+ All Categories
Home > Documents > ANALISA MODEL STUDI

ANALISA MODEL STUDI

Date post: 11-Nov-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
23
BAB II ANALISA MODEL STUDI Analisa model studi adalah suatu pengukuran tiga dimensi lengkung geligi dan hubungan oklusi maksila dan mandibula. Peranan metode evaluasi ini untuk diagnosis ortodontik dan rencana perawatan seringkali kurang diperhatikan. Kekurangan dari odontometrik pada kenyataannya hanya berfokus pada analisa- analisa hubungan, dimana bergantung sepenuhnya pada ukuran gigi untuk menentukan lebar dan panjang lengkung geligi secara aritmetik. Seringkali, analisis model tidak berhubungan dengan kriteria diagnostik penting lainnya, seperti cephalogram dan radiograf panoramik. Bagaimanapun juga, tetap terdapat hubungan antara panjang lengkung, lebar, dan ukuran mesiodistal gigi. Hubungan-hubungan ini ditetapkan sebagai indeks oleh beberapa penulis. Indeks Pont, Linder, Harth, dan Korkhaus sering dipakai di negara-negara berbahasa Jerman. Pada analisis model ini, nilai yang didapat dari suatu kasus dibandingkan dengan nilai-nilai standar "lengkung geligi normal". Dengan ilmu pengetahuan yang ada saat ini, cara ini sering dianggap kurang memiliki nilai diagnostik. Tetapi, prosedur ini masih digunakan secara luas dalam praktek ortodontik. Disamping semua keterbatasan ini, terdapat suatu kelebihan dalam analisis model studi dimana derajad keparahan maloklusi dapat ditentukan dalam tiga dimensi. Model gips untuk analisis model studi dibagi menjadi beberapa bidang : 1) Median palatal raphe (bidang median sagital), 2) bidang tuberositas, dan 3) bidang oklusal.
Transcript

BAB II

ANALISA MODEL STUDI

Analisa model studi adalah suatu pengukuran tiga dimensi lengkung geligi

dan hubungan oklusi maksila dan mandibula. Peranan metode evaluasi ini untuk

diagnosis ortodontik dan rencana perawatan seringkali kurang diperhatikan.

Kekurangan dari odontometrik pada kenyataannya hanya berfokus pada analisa-

analisa hubungan, dimana bergantung sepenuhnya pada ukuran gigi untuk

menentukan lebar dan panjang lengkung geligi secara aritmetik. Seringkali,

analisis model tidak berhubungan dengan kriteria diagnostik penting lainnya,

seperti cephalogram dan radiograf panoramik. Bagaimanapun juga, tetap terdapat

hubungan antara panjang lengkung, lebar, dan ukuran mesiodistal gigi.

Hubungan-hubungan ini ditetapkan sebagai indeks oleh beberapa penulis. Indeks

Pont, Linder, Harth, dan Korkhaus sering dipakai di negara-negara berbahasa

Jerman. Pada analisis model ini, nilai yang didapat dari suatu kasus dibandingkan

dengan nilai-nilai standar "lengkung geligi normal". Dengan ilmu pengetahuan

yang ada saat ini, cara ini sering dianggap kurang memiliki nilai diagnostik.

Tetapi, prosedur ini masih digunakan secara luas dalam praktek ortodontik.

Disamping semua keterbatasan ini, terdapat suatu kelebihan dalam analisis

model studi dimana derajad keparahan maloklusi dapat ditentukan dalam tiga

dimensi. Model gips untuk analisis model studi dibagi menjadi beberapa bidang :

1) Median palatal raphe (bidang median sagital), 2) bidang tuberositas, dan 3)

bidang oklusal.

2.1 Analisa Bentuk Lengkung Geligi

Pada tahun 1909 Pont memperkenalkan suatu sistem analisa dimana

pengukuran lebar 4 insisif atas akan menentukan lebar lengkung geligi di daerah

premolar dan molar. Lebar mesiodistal terbesar dari gigi-gigi insisif atas diukur

menggunakan jangka, dan dijumlahkan dalam satuan milimeter. Nilai ini disebut

sebagai Sum of Incisors (SIU).

Pengukuran dapat dilakukan pada model studi atau agar lebih akurat dapat

langsung dilakukan intra oral selama pemeriksaan klinis.

Bila insisif sentral atau insisif lateral hilang, atau pada kasus-kasus

hipoplasia maupun hiperplasia insisif atas, pengukuran dapat dilakukan

berdasarkan jumlah mesiodistal gigi-gigi insisif bawah (SIL) menggunakan

Formula Tonn, untuk menentukan jumlah lebar mesiodistal 4 insisif atas (SIU)

yang sesuai.

2.1.1 Lebar Lengkung Geligi

Jarak antara premolar pertama kanan dan premolar pertama kiri diukur.

Titik acuan pada maksila adalah pada titik terendah dari fissura transversal

premolar pertama. Titik acuan pada mandibula adalah pada titik kontak sebelah

bukal antara premolar pertama dan premolar kedua. Nilai ini disebut sebagai lebar

lengkung geligi anterior.

Jarak antara molar pertama permanen kanan dan molar pertama permanen

kiri diukur. Titik acuan pada maksila adalah titik percabangan dari fissura

transversal dengan fissura bukal molar pertama permanen. Titik acuan pada

mandibula adalah pada puncak cusp mediobukal molar pertama permanen. Nilai

ini disebut sebagai lebar lengkung geligi posterior.

Formula untuk menghitung lebar lengkung geligi ideal menurut Linder & Harth :

Nilai ideal lebar lengkung geligi anterior

Nilai ideal lebar lengkung geligi posterior

Tabel Nilai Rata-Rata Lebar Lengkung Geligi (Weise & Benthake, 1965)

Perbedaan antara nilai-nilai pengukuran dan nilai-nilai perhitungan akan

menentukan perlu tidaknya dilakukan ekspansi lengkung geligi. Jika didapatkan

nilai-nilai pengukuran lebih kecil, maka dibutuhkan ekspansi pada lengkung

geligi.

Indeks Pont memberikan suatu perkiraan indikasi untuk derajad

penyempitan lengkung geligi pada suatu kasus maloklusi dan juga banyaknya

ekspansi lateral yang dibutuhkan lengkung geligi agar cukup menampung gigi-

gigi dalam posisi dan inklinasi yang benar.

2.1.2 Panjang Lengkung Geligi Anterior

Panjang lengkung geligi anterior menurut Korkhaus (Lu pada maksila, LL

pada mandibula) didefinisikan sebagai jarak tegak lurus dari permukaan labial

paling anterior insisif sentral sampai garis yang menghubungkan titik-titik acuan

lebar lengkung anterior. Pengukuran ini dapat menunjukkan adanya malposisi

anteroposterior gigi-gigi anterior.

Seperti halnya Indeks Pont, nilai-nilai standar panjang lengkung anterior

bergantung pada jumlah lebar mesiodistal gigi insisif atas (SIu). Panjang

anteroposterior lengkung geligi anterior mandibula secara normal lebih pendek 2

mm daripada lengkung maksila (diameter labiolingual insisal edge insisif atas).

Formula untuk menghitung panjang lengkung geligi anterior ideal menurut Korkhaus (1938)

Tabel Nilai Rata-Rata Panjang Lengkung Geligi Anterior

Panjang lengkung geligi anterior tidak hanya dapat berubah dengan

adanya malposisi gigi anterior, tapi juga adanya migrasi premolar pertama. Pada

kasus labioversi/protrusi gigi-gigi anterior, panjang lengkung geligi anterior akan

bertambah, sementara berkurangnya panjang lengkung geligi anterior

menunjukkan adanya retrusi gigi-gigi anterior.

Mesioversi gigi-gigi posterior secara bilateral Lu/LL lebih pendek

Linguoversi gigi-gigi anterior Lu/LL lebih pendek

Labioversi gigi-gigi anterior Lu/LL lebih panjang

Protrusi bimaksiler gigi Lu/LL lebih panjang

Distoversi premolar Lu/LL lebih panjang

Prognati Mandibula Lu/LL lebih panjang

2.1.3 Kesimetrisan Intermaksiler

Analisa kesimetrisan ini memperkirakan adanya perbedaan sisi kanan-kiri

pada posisi-posisi gigi dalam arah transversal dan anteroposterior. Untuk

melakukan pengukuran ini, penentuan bidang acuan yang tepat sangat penting.

Median palatal raphe (garis tengah maksila) yang ditentukan oleh dua titik

anatomis pada raphe palatina merupakan bidang acuan untuk analisa kesimetrisan

transversal. Pembuatan garis tengah mandibula lebih sulit. Proyeksi langsung dari

median palatal raphe ke mandibula tidaklah akurat. Akan lebih akurat bila

menandai titik anterior mandibula menggunakan film spine mental atau dengan

menggunakan frenulum lingualis. Titik posterior untuk pembuatan garis tengah

mandibula ditentukan oleh suatu garis tegak lurus, yang berjalan dari tepi

posterior median palatal raphe maksila ke model mandibula.

Bidang tuberositas adalah bidang acuan untuk membandingkan

kesimetrisan anteroposterior. Bidang ini tegak lurus dengan median palatal raphe

dan berjalan melalui tuberositas paling distal.

2.1.3.1 Kesimetrisan Transversal

Pengukuran intramaksiler ini pada model studi dapat menunjukkan hasil :

- Perkembangan lebar lengkung yang simetris/asimetris antara sisi kiri dan

kanan (malposisi:simetrik, asimetrik, unilateral)

- Sesuai/ tidak sesuainya antara garis tengah gigi dan garis tengah tulang pada

lengkung rahang (pergeseran garis median)

Jarak transversal dari titik-titik acuan Pont ke garis tengah lengkung geligi

ditentukan dan nilai pengukuran sebenarnya dibandingkan dengan setengah nilai

dari lebar standar lengkung geligi. Menurut Schmuth (1983), pengukuran tidak

boleh dilakukan dari titik-titik acuan ini tapi dari sebelah lingual gingiva margin

gigi, karena kesalahan pengukuran dapat terjadi bila terdapat gigi yang rotasi.

Unilateral crossbite disertai pergeseran garis median

Pergeseran garis median tipe dental Pergeseran garis median tipe skeletal

Dari aspek diagnostik, pengukuran kesimetrisan transversal penting secara

klinis, terutama dalam kasus-kasus maloklusi arah transversal (cross-bite lateral,

oklusi edge to edge, tidak adanya kontak bukal/lingual gigi-geligi.

2.1.3.2 Kesimetrisan Anteroposterior

Pengukuran ini akan menunjukkan posisi mesiodistal gigi yang asimetris

dengan gigi senama pada sisi yang berlawanan di lengkung geligi. Analisa ini

digunakan untuk mendiagnosa adanya pergeseran gigi ke arah mesial. Bila tidak

ditemukan adanya asimetri, berarti gigi-geligi terletak pada posisi yang benar atau

telah terjadi migrasi mesial gigi-geligi secara simetris. Dalam hal ini, diagnosis

pergeseran gigi ke mesial harus dibuat dengan penentuan kriteria yang lain.

Ciri-ciri posisi gigi-gigi posterior yang lebih ke mesial :

Berdesakan dan kehilangan tempat, terutama pada daerah penyangga

Pergeseran garis median gigi disertai berdesakan dan kehilangan tempat.

Premolar yang tipping ke mesial.

Molar pertama permanen rotasi

Hubungan sepasang pertama rugae palatina pada kaninus menurut Hausser

(rugae palatina pertama terletak distal dari kaninus = posisi lebih ke mesial)

Hubungan bidang transversal papila pada kaninus (Schmuth) (tegak lurus

melalui akhiran posterior papila insisif yang berjalan lebih ke distal daripada

kaninus = posisi lebih ke mesial)

Rotasi molar pertama permanenMesial drift molar pertama permanen kiri

2.1.4 Tinggi Palatum

Tinggi palatum menurut Korkhaus didefinisikan sebagai suatu garis

vertikal tegak lurus terhadap median palatal raphe yang berjalan dari permukaan

palatum menuju bidang oklusal. Pengukuran ini dilakukan antara titik-titik acuan

Indeks Pont untuk lebar lengkung posterior. Korkhaus (1939) menentukan bentuk

palatum berdasarkan indeks :

Tinggi palatum x 100

Indeks tinggi palatum = --------------------------------------

Lebar lengkung geligi posterior

Nilai rata-rata indeksnya 42%. Indeks dapat meningkat bila palatum relatif

lebar terhadap perkembangan lengkung secara transversal, dan berkurang bila

palatum sempit.

Palatum yang tinggi adalah ciri utama penyempitan basis prosesus alveolar

maksila, dimana sering terjadi pada kasus-kasus kronis bernapas lewat mulut,

ricketsia, dan dalam beberapa macam kebiasaan buruk.

2.2 Analisa Daerah Penyangga

Daerah penyangga pada fase geligi pergantian didefinisikan sebagai jarak

antara permukaan distal gigi insisif lateral permanen dan permukaan mesial molar

pertama permanen. Daerah ini ditempati gigi-gigi kaninus sulung dan molar

pertama dan kedua sulung.

Pengukuran daerah penyangga dilakukan dalam periode geligi pergantian

untuk menentukan perbedaan antara tempat yang tersedia dan tempat yang

dibutuhkan untuk kaninus permanen dan premolar pertama dan kedua yang belum

erupsi. Terdapat empat metode pengukuran yang berbeda :

- Suatu metode prediksi berdasarkan nilai rata-rata untuk daerah penyangga.

- Tabel proporsionalitas yang berisi ukuran gigi-gigi anterior

- Metode radiologi

- Kombinasi metode radiologi dan tabel prediksi

Kombinasi metode radiologi dan tabel prediksi paling akurat

memperkirakan lebar gigi-gigi yang belum erupsi. Prediksi dari tabel

proporsionalitas merupakan metode paling akurat berikutnya.

Nilai Rata-Rata Daerah Penyangga Menurut Beberapa Peneliti

(Schulze, 1982)

2.2.1 Prediksi dari Tabel Proporsionalitas

Tabel prediksi yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan tempat

yang dibutuhkan untuk kaninus permanen dan premolar pertama dan kedua yang

belum erupsi adalah Tabel Moyer (1967), yang digunakan sebagai berikut :

1) Penentuan jumlah lebar mesiodistal gigi-gigi insisif permanen bawah (SIL).

2) Bila terdapat berdesakan insisif : tandai jarak lebar insisif pada garis lengkung

geligi untuk setiap kuadran dimulai dari titik kontak insisif sental bawah.

3) Pengukuran jarak dari tanda pada regio anterior (pada lengkung geligi anterior

yang ideal dari permukaan distal insisif permanen lateral) ke permukaan

mesial molar pertama (tempat yang tersedia).

4) Cari kemungkinan tempat yang dibutuhkan untuk kaninus permanen dan

premolar pertama dan kedua dari kolom pada table prediksi yang

menunjukkan ukuran lebar insisif bawah.

5) Perbedaan antara tempat yang tersedia dan tempat yang dibutuhkan

menunjukkan besar tempat dalam satuan millimeter; bila tempat yang ada

tidak cukup, maka nilainya minus.

6) Ulangi langkah no. 2 sampai no. 5 untuk lengkung maksila.

2.2.2 Kombinasi Metode Radiologi dan Tabel Prediksi

Prosedur ini menggabungkan pengukuran dari model studi dan pengukuran

lebar dari radiograf periapikal untuk meningkatkan akurasi prediksi untuk masing-

masing kasus.

Metode Hixon dan Oldfather (1956), dimodifikasi oleh Staley dan Kerbers

(1980) hanya terbatas pada analisa daerah penyangga pada mandibula.

Prosedurnya sebagai berikut :

1) Pengukuran mesiodistal premolar pertama dan kedua yang belum erupsi

pada salah satu kuadran mandibula dari radiograf periapikal.

2) Penentuan lebar mesiodistal gigi insisif sentral dan lateral pada model

studi sesuai dengan sisi yang ada pada radiograf.

3) Setelah menambahkan keduanya bersama-sama, kemungkinan lebar

kaninus permanen dan premolar pertama dan kedua untuk kuadran tersebut

dapat ditemukan dalam grafik prediksi dibawah kolom total jumlah

perhitungan.

Sumbu X : jumlah lebar 4 insisif bawah diukur pada model studi dan jumlah lebar kaninus dan premolar pertama dan kedua diukur pada radiograf.

Sumbu Y : Prediksi jumlah lebar kaninus dan premolar pertama dan kedua

Formula untuk perhitungan persamaan regresi :

X = pengukuran dari radiograf

Metode analisa daerah penyangga ini membutuhkan uatu radiograf periapikal

yang diambil dengan teknik long-cone dalam kondisi standar (posisi kepala dan

tube)

2.3 Analisa Tempat pada Geligi Permanen

Untuk pasien-pasien dengan malposisi gigi akibat dari kekurangan tempat,

penting untuk menentukan dari model studi derajad berdesakan pada lengkung

maksila dan mandibula. Tujuannya adalah untuk menentukan perbedaan antara

tempat yang tersedia dan tempat yang dibutuhkan untuk pergeseran gigi. Hal ini

berarti dibutuhkan dua pengukuran pada masing-masing lengkung untuk analisa

tempat yang dibutuhkan intramaksiler :

1) perhitungan tempat yang dibutuhkan dan

2) perhitungan tempat yang tersedia.

Analisanya dapat dilakukan dengan dua metode :

2.3.1 Analisa Nance

Analisa Nance mengukur mesial distal setiap gigi yang berada di mesial

gigi molar pertama permanen. Jumlah lebar total menunjukkan ruangan yang

dibutuhkan untuk lengkung gigi yang ideal. Langkah-langkahnya sebagai berikut :

1) Pencatatan lebar mesiodistal masing-masing gigi yang terletak sebelah

mesial dari molar pertama permanen. Jumlah total lebarnya sesuai dengan

tempat yang dibutuhkan (panjang lengkung geligi ideal).

2) Pencatatan panjang lengkung sebenarnya menggunakan suatu kawat

lentur. Cara ini didasarkan pada bentuk lengkung masing-masing dan

diletakkan pada permukaan oklusal diatas titik-titik kontak gigi-gigi

posterior dan tepi insisal gigi-gigi anterior. Jarak antara titik-titik kontak

sebelah mesial molar pertama permanen – hasil pengukuran dengan kawat

yang diluruskan – adalah jumlah tempat yang tersedia pada lengkung

geligi (panjang lengkung sebenarnya).

3) Penentuan hubungan tempat adalah hasil dari perbedaan antara panjang

lengkung ideal dan panjang lengkung sebenarnya (nilai negatif =

kekurangan tempat, nilai positif = kelebihan tempat).

2.3.2 Analisa Segmental Lundstrom

Analisa segmental melibatkan suatu penentuan tidak langsung dari

panjang lengkung geligi, dimana dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1) Membagi lengkung geligi menjadi enam bagian berupa garis lurus dengan

dua gigi per bagian, termasuk molar pertama permanen.

2) Pencatatan lebar mesiodistal kedua belas gigi.

3) Menjumlahkan lebar masing-masing gigi tiap bagian.

4) Pencatatan mesiodistal tempat yang tersedia pada model studi secara

terpisah untuk masing-masing bagian.

Total perbedaan antara panjang ideal dan panjang sebenarnya dari masing-masing

bagian menunjukkan hubungan tempat yang ada.

2.8 Perhitungan Diskrepansi

Membatasi penentuan hubungan tempat pada analisa model studi tidak

mencukupi dengan sendirinya. Perbedaan antara tempat yang dibutuhkan dan

tempat yang tersedia untuk pergeseran gigi-gigi ditentukan oleh dua parameter

berbeda :

1) Derajad berdesakan gigi

2) Posisi anteroposterior insisif dalam hubungannya dengan tulang wajah.

Analisa tempat secara komprehensif harus terdiri dari suatu gabungan

analisa termasuk pengukuran dari cephalogram dan model studi. Langkah-langkah

dalam keseluruhan perhitungan diskrepansi pada lengkung rahang atas dan bawah

yaitu :

1) Penentuan diskrepansi gigi

Pada model studi dihitung : a) perbedaan antara panjang lengkung geligi

ideal dan sebenarnya dan b) derajad kurva Spee secara terpisah antara sisi kiri dan

kanan. (Untuk setiap level kurva Spee 1 mm diperlukan panjang lengkung 1 mm).

Total pengukuran dari a) dan b) dikenal sebagai diskrepansi gigi/dental

discrepancy (DD).

2) Penentuan diskrepansi sagital

Jarak dari tepi insisal insisif sentral ke garis N-Pog diukur pada

cephalogram lateral. Derajad dimana posisi insisif bervariasi dari nilai standar

menunjukkan diskrepansi sagital (SD). Posisi lebih maju dari insisif menunjukkan

kurangnya panjang lengkung geligi, retroposisi menunjukkan suatu peningkatan

pada panjang lengkung geligi (perubahan posisi insisif 1 mm pada cephalogram

lateral = panjang lengkung 1 mm).

3) Penentuan diskrepansi total

Diskrepansi total adalah jumlah diskrepansi dental dan sagital dan –

karena pengukuran dilakukan pada kedua sisi lengkung geligi pada model studi

tapi hanya pada satu sisi pada radiograf – sehingga perhitungannya menjadi :

TD per sisi lengkung geligi = SD + ½ DD

Hasil dari diskrepansi total adalah parameter penting untuk menentukan apakah

perlu dilakukan pencabutan.

Bila perhitungan diskrepansi dilakukan pada fase geligi pergantian,

perubahan selama pertumbuhan dalam posisi garis N-Pog harus diperhatikan,

sebagian besar berupa rotasi mandibula.

2.8 Analisa pada Bidang Vertikal

Derajad malposisi masing-masing gigi dan beberapa kelompok gigi pada

bidang vertical diukur dalam hubungannya dengan bidang oklusal, dan dijabarkan

sebagai berikut :

Supraversi = erupsi berlebih dalam hubungannya dengan bidang oklusal

Infraversi = kurangnya erupsi dalam hubungannya dengan bidang oklusal.

Bidang oklusal adalah suatu bidang buatan fiksi, dimana sebenarnya tidak

nyata, karena permukaan oklusal gigi-gigi tidak berada pada satu bidang.

Karenanya, pengukuran yang akurat tidak dapat dilakukan dan hanya berguna

sebagai titik acuan saat menggambarkan anomali vertikal.

Pemeriksaan pada bidang vertikal juga melibatkan analisa kurva

kompensasi sagital (kurva Spee). Bentuknya bisa cekung, datar, atau cembung.

Kurva Spee yang cekung seringkali disertai berdesakan, sementara kurva yang

datar memungkinkan oklusi yang baik. Erupsi berlebih insisif pada kasus gigitan

dalam dapat muncul bersama dengan suatu pemendekan kurva kompensasi

transversal.

2.8 Analisa Bolton

Analisa Bolton mempelajari pengaruh perbedaan ukuran gigi rahang

bawah terhadap ukuran gigi rahang atas dengan keadaan oklusinya Dalam analisa

ini, perbandingan keseluruhan hubungan kedua belas gigi-gigi di mandibula

dengan kedua belas gigi-gigi di maksila ditentukan (kecuali molar kedua dan

ketiga). Yang perlu diperhatikan adalah relasi kaninus sebagaimana juga untuk

hubungan overbite dan overjet, analisa lebih jauh dilakukan untuk mengetahui

rasio antara keenam gigi anterior atas dan bawah (rasio anterior).

Rasio keseluruhan sebesar 91,3 akan menghasilkan hubungan overbite dan

overjet yang ideal. Jika rasio keseluruhan lebih dari 91,3 maka terdapat kelebihan

ukuran gigi-gigi pada mandibula. Jika rasio kurang dari 91,3 berarti terdapat

kelebihan jumlah ukuran gigi-gigi rahang atas.

Rasio anterior 77,2 akan menghasilkan hubungan overbite dan overjet

yang ideal jika inklinasi gigi insisif baik dan bila dimensi labiolingual tepi insisal

tidak berlebih. Jika rasio anterior lebih dari 77,2 berarti terdapat kelebihan ukuran

gigi-gigi pada mandibula. Jika kurang dari 77,2 maka terdapat kelebihan jumlah

ukuran gigi rahang atas.

Untuk analisa ini telah disepakati bahwa ukuran gigi yang relatif kecil

adalah yang benar. Lebar gigi yang tepat dan sesuai dengan ukuran ini pada

lengkung yang berlawanan dapat ditemukan dalam table korelasi nilai-nilai

standar.

Dalam hubungan oklusi yang normal dan posisi insisif yang bagus

diskrepansi ukuran gigi seringkali menyebabkan rotasi, munculnya diastema,

berdesakan dan hubungan intercusp yang tidak tepat. Disharmoni antara lebar

gigi-gigi atas dan bawah dapat diperbaiki dengan cara : 1) ekstraksi, 2) striping

interdental, 3) dalam kasus yang parah, dengan menambah ukuran mesiodistal

gigi.

2.8 Analisa Basis Apikal menurut Rees

Hubungan antara basis apical secara keseluruhan dan panjang lengkung

geligi dijabarkan secara metric untuk rahang atas dan bawah. Analisa yang

dilakukan sebagai berikut :

1) Menghapus frenulum labial dan bukal pada model.

2) Pembuatan tiga garis tegak lurus bidang oklusal (sebelah mesial molar

pertama permanen dan pada titik kontak insisif sentral). Garis-garis ini

diperluas sampai 8-10 mm dari papila interdental menuju vestibulum.

3) Mengukur jarak dari sebelah mesial molar pertama permanen pada satu

sisi sampai pada sisi yang berlawanan melalui ujung garis vertical dengan

bantuan sepotong isolasi.

4) Menentukan panjang lengkung geligi dengan mengukur perimeter

lengkung sebelah mesial molar pertama permanen menggunakan brass

wire.

Nilai-nilai yang didapat dibandingkan dengan nilai lainnya dalam

lengkung geligi yang sama dan pada lengkung geligi yang berlawanan dan hasil

yang telah dihitung dibandingkan dengan nilai standar menurut Rees (1953).

Metode ini hanya digunakan untuk fase geligi permanen.

2.8 Pemeriksaan Oklusi

Analisa tiga dimensi ini memperkirakan hubungan intermaksiler antara

lengkung geligi atas dan bawah dalam oklusi habitual.

Maloklusi Transversal

-Anterior: crossbite anterior, pergeseran garis median mandibula tipe skeletal

(pergeseran mandibula dalam hubungannya dengan bidang median

sagital wajah)

-Posterior: crossbite posterior (uni-, bilateral), tidak adanya oklusi (bukal, lingual)

Maloklusi Anteroposterior

-Anterior: bertambahnya overjet, berkurangnya overjet

-Posterior: distoklusi, mesioklusi

Maloklusi Vertikal

Overbite tidak terdukung, gigitan dalam (dental/gingival), gigitan terbuka

(anterior, lateral, kompleks).

Overbite anterior dinyatakan berlebih bila hasil pengukurannya didapatkan

lebih dari 2-3 mm. Overbite yang disertai dengan nilai overjet yang positif

menunjukkan adanya disfungsi orofasial


Recommended