulgaris”, aman untuk anak-anak,dewasa dan ibu hamil (8,10). Zat ini telah tersedia dalam bentuk krim, gel,losio, dan pencuci muka, biasanyadigunakan pada konsentrasi 2,5; 5 dan10% (9,10). Benzoil peroksida dapatdigunakan tunggal maupun dalambentuk kombinasi (11,12). Gel benzoil peroksida telahbanyak beredar di pasaran, HPMC(Hydroxy Propyl Methyl Celullose) telahdigunakan sebagai basis gel tetapikonsentrasi yang digunakan belumdiketahui. Untuk itu diadakan penelitianini, yang diharapkan dapatmemformulasi gel benzoil peroksidadengan pembawa HPMC yang terujisecara klinik efektif dapat menurunkannilai keparahan lesi jerawat.BAHAN DAN METODE Alat yang digunakan dalampenelitian ini antara lain adalah: pHmeter E-520, piknometer, sel difusiFranz tipe vertikal, spektrofotometer UV(Shimadzu), kulit mencit, viskometerStormer serial 79081, viskometerHoeppler. Bahan yang digunakan: benzoilperoksida, HPMC (Hydroxy Propyl

Page 3: Tinjauan Pustaka

Methyl Cellulose), propilenglikol, metilparaben, aquadest, larutan dapar pH 4dan pH 7, sediaan gel benzoil peroksidayang beredar di pasaran (BZ 2,5%® NoBatch CNS 61), larutan besi (III)klorida, natrium klorida fisiologis,aseton, asetonitril, asam klorida,kloroform, etanol, eter, natriumhidroksida, gliserin.Tabel 1. Rancangan formula gel benzoilperoksida dengan basis HPMC.Formulasi gel benzoil peroksida Air suling sebanyak 20 kali beratHPMC dipanaskan hingga mendidih,kemudian diangkat dan HPMCdikembangkan didalamnya selama 15menit, setelah kembang ditambahkanmetil paraben yang telah dilarutkandalam etanol (1 dalam 5). Benzoilperoksida digerus di dalam lumpanghingga halus, lalu ditambahkanpropilenglikol sedikit demi sedikitsambil terus digerus sampai homogen,lalu dipindahkan ke dalam beker gelasyang berisi basis, terakhir dicukupkandengan air suling dan diaduk hinggahomogen.Evaluasi gel benzoil peroksida hasilformulasi Pemeriksaan organoleptis (22),meliputi bentuk, warna dan bau yangdiamati secara visual. Pemeriksaan homogenitas (13)dilakukan dengan cara mengoleskan 0,1gram sediaan pada kaca transparan.Sediaan uji harus menunjukkan susunanyang homogen. Pemeriksaan kadar benzoilperoksida (22) dalam sediaan dilakukansecara spektrofotometri. Penentuanpanjang gelombang serapan maksimumbennzoil peroksida di dalam asetonitrilNama Zat(gram)FAM1 FAM2 FAM3

Page 4: Tinjauan Pustaka

Benzoilperoksida2,5 2,5 2,5HPMC 3,0 3,5 4,0Propilenglikol 15 15 15Metil paraben 0,18 0,18 0,18Air sulingsampai100 100 100 Benzoil peroksida ditimbang seksama 25mg dan dilarutkan dalam 25 mLasetonitril (larutan induk). Dari larutaninduk dibuat pengenceran hingga kadar2 µg/mL. Kemudian panjang gelombangserapan maksimumnya diukurmenggunakan spektrofotometer UV. Kurva kalibrasi dibuat denganmengukur serapan beberapa larutanstandar benzoil peroksida dalamasetonitril dengan konsentrasi masingmasing 2; 3; 4; 5 dan 6 µg/mL. Serapanlarutan diukur menggunakanspektrofotometer UV pada panjanggelombang serapan maksimum. Kurvakalibrasinya dibuat dan persamaanregresinya dihitung. Kadar benzoil peroksida dalamsediaan ditentukan dengan cara berikut.Satu gram sediaan yang setara dengan 25mg benzoil peroksida ditambahkan kedalam larutan asetonitril hingga 25 mL.Kemudian pengenceran dibuat hinggadidapatkan konsentrasi benzoilperoksida dalam gel sebesar 5 µg/mL.Kemudian serapannya diukurmenggunakan spektrofotometer UVpada panjang gelombang serapanmaksimum. Kadar benzoil peroksidadapat dihitung menggunakan kurvakalibrasi.Pemeriksaan pH (22,25) Alat pH meter dikalibrasimenggunakan larutan dapar pH 7 dan pH4. Satu gram sediaan yang akandiperiksa diencerkan dengan air sulinghingga 10 mL. Elektroda pH meterdicelupkan ke dalam larutan yangdiperiksa, jarum pH meter dibiarkan

Page 5: Tinjauan Pustaka

bergerak sampai menunjukkan posisitetap, pH yang ditunjukkan jarum pHmeter dicatat.Penentuan viskositas dan sifat alir(23,25)Sebelum viskositas sediaanditentukan, bobot jenis dan viskositasgliserin serta konstanta alat ditentukanterlebih dahulu. Bobot jenis gliserinditentukan menggunakan piknometer.Bobot piknometer kosong (Wo), bobotpiknometer + air ditimbang (Wa), danbobot piknometer + gliserin (Wg),masing-masing ditimbang.Bobot jenis gliserin =Viskositas gliserin ditentukanmenggunakan viskometer Hoppler. Alatdiletakkan pada posisi vertikal denganmemeriksa water pass. Tabungviskometer diisi dengan gliserin sampaipenuh kemudian bola besi alloy nikelberdiameter 15,25 mm dimasukkandengan hati-hati. Penutup viskometerdipasang sedemikian rupa sehingga tidakterdapat rongga udara. Tabung diputar180o sehingga bagian atas di bawah,kemudian waktu yang dibutuhkan untukturun dari M1 sampai M2 dicatat (n=3).Viskositas dihitung menggunakanpersamaan :η = k (ρ1 – ρ2) tη = viskositas gliserin (poise)k = konstanta bola besi alloy nikelberdiameter 15,25 mm(mPa.cm3/g.detik)ρ1 = bobot jenis bola besi alloy nikelberdiameter 15,25 mm (g/cm3)ρ2 = bobot jenis gliserin (g/cm3)t = waktu yang dibutuhkan bolamenempuh jarak dari M1-M2 (detik)Konstanta alat (Kv) viskometerStormer ditentukan menggunakan

Page 6: Tinjauan Pustaka

gliserin. Gelas piala 250 mL diisi denganWg - Wo(Wa – Wo)/ρ airgliserin sebanyak 150 mL, kemudianalas bawah dinaikkan hingga bob tepatberada di tengah gelas piala danterbenam dalam gliserin. Skala diaturhingga menunjukkan angka nol danbeban tertentu diberikan, kunci pengaturputaran dilepaskan hingga beban turundan menyebabkan bob berputar, waktuyang diperlukan untuk bob berputar 100kali dicatat, yaitu tepat saat jarumkembali menunjukkan angka nol.Dengan menambah dan mengurangibeban sedikit demi sedikit makapengukuran pada beberapa kecepatangeser akan didapat.RPM = 100/t x 60Konstanta alat (Kv) viskometer Stormerditentukan dengan rumus :WKv = η xRPMRPM = Rotasi Per Menit (menit-1)η = viskositas (poise)W = beban (gram) Viskositas dan sifat aliran sediaangel benzoil peroksida hasil formulasiditentukan dengan cara berikut. Gelaspiala 250 mL diisi dengan sediaan gelbenzoil peroksida hasil formulasisebanyak 150 mL, kemudian alas bawahdinaikkan hingga bob tepat berada ditengah gelas piala dan terbenam dalamgliserin. Skala diatur hinggamenunjukkan angka nol dan bebantertentu diberikan, kunci pengaturputaran dilepaskan hingga beban turundan menyebabkan bob berputar, waktuyang diperlukan untuk bob berputar 100kali dicatat, yaitu tepat saat jarumkembali menunjukkan angka nol.Dengan menambah dan mengurangibeban sedikit demi sedikit makapengukuran pada beberapa kecepatangeser akan didapat. Grafik antara RPM

Page 7: Tinjauan Pustaka

dan beban yang diberikan dibuatsehingga diperoleh gambaran sifat aliransediaanWη = Kv xRPMRPM = Rotasi Per Menit (menit-1)η = viskositas (poise)W = beban (gram) Uji daya menyebar (23)ditentukan dengan cara berikut.Gel benzoil peroksida hasil formulasisebanyak 0,5 gram diletakkan denganhati-hati di atas kertas grafik yangdilapisi plastik transparan, dibiarkansesaat (15 detik) dan luas daerah yangdiberikan oleh sediaan dihitungkemudian tutup lagi dengan plastik yangdiberi beban tertentu masing-masing 1, 2dan 5 g dan dibiarkan selama 60 detik,pertambahan luas yang diberikan olehsediaan dapat dihitung.Uji daya penetrasi (18,25)Penentuan panjang gelombangserapan maksimum benzoil peroksidadalam larutan natrium klorida 0,9%. 25mg benzoil peroksida dilarutkan dalamasetonitril sampai 25 mL. Larutan di atasdiambil 7,5 mL dan diencerkan denganlarutan narium klorida 0,9% sampai 25mL sebagai larutan induk. Dari larutaninduk ini dibuat pengenceran dengannatrium klorida 0,9% hingga didapatkankadar 10 µg/mL. Spektrum ditentukandengan menggunakan spektrofotometerUV sehingga panjang gelombangserapan maksimum didapatkan yaitu 223nm. Sebagai blanko digunakan larutannatrium klorida 0,9%. Pembuatan kurva kalibrasibenzoil peroksida dalam larutan natriumklorida 0,9%. Kurva kalibrasi dan persamaan regresi dibuat dari dataserapan pada panjang gelombangserapan maksimum. Larutan benzoilperoksida dibuat dengan konsentrasi 3,6, 9 dan 12 µg/mL. Dalam larutan

Page 8: Tinjauan Pustaka

natrium klorida 0,9% serapan diukurdengan spektrofotometer UV padapanjang gelombang serapan maksimum.Untuk blanko digunakan larutan natriumklorida 0,9%.Penyiapan membran kulit mencitUntuk membran difusi digunakankulit mencit yang berumur ± 2 bulan.Segera setelah mencit dikorbankan, kulitmencit diambil dengan jalanmengelupaskan kulitnya yang sudahdigunting pada bagian sekitar ekorsampai kepalanya dengan menggunakanpinset. Kemudian bulu mencit dibuangdengan cara digunting sampai bulubulunya pendek dan dilanjutkan denganpencukuran secara hati-hati. Kulitmencit yang telah dibuang bulunyadibersihkan dengan menggunakannatrium klorida 0,9% untuk melepaskansisa jaringan yang melekat. Kulit yangdibersihkan disimpan dalam lemari esuntuk mencegah terjadinya kerusakan.Uji penetrasi gel benzoil peroksidaMembran diletakkan pada bagianmulut donor kompartemen sel difusiFranz yang telah diisi cairan penerimalarutan natrium klorida 0,9% sebanyak115 mL. Membran tersebut diletakkanhati-hati dan diusahakan tidak terdapatgelembung udara yang terkurung dibawah membran. Sediaan sebanyak 500mg dioleskan sambil diratakan di atasmembran dengan menggunakan sudip.Sel difusi Franz tipe vertikal diletakkandalam penangas air bersuhu 37oC ± 1oC.Pengaduk magnetik dijalankan dandibiarkan berputar pada skala tertentu.Pengambilan cuplikan dilakukan dalamselang waktu 5; 15; 30; 45; 60; 75; 90;105; 120; 135; 150; 165; 180; 195; 210;225 dan 240 menit. Volume cuplikandiambil sebanyak 5 mL dan setiapcuplikan yang diambil diganti denganlarutan natrium klorida 0,9% denganvolume dan suhu yang sama. Kadarcuplikan ditentukan dengan

Page 9: Tinjauan Pustaka

menggunakan spektrofotometer UVpada panjang gelombang serapanmaksimum dan konsentrasi benzoilperoksida diperoleh dari kurva kalibrasiyang telah dibuat. Pengujian dilakukanjuga terhadap basis gel yang digunakansebagai blanko.Uji Klinik Gel Anti Jerawat BenzoilPeroksida Gel benzoil peroksida yang telahdiformulasi dengan memvariasikankonsentrasi HPMC sebagai basisdievalusi, dari hasil evalusi tersebuttarnyata formula AM2 (HPMC 3,5%)merupakan formula yang paling baikyang kemudian digunakan untuk ujiklinik anti jerawat.Pemilihan Relawan (26)Wanita atau pria berjerawat usia18 sampai 24 tahun yang bersediasebagai relawan uji keparahan lesijerawat. Relawan tidak hipersensitifterhadap benzoil peroksida.Hal ini dapatdiketahui melalui uji hipersensitifitasdengan cara uji hipersensitifitaspreventif terbuka yaitu dengan cara:Sebanyak 0,1-0,2 gram sediaan ujidioleskan selama 24 jam di kulit bagianbelakang telinga, reaksi hipersensitifyang timbul berupa hiperemia, eritema,pruritus diamati. Relawan yangdigunakan adalah yang tidakmemberikan reaksi hipersensitifterhadap benzoil peroksida (1).  Relawan tidak memakai produkanti jerawat lain selama masa ujikeparahan lesi jerawat. Uji keparahan lesi jerawatdilakukan secara random dengan metodedouble blind (26). Setiap relawan hanyamenggunakan satu jenis obat yangdiperoleh secara acak, penguji danrelawan sama-sama tidak mengetahuiobat yang dipakai. Pengujian efek anti jerawatsediaan adalah sebagai berikut:

Page 10: Tinjauan Pustaka

3 kelompok relawan uji yang masingmasing terdiri dari 5 orang, kelompok 1diolesi plasebo (basis gel), kelompok 2diolesi gel benzoil peroksida-HPMChasil formulasi, kelompok 3 diolesidengan gel benzoil peroksida yangberedar di pasaran (BZ 2,5%®). Geldipakai 2 kali sehari selama 7 hari yaknipada pagi hari pukul 05.30 dan malamhari pukul 21.00 tiap kali pemakaiandibiarkan selama 1 jam lalu dicuci.Perubahan lesi jerawat diamati pada harike-0, ke-3, ke-5 dan ke-7 berupa jumlahdan keparahan lesi jerawat pada daerahuji yang masing-masing diberi point: 4untuk nodul, 3 untuk postul, 2 untukpapul, 1 untuk kering memerah, dan 0untuk kering menghitam. Data yangdiperoleh dianalisis dengan Anova duaarah.HASIL DAN PEMBAHASANHasilHasil Formulasi dan Evaluasi SifatFisikokimia Formula Benzoil peroksida dapatdiformulasi dalam bentuk gelmenggunakan HPMC sebagai basis geldengan variasi dari konsentrasi masingmasing 3; 3,5 dan 4%. Hasil formulasidapat dilihat pada Gambar 1.Gambar 1. Hasil formulasi gelbenzoil peroksida Hasil pemeriksaan organoleptisgel benzoil peroksida pada ketigaformula yaitu berbentuk setengah padat,berwarna putih dan berbau khas semuaparameter ini stabil selama 6 minggupenyimpanan. Hasil pemeriksaan homogenitasgel benzoil peroksida menunjukkanbahwa gel (AM1, AM2 dan AM3) tetaphomogen selama 6 minggupenyimpanan. Hasil pemeriksaan kadar benzoilperoksida dalam sediaan dapat dilihatpada Tabel 2.Tabel 2. Hasil pemeriksaan kadar

Page 11: Tinjauan Pustaka

benzoil peroksida dalam sediaanSediaan Kadar (%)Formula AM1 98,5 ± 0,58Formula AM2 98,0 ± 0,52Formula AM3 94,4 ± 0,34BZ 2,5%® 96,9 ± 0,37 Hasil pemeriksaan pH gel benzoilperoksida menunjukkan bahwa pHsediaan tidak stabil selama 6 minggupenyimpanan (P < 0,01).Tabel 3. Nilai pH rata-rata dan hasiluji lanjut Duncan Minggu keSediaan I II III IV V VIFAM14,6±0,14,7±0,14,6±0,14,8±0,04,7±0,04,6± 0,0FAM24,7±0,14,6±0,04,5±0,04,6±0,04,6±0,04,6±0,1FAM34,6±0,14,6 ±0,04,5± 0,0

Page 12: Tinjauan Pustaka

4,6±0,054,6±0,04,6±0,0Ratarata4,6 a± 0,14,6 b± 0,14,5 c± 0,14,7d± 0,14,6e±0,14,6c±0,0- a pada rata-rata jenis sediaan =setiap jenis sediaan memberikanpengaruh yang sama terhadap pHsediaan.- a, b, c, d, e pada rata-rata minggu= urutan minggu yang palingmempengaruhi perubahan pH. Hasil penentuan sifat alir gelbenzoil peroksida memperlihatkan sifataliran plastis. Sedangkan padapemeriksaan viskositas sediaan, semuaformula memperlihatkan terjadinyapeningkatan viskositas selama 6 minggupenyimpanan.4050607080360400440480520560Beban (gram)RPM

Page 13: Tinjauan Pustaka

Gambar 2. Reogram FAM1 sebelumpenyimpanan3 03 54 04 55 05 56 06 5360400440480520560B e ban (g r am )RPMGambar 3. Reogram FAM1 3 minggupenyimpanan3 03 23 43 63 84 04 24 4360400440480520560B e b a n ( g r a m )RPMGambar 4. Reogram FAM1 6 minggupenyimpanan101520253035360400

Page 14: Tinjauan Pustaka

440480520560Beban (gram)RPM Gambar 5. Reogram FAM2 sebelumpenyimpananGambar 6. Reogram FAM2 3 minggupenyimpanan1 01 21 41 61 82 02 22 42 62 83 0360400440480520560B e ban (g r am )RPMGambar 7. Reogram FAM2 6 minggupenyimpananGambar 8. Reogram FAM3 sebelumpenyimpanan4681012380420460500540beban (gram)RPMGambar 9. Reogram FAM3 3 minggupenyimpanan

Page 15: Tinjauan Pustaka

101520253035360400440480520560Beban (gram)RPM681012141618360400440480520560beban (gram)RPM 456789101112380420460500540beban (gram)RPMGambar 10. Reogram FAM3 6minggu penyimpanan

Page 16: Tinjauan Pustaka

 Hasil uji daya menyebar gelbenzoil peroksida menunjukkan bahwaJenis formula (AM1, AM2 dan AM3)mempengaruhi pertambahan luaspenyebaran secara bermakna (p < 0,05)dan variasi beban yang diberikan padasetiap formula juga memberikanpengaruh pertambahan luas penyebaranyang sangat bermakna (p < 0,01), tetapitidak terjadi interaksi antara jenisformula dan beban terhadappertambahan luas.Tabel 4. Hasil uji daya menyebarsediaanDaya menyebarSediaan Beban 1 g Beban 2 g Beban 5 gFAM1 0,33± 0,2 0,75±0,40 1,26±0,69FAM2 0,15±0,05 0,41±0,24 0,75±0,36FAM3 0,11±0,02 0,38±0,02 0,62±0,22Ratarata0,33±0,21 0,51±0,21 0,88±0,29 Hasil penentuan daya penetrasi gelbenzoil peroksida menunjukkan bahwajenis formula berpengaruh terhadap dayapenetrasi gel benzoil peroksida darisediaan (p < 0,01) dan lama pemakaianjuga mempengaruhi daya penetrasi gelbenzoil peroksida dari sediaan (p <0,01), tetapi tidak terdapat interaksiantara jenis formula dan lama pemakaianterhadap daya penetrasi sediaan.Gambar 11. Profil penetrasi benzoilperoksida dari basis = AM1, r = 0,9944 = AM2, r = 0,9938 = AM3, r = 0,9973 = BZ 2,5% r = 0,9942Uji Klinik Gel Anti Jerawat BenzoilPeroksida Jenis sediaan mempengaruhipenurunan nilai keparahan lesi jerawatrelawan (p<0,01), selain itu lamapemakaian juga mempengaruhipenurunan nilai keparahan lesi jerawatrelawan (p<0,01), tetapi tidak terdapat

Page 17: Tinjauan Pustaka

interaksi antara jenis sediaan dan lamapemakaian terhadap penurunan nilaikeparahan lesi jerawat relawan.02468101214160 5 10 15 20akar waktu (menit1/2)pelepasan ug/mlTabel 5. Hasil uji keparahan lesijerawatJenis Hari pengamatanSediaan ke-0 ke-3 ke-5 ke-7BZ 2,5%® 7,4±2,1 6,0±1,6 3,6±2,3 1,4± 1,9Formula 7,0±1,2 4,4±2,3 1,4±1,1 0,2±0,5Plasebo 7,2±0,8 6,2±1,3 4,2±2,7 2,4±1,9rata-rata 7,2a±0,2 5,5b±1 3,1c±1,5 1,3d±1,1a, b pada rata-rata jenis sediaan =urutan sediaan yang paling cepatmenurunkan nilai keparahan lesijerawat.A, b, c, d pada rata-rata haripengamatan = urutan hari yangpaling cepat menurunkan nilaikeparahan lesi jerawatGambar 12. Kurva hubungan nilaikeparahan dengan lama pemkaian.PembahasanFormula sediaan Benzoil peroksidadibuat dalam bentuk gel. Hal inididasarkan pada beberapa pertimbangan,diantaranya sediaan gel lebih diminatikarena mudah dicuci terutama yangberbasis hidrofilik, tidak menimbulkanbekas pada saat pemakaian danmemberikan rasa yang menyejukkan (9).Umumnya sediaan farmasi terdiri

Page 18: Tinjauan Pustaka

dari zat aktif dan zat tambahan. Padapenelitian ini digunakan benzoilperoksida sebagai zat aktif yang efektifmembunuh bakteri Propionibacteriumacnes yaitu bakteri penyebab jerawat.Sebagai basis digunakan HPMC karenamengembang terbatas dalam airsehingga merupakan bahan pembentukhidrogel yang baik. Hidrogel ini sangatcocok digunakan sebagai sediaan topikaldengan fungsi kelenjar sebaseus berlebihyang merupakan salah satu faktorpenyebab jerawat (23). Selain itu HPMCbersifat netral, tahan terhadap pengaruhasam dan basa, punya pH stabil antara 3-11, tahan terhadap serangan mikroba dantahan panas (24). Selain sebagaihumektan propilenglikol juga berfungsisebagai pelicin, mencegah terjadinyakerak sisa gel setelah komponen lainmenguap dan sebagai emulien (10).Sebagai pengawet digunakan metilparaben. Penggunaan pengawetdiperlukan dalam sediaan gel karenamempunyai kadar air sediaan yangtinggi. Kadar air yang tinggi inimerupakan medium yang baik bagipertumbuhan jasad renik (10).Pemeriksaana bahan bakumerupakan langkah awal yang harusdilakukan dalam memformula suatusediaan obat. Pemeriksaan bahan bakubenzoil peroksida, HPMC,0123456780 3 5 7 Lama pengamatan (hari)Rata-rata nilai keparahan lesijerawatpropilenglikol, metil paraben meliputipemerian, kelarutan, sisa pemijaran,

Page 19: Tinjauan Pustaka

reaksi identifikasi, bobot jenismemenuhi persyaratan yang berlakudalam literatur (22,24).Menurut Shin-Etsu ChemicalCo.Ltd Jepang, konsentrasi HPMC yangcocok untuk sediaan gel berkisar 0,1-0,6%. Akan tetapi pada penelitian inikonsentrasi HPMC tersebut tidakdipakai, karena berdasarkan hasilorientasi HPMC dengan konsentrasikecil dari 3% akan menghasilkansediaan yang sangat encer. Sehinggapada penelitian ini konsentrasi HPMCyang digunakan lebih dari 3 yaitu 3, 3,5dan 4%. Sediaan yang diperoleh dariketiga variasi HPMC ini akan dievaluasisecara fisikokimia, untuk mendapatkan 1formula terbaik yang akan diujiefektivitasnya secara klinik. Parameter fisikokimia yangdiperiksa pada penelitian ini padaumumnya bertujuan untuk melihatkestabilan sediaan selama 6 minggupenyimpanan. Pemeriksaan ini meliputi,Pemeriksaan organoleptis bertujuanuntuk melihat perubahan bentuk, warna,dan bau. Pemeriksaan homogenitasbertujuan untuk melihat penyebaran zataktif dalam sediaan. Pemeriksaan kadarzat aktif dalam sediaan bertujuan untukmelihat kadar zat aktif dalam sediaangel. Pemeriksaan pH untuk melihatperubahan pH dan apakah aman untukpemakaian pada kulit. Pemeriksaan sifatalir dan viskositas bertujuan untukmelihat bentuk aliran dan kestabilanviskositas selama penyimpanan. Ujidaya menyebar untuk melihatkemampuan menyebar sediaan di ataspermukaan kulit saat pemakaian. Pada pemeriksaan kadarbenzoil peroksida dalam sediaan,penambahan konsentrasi HPMCmenyebabkan penurunan kadar benzoilperoksida dalam sediaan. Hal inimungkin terjadi karena semakin besar

Page 20: Tinjauan Pustaka

konsentrasi HPMC maka semakin kentalsediaan dan menyebabkan semakinsusah pelepasan zat aktif dari pembawa.Tetapi kadar ini telah memenuhipersyaratan. Kadar benzoil peroksidadalam dasar gel yang sesuaimengandung tidak kurang dari 90% dantidak lebih dari 125% C14H10O4 darijumLah yang tertera pada etiket (22). Pemeriksaan organoleptissediaan dilakukan selama 6 minggupenyimpanan. Semua formula gel yangdiperoleh berbentuk semi padat, berbaukhas dan berwarna putih. Warna putihini disebabkan karena benzoil peroksidaagak sukar larut dalam air (22).Sehingga tidak tercampur dalam bentukterlarut tetapi dalam bentuk partikelhalus terbagi rata dalam sediaan gel.Warna yang dihasilkan memang tidaktransparan seperti sediaan gel biasa tapimenurut Formularium KosmetikaIndonesia warna sediaan gel tidak harustransparan tapi masih diperbolehkanhingga buram opak (10).Berdasarkan pemeriksaan pHdari masing-masing formula diperolehpH sedikit asam, yaitu antara 4,55-4,75.Uji stabilitas pH memang menunjukkanbahwa pH tidak stabil selama 6 minggupenyimpanan (p < 0,05), namun hargapH ini masih berada dalam range pHnormal kulit yaitu 4-6 (27).Pada pemeriksaan viskositas dansifat alir sediaan menunjukkan bahwaterjadi peningkatan viskositas padasemua formula selama 6 minggupenyimpanan. Hal ini mungkindisebabkan oleh sifat hidrogel yang akanmenjadi pekat pada waktu didiamkan(23). Selain itu mungkin telah terjadipenguapan air selama penyimpanansehingga masa menjadi lebih kental. Sifat alir yang diberikan olehsediaan formula AM1 dan AM2 adalahplastis, yaitu kurva naik dan turunberimpit membentuk suatu garis yang

Page 21: Tinjauan Pustaka

melengkung dan kurva tersebut tidakmemotong sumbu nol (23). Berbedahalnya dengan formula AM3, yaitukurva yang diberikan ada yang berimpitdan ada yang tidak berimpit. Hal inimungkin disebabkan karena keterbatasanalat dalam pengukuran viskositas gel,yang seharusnya menggunakanviskometer Ferranti-Shirley (25) digantidengan viskometer Stormer yangdimodifikasi.Pemeriksaan daya menyebarsediaan tidak dilakukan denganmenggunakan alat penetrometer (23)karena keterbatasan alat, sehinggapemeriksaan hanya dilakukan denganextensiometer yang dilakukan secaramanual. Dari pemeriksaan terlihat bahwapeningkatan konsentrasi HPMCmenyebabkan penurunan daya menyebarsediaan. Hal ini didasarkan karenaHPMC mempunyai daya mengembangyang tidak terbatas artinya padapenambahan air yang cukup besar akanberubah menjadi bentuk sol (23). Dayamenyebar ini bukan merupakan datayang absolut karena tidak ada literaturyang menyatakan angka yang pastiuntuk ini. Jadi data ini merupakan datarelatif.Dari pengukuran daya penetrasigel didapatkan bahwa sediaan BZ 2,5%®mempunyai daya penetrasi lebih besardibandingkan sediaan hasil formulasi (P< 0,01). Ini mungkin disebabkan karenaperbedaan basis yang digunakansehingga kecepatan pelepasan zataktifpun berbeda dan mungkin juga padasediaan pembanding ditambahkan bahanakseleran untuk menambah lajupenetrasinya (1). Sedangkan padaformula hasil formulasi dari uji lanjutDuncan menunjukkan bahwa formulaAM2 dan AM3 mempunyai dayapenetrasi yang sama. Daya penetrasiterkecil diberikan oleh formula AM1.

Page 22: Tinjauan Pustaka

Data daya penetrasi benzoilperoksida kemudian diolah menurutpersamaan Higuchi. Dari grafik antarajumLah zat aktif yang terpenetrasiterhadap akar waktu memberikan garislurus untuk semua formula, dan hargakoefisien korelasinnya (r) lebih besardari 0,95. Hal ini berarti penetrasi terjadisecara difusi pasif. Dari pemeriksaan sifatfisikokimia semua formula AM1, AM2dan AM3 didapatkan hasil yang tidakterlalu berbeda, kecuali pada uji dayamenyebar dan uji daya penetrasi. Padauji daya menyebar kecepatan menyebarsediaan AM2 tidak terlalu cepat sepertiAM1 dan tidak terlalu lambat sepertiAM3. Sedangkan pada uji daya penetrasibenzoil peroksida, sediaan AM2memberikan daya penetrasi terbesardibanding formula AM1 dan AM3.Berdasarkan hal tersebut di atas makaformula AM2 dipilih sebagai formulaterbaik.Sebelum dilakukan uji klinik antijerawat masing-masing relawandiberikan uji hipersensitifitas dengancara mengoleskan gel benzoil peroksidadi kulit telinga bagian belakang, ujipreventif terbuka ini dipilih karenabenzoil peroksida merupakan zatpengoksidasi (10). Dari hasil uji tidakada relawan yang menunjukkan gejalahipersensitif berupa hiperemia, eritema,pruritus (10), sehingga ke-15 relawandapat diikutkan dalam uji klinik.Benzoil peroksida bekerja efektifmembunuh bakteri Propionibacteriumacnes penyebab jerawat. Benzoilperoksida melepaskan oksigen ke dalamkelenjar sebasea, sehingga bakteriPropionibacterium acnes yang merupakan bakteri anaerob obligat akanmati dengan adanya oksigen (28,29).Dari hasil uji klinik anti jerawatmemperlihatkan bahwa jenis sediaanmempengaruhi penurunan nilai

Page 23: Tinjauan Pustaka

keparahan lesi jerawat (p<0,01).Penurunan nilai keparahan lesi jerawattertinggi diberikan oleh formula AM2diikuti BZ 2,5%® dan plasebo.Walaupun daya penetrasi BZ 2,5%®lebih besar dibanding formula AM2ternyata formula AM2 pada penelitianini lebih efektif menurunkan nilaikeparahan lesi jerawat. Ini mungkindisebabkan penetrasi AM2 lebih banyakterjadi melalui kelenjar terutama kelenjarsebasea (1,30) dibanding BZ 2,5%®,sehingga kadar benzoil peroksida yangbekerja untuk membunuh bakteripenyebab jerawat yang terdapat dikelenjar sebasea lebih banyak danbakteri yang matipun lebih banyak.Berdasarkan hasil pengukuran kadarbenzoil peroksida yang terdapat dalamsediaan juga didapatkan bahwa kadarbenzoil peroksida pada formula BZ2,5%® lebih kecil dibanding formulaAM2. Hal ini mungkin disebabkankarena faktor penyimpanan danpendistribusian sediaan yang dapatmenurunkan kualitas sediaan. Plasebo(sediaan tanpa zat aktif) juga dapatmenurunkan nilai keparahan lesi jerawat.Hal ini mungkin disebabkan karena kerjasugestif (2). Selain itu juga karenajerawat bukan merupakan penyakit yangpermanen sehingga tanpa penggunaanzat anti jerawatpun, ia punyakemungkinan untuk sembuh sendiri.KESIMPULAN Pada penelitian ini gel benzoilperoksida dengan basis HPMC 3,5%merupakan formula gel benzoilperoksida-HPMC yang terbaik danmemberikan penurunan keparahan lesijerawat yang lebih baik, dibandingdengan sediaan benzoil peroksida 2,5%yang beredar di pasaran (BZ 2,5%)(p<0,01).DAFTAR PUSTAKA

Page 24: Tinjauan Pustaka

1. Lachman, L., H.A, Lieberman. &J.L, Kanig, Teori dan PraktekIndustri Farmasi, Edisi II,diterjemahkan oleh Siti Suyatmi,UI Press, Jakarta, 1994.2. Mutschler E., Dinamika Obat,Edisi V, diterjemahkan olehM.B. Widianto & A.S. Ranti,Penerbit ITB, Bandung, 1991.3. Fakultas Kedokteran BagianIlmu Penyakit Kulit dan KelaminUI, Ilmu Penyakit Kulit danKelamin, Jakarta, 1987.4. Mansjoer, Arif., Kapita SelektaKedokteran, Edisi III jilid II,Media Aesculapius, FKUI,Jakarta, 20005. Henny, Prinsip PenangananJerawat, Medikal Kalbe Farma,Jakarta, 2002.6. Rassner., U. Steinert, Buku Ajardan Atlas Dermatologi,diterjemahkan oleh ToniHarijanto, EGG, Jakarta, 1992.7. Woodarb, Iris, Adolecent Acne:A Stepwise Approach toManagement, Adv. Pract. Nurs.J., vol 2, No 2, 2002.

http://morphinpharmacy.blogspot.com/2013/06/formulasi-dan-uji-klinik-gel-anti.html

Page 25: Tinjauan Pustaka

Jerawat merupakan penyakit kulit akibat peradangan dari folikel pilosebasea. Pengobatan tradisional dengan buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) memiliki zat antrakuinon dan saponin. Tujuannya Untuk mengetahui kosentrasi basis karbopol 940 yang stabil dan baik dalam formulasi sediaan gel antijerawat ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.). Desain penelitian eksperimental, buah mengkudu (Morinda citrfolia L.) yang digunakan adalah buah mengkudu yang muda kosentrasi 2,5% dan menggunakan basis karbopol 940 dengan variasi kosentrasi basis. Uji stabilitas fisik sediaan meliputi organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, serta uji Tempel. Hasil dan kesimpulan penelitian bahwa secara signifikan uji paired t test pada gel ekstrak buah mengkudu dengan basis karbopol 940 kosentrasi 1,0% adalah gel yang stabil dan baik dalam 28 hari penyimpanan dan aman digunakan.

Kata kunci : Buah mengkudu, Antijerawat, Gel, Stabilitas fisik

http://cahompong.blogspot.com/2013/03/formulasi-sediaan-gel-antijerawat-dari.html

PENGEMBANGAN FORMULASI SEDIAAN GEL ANTIJERAWAT SERTA PENENTUAN KONSENTRASI HAMBAT MINIMUM EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya A Linn.)

DEVELOPMENT OF ANTIACNE GEL FORMULATION AND MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION DETERMINATION FROM CARICA PAPAYA LEAVES EXTRACT (Carica Papaya A Linn.)

Master Theses from JBPTITBPP / 2012-06-18 14:55:07Oleh : Yustine Ardina (NIM:207 05 006), S2 - PharmacyDibuat : 2007-09-00, dengan 7 file

Keyword : Gel ; anti acne; carica papaya leaves; carica papaya leaves extract; staphylococcus epidermidis; propionibacterium acnes; papaine; carpaine; HPC-LV,HPMC; Carbopol 934.Subjek : PharmacyKepala Subjek : School of Pharmacy

Abstrak:

Jerawat terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus dan peradangan yang umumnya dipicu oleh bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus. Untuk mengatasi masalah jerawat, dibutuhkan suatu sediaan yang mempunyai daya penetrasi yang baik, waktu kontak yang cukup lama, dan dosis yang sesuai. Daun pepaya (Carica papaya Linn.) tua secara tradisional telah digunakan sebagai obat jerawat, yaitu dengan cara pengolesan langsung dari larutan hasil tumbukan daun yang tua. Daun pepaya ini dapat dibuat menjadi ekstrak, kemudian ekstrak tersebut dapat dibuat menjadi suatu sediaan farmasi; salah satunya adalah sediaan gel, di mana sediaan gel mempunyai kadar air yang tinggi, sehingga dapat menghidrasi stratum corneum dan mengurangi resiko timbulnya peradangan lebih lanjut akibat menumpuknya minyak pada poripori. Di dalam ekstrak daun pepaya terkandung papain (keratolitik, antimikroba) dan karpain (antibakteri), yang diduga dapat berperan sebagai senyawa

Page 26: Tinjauan Pustaka

aktif sediaan antijerawat.

Tujuan penelitian ini adalah optimasi formulasi sediaan gel ekstrak daun pepaya sebagai sediaan antijerawat. Dalam penelitian ini dibuat sediaan gel yang stabil serta diuji khasiatnya terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.

Metode penelitian yang dilakukan meliputi empat tahap, yaitu karakterisasi mutu ekstrak dan simplisia, penetapan potensi antibakteri, optimasi formulasi, evaluasi formula. Simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan pelarut etanolair (1:3). Selanjutnya, dilakukan karakterisasi mutu ekstrak dan simplisia meliputi pemeriksaan kandungan kimia, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penentuan pola kromatogram, penentuan bobot jenis ekstrak, penentuan pH ekstrak serta penentuan angka kapang dan angka lempeng total ekstrak. Ekstrak yang diperoleh diencerkan menjadi beberapa konsentrasi dan dilakukan penetapan konsentrasi hambat minimum (KHM) secara mikrobiologi. Diameter zona hambat ekstrak dan sediaan gel dibandingkan terhadap papain murni dan tetrasiklin baku. Konsentrasi ekstrak daun pepaya dan papain yang memiliki daya hambat setara dengan tetrasiklin 3% b/v terhadap Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acnes selanjutnya dikembangkan menjadi suatu formula gel. Orientasi komposisi basis gel dibuat dengan menggunakan tiga basis, yaitu Karbopol 934, hidroksipropil metil selulosa (HPMC), dan hydroxypropyl cellulose low viscosity (HPCLV) dengan berbagai konsentrasi. Berdasarkan hasil orientasi komposisi basis gel, penentuan organoleptik, pH, dan viskositas dipilih basis gel yang terbaik, yaitu basis HPMC dan HPCLV. Sediaan gel antijerawat dari ekstrak daun pepaya dan papain kemudian dievaluasi aktivitasnya melalui uji KHM. Hasil yang diperoleh dibandingkan terhadap hasil uji KHM dari ekstrak daun pepaya dan dilakukan evaluasi sediaan meliputi penentuan organoleptis, homogenitas, pertumbuhan mikroba, sineresis, pH dan viskositas.

Berdasarkan hasil penelitian, gel ekstrak daun pepaya efektif terhadap Staphylococcus epidermidis sebanyak 8,65.10 (pangkat 9) cfu/mL, tetapi tidak efektif terhadap Propionibacterium acnes sebanyak 2,7.109pangkat 7) cfu/mL. Hal ini berarti bahwa gel ekstrak daun pepaya bermanfaat untuk mencegah bertambah parahnya jerawat, yaitu mencegah terjadinya infeksi sekunder oleh Staphylococcus epidermidis. Diameter zona hambat untuk gel ekstrak daun pepaya dengan basis HPCLV adalah 19,80 kurang lebih 0,30 mm, sedangkan dengan basis HPMC adalah 15,27 kurang lebih 0,25 mm. Berdasarkan hasil evaluasi pH dan viskositas, gel ekstrak daun pepaya dengan basis HPCLV 30 % b/v lebih stabil secara fisik daripada gel ekstrak daun pepaya dengan basis HPMC 5 % b/v. Gel ekstrak daun pepaya dengan basis HPCLV lebih efektif dan lebih stabil dibandingkan dengan basis HPMC.

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-yustineard-27651

Page 27: Tinjauan Pustaka

1. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masa puber merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh seorang anak yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pada masa ini, anak-anak akan mengalami berbagai perubahan atau transisi baik secara fisik maupun psikologis yang bisa saja menjadi pengalaman yang membingungkan, meresahkan atau bahkan mendatangkan rasa malu karena beberapa hal. Selama masa puber hormon-hormon dalam kulit banyak memproduksi minyak pada kulit yang dapat memicu timbulnya jerawat atau acne vulgaris. Jerawat bukan merupakan suatu penyakit yang mengancam jiwa, namun dapat mempengaruhi kualitas hidup dengan memberikan efek psikologis yang buruk. Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat penyumbatan pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pastul dan bopeng (scar) pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan punggung. Timbulnya jerawat berkaitan dengan kebersihan kulit dan aktifnya kelenjar minyak pada kulit. Menurut para peneliti, setiap satu centimeter persegi kulit, terdapat kira-kira 14 sampai 15 kelenjar minyak. Dalam masa puber, kelenjar-kelenjar ini lebih aktif memproduksi sebum (zat mengandung minyak untuk meminyaki kulit). Baik remaja pria maupun wanita, hormon androgen memegang peranan dalam berkembangnya jerawat. Sesungguhnya, penyebab jerawat bukan minyak atau sebum tersebut. Sel-sel kulit yang overaktif pada lapisan dasarlah yang lebih banyak berperan dalam berkembangnya jerawat. Hal itu dimungkinkan karena beberapa faktor yaitu akibat minyak terperangkap, adanya sel-sel kulit mati dan tidak dibersihkan, serta adanya bakteria. Jerawat juga menyebabkan peradangan dikulit yang dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Wasitaatmadja, 1997).

2. 2 Pengobatan jerawat dilakukan dengan memperbaiki abnormalitas folikel, menurunkan produksi sebum yang berlebih, menurunkan jumlah koloni P. acnes yang merupakan bakteri penyebab jerawat dan menurunkan inflamasi pada kulit. Populasi bakteri P. acnes dapat diturunkan dengan memberikan suatu zat antibakteri seperti eritromisin, klindamisin dan benzoil peroksida (Wyatt dkk., 2001). Namun, obat-obat ini memiliki efek samping dalam penggunaannya sebagai anti jerawat antara lain resistensi antibiotik, iritasi, kerusakan organ dan terjadinya imunohipersensitivitas (Wasitaatmadja, 1997). Masyarakat Indonesia biasa menggunakan tanaman herbal dalam mengobati Jerawat. Tanaman herbal mempunyai nilai ekonomis dan efek samping lebih kecil dibandingkan dengan obat-obat sintesis. Salah satu tanaman yang diketahui memiliki aktivitas anti bakteri adalah daun sirsak (Annona muricata Linn.). Dalam pengobatan empiris, daun sirsak berfungsi untuk mengatasi luka borok, bisul, kejang, jerawat, dan kutu rambut. Daun Sirsak mengandung senyawa flavonoid dan polifenol yg merupakan turunan fenol yang bekerja sebagai antiseptik dan disinfektan sedangkan senyawa alkaloid yg terkandung dalamnya merupakan senyawa basa yg memiliki efek bakterisida (Sari, dkk, 2010). Namun, penggunaan secara tradisional dinilai tidak praktis dan kurang efisien. Sehingga perlu dikembangkan formulasi tanaman herbal yang tepat agar penggunaannya aman dan lebih efektif (Wasitaatmadja, 1997). Sediaan anti jerawat yang telah banyak beredar di pasaran yaitu dalam bentuk gel, krim dan losio. Jenis sediaan yang banyak disukai adalah bentuk losio. Sediaan dalam bentuk losio lebih banyak digunakan karena konsistensi yang berbentuk cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada permukaan kulit sehingga mudah menyebar dan dapat segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit (Lachman dkk, 1994). Berdasarkan hal tersebut maka dibuatlah sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.). Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian untuk mencari alternatif bagi masyarakat dalam pengobatan jerawat yang berasal dari bahan alam yang memiliki efek

3. 3 samping minimal. Formulasi losio pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga variasi komposisi karaginan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak setelah

Page 28: Tinjauan Pustaka

diformulasi dan memperoleh formulasi losio ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) yang memberikan efektivitas paling baik dibandingkan dengan kontrol positif terhadap bakteri S. epidermidis dan P. acnes. I.2. Rumusan Masalah a. Apakah ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri P. acne dan S. epidermidis? b. Apakah ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) dapat diformulasi dalam bentuk sediaan losio? c. Bagaimana aktivitas antibakteri sediaan gel dari ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) terhadap bakteri penyebab jerawat? I.3. Tujuan Penelitian a. Mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) terhadap bakteri P. acne dan S. epidermidis. b. Memformulasi sediaan losio antijerawat yang mengandung ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) c. Mengetahui bagaimana aktivitas antibakteri sediaan losio dari ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) terhadap bakteri penyebab jerawat. I.4. Manfaat Penelitian a. Memberikan informasi tentang efek antijerawat dari ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) terhadap bakteri P. acne dan S. epidermidis yang diformulasikan dalam sediaan losio b. Menambah nilai guna nilai jual pada daun sirsak (Annona muricata Linn.) dikalangan masyarakat

4. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tanaman Sirsak (Annona muricata Linn.) II.1.1 Taksonomi Menurut Tjitrosoepomo (1991), sistematika dari sirsak (Annona muricata Linn.) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatopyta Kelas : Dikotil Ordo : Ranales Famili : Annonaceae Genus : Annona Spesies : Annona muricata Linn. II.1.2 Deskripsi Sirsak merupakan pohon yang tinggi dapat mencapai sekitar 3-8 meter. Daun memanjang, bentuk lanset atau bulat telur terbalik, ujung meruncing pendek, seperti kulit, panjang 6-18 cm, tepi rata. Bunga berdiri sendiri berhadapan dengan daun dan baunya tidak enak. Daun kelopak kecil. Daun mahkota berdaging, 3 yang terluar hijau, kemudian kuning, panjang 3.5-5 cm, 3 yang terdalam bulat telur, kuning muda. Daun kelopak dan daun mahkota yang terluar pada kuncup tersusun seperti katup, daun mahkota terdalam secara genting. Dasar bunga cekung sekali. Benang sari banyak penghubung ruas sari di atas ruangsari melebar, menutup ruangnya, putih. Bakal buah banyak, bakal biji 1. Tangkai putik langsing, berambut kepala silindris. Buah majemuk tidak beraturan, bentuk telur miring atau bengkok, 15-35 kali, diameter 10-15 cm. Biji hitam dan daging buah putih (Steenis, 2003). Akar tunggang, perbanyakan dengan biji. Daun dan biji bisa dibuat untuk ramuan insektisida nabati, tetapi daun dan biji sirsak perlu dihaluskan terlebih dahulu lalu dicampur dengan pelarut. Buah yang mentah, biji, daun, dan akarnya mengandung senyawa kimia annonain.

5. 5 II.1.3 Kandungan dan Khasiat Daun sirsak mengandung alkaloid, tanin, dan beberapa kandungan kimia lainnya termasuk annonaceous acetogenins. Annonaceous acetogenins merupakan senyawa yang memiliki potensi sitotoksik. Senyawa sitotoksik adalah senyawa yang dapat bersifat toksik untuk menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel kanker. Daun sirsak dimanfaatkan sebagai pengobatan alternatif untuk pengobatan kanker, yakni dengan mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain untuk pengobatan kanker, tanaman sirsak juga dimanfaatkan untuk pengobatan demam, diare, anti kejang, anti jamur, anti parasit, anti mikroba, sakit pinggang, asam urat, gatal-gatal, bisul, flu, dan lain-lain (Mardiana, 2011). II.2 Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral. Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau sebagai produk. Ekstrak tumbuhan obat dapat berfungsi sebagai bahan baku obat tradisional atau sebagai produk yang dibuat dari simplisia (Depkes RI, 1979). II.3 Ekstrak II.3.1 Pengertian Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi III (1979), yang dimaksud dengan ekstrak yaitu berupa sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia nabati

Page 29: Tinjauan Pustaka

atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Pembuatan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Depkes RI, 1995). Simplisia nabati adalah berupa tanaman utuh, bagian tanaman utuh, eksudat tanaman. Kriteria cairan penyari yang baik harus memenuhi syarat antara lain murah dan mudah didapat, stabil

6. 6 secara kimia fisika, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar dan selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Anonim, 1986). II.3.2 Metode Ekstraksi Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, soxhletasi, dan infundasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan macam tiap metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989). a. Maserasi Proses maserasi merupakan cara penyari yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplia penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Sepuluh bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukan dalam bejana dituangi 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terhindar dari cahaya. Sambil berulang diaduk, diserkai lalu dipekatkan dengan penguapan dan tekanan pada suhu rendah 50°C hingga konsentrasi yang dikehendaki. Cara ekstraksi ini sederhana dan mudah dilakukan, tetapi membutuhkan waktu lama (Anonim, 1986). b. Perkolasi Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut yang cocok dengan melewatkan secara perlahan-lahan melewati suatu kolom, serbuk simplisia di masukan ke dalam perkolator. Dengan cara penyarian ini mengalirnya penyari melalui kolom dari atas ke bawah melalui celah untuk keluar ditarik oleh gaya berat seberat cairan dalam kolom. Dengan pembaharuan yang terus menerus bahan pelarut, memungkinkan berlangsungnya suatu maserasi bertingkat (Ansel, 1989). c. Sokletasi Bahan yang akan disaring berada dalam kantong ekstraksi (kertas karton) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang diantara labu suling dan suatu pendingin air balik dan dihubungkan melalui pipet. Labu tersebut

7. 7 berisi bahan pelarut yang menguap dan jika diberi pemanasan akan menguap mencapai kedalam pendingin balik melalui pipa pipet, Pelarut mampu memberikan perlindungan dari kontaminasi mikroba (Ansel,1989). d. Infundasi Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Anonim, 1986). II.4 Kulit II.4.1 Uraian Kulit Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus- menerus, respirasi, pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007). II.4.2 Struktur Kulit Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu: Lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan hipodermis (Wasitaatmadja, 1997): a. Lapisan Epidermis Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik untuk diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetikdipakai pada bagian epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-bedapada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimetermisalnya pada telapak tangan dan telapak kaki, yang paling tipisberukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi danperut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat eratpada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zatmakanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes melalui

Page 30: Tinjauan Pustaka

8. 8 dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.Lapisan epidermis terdiri atas 5 lapisan: stratum korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum (lapisan jernih), stratum granulosum (lapisan butir), stratum spinosum (lapisan taju) dan stratum basalis (lapisan benih). b. Lapisan Dermis Lapisan dermis ini jauh lebih tebal daripada epidermis dan tersusun atas jaringan fibrosa dan jaringan ikat yang elastis. Lapisan ini terdiri atas: a. Pars papilaris, yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah; b. Pars retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan lapisan hypodermis yang terdiri atas serabut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya dalam membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit. c. Lapisan Hipodermis Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluhdarah dan limfe. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menujulapisan kulit jangat.Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagaibantalan atau penyangga bagi organ-organ tubuh bagian dalam dan sebagai cadangan makanan. II.4.3 Fungsi Biologik Kulit Menurut Tranggono dan Latifah (2007) fungsi dari kulit yaitu: a. Proteksi Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit. b. Termoregulasi Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya

9. 9 dipengaruhi saraf otonom. Pusat pengatur temperatur tubuh di hipotalamus. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas. c. Persepsi Sensoris Kulit sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu dan nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri. d. Absorbsi Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea dari folikel rambut. II.4.4 Absorbsi Obat melalui Kulit Tujuan umum pengunaan obat topikal pada terapi adalah untuk menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis. Daerah yang terkena, umumnya epidermis dan dermis, sedangkan sediaan topikal tertentu seperti pelembab dan antimikroba bekerja dipermukaan kulit saja (Lachman, dkk., 1994). Beberapa cara penetrasi obat yang mungkin ke dalam kulit menurut Tranggono dan Latifah (2007), yaitu: lewat antara sel-sel stratum korneum (interselular), menembus sel-sel stratum korneum (transelular), melalui kelenjar keringat, melalui kelenjar sebasea dan melalui dinding saluran folikel rambut. II.5 Jerawat II.5.1 Uraian Jerawat Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat penyumbatan pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pastul dan bopeng (scar) pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan punggung. Peradangan dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Mitsui, 1997; Wasitaatmadja, 1997).

10. 10 II.5.2 Penyebab terjadinya Jerawat Adapun penyebab terjadinya jerawat yang berasal dari dalam maupun tubuh manusia yaitu (Mitsui, 1997) : a. Hormonal Sekresi kelenjar sebaseus yang hiperaktif dipacu oleh pembentukan hormon testoteron (androgen) yang berlebih, sehingga pada usia pubertas akan banyak timbul jerawat pada wajah, dada, punggung, sedangkan pada wanita selain hormon androgen, produksi lipida dari kelenjar sebaseus dipacu oleh hormon luteinizing yang meningkat saat menjelang menstruasi. b. Makanan Para pakar peneliti di Colorado State University Department of Health and Exercise menemukan bahwa makanan yang mengandung kadar gula dan kadar karbohidrat yang tinggi memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menimbulkan jerawat. Secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa mengkonsumsi terlalu

Page 31: Tinjauan Pustaka

banyak gula dapat meningkatkan kadar insulin dalam darah, dimana hal tersebut memicu produksi hormon androgen yang membuat kulit jadi berminyak dan kadar minyak yang tinggi dalam kulit merupakan pemicu paling besar terhadap timbulnya jerawat. c. Kosmetik Penggunaan kosmetika yang melekat pada kulit danmenutupi pori- pori, jika tidak segera dibersihkan akan menyumbat saluran kelenjar palit dan menimbulkan jerawat yang disebut komedo. Kosmetik yang paling umum menjadi penyebab timbulnya jerawat yaitu kosmetik pelembab yanglangsung menempel pada kulit. d. Infeksi Bakteri Propionibacterium acnes (Corynebacterium acnes) dan Staphylococcus epidermidis biasanya ditemukan pada lesi-lesi akne. Berbagai strain Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis dapat menghidrolis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, asam lemak bebas tersebut memungkinkan terjadinya lesi komedo. II.5.3 Tahap terjadinya Jerawat

11. 11 Pada kulit yang semula dalam kondisi normal, sering kali terjadi penumpukan kotoran dan sel kulit mati karena kurangnya perawatan dan pemeliharaan, khususnya padakulit yang memiliki tingkat reproduksi minyak yang tinggi. Akibatnya saluran kandung rambut (folikel) menjadi tersumbat. Sel kulit mati dan kotoran yang menumpuk tersebut, kemudian terkena bakteri acne, maka timbulah jerawat. Jerawat yang tidak diobati akan mengalami pembengkakan (membesar dan berwarna kemerahan) disebut papule. Bila peradangan semakin parah, sel darah putih mulai naik ke permukaan kulit dalam bentuk nanah (pus), jerawat tersebut disebut pastules (Mitsui, 1997). Jerawat radang terjadi akibat folikel yang ada di dalam dermis mengembang karena berisi lemak padat, kemudian pecah, menyebabkan serbuan sel darah putih ke area folikel sebasea, sehingga terjadilah reaksi radang. Peradangan akan semakin parah jika kuman dari luar ikut masuk ke dalam jerawat akibat perlakuan yang salah seperti dipijat dengan kuku atau benda lain yang tidaksteril. Jerawat radang mempunyai ciri berwarna merah, cepat membesar, berisi nanah dan terasa nyeri. Pastules yangtidak terawat, maka jaringan kolagen akan mengalami kerusakan sampai pada lapisan dermis, sehingga kulit/wajah menjadi bopeng (Scar) (Mitsui, 1997). II.5.4 Penanggulangan Jerawat Usaha pengobatan jerawat menurut Wasitaatmadja (1997) dapat dilakukan dengan 3 cara: a. Pengobatan Topikal Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo (jerawat ringan), ditujukan untuk mengatasi menekan peradangan dan kolonisasi bakteri, serta penyembuhan lesi jerawat dengan pemberian bahan iritan dan antibakteri topikal seperti; sulfur, resorsinol, asam salisilat, benzoil peroksida, asam azelat, tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin. b. Pengobatan Sistemik Pengobatan sistemik ditujukan untuk penderita jerawat sedang sampai berat dengan prinsip menekan aktivitas bakteri, menekan reaksi radang,

12. 12 menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat sistemik misalnya: pemberian antibiotik (tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin). c. Bedah Kulit Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi akibat jerawat. Tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat sembuh baik dengan cara bedah listrik, bedah pisau, dermabrasi atau bedah laser. II.6 Bakteri Penyebab Jerawat Nama bakteri berasal dari kata “bacterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1988). Bakteri penyebab jerawat umumnya adalah Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis. II.6.1 Bakteri Propionibacterium acne Dalam penelitian ini salah satu bakteri yang digunakan adalah Propionibacterium acne. Propionibacterium acne adalah organisme utama yang pada umumnya memberikontribusi terhadap terjadinya jerawat. Adapun sistematika bakteri Propionibacterium acne menurut Irianto (2006) adalah sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Propionibacteriaceae Famili : Propionibacterium Spesies : Propionibacterium acne Propionibacterium acnes adalah termasuk

Page 32: Tinjauan Pustaka

gram-positif berbentuk batang, tidak berspora, tangkai anaerob ditemukan dalam spesimen- spesimen klinis, beberapa strain/jenis adalah aerotoleran, tetapi tetap menunjukkan pertumbuhan lebih baik sebagai anaerob. Bakteri ini

13. 13 mempunyai kemampuan untuk menghasilkan asam propionat, sebagaimana ia mendapatkan namanya (Irianto, 2006). II.6.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis Sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis menurut Irianto (2006) adalah sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Micrococaceae Marga : Staphylococcus Jenis : Staphylococcus epidermidis Staphylococcus merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus epidermidis membentuk koloni berupa abu-abu sampai putih, non patogen, koagulasi negatif, tidak memfermentasi manitol, dapat bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit. Infeksi stafilokokus lokal tampak sebagai jerawat dan infeksi folikel rambut atau abses (Irianto, 2006). II.7 Losio Losio adalah emulsi cair yang etrdiri dari fase minyak dan fase air yang dapat tercampur dengan adanya emulgator. Losio dapat mengandung satu atau lebih bahan aktif. Losio dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai pelindung. Konsistensi yang berbentuk cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada permukaan kulit sehinggan mudah menyebar dan dapat segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit (Lachman dkk, 1994) Terdapat dua bentuk emulsi dalam bahan dasar kosmetik yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak. Losio merupakan emulsi tipe minyak dalam air, dimana minyak merupakan fase terdispersi (internal) dan air merupakan fase pendispersi (eksternal). Tipe losio kulit umumnya terdiri dari 10-15% fase minyak, 5-10% humektan dan 75-85% fase air

14. 14 (Morwanti, 2006). Fase minyak dan fase cair dipanaskan dan diaduk secara terpisah pada suhu 70-75o C, kemudian kedua fase tersebut dicampur pada suhu 70o C dengan pengadukan. Pengadukan terus dilakukan hingga mencapai suhu kamar. Pada temperature 70o C pencampuran fase cair dapat terjadi dengan baik (Agnessya, 2008). Metode pembuatan losio hampir sama dengan metode pembuatan suatu suspensi, emulsi atau larutan. Losio dapat dibuat dengan menambahkan eksipien ke suatu pasta halus dan sisa fase cairan ditambahkan sambil diaduk (Kuswahyuning dan Sulaiman, 2008). II.7.1 Komposisi Losio a. Asam Stearat Asam stearat berupa zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin. Asam stearat praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P. suhu lebur tidak kurang dari 54o C (Depkes RI, 1979). Asam stearat secara luas digunakan dalam formulasi sediaan oral dan topical sebagai agen pengemulsi, pelarut, lubrikan pada tablet dan kapsul. Dalam formulasi sediaan topical, asam stearat digunakan sebagai agen emulsifikasi pelarut. Asam stearat merupakan bahan non toksik dan tidak mengiritasi (Rowe, dkk., 2009). Gambar 1 Struktur Kimia Asam Stearat b. Trietanolamin Trietanolamin berupa cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, berbau lemah mirip amoniak, higroskopik. Mudah larut dalam air dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam kloroform P (Depkes RI, 1979). Larut dalam aseton, karbon tetraklorida, methanol dan air, dalam 24 bagian benzen, dalam 63 bagian etil eter. Tidak cocok dengan adanya asam mineral, tembaga, reagen seperti thyonyl klorida yang dapat memebentuk produk toksik (Rowe dkk., 2009).

15. 15 Trietanolamin secara luas dalam formulasi obat topikal terutama dalam pembentukan emulsi. Fungsi trietanolamin yaitu sebagai agen alkalis (basa) dan agen pengemulsi. Ketika dicampur dalam kadar yang sesuai dengan asam lemak, seperti asam stearat atau asam oleat, trietanolamin membentuk sebuah sbaun anionic dengan pH sekitar 8, dimana dapat digunakan sebagai suatu agen emulsifikasi untuk menghasilkan butir halus, emulsi minyak dalam air yang

Page 33: Tinjauan Pustaka

stabil (Rowe, dkk., 2009). Gambar 2 Struktur Kimia Trietanolamin c. Gliserin Berupa cairan seperti sirup, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, manis diikuti rasa hangat dan higrokopik. Jika disimpan dalam waktu yang lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20o C. Dapat bercampur dengan air dan etabol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan minyak lemak (Depkes RI, 1979). Tidak cocok dengan adanya oksidator kuta seperti kromium trioksid, potassium klorat atau potasium permanganat. Dalam formulasi farmasetis topikal dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien (Rowe, dkk., 2009). Gambar 3 Struktur Kimia Gliserin d. Parafin Cair Parafin cair berupa cairan kental, transparan, tidak berfluorosensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau dan hampir tidak mempunyai rasa. Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam

16. 16 kloroform P dan dalam eter P (Depkes RI, 1979). Terutama digunakan sebagai bahan tambahan pada formulasi obat topical seperti emulsi minyak dalam air, sebagai pelarut dan lubrikan pada formulasi tablet dan kapsul. Tidak cocok dengan oksidator kuat (Rowe, dkk., 2009). e. Metil Paraben Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Depkes, 1979). Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe, dkk., 2009). Gambar 4 Struktur Kimia Metil Paraben f. Aquadest Aqua destilata atau air suling merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum (Depkes RI, 1979). g. Karaginan Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalsium sulfat dengan galaktosa dan 3,6

17. 17 anhidrogalaktopolimer. Karaginan merupakan sneyawa polisakarida yang tersusun oleh D-galaktosa dan l-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang terhubungkan oleh ikatan 1,4 glikosiklik. Karaginan secara khusus dalam sediaan topikal berguna sebagai bahan pengental yaitu bahan yang mengatur kekentalan dan mempertahankan kestabilan suatu produk. Tujuannya dalam pembuatan losio yaitu untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi (Mitsui, 1997). Gambar 5 Struktur Kimia Karaginan II.8 Landasan Teori Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat penyumbatan pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pastul dan bopeng (scar) pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan punggung. Peradangan dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Mitsui, 1997; Wasitaatmadja, 1997). Daun sirsak merupakan salah satu tanaman obat yang secara empiris sering digunakan untuk mengobati luka borok, bisul, kejang, jerawat, dan kutu rambut. Pada penelitian sebelumnya, diketahui bahwa infusa daun sirsak poten membunuh S. aureus. Dari uji tabung dan identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis infusa daun sirsak mengandung senyawa flavonoid, polifenol, dan alkaloid. Flavonoid dan polifenol merupakan turunan fenol yang bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan. Sedangkan Alkaloid memiliki efek bakterisida (Sari, dkk, 2010). Pengobatan jerawat dapat dilakukan dengan menggunakan sediaan topikal. Pada penelitian ini diformulasi sediaan losio antijerawat yang

18. 18 berasal dari ekstrak etanol daun sirsak. Losio merupakan sediaan emulsi cair yang terdiri dari fase minyak dan fase air yang dimaksudkan untuk pemakaian luar sebagai pelindung.

Page 34: Tinjauan Pustaka

Dengan konsistensi losio yang cair memungkinkan pemakaian cepat dan merata dalam penyebarannya (Lachman dkk, 1994). Pembuatan losio menggunakan konsentrasi karaginan yang berbeda untuk melihat kekentalan dan stabilitas sediaan yang dikhawatirkan dapat terpisah fase emulsinya (Mitsui, 1997). Pengujian stabilita losio dilakukan secara fisika dan kimia yaitu organoleptis, uji daya sebar, uji daya lekat, viskositas dan pH. Pengujian mikrobiologi dilakukan dengan mengukur aktifitas antibakteri terhadap P. acne dan S. epidermidis menggunakan metode difusi agar dengan menghitung besarnya diameter zona hambatan sekitar kertas cakram dari losio yang dibandingkan dengan kontrol positif. II.9 Hipotesis Ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri P. acne dan S. epidermidis dalam bentuk sediaan losio karena mengandung senyawa flavonoid, polifenol dan alkaloid.

19. 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat penguap vakum, anak timbangan, autoklaf, batang pengaduk, bejana maserasi, blender, bulb, cawan petri, corong kaca, cover glass, erlenmeyer, gelas beker, gelas object, gelas ukur, kaca arloji, hot plate, jangka sorong, jarum ose, kertas millimeter blok, laminar air flow cabinet, labu ukur, lemari pendingin, mikropipet, mortar dan stamper, oven, pinset, pembakar bunsen, penggaris, pH meter, pipet tetes, pisau, sendok stainless, sendok tandu, stopwatch, sudip, tabung reaksi, termometer, timbangan analitik, viskometer stormer III.1.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aquades, asam stearat, bacto agar, bacto beef extract, bacto peptone, darah kambing, daun sirsak (Annona muricata Linn.), etanol teknis, gliserin, karaginan, kertas merang (sampul coklat), kertas saring Whatman no. 1, media nutrient agar, media agar darah (blood agar), metil paraben, Natrium klorida, parafin cair, sediaan lotio anti jerawat yang beredar di pasaran: lotio anti jerawat mustika ratu, spiritus, standar Mc. Farland no. 0,5, trietanolamin, Tryptic Soy Agar III.1.3 Bakteri Uji Bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini adalah kultur bakteri Propionibacterium acnes dan kultur bakteri Staphylococcus epidermidis. III.2 Cara Penelitian III.2.1 Rancangan Penelitian

20. 20 Gambar 6 Skema Rancangan Penelitian III.2.2 Variabel penelitian Penelitian ini menggunakan variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol daun sirsak dan kosnentrasi karaginan, sedangkan variabel terikat adalah aktivitas antibakteri ekstrak, kekentalan dan stabilitas losio serta aktivitas antibakteri losio ekstrak etanol daun sirsak. III.2.3 Tempat dan Waktu

21. 21 Penelitian dilakukan dilaboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak. Penelitian dimulai bulan Januari 2014. III.2.4 Objek Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah daun sirsak (Annona muricata Linn.). Metode pengambilan sampel menggunakan metoden non- random purposive yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Kriteria daun sirsak yang digunakan yaitu daun sirsak yang masih muda. Sampel daun sirsak berasal dari pekarangan rumah yang berada di Jl. Wonoyoso I Gg. V No. 3. III.2.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo, 2002) yaitu : 1. Daun sirsak yang digunakan adalah daun sirsak muda 2. Zona jernih (penghambatan) bakteri terjadi selama 18-24 jam b. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2002) yaitu : 1. Terdapat sampel berupa daun sirsak yang sudah tua 2. Zona jernih (penghambatan) bakteri terjadi selama > 18-24 jam III.2.6 Cara kerja III.2.6.1 Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah daun sirsak (Annona muricata Linn.) yang diambil dari pekarangan rumah yang berada di Jl. Wonoyoso I Gg. V No. 3 III.2.6.2 Pengolahan Sampel Daun

Page 35: Tinjauan Pustaka

sirsak (Annona muricata Linn.) yang telah dikumpulkan, dibersihkan dari pengotor yang melekat (sortasi basah) kemudian dicuci

22. 22 dengan air mengalir, lalu ditiriskan. Kemudian disebarkan di atas kertas koran sehingga airnya terserap. Sampel dikeringkan di dalam lemari pengering (suhu 50o C), kemudian sampel dihaluskan hingga derajat kehalusan tertentu dengan menggunakan blender. III.2.6.3 Pembuatan Ekstrak Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol. Serbuk ditimbang, dimasukkan ke dalam wadah kaca lalu dituang pelarut etanol secukupnya sampai serbuk simplisia basah, diamkan beberapa jam. Setelah itu ditambah pelarut etanol sampai bahan tumbuhan terendam sempurna. Maserasi dilakukan selama tiga hari sambil sesekali diaduk. Setelah tiga hari, cairan penyari dienaptuangkan (didekantir) sehingga diperoleh maserat I. Kepada ampas ditambahkan pelarut etanol sampai terendam sempurna. Proses maserasi dilakukan lagi selama tiga hari, cairan penyari dienaptuangkan sehingga diperoleh maserat II. Proses maserasi diulangi lagi sehingga diperoleh maserat III. Maserat I, II dan III digabung dan disaring. Maserat diuapkan pelarutnya dengan alat penguap vakum putar pada suhu tidak lebih dari 40ºC (Adams, dkk, 1970). III.2.6.4 Persiapan dan Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Ekstrak a. Pembuatan Nutrient Agar Sebanyak 23 gram nutrient agar dilarutkan dalam air suling steril sebanyak 1000 ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan panas larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Lalu disterilkan di autoklaf 121o C selama 15 menit (Difco, 1997). b. Pembuatan Blood Agar Sebanyak 40 gram Tryptic Soy Agar (TSA) dilarutkan ke dalam 1000 mL akuadest steril, kemudian pH media diukur sampai 7,3 dan dipanaskan selanjutnya disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Hangatkan darah kambing segar sebanyak 50 mL sampai suhu hingga 50°C. TSA steril didiinginkan sampai suhu mencapai 50°C kemudian darah kambing segar dituangkan ke dalam labu berisi TSA (Hadioetomo, 1993). c. Pembuatan Larutan NaCl 0,9%

23. 23 Natrium klorida ditimbang sebanyak 9 gram lalu dilarutkan dalam air suling sedikit demi sedikit dalam labu ukur 1000 ml sampai larut sempurna. Lalu ditambahkan air suling sampai garis tanda. Disterilkan di autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit d. Pembuatan Agar Miring Ke dalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai sediaan membeku pada posisi miring membentuk sudut 45o C. Kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5o C. e. Penyiapan Inokulum 1. Pembuatan Stok Kultur Bakteri Propionibacterium acne Biakan bakteri P. acne dari strain utama diambil dengan jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring, kemudian diinkubasikan pada suhu 35±2o C selama 24 jam 2. Pembuatan Stok Kultur Bakteri Staphylococcus epidermidis Biakan bakteri S. epidermidis dari strain utama diambil dengan jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring, kemudian diinkubasikan pada suhu 35±2o C selama 24 jam 3. Pembuatan Inokulum Bakteri Propionibacterium acne Koloni bakteri P. acne diambil dari stok kultur diambil menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan NaCl 0,9% steril lalu diinkubasikan pada suhu 35±2o C sampai didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV panjang gelombang 580 nm (Depkes RI, 1995). 4. Pembuatan Inokulum Bakteri Staphylococcus epidermidis Koloni bakteri S. epidermidis diambil dari stok kultur diambil menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan NaCl 0,9% steril lalu diinkubasikan pada suhu 35±2o C sampai didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV panjang gelombang 580 nm (Depkes RI, 1995). 5. Sterilisasi Alat dan Bahan

24. 24 Alat-alat non gelas disterilkan terlebih dahulu di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dan alat-alat gelas disterilkan di oven suhu 160-170°C selama 2 jam. Jarum ose dibakar dengan api bunsen. 6. Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Daun Sirsak dengan Berbagai

Page 36: Tinjauan Pustaka

Konsentrasi Sebanyak 5 gram ekstrak etanol daun sirsak ditimbang, lalu ditambahkan etanol hingga volume total 10 ml dan diaduk hingga larut dan didapat konsentrasi 500 mg/ml, kemudian dibuat pengenceran dengan konsentrasi 400, 300, 200, 100 dan 50 mg/ml. 7. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap Ekstrak Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap ekstrak etanol daun sirsak dengan berbagai konsentrasi. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar. i.Bakteri Propionibacterium acne Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45– 50o C. Selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media blood agar yang telah padat diletakkan beberapa kertas cakram, dipipet 0,1 ml larutan uji ekstrak etanol daun sirsak dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35±2o C selama 18–24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar cakram dengan menggunakan jangka sorong (Hadioetomo, 1993). ii.Bakteri Staphylococcus epidermidis Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45– 50o C. Selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media nutrient agar yang telah padat diletakkan beberapa kertas cakram, dipipet 0,1 ml larutan uji ekstrak etanol daun sirsak dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35±2o C selama 18–24 jam, setelah itu diukur diameter

25. 25 daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar cakram dengan menggunakan jangka sorong (Hadioetomo, 1993). III.2.6.5 Pembuatan Losio Sediaan losio yang dibuat terdiri atas tiga formula. Tiap formula mengandung konsentrasi karaginan yang berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada tabel 1. Losio masing-masing formula dibuat sebanyak 100 gram dan tipe formula direplikasi sebanyak 3 kali. Tabel 1 Formula Losio Ekstrak Etanol Daun Sirsak Bahan Kandungan per 100 gram LA LB LC Ekstrak etanol daun sirsak KHM KHM KHM Asam stearat 2.5 2.5 2.5 Trietanolamin 1 1 1 Karaginan 0.5 0.75 1 Gliserin 5 5 5 Parafin cair 7 7 7 Metil paraben 0.1 0.1 0.1 Pewangi qs Qs qs Aquadest Ad 100 gram Ad 100 gram Ad 100 gram Keterangan: LA : Formula losio dengan konsentrasi karaginan 0,5 % LB : Formula losio dengan konsentrasi karaginan 0.75 % LC : Formula losio dengan konsentrasi karaginan 1 %

26. 26 Gambar 7 Skema Pembuatan Losio Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan losio dipisahkan menjadi dua bagian antara fase minyak dan fase air. Asam stearat dan paraffin cair yang merupakan fase minyak dimasukkan dalam cawan penguap. Gliserin, trietanolamin, karaginan dan aquadest yang merupakan fase air dicampur dalam gelas beker. Sebelumnya karaginan dilarutkan terlebih dahulu dalam dalam beberapa bagian air sebelum dicampur dalam fase air. Lalu sisa air ditambahkan dalam campuran fase air. Fase air dan minyak dipanaskan dan diaduk dalam suhu 70-75o C secara terpisah hingga tercampur homogen. Proses pencampuran kedua fase dilakukan pada suhu 70o C karena pada suhu tersebut terjadi emulsifikasi. Proses pengadukan dilakukan hingga kedua fase tersebut homogen dan mencapai suhu 40o C.

27. 27 Kemudian dimasukkan ekstrak etanol daun sirsak sedikit demi sedikit dan gerus hingga homogen, selanjutnya metal paraben dimasukkan ke dalam pada suhu 35o C agar tidak merusak zat aktif kemudian dilakukan pengadukan (Anita, 2008). Pewangi ditambahkan pada tahap akhir. III.2.6.6 Pemeriksaan Stabilitas Fisik dan Kimia Losio Losio dengan variasi ekstrak etanol daun sirsak sebagai bahan aktif dievaluasi sifat fisiknya meliputi uji organoleptis, daya sebar, daya lekat, viskositas serta sifat kimianya yaitu pH. Pengamatan dilakukan 5 hari sekali pada hari ke 0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 (Morwanti, 2006). Pemilihan rentang dikarenakan perubahan viskositas mulai terjadi 5-15 hari setelah emulsi dibuat dan sete;ah itu relative konstan (Rieger, 2000). a. Uji Organoleptik Pemeriksaan terhadap organoleptik yang dilakukan meliputi warna, bau, dan konsistensi yang diamati secara visual. b. Uji Daya Sebar Sebanyak 0.5 gram losio diletakkan di

Page 37: Tinjauan Pustaka

atas kaca arloji yang dibuat berskala dnegan kertas millimeter blok. Diatas losio diletakkan kaca arloji dan pemberat menjadi 150 gram, selanjutnya didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya dan dihitung luas penyebaran dengan persamaan 1 (Ameliana dan Winarti, 2011). Pengukuran dilakukan masing-masing satu kali tiap replikasi formula. L = . r2 ……………………………………………………… (persamaan 1) Keterangan : L = luas penyebaran losio (cm2 ) 𝜋 = phi (3,14) R = jari-jari penyebaran losio (cm) c. Uji Daya Lekat Sebanyak 0,5 gram losio diratakan diatas gelas objek yang telah diketahui luasnya. Diletakkan gela sobjek yang lain diatas losio tersebut. Kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Kemudian dilepaskan beban seberat 80 gram dan dicatat waktunya hingga kedua gelas objek

28. 28 terlepas. Pengukuran dilakukan masing-masing sati kali pada tiap replikasi formula. d. Uji Viskositas Viskositas losio diukur dengan menggunakan viskosimeter stormer. Sebanyak 200 gram losio dimasukkan kedalam wadah lalu diberi beban hingga baling-baling dapat berputar ketika rem dilepas. Saat rem dilepas maka pemberat akan meluncur ke bawah dan nilai rpm akan muncul pada alat. Dilakukan prosedur yang sama dengan beban yang bervariasi (kelipatan 30). Dicatat rpm yang dihasilkan pada masing-masing beban. Kemudian hitung Kv alat dengan memasukkan nilai beban yang menghasilkan 200 rpm. Selanjutnya dicari persamaan regresi linier dnegan pH nilai x adalah bobot (gram) vs nilai y adalah rpm. Nilai y pada persamaan regresi dianggap nol, sehingga dapat diperoleh nilai x yaitu nilai Wf. Nilai viskositasnya dihitung dengan persamaan 2 : η = 𝑘𝑣 (𝑤−𝑤𝑓) 𝑟𝑝𝑚 ……………………………………………… (persamaan 2) Keterangan : η = viskositas (poise) kv = tetapan alat w = massa pemberat (gram) wf = intersep yield value (gram) rpm = kecepatan e. Uji pH Losio uji diambil secukupnya kemudian dimasukkan kedalam pH meter dan dicatat nilai pH yang ditunjukkan oleh pH meter. Pengukuran dilakukan masing-masing satu kali pada tiap replikasi formula. III.2.5.7 Uji Mikrobiologi Sediaan Uji mikrobiologi untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan losio ekstrak etanol buah belimbing wuluh yang dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram dengan cara mengukur diameter hambatan pertumbuhan bakteri terhadap bakteri P. acne dan bakteri S. epidermidis. a. Bakteri Propionibacterium acne

29. 29 Sebanyak 12 ml media blood agar dituangkan ke dalam cawan petri steril. Pada media yang telah padat, inokulum bakteri P. acne ditanam menggunakan jarum ose dengan menggoreskannya. Kemudian diletakkan beberapa kertas cakram dengan diameter 6 mm, dipipet 0,1 ml losio ekstrak etanol daun sirsak dan kontrol positif lotion jerawat mustika ratu dimasukkan ke dalam kertas cakram, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35±2o C selama 18-24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar cakram dengan menggunakan jangka sorong (Hadioetomo, 1993). b. Bakteri Staphylococcus epidermidis Sebanyak 12 ml media nutrient agar dituangkan ke dalam cawan petri steril.Pada media yang telah padat, inokulum bakteri S. epidermidis ditanam menggunakan jarum ose dengan menggoreskannya. Kemudian diletakkan beberapa kertas cakram, dipipet 0,1 ml losio ekstrak etanol daun sirsak dan kontrol positif lotion jerawat mustika ratu dimasukkan ke dalam kertas cakram, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35±2o C selama 18- 24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar cakram dengan menggunakan jangka sorong (Hadioetomo, 1993). III.2.6.9 Analisis Data Data yang didapat berupa aktivitas antibakteri sediaan dengan berbagai seri konsentrasi dan hasil stabilitas sediaan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program R-Commander seri 2.14.1. R adalah suatu kesatuan software yang terintegrasi dengan beberapa fasilitas untuk perhitungan dan penampilan grafik. Pengujian yang dilakukan adalah One Way ANOVA (Analysis of Varians) untuk membandingkan nilai signifikansi dari formula I, II dan III. Selanjutnya dilakukan uji T dengan uji T Independent untuk mengetahui nilai perbandingan sediaan losio ekstrak dengan kontrol positif.

Page 38: Tinjauan Pustaka

30. 30 DAFTAR PUSTAKA Adams, R., Johnsons, J.R., and Wilson, C.F., Jr. 1970. Laboratory Experiments in Organic Chemistry. Edisi Keenam. Mac Millan Publishing Co, Inc. New York Agnessya, R. 2008. Kajian Pengaruh Penggunaan Natrium Alginat dalam Formulasi Skin Lotion. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor Ameliana, L dan Lina Winarti. 2011. Uji Aktivitas Antinyamuk Lotion Minyak Kunyit sebagai Alternatif Pencegah Penyebaran Demam Berdarah Dengue. J. Trop. Phar. Chem Anita, S.B. 2008. Aplikasi Karaginan Dalam Pembuatan Skin Lotion. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor Anonim. 1986. Sediaan Galenika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Ansel, C.H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. UI Press. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Difco Laboratories. 1977. Difco Manual of Dehydrated Culture Media and Reagents for Microbiology and Clinical Laboratory Procedures. Ninth edit ion. Difco Laboratories. Detroit Michigan Dwidjoseputro, D. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid I. CV. Yrama Widya. Bandung Kuswahyuning, R dan Sulaiman, T.N.S. 2008. Teknologi dan Formulasi Sediaan Semi Padat. Pustaka Laboratorium Teknologi Farmasi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

31. 31 Lachman, L., Herbert, A.L., dan Joseph, L.K. 199). Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. UI Press. Jakarta Mardiana,L.,Ratnasari,J. 2011. Ramuan dan Khasiat Sirsak. Penebar Swadaya. Jakarta Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Elsevier. Tokyo Morwanti, D.A. 2006. Aplikasi Dimethicone (Silicone Oil) sebagai Pelembut dalam Proses Pembuatan Skin Lotion. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor Notoatmodjo,S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta Rieger, M.M. 2000. Harry’s Cosmeticology, Eight Edition. Chemical Publishing Co, Inc. New York Rowe, R.C., Sheskey, P.J and Owen, S.C. 2009. The Handbook of Pharmaceutical Excipients. Pharmaceutical Press and the American Pharmacists Association. London Sari, Yeni Dianita. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Infusa Daun Sirsak (Annona ruricata L.) secara In Vitro terhadap Staphylococcus aureus Atcc 25923 dan Escherichia coli Atcc 35218 serta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya. Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta Steenis, C.G.G.J. 2003. Flora. Cetakan Kesembilan. Terjemahan Surjowinoto M dkk. PT Pradnya Paramita. Jakarta Tjitrosoepomo, G. 1991. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. UGM Press. Yogyakarta Tranggono, R.I., dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Editor: Joshita Djajadisastra. Penerbit Pustaka Utama. Jakarta Voigt, R. 1984. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press. Yogyakarta Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Penerbit UI-Press. Jakarta Wyatt et al,. 2001. Dermatological Pharmacology. In: Hardman JG, Limbird IE, Eds. Goodman and Gillman’s The Pharmacological Basis of Therapeutic 10th Ed. Mc Graw Hill. New York

http://www.slideshare.net/ershahasan/formulasi-sediaan-losio-ekstrak-etanol-daun-sirsak


Recommended