Date post: | 25-Nov-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran Fisika Berbasis Scientific Approach
a. Pembelajaran Fisika
Semua kegiatan dari manusia dimanapun tempatnya, kapanpun
kegitan itu dilakukan, dan apapun macam kegiatan selalu berpatokan pada
sains. Nama sains sendiri memiliki gambaran yang beraneka warna sesuai
dengan jenis kegiatan yang dilakukan.para ilmuwan sepakat menyatakan
bahwa sains adalah suatu bentuk metode yang berpangkal pada
pembuktian hipotesa. Sebagian para filosof yang segala sesuatunya
dibahas berdasarkan hakekat menyatakan bahwa pada hakekatnya sains
adalah jalan unruk mendapatkan kebenaran dari apa yang telah kita
ketahui. Semua pandangan yang diketahui manusia dapat
dipertanggungjawabkan, tetapi yang dapat ditampilkan hanya definisi
bagian dari sains itu sendiri.
Dengan cara bersama-sama para filosof dapat mendefinisikan
sains secara menyeluruh dimana sains merupakan suatu cara berpikir
untuk memahami suatu gejala alam, suatu cara untuk menyelidiki gejala
alam, dan sebagai batang tubuh keilmuwan yang diperoleh dari suatu
penyelidikan. Menurut Teller (Supriyadi, 2010: 2) menyatakan bahwa
tinjauan yang penting dari sains adalah studi tentang alam dan
pengertiannya dapat dipakai sebagai dasar munculnya suatu pengetahuan
baru yang didasari atas kekuatannya di dalam meramalkan dan
keterpakaiannya di dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, sains dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang dirumuskan, dalam artian keilmuan yang
diperoleh dengan aturan main terstandar yang baku.
Sains termasuk fisika, merupakan suatu ilmu pengetahuan
yangmempelajari gejala alam. Oleh karena itu, untuk mempelajari fisika
muncul adanya aktivitas dalam bentuk pengamatan atau eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, fisika adalah ilmu tentang
zat dan energi (seperti panas, cahaya, dan bunyi). Ada beberapa fisikawan
mendefinisikan fisika sebagai ilmu pengetahuan yang tujuannya
mempelajari bagian dari alam dan interaksi yang terjadi diantara bagian
tersebut termasuk menerangkan sifat-sifatnya dan juga gejala lainnya yang
dapat diamati.
Fisika adalah bagian dari sains. Sains berasal dari kata scientia
yang berarti pengetahuan. Menurut Supriyono Koes (2003:4)
membicarakan hakikat fisika sama halnya dengan membicarakan hakikat
sains karena fisika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sains. Oleh
karena itu, karakteristik fisika pada dasarnya sama dengan karakteristik
sains pada umumnya.
Kaitannya dalam pembelajaran fisika, objek yang diajarkan
adalah fisika. Sedangkan fisika pada dasarnya sama dengan karakteristik
sains pada umumnya, maka dalam belajar fisika tidak terlepas dari
penguasaan konsep-konsep dasar fisika, teori, atau masalah baru yang
memerlukan jawaban melalui pemahaman sehingga ada perubahan dalam
diri siswa. Untuk mendapatkan suatu konsep maka diperlukan suatu cara
yaitu metode ilmiah atau scientific methods.
Menurut Percy Bridgman’s (Supriyadi, 2010:5) menyatakan
bahwa scientific methods lebih dari sekedar metode biasa dimana dengan
metode ilmiah ini kita dapat mengerjakan lebih dari satu pengertian dan
tanpa adanya rintangan untuk dapat menyelesaikan segala permasalahan
yang timbul. Adanya masalah akan muncul jawaban sementara atau
hipotesa setelah adanya pemikiran-pemikiran dari kajian teori atau
pengalaman lainnya. Dengan melakukan percobaan atau observasi, dan
meneliti tentang fenomena maka akan mendapatkan fakta yang akurat.
Berdasarkan uraian di atas, maka jelaslah bahwa karakteristik
fisika tidak terlepas dari adanya karakteristik sains pada umumnya.
Karakteristik sains itu sendiri adalah penyelidikan berdasarkan masalah
untuk memahami suatu gejala alam sehingga didapatkan sebuah hukum,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
teori, konsep atau masalah baru untuk diteliti lebih lanjut. Sedangkan
untuk mendapatkan suatu konsep maka diperlukan adanya scientific
methods atau metode ilmiah.
b. Berbasis Scientific Approach
Pembelajaran dengan scientific approach adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara
aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan
mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
ditemukan. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai
materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari
mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru.
Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan
untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber
melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan
keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur,
meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan
proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru
tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya
siswa atau semakin tingginya kelas siswa.
Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu
teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut
juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori
belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya
belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan
pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses
penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
merupakan suatau penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar
seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan
adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat,
dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan.
Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang
diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik.
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan
pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah
suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang
secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya
(Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang
anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang
menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi.
Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang
dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa
persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam
skema yang sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa
pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan
yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan
ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya
penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi.
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran
terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas
yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam
jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal
development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini
yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah
bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. (Nur dan
Wikandari, 2000:4).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Berpusat pada siswa.
2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi
konsep, hukum atau prinsip.
3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam
merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa.
4) Dapat mengembangkan karakter siswa.
1) Tujuan pembelajaran berbasis scientific approach
Tujuan pembelajaran berbasis scientific approach didasarkan
pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran
dengan pendekatan saintifik adalah:
a) Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa.
b) Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah secara sistematik.
c) Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa
belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
d) Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
e) Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya
dalam menulis artikel ilmiah.
f) Untuk mengembangkan karakter siswa.
2) Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis scientific approach
Beberapa prinsip scientific approach dalam kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a) Pembelajaran berpusat pada siswa.
b) Pembelajaran membentuk students self concept.
c) Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
d) Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
e) Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan
berpikir siswa.
f) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi
mengajar guru.
g) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan
dalam komunikasi.
h) Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang
dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
3) Langkah-langkah pembelajaran berbasis scientific approach
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua
jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah
(saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach)
dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui
pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau
informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan
menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta.
Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin
pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara
prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran
harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan
menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan saintifik
dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut:
a) Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki
keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata,
peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin
tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki
kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui
kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru
memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih
mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal
yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi
yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan
mencari informasi.
b) Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan
secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang
sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu
membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan:
pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit
sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep,
prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang
bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.
Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan
dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan
pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu
mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua
dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya
dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih
dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat
dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari
informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang
ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber
yang tunggal sampai sumber yang beragam.
Kegiatan menanya dalam kegiatan pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk
mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati
(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang
bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam
kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu,
kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran
kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
c) Mengumpulkan Informasi
Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak
lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai
cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih
banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau
bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul
sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013,
aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen,
membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/
kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan
sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah
mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat
orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan
mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
d) Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/ Menalar
Kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar
dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses
informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati
dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi
yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat
mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang
berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan
untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi
lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut.
Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan
sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan
menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta
deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar,
yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata
empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan
berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah
banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran
asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada
kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan
beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus
ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa
lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori
otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya
yang sudah tersedia.
e) Menarik kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan
pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah
data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar
informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut,
selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok,
atau secara individual membuat kesimpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
f) Mengkomunikasikan
Pada pembelajaran berbasis scientific approach guru
diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini
dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan
dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan
dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok
peserta didik tersebut. Kegiatan mengkomunikasikan dalam
kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan
hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara
lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini
adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan
berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan
jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan
benar.
4) Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran
Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan
pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran
yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses
pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh ketika memulai
pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan
gembira (mengucapkan salam), mengecek kehadiran para siswa dan
menanyakan ketidakhadiran siswa apabila ada yang tidak hadir.
Dalam metode saintifik tujuan utama kegiatan pendahuluan
adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang
telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan
dipelajari oleh siswa. Dalam kegiatan ini guru harus mengupayakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
agar siswa yang belum paham suatu konsep dapat memahami konsep
tersebut, sedangkan siswa yang mengalami kesalahan konsep,
kesalahan tersebut dapat dihilangkan. Pada kegiatan pendahuluan,
disarankan guru menunjukkan fenomena atau kejadian aneh atau
ganjil (discrepant event) yang dapat menggugah timbulnya pertanyaan
pada diri siswa.
Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses
pembelajaran atau dalam proses penguasaan pengalaman belajar
(learning experience) siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah
suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara
terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan
inti dalam metode saintifik ditujukan untuk terkonstruksinya konsep,
hukum atau prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalaui
langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka.
Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama,
validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk
oleh siswa. Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa.
2. Pengembangan Modul pada Materi Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor
a. Pengertian Modul
Modul adalah suatu cara pengorganisasian materi pelajaran yang
memperhatikan fungsi pendidikan. Strategi pengorganisasian materi
pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan
urutan penyajian materi pelajaran, dansynthesizing yang mengacu pada
upaya untuk menunjukkan kepada pebelajar keterkaitan antara fakta,
konsep, prosedur dan prinsip yang terkandung dalam materi pembelajaran.
Untuk merancang materi pembelajaran, terdapat lima kategori kapabilitas
yang dapat dipelajari oleh pebelajar, yaitu informasi verbal, keterampilan
intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Strategi
pengorganisasian materipembelajaran terdiri dari tiga tahapan proses
berpikir, yaitu pembentukan konsep, intepretasi konsep, dan aplikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
prinsip. Strategi-strategi tersebut memegang peranan sangat penting dalam
mendesain pembelajaran. Kegunaannya dapat membuat siswa lebih
tertarik dalam belajar, siswa otomatis belajar bertolak dari prerequisites,
dan dapat meningkatkan hasil belajar.
Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat
dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga
media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk
untuk belajar sendiri (Depdiknas, 2008: 3). Sedangkan menurut Suprawoto
(2009: 2) modul adalah alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi,
metode, batasan-batasan materi pembelajaran, petunjuk kegiatan belajar,
latihan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan
menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dan dapat
digunakan secara mandiri.
Berdasarkan Depdiknas (2008: 3-5), modul yang baik dan
menarik terdapat karakteristik :
1) Self Instructional
Bahan ajar berupa modul dapat menjadikan pembacanya dapat belajar
secara mandiri, tanpa bantuan dari orang lain. Untuk memenuhi
karakter self instructional, maka dalam modul harus:
a) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas.
b) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/
spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas.
c) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan
pemaparan materi pembelajaran.
d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang
memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur
tingkat penguasaannya.
e) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan
suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya.
f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.
g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
h) Terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan
penggunaan diklat melakukan self assesment.
i) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur
atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi.
j) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya
mengetahui tingkat penguasaan materi.
k) Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang
mendukung materi pembelajaran dimaksud.
2) Self Contained
Dalam satu modul terdapat satu materi pokok yang dibahas secara
menyeluruh. Konsep self contained memiliki tujuan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk dapat mempelajari satu materi pokok
dengan tuntas. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi
dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan
memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai.
3) Stand Alone (berdiri sendiri)
Untuk mempelajari modul tidak digunakan bersama dengan media
pembelajaran lainnya. Dalam mengerjakan tugas dalam modul pun,
siswa tidak menggunakan bantuan dari media lain. Apabila modul
masih menggunakan media lain dalam pembelajarannya maka tidak
dapat dikategorikan media yang berdiri sendiri.
4) Adaptive
Modul yang adaptive yaitu modul yang dapat menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi, serta mudah untuk digunakan.
Hendaknya isi pembelajaran dalam modul yang adaptif dapat
digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.
5) User Friendly
Modul hendaknya menggunakan bahasa yang komunikatif dengan
pengguna, sehingga tidak menimbulkan kesulitan saat
menggunakannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Ada tiga teknik yang dapat dipilih dalam menyusun modul.
Ketiga teknik tersebut menurut Sungkono (2003: 54-55) yaitu menulis
sendiri, pengemasan kembali informasi, dan penataan informasi.
1) Menulis Sendiri (Starting from Scratch)
Penulis (guru) dapat menulis modul sendiri untuk kegiatan
pembelajaran, karena diasumsikan bahwa guru merupakan pakar yang
kompeten dalam menulis dan lebih mengetahui kemampuan siswanya
dalam mata pelajaran tersebut.
2) Pengemasan Kembali Informasi (Information Repackaging)
Saat penulisan modul, penulis perlu memanfaatkan buku-buku teks
dan informasi yang telah ada di pasaran untuk dikemas kembali
menjadi modul yang baik. Informasi yang dikumpulkan,
dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan, kemudian disusun dengan
bahasa yang komunikatif.
3) Penataan Informasi (Compilation)
Penataan informasi yang ditunjukkan dalam modul tidak mengalami
perubahan apabila informasi tersebut diambil dari buku teks, jurnal
ilmiah, artikel, dam lain-lain. Materi dipilih, dipilah dan disusun
berdasarkan kompetensi yang akan dicapai dan silabus yang hendak
digunakan.
Secara prinsip tujuan pembelajaran adalah agar siswa berhasil
menguasai bahan pelajaran sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
Karena dalam setiap kelas berkumpul siswa dengan kemampuan yang
berbeda-beda (kecerdasan, bakat dan kecepatan belajar) maka perlu
diadakan pengorganisasian materi, sehingga semua siswa dapat mencapai
dan menguasai materi pelajaran sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam
waktu yang disediakan, misalnya satu semester. Di samping
pengorganisasian materi pembelajaran yang dimaksud di atas, juga perlu
memperhatikan cara-cara mengajar yang disesuaikan dengan pribadi
individu. Bentuk pelaksanaan cara mengajar seperti itu adalah dengan
membagi-bagi bahan pembelajaran menjadi unit-unit pembelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
masing-masing bagian meliputi satu atau beberapa pokok bahasan.
Bagian-bagian materi pembelajaran tersebut disebut modul.
Sistem belajar dengan fasilitas modul telah dikembangkan baik di
luar maupundi dalam negeri, yang dikenal dengan Sistem Belajar
Bermodul (SBB). SBB telah dikembangkan dalam berbagai bentuk dengan
berbagai nama pula, seperti Individualized Study System, Self-pased study
course, dan Keller plan (Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, 1990). Masing-
masing bentuk tersebut menggunakan perencanaan kegiatan pembelajaran
yang berbeda, yang pada pokoknya masing-masing mempunyai tujuan
yang sama, yaitu:
1) Memperpendek waktu yang diperlukan oleh siswa untuk menguasai
tugas pelajaran tersebut.
2) Menyediakan waktu sebanyak yang diperlukan oleh siswa dalam batas-
batas yang dimungkinkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang
teratur.
Pelaksanaan pembelajaran bermodul memiliki perencanaan
kegiatan sebagai berikut :
1) Modul dibagikan kepada siswa paling lambat seminggu sebelum
pembelajaran.
2) Penerapan modul dalam pembelajaran menggunakan metode diskusi
model pembelajaran kooperatif konstruktivistik.
3) Pada setiap akhir unit pembelajaran dilakukan tes penggalan, tes
sumatif dan tugas latihan yang terstruktur.
4) Hasil tes dan tugas yang dikerjakan siswa dikoreksi dan dikembalikan
dengan feeddback yang terstruktur paling lambat sebelum
pembelajaran unit materi ajar berikutnya.
5) Memberi kesempatan kepada siswa yang belum berhasil menguasai
materi ajar berdasarkan hasil analisis tes penggalan dan sumatif,
dipertimbangkan sebagi hasil diagnosis untuk menyelenggarakan
program remidial pada siswa di luar jam pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Ciri-ciri modul adalah sebagai berikut:
1) Didahului oleh pernyataan sasaran belajar.
2) Pengetahuan disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menggiring
partisipasi siswa secara aktif.
3) Memuat sistem penilaian berdasarkan penguasaan.
4) Memuat semua unsur bahan pelajaran dan semua tugas pelajaran.
5) Memberi peluang bagi perbedaan antar individu siswa.
6) Mengarah pada suatu tujuan belajar tuntas.
Keuntungan yang diperoleh dari pembelajaran dengan penerapan
modul adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan motivasi siswa, karena setiap kali mengerjakan tugas
pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.
2) Setelah dilakukan evaluasi, guru dan siswa mengetahui benar, pada
modul yang mana siswa telah berhasil dan pada bagian modul yang
mana mereka belum berhasil.
3) Siswa mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya.
4) Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester.
5) Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun
menurut jenjang akademik.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diyakini bahwa
pembelajaran bermodul secara efektif akan dapat mengubah konsepsi
siswa menuju konsep ilmiah, sehingga pada gilirannya hasil belajar
mereka dapat ditingkatkan seoptimal mungkin baik dari segi kualitas
maupun kuantitasnya. Hasil penelitian terdahulu (Richard Duschl, 1993)
menyatakan bahwa pembelajaran modul dalam pembelajaran konsep yang
menyangkut kesetimbangan kimia dapat mengubah miskonsepsi siswa
menuju konsep ilmiah. Di lain pihak, Santyasa, dkk (1995, 1996,
1997,1998, 1999) menyatakan bahwa penerapan modul dapat mengubah
miskonsepsi siswa menjadi konsepsi ilmiah dan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
b. Pengembangan Modul
Dalam mengembangkan modul diperlukan prosedur tertentu yang
sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, struktur isi pembelajaran yang
jelas, dan memenuhi kriteria yang berlaku bagi pengembangan
pembelajaran. Ada lima kriteria dalam pengembangan modul, yaitu 1)
membantu siswa menyiapkan belajar mandiri, 2) memiliki rencana
kegiatan pembelajaran yang dapat direspon secara maksimal, 3) memuat
isi pembelajaran yang lengkap dan mampu memberikan kesempatan
belajar kepada siswa, 4) dapat memomitor kegiatan belajar siswa, dan 5)
dapat memberikan saran dan petunjuk serta infomasi balikan tingkat
kemajuan belajar siswa. Teori dan model rancangan pembelajaran
hendaknya memperlihatkan tiga komponen utama, yaitu 1) kondisi belajar,
2) metode pembelajaran, dan 3) hasil pembelajaran. Berdasarkan
penjelasan tersebut, pengembangan modul harus mengikuti langkah-
langkah yang sistematis. Langkah-langkah tersebut adalah 1) analisis
tujuan dan karakteristik isi bidang studi, 2) analisis sumber belajar, 3)
analisis karakteristik pebelajar, 4) menetapkan sasaran dan isi
pembelajaran, 5) menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran,
6) menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran, 7) menetapkan
strategi pengelolaan pembelajaran, dan 8) pengembangan prosedur
pengukuran hasil pembelajaran. Langkah-langkah 1), 2), 3), dan 4)
merupakan langkah analisis kondisi pembelajaran, langkah-langkah 5), 6),
dan 7) merupakan langkah pengembangan, dan langkah 8) merupakan
langkah pengukuran hasil pembelajaran.
1) Analisis Tujuan dan karakteristik Isi Bidang Studi
Analisis tujuan dan karakteristik isi bidang studi perlu
dilakukan pada tahap awal kegiatan perancangan pembelajaran.
Langkah ini dilakukan untuk mengetahui sasaran pembelajaran yang
bagaimana yang ingin dicapai. Secara lebih spesifik, langkah ini
dimaksudkan untuk mengetahui tujuan orientasi pembelajaran,
misalnya orienatsi konseptual, prosedural, ataukah teoretik. Di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
samping itu, juga dimaksudkan untuk mengetahui tujuan pendukung
yang memudahkan pencapaian tujuan orientasi tersebut. Analisis
karakteristik isi bidang studi dilakukan untuk mengetahui tipe isi
bidang studi apa yang akan dipelajari siswa, apakah berupa fakta,
konsep, prosedur, ataukah prinsip. Yang lebih pokok lagi adalah untuk
mengetahui bagaimana struktur isi bidang studinya.
2) Analisis Sumber Belajar
Analisis sumber belajar dilakukan segera setelah langkah
analisis tujuan dan karakteristik isi bidang studi. Langkah ini
dimaksudkan untuk mengetahui sumbersumber belajar apa yang telah
tersedia dan dapat digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran.
Hasil kegiatan ini akan berupa daftar sumber belajar yang tersedia
yang dapat mendukung proses pembelajaran.
3) Analisis Karakteristik Pebelajar
Karakteristik pebelajar didefinisikan sebagai aspek atau
kualitas perseorangan berupa bakat, kematangan, kecerdasan, motivasi
belajar, dan kemampuan awal yang telah dimilikinya. Langkah ini
dilakukan untuk mengetahui kualitas perseorangan yang dapat
dijadikan petunjuk dalam mempreskripsikan strategi pengelolaan
pembelajaran, yang hasilnya berupa daftar pengelompokan
karakteristik siswa menjadi sasaran pembelajaran.
Untuk mengoptimalkan perolehan, pengorganisasian, dan
pengungkapan pengetahuan baru, dapat dilakukan dengan membuat
pengetahuan baru itu bermakna bagi pebelajar dengan cara
mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah
dimilikinya. Ada lima jenis kemampaun awal yang harus diperhatikan
dalam perancangan pembelajaran, yaitu a) pengetahuan bermakna
yang tak terorganisasi (arbitrarily meaningful knowledge), b)
pengetahuan analogis (analogic knowledge), c) pengetahuan tingkat
yang lebih tinggi (superordinate knowledge), d) pengetahuan setingkat
(kooedinate knowledge), dan e) pengetahuan tingkat yang lebih rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
(subordinate knowledge). Jenis-jenis pengetahuan awal itu sangat
menentukan dalam membangun pengetahuan baru bagi siswa dalam
pembelajaran.
4) Menetapkan Indikator dan Isi Pembelajaran
Langkah ini sebenarnya sudah bisa dilakukan segera setelah
melakukan analisis indikator dan karakteristik isi bidang studi, yang
hasilnya berupa daftar yang memuat rumusan indikator pembelajaran
dan struktur isi yang akan dipelajari (Degeng, 1997).
Ada tiga kriteria dalam merumuskan indikator pembelajaran,
yaitu a) dijabarkan secara konsisten dan sistematis dari subordinat
yang terdapat pada bagian analisis pembelajaran, b) menggunakan
satu kalimat atau lebih, dan c) pernyataan yang digunakan sangat
membantu dan berlaku dalam penyusunan butir-butir tes. Indikator
pembelajaran yang baik memiliki empat kriteria, yaitu a) a subject,
yaitu orang yang belajar, b) a verb, yaitu kata kerja aktif yang dapat
menunjukkan perubahan tingkah laku, c) a condition, yaitu keadaan
yang diperlukan pada saat siswa belajar, dan d) standard, yaitu kriteria
keberhasilan belajar yang ingin dicapai.
Indikator pembelajaran dimaksudkan untuk membangun
harapan-harapan dalam diri pebelajar tentang hak-hak yang harus
dikuasai setelah belajar. Dengan kata lain, siswa yang mengetahui
sasaran yang ingin dicapai cenderung dapat mengorganisasi kegiatan
belajarnya ke arah tujuan yang ingin dicapai, sehingga sasaran
pembelajaran dapat memotivasi siswa untuk belajar.
5) Menetapkan Strategi Pengorganisasian Isi Pembelajaran
Menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran
segera bisa dilakukan setelah analisis dan penetapan tipe serta
karakteristik materi pembelajaran. Pemilihan strategi
pengorganisasian pembelajaran sangat dipengaruhi oleh tipe isi bidang
studi yang dipelajari dan bagaimana struktur isi bidang studi tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Hasil langkah ini akan berupa penetapan model untuk mengorganisasi
isi bidang studi, baik tingkat mikro maupun makro.
6) Menetapkan Strategi Penyampaian Isi Pembelajaran
Menetapkan strategi penyampaian pembelajaran didasarkan
pada hasil analisis sumber belajar. Daftar sumber belajar yang telah
tersedia dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Pada langkah
penetapan strategi penyampaian isi pembelajaran, daftar yang telah
dibuat tersebut dijadikan dasar dalam memilih dan menetapkan
strategi penyampaian pembelajaran. Hasil langkah ini adalah berupa
penetapan model untuk menyampaikan materi pembelajaran.
Penyampaian isi pembelajaran mengacu kepada cara yang
dipakai untuk menyampaikan isi pembelajaran kepada siswa sekaligus
menerima dan merespon masukan-masukan dari siswa. Oleh sebab itu,
penyampaian pembelajaran disebut metode untuk melaksanakan
proses pembelajaran. Komponen-komponen yang perlu diperhatikan
dalam mempreskripsikan strategi penyampaian isi pembelajaran
adalah a) media pembelajaran, b) interaksi isi pembelajaran dengan
media, dan c) bentuk atau struktur belajar mengajar. Ada lima
komponen strategi penyampaian pembelajaran, yaitu a) kegiatan
prapembelajaran, b) penyajian informasi, c) peran siswa, d)
pengetesan, dan e) tindak lajut.
Kegiatan pertama yang dilakukan dalam penyampaian
prapembelajaran adalah memberikan motivasi kepada siswa tentang
pentingnya mata kuliah yang dimaksud. Kegiatan kedua adalah
menjelaskan sasaran khusus pembelajaran dengan maksud agar siswa
menyadari kemampuan apa yang mereka capai setelah melakukan
kegiatan pembelajaran. Kegiatan ketiga adalah menjelaskan
kemampuan apa yang diperlukan sebagai prasyarat belajar.
Pada komponen penyajian informasi, kegiatan yang
dilakukan oleh guru adalah menjelaskan tentang urutan materi
pembelajaran, besarnya satuan pengajaran dalam bentuk satuan kredit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
semester maupun jam semesternya, penyajian isi, dan memberikan
contoh-contoh yang relevan. Penyajian isi dilakukan melalui model
belajar kooperatif konstruktivistik. Siswa kerja secara kooperatif
memecahkan masalah yang telah dituangkan dalam LKS, hasilnya
dilaporkan secara tertulis, dan apabila terdapat masalah tak
terpecahkan akan diadakan diskusi kelas untuk memformulasikan cara
bersama yang paling tepat untuk memecahkan masalah tersebut.
Pada komponen peran siswa, guru mengupayakan suatu iklim
agar kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa. Interaksi siswa
dengan LKS yang digunakan merupakan aktivitas yang sengaja
diciptakan untuk mewujudkan iklim kontruktivistik dalam
pembelajaran. Dalam kegiatan ini siswa sepenuhnya berlatih
memecahkan masalah yang ada pada LKS menggunakan kemampuan
masing-masing dalam kelompok-kelompok kecil. Hasil diskusi yang
telah ditulis oleh kelompok, selanjutnya diberikan balikan baik dalam
diskusi kelas maupun diskusi dalam kelompok, artinya siswa
diberitahu cara pemecahan yang benar, dan siswa melanjutkan
menggunakan cara tersebut sehingga berhasil memecahkan masalah-
masalah pada LKS. Tinggi rendahnya kadar keaktifan siswa dalam
memecahkan masalah melalui interaksinya dalam kelompok akan
menetukan tujuan pembelajaran, artinya makin tinggi tingkat
keaktifan siswa makin tinggi pencapaian sasaran belajar dan makin
rendah tingkat keaktifan siswa makin rendah pula pencapaian sasaran
pembelajaran.
Pada komponen pengetesan, pada dasarnya guru dapat
melakukan empat macam tes, yaitu a) tes tingkah laku masukan, b)
pra tes, c) tes sambil jalan, dan d) pasca tes. Pasca tes adalah tes
penggalan, yaitu tes yang dilakukan dengan tujuan untuk mengukur
apakah materi pembelajaran sesuai dengan sasaran pembelajaran.
Pengetesan dilakukan dengan memberikan tugas kepada siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
mengerjakan soal-soal latihan, baik yang ada pada modul, maupun
yang khusus disiapkan untuk itu.
Pada komponen tindak lanjut, guru menentukan apakah suatu
pembelajaran perlu ditinjak lanjuti dengan memberikan pengajaran
remidial atau memberi pengayaan kepda siswa. Langkah ini dapat
dilakukan setelah guru mengetahui tingkat pencapaian pembelajaran.
7) Menetapkan Strategi Pengelolaan Pembelajaran
Menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran sangat
bergantung pada hasil analisis karakteristik pebelajar. Klasifikasi
karakeristik yang dibuat ketika melakukan analisis karakteristik
dijadikan sebagai dasar memilih dan menetapkan strategi pengelolaan.
Hasil kegiatan dalam langkah ini akan berupa penetapan penjadwalan
penggunaan komponen strategi pengorganisasian dan penyampaian
pembelajaran, pengelolaan motivasional, pembuatan catatan tentang
kemajuan belajar siswa, dan kontrol belajar.
8) Pengukuran Hasil Pembelajaran
Langkah terakhir dalam desain pembelajaran adalah
melakukan pengukuran hasil pembelajaran, yang mencakup tingkat
keefektifan, efesiensi, dan daya tarik pembelajaran. Kegiatan ini
dilakukan dengan mengadakan pengamatan proses pembelajaran dan
tes hasil belajar. Hasil kegiatan ini akan berupa bukti mengenai
tingkat keefektifan, efesiensi, dan daya tarik pembelajaran.
c. Komponen-Komponen Modul
Adapun struktur modul dari Depdiknas (2008: 21-26) yakni
memuat komponen-komponen sebagai berikut:
1) Bagian PembukaBagian pembuka ini terdiri dari judul, daftar isi, peta informasi,daftar tujuan kompetensi, dan tes awal. Dalam pembuatan modul,judul harus menarik dan memberikan gambaran tentang materiyang akan dibahas. Daftar isi menyajikan topik-topik yang akandibahas. Peta informasi memperlihatkan kaitan antar topik-topikdalam modul. Daftar tujuan kompetensi membantu siswa untukmengetahui pengetahuan, sikap, atau ketrampilan apa saja yangdapat dikuasai setelah menyelesaikan pelajaran. Tes awal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
memiliki tujuan untuk memeriksa apakah siswa telah menguasaimateri prasyarat untuk mempelajari materi modul.
2) Bagian IntiBagian inti ini terdiri atas:a) pendahuluan atau tinjauan umum materi yang meliputi
deskripsi pembelajaran, prasayarat menggunakan modul,petunjuk menggunakan modul, tujuan akhir, standarkompetensi dan kompetensi dasar dan tes awal
b) hubungan dengan meteri yang lain atau peta konsep,c) uraian materi yang sistematikanya sebagi berikut:
(1) Kegiatan Belajar I: Judul(a) Tujuan Kompetensi(b) Uraian Materi(c) Tes Formatif(d) Tugas(e) Rangkuman(f) Umpan Balik atas penilaian
(2) Kegiatan Belajar II: Judul, struktur seperti KegiatanBelajar I.
3) Bagian PenutupPenutup dalam modul bisa terdiri atas glosasary atau daftaristilah, tes akhir dan indeks.
Menurut Santyasa (2009:16-19) komponen-komponen modul
mencakup 1) bagian pendahuluan, 2) bagian kegiatan belajar, dan 3) daftar
pustaka. Bagian pendahuluan mengandung 1) penjelasan umum mengenai
modul, 2) indikator pembelajaran. Bagian kegiatan belajar mengandung 1)
uraian isi pembelajaran, 2) rangkuman, 3) tes, 4) kunci jawaban, dan 5)
umpan balik.
1) Tujuan Pembelajaran
Hakikat sasaran pembelajaran mengacu kepada hasil
pembelajaran yang diharapkan. Sasaran umum pembelajaran
ditetapkan terlebih dahulu dan semua upaya pembelajaran diarahkan
untuk mencapai sasaran tersebut. Sasaran khusus pembelajaran
merupakan penjabaran dari sasaran umum pembelajaran yang
menjelaskan tingkah laku khusus yang dimiliki siswa setelah
menyelesaikan pembelajaran tersebut. Sasaran pembelajaran
diklasifikasikan menjadi dua jenis, sejalan dengan dua jenis strategi
pengorganisasian pembelajaran yang ada (strategi makro dan mikro),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
yaitu sasaran umum dan sasaran khusus. Sasaran khusus pembelajaran
adalah pernyataan khusus tentang hasil pembelajaran yang diinginkan.
Sasaran ini diacukan kepada konstruk tertentu, apakah itu fakta,
konsep, prosedur, atau prinsip. Oleh karena itu akan banyak
mempengaruhi strategi pengorganisasian mikro. Istilah yang lebih
populer adalah behavior objective, performance objective, yakni
uraian tentang apa yang dapat dikerjakan siswa setelah menyelesaikan
satu unit pembelajaran.
Pengertian indikator pembelajaran dapat ditinjau dari empat
sudut pandang, yaitu a) segi peran siswa, b) kepentingan siswa, c)
wujudnya, dan d) cara merumuskannya. Dari segi peran siswa, sasaran
khusus pembelajaran diartikan sebagai pernyataan tentang hasil yang
dicapai siswa setelah dibelajarkan. Ditinjau dari segi kepentingan
siswa, sasaran khusus pembelajaran diartikan sebagai deskripsi
tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki siswa setelah mengikuti
pembelajaran. Ditinjau dari wujudnya, sasaran khusus pembelajaran
berarti deskripsi informasi yang ditunjukkan siswa sebagai hasil
pembelajaran. Ditinjau dari segi cara merumuskannya, sasaran khusus
pembelajaran dapat diartikan sebagai hasil belajar yang dirumuskan
secara rinci.
2) Uraian Isi pembelajaran
Uraian isi pembelajaran menyangkut masalah strategi
pengorganisasian isi pembelajaran yang oleh Reigeluth, Bunderson,
dan Merril dalam degeng (1988), diartikan sebagai strategi yang
mengacu kepada cara untuk mebuat urutan (squencing) dan
mensintesis (synthesizing) fakta, konsep, prosedur, dan prinsip-prinsip
yang berkaitan. Squencing mengacu kepada upaya pembuatan urutan
penyajian isi bidang studi, sedangkan synthesizing mengacu kepada
upaya untuk menunjukkan kepada siswa keterkaitan antara fakta,
konsep, prosedur, dan prinsip yang terkandung dalam bidang studi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar jika isi
dan prosedur pembelajaran diorganisasi menjadi urutan yang
bermakna, bahan disajikan dalam bagian-bagian yang bergantung
pada kedalaman dan kesulitannya. Untuk tujuan tersebut diperlukan
langkah sintesis pembelajaran. Mensintesis adalah mengaitkan topik-
topik suatu bidang studi dengan keseluruhan isi bidang studi, sehingga
isi yang disajikan lebih bermakna menyebabkan siswa memiliki
ingatan yang baik dan lebih tahan lama terhadap topik-topik yang
dipelajari.
Materi pembelajaran yang tepat untuk disajikan dalam
kegiatan pembelajaran adalah a) relevan dengan sasaran pembelajaran,
b) tingkat kesukaran sesuai dengan taraf kemampuan pebelajar, c)
dapat memotivasi pebelajar, d) mampu mengaktifkan pikiran dan
kegiatan pebelajar, e) sesuai dengan prosedur pengajaran yang
ditentukan, dan f) sesuai dengan media pengajaran yang tersedia.
Berkaitan dengan pengembangan modul, isi pembelajaran
diorganisasikan menurut struktur isi pembelajaran dengan analisis
sasaran khusus pembelajaran.
3) Rangkuman
Rangkuman merupakan komponen modul yang menyajikan
ide-ide pokok isi pembelajaran modul, sebagai tinjauan ulang serta
pendalaman terhadap materi pembelajaran yang telah dipelajari siswa.
Rangkuman dapat memberikan manfaat yang sangat berarti bagi siswa
dalam mengorganisasi ingatannya, karena rangkuman berisi
pernyataan singkat yang mudah diingat dan dipahami.
Rangkuman merupakan a) pernyataan singkat mengenai isi
bidang studi yang telah dipelajari, b) contoh-contoh setiap konsep,
prosedur, atau prinsip yang diajarkan. Pemberian rangkuman dalam
pengajaran merupakan bagian penting dari strategi pembelajaran
sehingga memiliki manfaat yang sangat penting, baik untuk siswa,
maupun guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam menyusun
rangkuman adalah, a) rangkuman harus singkat dan langsung pada
isinya, b) rangkuman berisi ide-ide pokok, c) rangkuman mencatat
informasi dalam bentuk catatan atau grafik/diagram, atau formulasi-
formulasi, d) rangkuman dapat membangun dan mengembangkan
pelajaran, e) bagian yang peting perlu digaris bawahi atau diketik
miring, f) menarik dan dapat dibaca.
4) Tes
Tes merupakan alat untuk mengetahui seberapa jauh
indikator pembelajaran telah dicapai oleh siswa. Tes juga berfungsi
sebagai umpan balik bagi guru, untuk mengetahui seberapa jauh
keberhasilan bimbingan yang diberikannya dan berfungsi untuk
memperbaiki proses pembelajaran. Proses pembelajaran akan lebih
berhasil apabila diberikan tes yang relevan dengan sasaran khusus
pembelajaran. Bentuk tes dapat berupa tes subyektif dan/atau tes
obyektif. Skor setiap item tes boleh sama atau berbeda, bergantung
kepada tingkat kesukaran masing-masing item tes.
5) Kunci Jawaban
Kunci jawaban berisi jawaban tes yang wajib dikerjakan oleh
siswa. Kunci jawaban berfungsi sebagai panduan siswa terhadap
jawaban tes, dan umpan balik bagi guru untuk mengetahui seberapa
jauh tingkat keberhasilan belajar siswa terhadap indikator
pembelajaran. Jawaban tes mengacu kepada isi pembelajaran.
Jawaban soal subyektif sebaiknya disusun dengan singkat dan padat
serta tidak menimbulkan tafsiran yang lain atau berbeda.
6) Umpan Balik
Umpan balik adalah komponen modul yang berisi informasi
tentang a) skor tiap-tiap item tes, b) rumus cara menghitung skor akhir
yang dicapai siswa, c) pedoman menentukan tingkat pencapaian
indikator siswa berdasarkan skor yang dicapai, dan d) kegiatan
berikutnya yang dilakukan siswa setelah diketahui tingkat pencapaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
pembelajaran. Informasi dalam umpan balik memiliki dua fungsi,
yakni a) fungsi perbaikan, b) fungsi penguatan (reinforcement).
7) Daftar Pustaka
Daftar pustaka merupakan bagian penting bagi modul.
Dengan daftar pustaka yang lengkap, mutakhir dan relevan, siswa
dapat menelusuri informasi untuk melakukan pendalaman dan
pengembangan materi pembelajaran sesuai dengan sasaran
pembelajaran yang telah dirumuskan.
d. Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor
1) Suhu
Suhu merupakan ukuran relatif (derajat) panas atau dinginnya
suatu benda atau sistem.
a) Termometer dan Pengukuran Suhu
Termometer adalah suatau alat yang digunakan untuk
mengukur suhu suatu benda atau sistem secara kuantitatif.
Terometer dibuat berdasarkan sifat dasar suatu bahan yang berubah
secara teratur terhadap suhu (sifat termometrik).
(1) Jenis-jenis Termometer
Karena terdapat beberapa sifat termometrik bahan,
maka termometer juga terdapat dalam beberapa jenis, yaitu (a)
Termometer raksa, (b) Termometer gas volume tetap, (c)
Termometer hambatan platina, (d) Termokopel dan (e)
Pirometer.
(2) Jenis-jenis Skala Termometer
Dalam fisika, terdapat empat macam skala yang biasa
digunakan dalam pengukuran suhu, yaitu (a) Skala Celsius, (b)
Skala Fahrenheit, (c) Skala Kelvin dan (d) Skala Reamur.
b) Pemuaian Benda
Umumnya setiap zat (benda) akan memuai jika
dipanaskan dan menyusut jika didinginkan. Pemuaian benda terdiri
dari :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
(1) Pemuaian Zat Padat
Pada dasarnya, susatu zat padat yang dipanaskan akan
memuai ke segala arah dan dalam hal ini pemuaian zat padat
terdiri dari (a) pemuaian panjang, (b) pemuaian luas dan (c)
pemuaian volume.
(2) Pemuaian Zat Cair
Berbeda dari pemuaian zat padat, zat cair hanya
mengalami pemuaian volume.
(3) Pemuaian Gas
Gas juga mengalami pemuaian volume, tetapi
pemuaian volume gas lebih besar dari pemuaian volume zat
cair untuk kenaikan suhu yang sama. Selain itu, gas dapat
mengalami pemuaian tekanan pada volume tetap. Pemuaian
gas memenuhi (a) hukum Boyle, (b) hukum Charles, (c)
hukum Gay Lussac dan (d) hukum Boyle-Gay Lussac.
2) Kalor
Dalam fisika, kalor didefinisikan sebagai energi yang
mengalir dari benda yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu
lebih rendah ketika kedua benda bersentuhan satu sama lain sampai
suhu keduanya sama dan keseimbangan termal tercapai.
Pada dasarnya, kalor merupakan bentuk energi yang
berhubengan dengan gerakan atom, molekul dan partikel-partikel lain
yang menyusun sebuah materi. Kalor dapat dihasilkan dari reaksi-
reaksi kimia (seperti pembakaran), reaksi nuklir (seperti reaksi fusi
pada matahari), disipasi elektromagnetik (seperti pada kompor listrik),
dan disipasi mekanik (seperti gesekan).
3) Perpindahan Kalor
Seperti disebutkan sebelumnya, kalor cenderung bergerak
dari tempat bersuhu lebih tinggi ke tempat bersuhu lebih rendah.
Perpindahan kalor tersebut dapat terjadi secara konduksi, konveksi,
dan radiasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
a) Konduksi
Konduksi merupakan istilah umum perpindahan kalor
pada zat padat. Dalam skala mikroskopis, konduksi terjadi karena
satu partikel (atom atau molekul) bergetar dan berinteraksi dengan
atom-atom dan molekul-molekul tetangga. Dari interaksi tersebut,
maka kalor dapat berpindah dari satu partikel ke partikel lain.
b) Konveksi
Konveksi erupakan perpindahan kalor yang banyak terjadi
pada zat cair dan gas. Perpindahan kalor secara konveksi terjadi
karena adanya gerakan fluida yang berbeda massa jenis. Konveksi
biasanya dibedakan menjadi konveksi alamiah dan konveksi paksa.
Pada konveksi alamiah, aliran fluida terjadi karena
perbedaan massa jenis, sedangkan pada konveksi paksa aliran
fluida diarahkan secara sengaja untuk tujuan tertentu dengan
menggunakan alat. Contoh konveksi alamiah adalah konveksi gas
pada peristiwa angin laut atau angin darat. Sementara itu, konveksi
apksa dapat ditemukan pada alat-alat seperti mesin pendingin dan
pengering rambut.
c) Radiasi
Radiasi merupakan salah satu perpindahan kalor dalam
bentuk gelombang elektromagnetik tanpa melalui suatu zat
perantara. Sebagai contoh, panas matahari dapat mencapai ke bumi
dengan mekanisme radiasi, sehingga mampu melewati ruang
hampa.
Radiasi kalor memenihi hukum Stefan-Boltzmann, yaitu
energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan benda hitam dalam
bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu sebanding dengan luas
permukaan dan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak
permukaan itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian pengembangan modul
pembelajaran fisika antara lain sebagai berikut:
1. Penelitian pengembangan modul yang dilakukan oleh Firman Nugroho (2013)
yang berjudul “ Pengembangan Modul Berbasis Science, Environment,
Technology, and Society (SETS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas X SMA Muhammadiyah Sewon pada Pokok Bahasan Gelombang
Elektromagnetik”. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R&D)
dengan model 4-D (Define, Design, Develop, dan Disseminate). Pada tahap
Define dilakukan analisis ujung depan, analisis siswa, analisis tugas, analisis
konsep, spesifikasi tujuan pembelajaran. Pada tahap Design dilakukan
pemilihan format dan desain awal modul. Pada tahap Develop dilakukan
validasi modul oleh dosen ahli dan guru Fisika SMA, kemudian dilanjutkan
dengan tanggapan siswa dalam uji lapangan operasional. Tahap Dessiminate
tidak dilaksanakan karena permasalahan-permasalahan terkait dengan
pembelajaran fisika di SMA Muhammadiyah Sewon hanya mengacu sampai
tahap Develop. Produk penelitian ini data divalidasi oleh dosen ahli, guru fisika
SMA, kemudian diteruskan agar mendapat tanggapan siswa sebagai uji
lapangan yang diperoleh melalui angket. Hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa modul berbasis SETS pada pokok bahasanGelombang Elektromagnetik
untuk siswa kelas X SMA Muhammadiyah Sewon yang dapat meningkatkan
hasil belajar terdiri dari dua kegiatan belajar dan lima karakteristik. Menurut
penilaian dosen ahli dan guru fisika, modul ini termasuk dalam kategori “baik”.
Peningkatan hasil belajar dengan modul berbasis SETS didapat nilai standar
gain sebesar 0,33, dengan effect size sebesar 1,42 dengan persentase 92 % dan
kategori tinggi. Tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan modul
berbasis SETS sebesar 104,5 dan berada pada kategori “baik”.
2. Penelitian pengembangan modul yang telah dilakukan oleh Indah Hening
(2013) yang berjudul “Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis
Strategi Active Learning pada Pokok Bahasan Kalor untuk Meningkatkan
Keaktifan Siswa di SMA N 1 Sedayu Tahun Pelajaran 2012/2013”. Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
ini menggunakan model Research and Development (R&D) yang
dikembangkan oleh Borg & Gall, dengan melakukan Research and informating
collecting, Planning, Develop Prelminary form of product, Preliminary field
testing, sampai dengan Main Product revision. Pengujian produk awal
dilakukan melalui validasi ahli dan uji coba lapangan. Validasi ahli (dosen dan
guru Fisika) digunakan untuk mengetahui kelayakan modul. Uji coba lapangan
operasional digunakan untuk mengetahui keaktifan siswa saat pembelajaran
menggunakan modul.
Hasil penelitian ini adalah modul pembelajaran fisika berbasis strategi active
learning valid mengaktifkan siswa di SMA. Kevalidan tersebut ditunjukan dari
hasil uji validitas kriteria penilaian ideal rata-rata seluruh komponen sebesar
4,04 dengan kategori validitas “sangat baik”. Demikian pula ditunjukkan uji
realibilitasnya menggunakan metode borich dari dosen ahli sebesar 80,97%
dan dari guru fisika sebesar 84,87 % dengan kategori realibilitas “sangat baik”.
Uji lapangan operasional hasil penilaian keaktifan siswa melalui kegiatan
belajar I, II, dan III, siswa memberi perhatian yang baik terhadap penyajian
materi ajar sebanyak 75%. Dari segi respon dalam kegiatan belajar yaitu
sebanyak 78,22% dan dari segi kedisiplinan siswa dalam belajar yang dinilai
sebanyak 85,48%. Modul pembelajaran fisika yang valid ini memiliki
karakteristik yaitu memunculkan sintaks dari strtaegi active learning terdiri
dari kegiatan quiz team, the learning cell dan disscustion.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Alias, Siraj, DeWitt, Attaran dan Nordin (2013)
yang berjudul “Evaluated on the Usability of Physics Module in a Secondary
School in Malaysia: Student’s Retrospective”. Penelitian ini bertujuan untuk
melaksanakan dan mengevaluasi modul Fisika berbasis teknologi dan gaya
belajar dengan menggunakan penilaian retrospektif siswa. Para peneliti
menggunakan 14 mahasiswa untuk menguji modul fisika tentang “Gas Law”.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa modul membantu siswa untuk belajar
konsep-konsep abstrak fisika sesuai dengan teknologi dan gaya belajar.
Berdasarkan temuan ini, para peniliti menyarankan bahwa modul fisika yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
didasarkan pada teknologi dan gaya belajar dapat menjadi paket pembelajara
yang efektif.
4. Penelitian pengembangan bahan ajar berupa modul oleh Meta Kuswandari
(2013) yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Fisika SMA dengan
Pendekatan Kontekstual pada Materi Pengukuran Besaran Fisika”. Penelitian
yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan didukung data kuantitatif ini
merupakan penelitian pengembangan berdasarkan model yang dikembangkan
oleh Borg dan Gall. Prosedur pengembangan penelitian ini meliputi: (1).
Penelitian dan megumpulkan informasi, (2). Perencanaan, (3). Pengembangan
draft produk, (4). Uji coba lapangan awal, (5). Merevisi hasil uji coba lapangan
awal, dan (6). Uji coba lapangan utama. Teknik pengumpulan data yang
digunakan berupa angket dan observasi. Data-data yang diperoleh berasal dari
validator yang terdiri atas 2 dosen ahli, 2 guru sebagai reviewer dan 2 peer
reviewer serta responden yang terdiri atas 10 siswa dari SMA Negeri 1 Simo
dan 30 siswa yang berasal dari lima SMA yaitu SMA Negeri 1 Simo, SMA
Negeri Karanggede, SMA Negeri 2 Boyolali, SMA Bhineka Karya Simo dan
SMA Negeri 2 Simo.Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan penilaian
skor standar dari Saifudin Azwar yang kemudian dibagi menjadi lima
kategori.Teknik analisis data kualitatif yang digunakan yakni model interaktif
dari Miles dan Huberman yang melalui tahap reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan.Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasandapat
disimpulkan bahwa: Pengembangan bahan ajar pembelajaran Fisika yang
berupa modul materi Pengukuran Besaran Fisika kelas X secara umum sudah
sangat baik dengan kesesuaian hasil validasi ke ahli, peer reviewer dan
reviewer dalam aspek kelayakan isi, bahasa dan gambar, penyajian serta
kegrafisan. Hasil validasi menujukkan bahwa ahli I dan ahli II memberi skor
total yakni 92 (Sangat baik), reviewer I dan II masing-masing memberi skor 86
dan 85 (Sangat Baik), sedangkan peer reviewer I memberi skor 82 (Baik) dan
peer reviewer II sebesar 98 (sangat baik). Hasil ujicoba dalam lapangan awal
dan utama dengan hasil yang sangat baik. Hal ini terbukti bahwa dari 4 siswa
yang menilai baik dan 6 siswa menilai sangat baik dalam uji coba lapangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
awal yang dilakukan kepada 10 siswa serta 7 siswa menilai baik dan 23 siswa
menilai sangat baik dalam uji coba lapangan utama yang dilakukan kepada 30
siswa.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Resita Arum Sari (2013) tentang
pengembangan modul yang berjudul “Pengembangan Modul Berbasis
Pendekata Keterampilan Proses pada Pokok Bahasan Fluida Statis di SMA
Negeri 1 Mlati”. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R&D)
dengan model 4-D (Define, Design, Develop, dan Disseminate). Pada tahap
Define dilakukan analisis ujung depan, analisis siswa, analisis tugas, analisis
konsep dan spesifikasi tujuan pembelajaran. Pada tahap Design dilakukan
pemilihan format dan desain awal modul. Pada tahap Develop dilakukan
validasi oleh dosen ahli dan guru Fisika SMA, kemudian dilanjudkan dengan
uji lapangan operasional. Pada tahap Dessiminate tidak dilaksanakan karena
permasalahan-permasalahan terkait dengan pembelajaran fisika di SMA Negeri
1 Mlati hanya mengacu pada tahap Develop (pengembangan) saja. Data
validasi dosen ahli dan guru Fisika SMA digunakan untuk mengetahui
kelayakan modul. Data uji lapangan operasional digunakan untuk mengetahui
keterampilan proses siswa saat pembelajaran menggunakan produk dan respon
siswa setelah pembelajaran menggunakan produk. Hasil penelitian
pengembangan produk, menurut penilaian dosen ahli dan guru Fisika SMA
termasuk dalam kategori “sangat baik” dan pada uji lapangan operasional hasil
penilaian keterampilan proses menyusun hipotesis termasuk dalam kategori
“baik”, menentukan variabel dan menuliskan data hasil data percobaan
termasuk dalam kategori “sangat baik” sedangkan membuat kesimpulan
termasuk dalam kategori “cukup” dan penilaian respon siswa termasuk dalam
kategori “sangat baik”.
6. Penelitian pengembangan modul yang dilakukan oleh Lidy Alimah Fitri, Eko
Setyadi, dan Nur Ngazizah (2013) yang berjudul “Pengembangan Modul Fisika
pada Pokok Bahasan Listrik Dinamis Berbasis Domain Pengetahuan Sains
untuk Mengoptimalkan Minds-On siswa SMA Negeri 2 Purworejo Kelas X
Tahun Pelajaran 2012/2013”. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
SMA Negeri 2 Purworejo kelas X Tahun Pelajaran 2012/2013 yang berjumlah
31 siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
observasi, metode angket, tes, dan dokumentasi. Metode penelitian yang
digunakan adalah Research and Development (R&D). Produk yang
dikembangkan adalah modul Fisika berbasis domain pengetahuan sains dengan
pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL). Berdasar hasil penelitian
diperoleh rerata persentase hasil evaluasi modul dari ahli 83%, dari guru Fisika
82%, dari teman sejawat 89%. Penggunaan modul Fisika berbasis domain
pengetahuan sains dapat meningkatkan pemahaman siswa dengan persentase
ketuntasan siswa 84%. Selain itu, penggunaan modul dapat mengoptimalkan
minds-on siswa. Rerata minds-on siswa adalah 43,52 dengan kategori “baik”.
Dengan demikian, modul Fisika berbasis domain pengetahuan sains dengan
pendekatan CTL layak digunakan dalam pembelajaran Fisika untuk
mengoptimalkan minds-on siswa.
C. Kerangka Berfikir
Indonesia masih membutuhkan banyak perbaikan dalam bidang
pendidikan. Indonesia harus mengindahkan fakta ini karena masih tertinggal jauh
di belakang negara-negara lainnnya, bahkan dalam ASEAN. Keterbelakangan
sektor pendidikan tercemin dari laporan Human Development Index (HDI) 2011.
Dari 194 negara yang dilaporkan HDI, Indonesia mendapat peringkat 124 dengan
skor 0,617.
Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah berupaya meningkatkan
kualitas pendidikan. Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan,
kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi yang
signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta
didik. Pada saat ini, pemerintah telah mengubah kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013.
Berlakunya Kurikulum 2013 memang dinilai membuat guru memiliki
alokasi waktu yang lebih dalam melaksanakan pembelajaran. Namun, proses uji
publik dinilai asal-asalan serta minimnya sosialisasi Kurikulum 2013 membuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
guru dan sekolah masih kebingungan. Penerapan Kurikulum 2013 dianggap hanya
sekadar formalitas. Selain itu, buku diktat dan buku teks juga terlambat dicetak
dan didistribusikan ke sekolah-sekolah sehingga berdampak pada penundaan
pelatihan guru. Akibatnya, pada tingkat implementasi, banyak guru bingung saat
menerapkan Kurikulum 2013 di kelas.
Keterlambatan dalam pencetakan dan pendistribusian buku tidak hanya
membuat guru kebingungan namun siswa dalam mengikuti pembelajaran tentu
juga akan mengalami kesulitan karena keterlambatan buku sebagai bahan ajar ini.
Tidak hanya itu saja, bahan ajar baik berupa buku, modul maupun LKS yang
beredar belum sesuai dengan Kurikulum 2013 karena belum disajikan dengan
pendekatan ilmiah (scientific approach). Oleh karena itu, dikembangkan bahan
ajar fisika berupa modul berbasis scientific approach untuk siswa SMA kelas X
pada materi Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor.
Pengembangan modul pembelajaran fisika berbasis scientific approach
memiliki kerangka berpikir seperti yang tampak pada Gambar 2.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Pengembangan bahan ajar fisika SMAberbasis scientific approach
Modul pembelajaran fisika berbasis scientificapproach pada materi suhu, kalor dan
perpindahan kalor untuk siswa SMA kelas X
KURIKULUM 2013
Pembelajaran Fisika SMA berbasis scientificapproach
SMA belum sepenuhnya menerapkanpembelajaran fisika berbasis scientific approach
MinimnyasosialisasiKurikulum
2013
Guru masih bingungmenerapkan
pembelajaran fisikasesuai Kurikulum
2013
Bahan ajar fisikaberbasis scientificapproach belum
tercukupi
penyebab
solusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir di atas, maka diajukan
pertanyaan penelitian berkaitan dengan pengembangan modul pembelajaran fisika
pada materi Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor berbasis scientific approach
untuk siswa SMA kelas X, sebagai berikut:
1. Bagaimana mengembangkan modul yang memenuhi kriteria baik?
2. Apakah modul yang dikembangkan memenuhi kriteria yang baik?