Date post: | 24-Jan-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | besta-indonesia |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
Filsafat dan Metodologi Hubungan Internasional
Usulan Tugas Ujian Tengah Semester (UTS)
semester ganjil 2012/2013
Tema: Dialog dan Debat dalam Hubungan
Internasional
1
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2012
Disusun oleh :
Kelompok I
Satria Rangga Hanastyo
170210090004
Mutiara Ikhsani Putri
170210090006
Sherry Lastiany 170210090030
Baiq Nuke Rahmasari 170210090032
2
Reisa Yosefine 170210090034
Alieqa Mentari Putri
170210090042
Amanda Destiani
170210090052
Fadel Muhammad Iqbal
170210090064
Agustinus Rediman
170210090076
Vito Satria Wicaksono 170210090082
Muhamad Fadzrul 170210090084
Hidayat 170210090086
Syafa Aulia
170210090092
Raden Prayudi Setia Affandie
170210090098
3
Yoga Lukiswara
170210090116
Aldi Diaz Dwianto 170210090123
Ahmad Romi Ferdi 170210090126
Adhietya Risanoto 170210060064
Kelompok 2
4
BAB I : Deskripsi Historis Critical
Theory.................................................
.............1
1.1 Awal mula Critical Theory dan Frankfurt
School...........................
1.2 Fase Perkembangan Frankfurt
School ......................................
......5
1.3 Kebangkitan Critical Theory pada masa Max
Horkheimer dan Wiesengrund Adorno………………….
………..............................6
1.4 Critical Theory pada masa fase
terakhir.....................................
...11
BAB II : Asumsi Epistemologi dan Ontologi Critical
Theory...............................14
2.1. Asumsi Epistemologi Critical
Theory………............................................14
6
2.1.1 Critical Theory dan Kritikannya terhadap
Teori lain………………14
2.1.2 Munculnya Critical Theory ke dalam Hubungan
Internasional……17
2.2. Asumsi Ontologi Critical
Theory……………………………………...…20
2.2.1 Konsep Dalam Critical Theory
........................ 30
2.2.2 Para Pemikir Utama Dalam Critical
Theory...................................32
BAB III : Metodologis Pendekatan Critical
Theory.............................................35
BAB IV : Kesimpulan dan Relevansi Terkait dengan Isu-
isu...............................49
4.1 Millenium Development Goals dan Kapitalisme,
analisis dengan Critical Theory dan Level of
Analysis Individu ……………………51
7
4.2 Level of Analysis: Negara- Relevansi Critical
Theory dalam level
Negara……………………………………………………………….57
4.3 Level of Analysis : Sub-sistem………………………………………..59
4. 4 Level of Analysis: Sistem ……………………………………...……62
DAFTAR
PUSTAKA................................................
.......................................... .65
8
BAB I
Deskripsi Historis Critical Theory
1.1 Awal mula Critical Theory dan Frankfurt School
Asal mula dari Critical Theory berakar pada pemikiran
yang sering mengarahkan kembali pada Pencerahaan dan
berkaitan dengan tulisan Kant, Hegel dan Marx. Meski
pemikiran ini memiliki garis kaitan yang penting dengan
kelahiran Critical Theory, namun hal ini bukanlah satu-
satunya jejak yang mempengaruhi terbentuknya Critical
Theory, karena ada juga jejak pemikiran dari Yunani
Kuno, seperti Nietzche dan Webber. Selain itu, para
penganut critical theory mengikuti jejak dari Antonio
Gramsci, yang melihat sebuah hegemoni sebagai sebuah
proses dari terjadinya dominasi, menurut critical theory
9
klasik, yang pada awalnya melihat masyarakat menjadi
sebuah wadah dalam memperjuangkan ideologi saat itu,
dengan adanya hegemoni, masyarakat akan bersatu dalam
mengkounternya, hal inipun menjadi salah satu acuan
dasar munculnya critical theory. Meski demikian, pada abad
ke-20 Critical Theory menjadi lebih berkaitan dengan sebuah
kelompok pemikiran asal Jerman yang dikenal dengan
sebutan Frankfurt School.
Adapun tokoh-tokoh yang terkenal dan melahirkan
pemikiran ala Frankfut School ini seperti Max
Horkheimer, Theodore Adorno, Walter Benjamin, Herbenrt
Marcuse, Erich Fromm, Leo Lowenthal dan yang paling
modern adalah Juergen Habermas. Berkat pemikir dari
Frankfurt School ini, Critical Theory mulai memperoleh kekuatan
yang terus diperbaharui oleh tiap-tiap tokohnya,
sehingga istilah Critical Theory mulai digunakan sebagai
lambang filsafat yang mempertanyakan tatanan modernitas
sosial dan politik yang berlaku melalui sebuah metode
kritik. Hal ini merupakan sebuah usaha yang dilakukan
untuk memperbaiki kekuatan kritis yang mulai tertutupi
10
oleh pemikiran-pemikiran intelektual, sosial, kultural,
ekonomi dan politik dari pemikiran-pemikiran yang
dihasilkan dari pandangan kontemporer. (Scot Burchill
dan Andrew Linklater, 1996)
Frankfurt School sendiri bermula dari sebuah institut
di Jerman yang bernama Institut fur Sozialforschung. Institut
ini didirikan pada tahun 1923 oleh Felix Weil, seorang
pedagang grosir gandum, yang pada akhir hayat “mencoba
untuk cuci dosa” mau melakukan sesuatu untuk mengurangi
penderitaan di dunia (termasuk dalam skala mikro:
penderitaan sosial dari kerakusan kapitalisme).
Institut ini merupakan awal mula tokoh-tokoh Critical
Theory memulai pemikiran-pemikirannya. Ajaran Karl Marx
menjadi ilham dari pemikiran Frankfurt School dan membuat
pemikiran Marx yang baru. “ Critical Society Theory”
adalah sebutan bagi cara pemikiran Frankfurt School ini,
dimana mereka menyatakan diri mereka sebagai pewaris
cita-cita emansipatoris Karl Marx . Lebih lanjut,
pembebasan manusia dari belenggu manipulassi teknokrat
modern menjadi maksud dari teori ini. Juga mereka
11
menyebut teori ini dengan sebutan ‘Aufklarung’ yang
berarti pencerahan, pembuka tabir yang menutup fakta
fakta yang tidak manusiawi dan tertutup dari kesadaran
kita. Apa yang dirasakan oleh kelas kelas tertindas
diungkap oleh teori ini yang bertujuan kepada
penyadaran dan pemberontakan.
Namun, institut tersebut hanya bisa bertahan
sampai tahun 1933 di Frankfurt. Hal ini dikarenakan
pada rezim kepemimpinan Hitler dibawah partai Nasional
Nazi, yang bersikap sangat keras dalam mempromosikan
antisemitisme dan secara terang-terangan memusuhi
sosialisme dan komunisme yang kemudian membuat institut
tersebut berakhir. Alasan lainpun karena Institut fur
Sozialforschung cenderung sosialis dan hampir semua
tokoh lembaga tersebut adalah keturunan Yahudi. Di
samping itu Hitler menggunakan kekuasaanya untuk
melakukan banyak tindakan-tindakan keras antara lain;
menangkap orang-orang komunis dan anggota Partai Sosial
Demokrat dan terjadi tindakan pembunuhan dan kekerasan
terhadap orang-orang Yahudi.
12
Keadaan yang kacau di Jerman tersebut akhirnya
membuat tokoh-tokoh dari institut tersebut, yaitu Max
Horkheimer dan Theodor Wiesengrund Adorno satu demi
satu mulai meninggalkan Jerman dan membuka cabang
Institut fur Sozialforschung di New York, dan bernaung
pada Columbia University. Institut ini berkembang juga
di Los Angeles, California. Seiring dengan perkembangan
waktu akhirnya tepat sesudah Perang Dunia II Institut
fur Sozialforschung kembali dibuka di Frankfurt, Jerman
dengan Max Horkheimer sebagai pemimpinnya.
Pada saat itulah Critical Theory atau mazhab dari
Frankfurt School ini mulai disebarluaskan. Namun pemikiran
ini baru terkenal di Jerman pada tahun 1960-an.
Kemudian, mazhab ini menjadi bahan perbincangan dan
diskusi yang menarik oleh mahasiswa sayap kiri yang
menyukai pandangan pandangan sosialis pada tahun 1960
an serta kemudian menghubungkannya dengan perselisihan
positiime dalam sosiologi Jerman. Mazhab tersebut
kemudian diteruskan oleh para pelajar dan asisten di
Institut fur Sozialforschung – insitut yang isinya
13
banyak tokoh tokoh setelah PD II- oleh karena mazhab
tersebut populer dan berkembang. Inspirasi gerakan
sosial kemasyarakatan kemudian diambil dari Critical Theory.
Kaum muda yang tidak ingat lagi pada penderitaan Pasca
PD II menjadi pelopor dari gerakan sosial ini. Faktor
kesejahteraan Kapitalisme yang saat itu menjadi budaya
pembangunan fisik rupanya telah menjadi hal yang sangat
memuakkan bagi generasi muda pada jaman itu. Kemudian
keraguan yang mendalam dan penyangsian terhadap
kapitalisme serta disorientasi nilai modern muncul
dalam generasi tersebut. Generasi penerus ini bukanlah
berisi orang-orang Yahudi, seperti ada generasi
sebelumnya, dan istilah mazhab sudah tidak dipergunakan
seperti generasi pertama yang menggunakan istilah “
Frankfurt School”. Walaupun begitu, kedua generasi ini
menghasilkan tulisan dan karya-karya yang sama sama
banyak diakui di seluruh dunia. Jadi, kedua generasi
tersebut merupakan sejarah dimana Critical Theory akhirnya
terbentuk.
14
Afirmasi (pemuasan oleh karena kenyataan sehingga
dipersepsikan menjadi kebenaran sebuah kebenaran) dari
teori teori yang tradisional merupakan alasan kenapa
critical theory harus muncul untuk melawan hal tersebut.
Sebuah pencerahan dan kebebasan pengetahuan sehingga
dekat dengan realitas atau kebenaran merupakan tujuan
dari teori teori tradisional. Dari situ, tokoh tokoh
Critical Theory kemudian melakukan penyangkalan terhadap
teori tradisional yang menurut mereka gagal untuk
melakukan pembebasan dan pencerahan manusia. Anggapan
bahwa ketidakmampuan teori tradisional tidak mampu
untuk mengubah realitas, namun hanya mampu untuk
mengubah pengertian realitas, menjadi kritik dari tokoh
tokoh Critical Theory. Juga, tokoh Critical Theory mengkritik
kalau teori tradisional hanya bersifat pandangan tanpa
bisa untuk menjadi praktik yang akhirnya dipakai untuk
mengubah realita.
Pandangan filsuf yang berpendapat kalau tugas
mereka adalah memberikan penjelasan teoritis dengan
15
tidak mengubah realita, dan oleh keadaan teori
tradisional yang tidak mengubah kenyataan tersebut,
para tokoh critical theory melawan hal tersebut dan kemudian
memberikan anggapan bahwa setiap teori hakikatnya
memilki segi praktisnya.
1.2 Fase Perkembangan Frankfurt School
Secara kesejarahan, gagasan dari Critical Theory aliran
Frankfurt ini berkembang dalam beberapa tiga fase
perkembangan, yaitu (Chabib Mustafa, 2008: 2):
1. Fase Pertama: Fase pertama ini adalah fase dimana
aliran ini mulai terbentuk, yaitu sekitar tahun 1923-
1933, ketika penelitian-penelitian pertama dilakukan di
lembaga penelitian Frankfurt, Jerman. Carl Grunberg
menjadi direktur pertama dari lembaga tersebut, yang
juga dia merupakan seorang ahli ekonomi, sejarawan
sosial. Keberhasilannya adalah arahannya kepada kahian
kajian teoritis Franfurt yang berorientasi pada
16
empirisitas dan penekanan pendekatan ekonomi dalam
kajian fenomena sosial. Hal ini mengindikasikan
kekentalan Marxisme dalam pembentukan Critical Theory.
2. Fase kedua: Fase dimana terjadinya pengungsian anggota
Aliran Frankfurt ke Amerika Utara pada tahun 1933-1950.
Gagasan pemikiran Critical Theory berpijak pada neo
Hegelian pada jaman pengungsian. Direktur pada fase ini
adalah Horksheimer yang melakukan pendekatan serta
orientasi ulang secara teoritis sehingga dijadikan
kajian teoritis para pendahulunya. Perubahan orientasi
aliran dari awalnya yang bersifat ekonomis historis
Grunberd menjadi orientasi filosofis dilakukan pada
fase ini. Gagasan ini kemudian menjadi dasar Critical
Theory aliran Frankfurt setelah pada tahun 1950 mereka
kembali ke Jerman.
3. Fase ketiga: Fase perkembangan aliran Frankfurt ketiga
terjadi pada awal 1950 sampai 1973. Pada tahun 1969,
Adorno meninggal dan menyusul Horkheimer pada tahun
1973, sehingga pengaruh aliran ini mulai mengalai
17
kepudaran. Kematian mereka yang merupakan tokoh-tokoh
terkemuka tersebut, namun tidak membuat aliran
Frankfurt yang praktis tidak berhenti. Dunia pemikiran
sosial tidak lagi menjadi bidang dimana aliran ini
berperan. Avant garde intelektual yang dulunya menjadi
pamor aliran ini nyaris berakhir dan untungnya dengan
munculnya tokoh baru yakni Jurgen Habermas, aliran ini
kemudian menjajaki kembali masa masa jayanya dengan
melestarikan metodologi serta teori teori yang telah
ada dari para pendahulunya yang kemudian diteruskan
kembali.
Jika kita menelusuri tentang perjalanan historis
Critical Theory, maka akan muncul setidaknya 3 nama besar
yang sangat berpengaruh dalam perkembangan teori ini,
yaitu Max Horkheimer, Theodor Wiesengrund Adorno, dan
Jurgen Habermas.
1.3 Kebangkitan Critical Theory pada masa Max Horkheimer
dan Wiesengrund Adorno
18
Pada pasca Perang Dunia I, banyak para penteori
dari Jerman bergabung ke Frankfurt School yang menganut
aliran Marxisme. Dengan mendalami filsafat dari Kant
dan Hegel, Horkheimer mulai berupaya untuk melakukan
kritik terhadap rakyat yang terkekang akan kemajuan
dalam kebebasan individunya terutama pada paska Perang
Dunia I.
Pada Januari 1931, Frankfurt School mengangkat
Horkheimer sebagai direktur baru, dan pada masa inilah
Frankfurt School mengalami masa keemasannya. Horkheimer
kerap berpidato mengenai filsafat sosial sebagai suatu
interpretasi filosofis tentang nasib manusia sejauh
manusia bukan dipandang sebagai individu, tetapi
sebagai anggota (masyarakat). Menurutnya, objek dari
filsafat sosial pada masanya (sekitar tahun 1932) bukan
filsafat yang memaksa nilai filosofis manusia dalam
sebuah keterasingan dan penindasan yang dilakukan oleh
kelas penguasa, melainkan terdiri dari semua
kelembagaan yang bersifat material dan spiritual dari
kemanusiaan yang bersifat menyeluruh.
19
Dalam pemikiran Horkheimer tentang critical theory nya,
digunakan pandangan Karl Marx dengan anggapan bahwa
kejiwaan dari manusia, kepribadian, hukum, kesenian,
dan filsafat hanya semata-mata merupakan cermin dari
bidang ekonomi yang ada. Disini juga ia memakai
pandangan dari Hegel mengenai kendali roh pada bidang
dialetika, antara realitas material dan mental.
Ideologi disini dipandang memiliki andil yang besar
dalam kacaunya suatu realita sosial yang ada. Dua hal
utama yang paling disorot oleh teori kemasyarakatan
Horkheimer adalah bidang sosiologi politik dan
kebudayaan yang sangat berpengaruh pada pemerintahan di
masa itu.
Pada tahun 1933, Frankfurt School dibawah pimpinan
Horkheimer pun berpindah tempat ke Amerika dan kemudian
berafiliasi dengan Colombia University. Hal ini terjadi
setelah Jerman pada rezim kepemimpinan Hitler dibawah
partai Nasional Nazi, bersikap tegas dalam menjunjung
antisemitisme dan secara terang-terangan memusuhi
sosialisme dan komunisme yang kemudian membuat institut
20
tersebut berakhir. Keprihatinan Horkheimer mengenai
masyarakat kapitalisme pun semakin besar setelah
merasakan hidup di Amerika. Para individu dari
masyarakat modern dianggap sangat terbelenggu oleh
system, oleh karena itu Horkheimer dan para pemikir
dari Frankfurt School menjadi sangat pesimis mengenai
kemampuan filsafat untuk membawa perubahan kepada
masyarakat modern.
Pada masa itu, banyak sekali terjadi kapitalisme
monopolis, yang merupakan suatu tahap kapitalisme,
dimana usaha-usaha raksasa sedang dalam proses
menguasai pasar, dan mengatur serta menentukan harga
pasar. Sementara perusahaan-perusahaan kecil yang tidak
dapat mengikuti laju perkembangan mau tidak mau akan
tergulung. Kapitalisme monopolis yang terjadi di Eropa
pada saat itu secara tidak langsung telah menghapuskan
peranan pasar dan dinamika dari suatu persaingan bebas.
Pada dasarnya, pemikiran Horkhemer ini dilandasi
oleh keprihtinannya mengenai hubungan antara individu
dan masyarakat (terutama yang mengalami penderitaan)
21
dengan konsep sebagai suatu dasar. Hotkhrimrt
bersikeras bahwa wawasan pemikiran masing-masing
sekolah sendiri tidak memadai untuk dapat berkontribusi
secara utuh terhadap perbaikan permasalahan sosial yang
ada. Horkheimer berfokus kepada hubungan antar struktur
sosial, jaringan atau subkultur dan juga realitas dari
suatu individu. Ia menyimpulkan bahwa pada dasarnya,
mansia dipengaruhi dan dibentuk oleh proliferas produk
yang ada di pasar. Dan selain dengan Adorno, Horkheimer
juga melakukan berbagai kolaborasi dengan Herbert
Marcuse, Erich Fromm, dan Walter Benjamin. Dengan
menggunakan critical theory, Horkheimer berusaha untuk
merevitalisasi kritik sosial, budaya-budaya radikal,
otoritarianisme, militarime, gangguan ekonomi, dan
krisis lingkungan. Horkheimer berusaha untuk
menciptakan suatu Critical Theory melalui gabungan dari
pandangan radikal dan konservatif. Ia mengembangkan
Critical Theory dengan melakukan pemeriksaan terlebih
dahulu dengan menyaksikan secara langsung kehidupan dan
perbedaan dari kaum borjuis atau penguasa dengan kaum
miskin. Horkheimer berusaha untuk mengusahakan agar
22
para kelas pekerja atau kelas bawah dapat merebut
kembali kekuasaan atas diri mereka yang bertujuan untuk
menolak suatu tindak fasisme.
Theodor Wiesengrund Adorno bergabung dengan
Horkheimer di Institut Penelitian Sosial yang
selanjutnya dirujuk menjadi Mazhab Frakfurt. Di lembaga
inilah, mereka mengembangkan critical theory sebagai hasil
penggabungan filsafat dan ilmu sosial menjadi critical
theory.
Pada tahun 1944, Horkheimer berkerjasama dengan
Adorno, membuat suatu karya buku yang berjudul Dialectics
of Enlightenment. Buku tersebut menceritakan mengenai
kritik keduanya terhadap modernitas yang mereka pandang
sebagai suatu sejarah dominasi atas suatu tindak
penguasaan. Pemikiran didalam buku ini mirip dengan apa
yang dituliskan oleh Karl Marx, perbedaannya adalah
Horkhemier dan Adorno tidak menjelaskan sejarah
penguasaan dari hubungan produksi, melainkan
menjelaskan sejarah penguasaan dari dorongan psikologis
23
manusia, yaitu sifat dasar dan kehendak manusia untuk
berkuasa.
Paham mengenai kehendak manusia dalam berkuasa ini
mereka ambil dari Nietzche. Horkheimer dan Adorno
mengkiritik mengenai kesadaran masyarakat itu sendiri,
yaitu mengenai kesadaran modern dengan rasio sebagai
suatu alat utama dalam melakukan dominasi. Mereka
menarik kesimpulan bahwa Enlightenment yang merupakan
suatu kemajuan dari cara pandang mitologis, sebenarnya
secara perlahan telah berubah menjadi mitos itu
sendiri. Mitos ini menjadi pemicu dari penindasan dan
penguasaan yang dilakukan oleh suatu kelompok manusia
kepada pihak lainnya. Contoh nyata yang mereka paparkan
adalah munculnya ideologi fasisme Jerman dan juga
kemajuan-kemajuan teknologi yang sangat pesat yang
berhasil memanipulasi manusia.
Akan tetapi, selain menggunakan teori dari Marx,
Nietzche, dan pemikir-pemikir lainnya, Horkheimer dan
Adorno juga mengkritik teori-teori tersebut. Apabila
didalam pandangannya, Marx hanya berpusat pada
24
kapitalisme, maka Horkheimer dan Adorno memiliki lebih
banyak aspek utama yang dpikirkan, seperti politik,
alam, kemanusiaan, dan aspek-aspek lainnya.
Mereka juga mengkritik mengenai suatu dominasi
yang biasa dilakukan oleh para filsuf barat. Para
filsuf barat yang terlalu mementingkan suatu kemajuan
dan aspek rasionalisasi, telah memandang alam hanya
sebagai suatu objek untuk dikuasai. Hasil dari alam
yang menunjang perkembangan teknologi memanglah
dibutuhkan untuk perkembangan umat manusia, akan tetapi
semua itu haruslah bisa dikendalikan agar tidak membuat
martabat manusia mengalami suatu kemunduran.
Objek sentral dalam critical theory Adorno adalah
hubungan saling keterpengaruhan antara pertentangan-
pertentangan dalam masyarakat sebagai sebuah totalitas
dan bentuk konkrit kehidupan subjek-subjek dalam
masyarakat. Critical theory diorientasikan pada ide tentang
masyarakat sebagai subjek, dengan individu sebagai
pusat. Sebuah teori menjadi ”kritis” dengan menegasikan
25
ketidakadilan, egoisme, dan alienasi yang dihasilkan
oleh kondisi sosial dibawah ekonomi kapitalis.
1.4 Critical Theory pada masa fase terakhir
Jurgen Habermas merupakan seorang filsuf Jerman
yang cara berpikirnya banyak dipengaruhi oleh Max
Horkheimer dan Theodore Adorno sebagai tokoh critical theory
sebelum Habermas. Dalam critical theory yang dikemukakannya,
Habermas berhasil mengembangkan kembali pemikiran
kritis dari para pendahulunya yang telah berakhir
dengan pesimisme yang kemudian dibangkitkan kembali
oleh Habermas menjadi sebuah cara pandang baru dalam
merespon kondisi dunia pada saat itu.
Filsafat kritis yang dikembangkan Habermas
terinspirasi oleh pemikiran Marxisme. Secara garis
besar Habermas menarik pemikiran Marxisme mengenai
struktur kelas yang membentuk relasi sosial masyarakat
akibat kapitalisme. Dominasi kapitalisme telah
menciptakan tatanan sosial yang berimplikasi kekuasaan
26
dan penindasan Kemajuan industri, pengetahuan ilmiah,
dan lingkungan sosial yang semakin kapitalis telah
menggiring manusia ke dalam pola pikir yang irasional
yang berada dalam kotak ideologi kapitalis. Inilah yang
coba dikritisi Habermas dalam hal pola pikir manusia
terlalu meninggikan pada kebenaran/pengetahuan yang
berasal dari struktur politik dan ekonomi yang
dikendalikan oleh kekuatan hegemon sedangkan
melunturkan kejernihan/kebebasan berpikir manusia.
Melihat kebuntuan terhadap critical theory dari para
pendahulunya, Habermas melihat adanya kekurangan dari
para pendahulunya untuk kemudian disempurnakan menjadi
critical theory yang lebih dapat diterima. Pada intinya,
Habermas menambahkan konsep komunikasi. Habermas
melihat cara penyampain critical theory yang dilakukan oleh
pendahulunya lebih mengedepankan aspek praktis melalui
cara-cara fisik yang cenderung keras seperti revolusi
sebagaimana terpengaruhi oleh pemikiran Marxisme.
Padahal dia menekankan pentingnya komunikasi dalam
menyampaikan kritik karena melalui argumentasi dan
27
diskursus wacana, pemahaman terhadap kritik tersebut
dapat lebih mudah dipahami dan diterima oleh objek.
Hasilnya, seperti critical theory yang kita kenal saat ini
bagaimana kritisasi dilakukan melalui argumen atau
analisa bukan melalui tindakan fisik.
Dasar pemikiran critical theory Habermas juga berasal
dari adanya pemerintahan otoriter dari Hitler pada saat
itu. Berawal dari tindak kejahatan yang dilakukan oleh
Nazi, Habermas kemudian menggagas konsep demokrasi.
Dalam suatu rezim keotoriteran tentu ada kekuasaan yang
mengatur relasi sosial antara manusia. Habermas melihat
konsep demokrasi yang coba diangkatnya memiliki nilai-
nilai kebebasan. Dalam artian secara umum, manusia
dapat berpikir secara bebas tanpa ada kekuasaan atau
dominasi sistem yang mampu mempengaruhi pemikirannya.
Dalam hal ini, demokrasi dan critical theory yang
dimunculkan Habermas memiliki suatu benang merah yaitu
berusaha membebaskan pemikiran manusia dari dogma-
dogma, rasionalisasi, atau ideologi yang dimiliki oleh
penguasa/hegemon.
28
Jadi kesimpulannya, critical theory yang dikemukakan
oleh Habermas tidak lepas dari realitas sejarah yang
terjadi secara nyata berdasarkan pengalaman yang
dimiliki. Pemikiran kritisnya banyak dipengaruhi oleh
pandangan Marxisme dalam melihat adanya faktor
kekuasaan dalam suatu hubungan relasional antar subjek.
Kekuasaan tersebut telah menciptakan pemikiran, dogma,
maupun ideologi yang membatasi tingkat kejernihan
berpikir manusia. Dalam artian manusia terpaku pada
pemikiran yang telah digariskan oleh penguasa/hegemon.
Berdasarkan hal itu, muncullah ide-ide penentangan
terhadap dominasi pengetahuan dari penguasa yang dalam
Marxisme dilakukan dengan revolusi proletarian,
sedangkan dalam pandangan Habermas bentuk penentangan
itu dikejawantahkan ke dalam pemikiran critical theory yang
bersifat “kritik ideologi”.
Selain Marxisme, dasar pemikiran kritis Habermas
juga berangkat dari nilai-nilai demokrasi yang jika
ditarik suatu benang merah akan memiliki nilai-nilai
yang sama dengan critical theory dimana terdapat aspek
29
pembebasan pemikiran manusia dari dogma-dogma,
rasionalisasi, atau ideologi yang dimiliki oleh
penguasa/hegemon.
Bab II
Epistemologi & Ontologi dari Critical
Theory
2.1. Epistemologi dan Ontologi Critical Theory
30
Munculnya pemikiran ini berawal dari lahirnya
Frankkurt School di Frankrut Jerman pada tahun 1923.
Dimana pemikiran ini melihat hubungan antara fasisme
dan personalitas authoritarian, dan akibat ilmu dan
teknologi dengan alasan kritis. Namun, munculnya
Critical Theory sendiri pada Frangkurt School adalah
pada tahun 1937 (Griffits, 2008). Pada awal berdirinya
Frankurt School, tokohnya adalah Max Horkheimer,
Theodor Adorno, Herbert Marcuse. Dari awal pemikiran
tokoh generasi pertama ini mempengaruhi pemikiran
Jurgen Habermas. Habermans mengemukakan adanya hubungan
intersubjektivitas antara rasionalitas dan demokrasi,
serta peran komunikasi dalam membuat konsensus di
masyrakat.
Frankrut School berdiri pada awalnya untuk
membangun Marxisme di Jerman, namun dalam perjalanannya
dikembangkan pemikiran khusus setelah di tutup oleh
NAZI pada tahun 1933, dan pindah ke Amerika Serikat.
Sewaktu dipimpin oleh Horkheimer perkembangan
penelitian ini juga merambah ke ilmu – ilmu lain.
31
Adorno juga kembali menginterpretasi ulang terhadap
Marx.
Habermas juga mengemukakan 3 perbedaan pokok
kepentingan, yaitu kepentingan koginitf teknis,
praktis, dan emansipasi. Emansipasi merupakan Critical
Theory itu sendiri, bahwa masyarakat memiliki power
untuk berjuang dengan potensi yang dimilikinya, namun
menurut Habermas, bukan berarti setiap teori yang
mengemukakan emansipasi itu benar, karena kebenaran
harusnya dibentuk dengan konsensus rasional.
Teori ini disebut sebagai critical theory karena
menggunakan kapasitas manusia dalam hal mengkritik
melalui pandangan individu itu terhadap dunia
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki individu
tersebut. Critical theory menempatkan masyarakat sebagai
objek analisanya dengan fokusnya pada emansipasi dalam
hubungan sosial. Tujuannya adalah untuk memahami lebih
jauh self-understanding sebuah kelompok yang membentuk
masyarakat. Karena itu, teori ini cenderung fokus pada
32
masyarakat secara individual dan mengabaikan dimensi
hubungan antara masyarakat itu sendiri.
Critical theory bertujuan untuk menjelaskan dan
mentransformasi keadaan manusia dari keterbudakannya,
maka secara lebih luas critical theory dimaksudkan dengan
segala pergerakan atau pemikiran yang bertujuan untuk
pembebasan manusia di segala dimensi dari segala bentuk
pengekangan. Saat ini critical theory menjadi salah satu
alat epistemologis yang dibutuhkan dalam studi
humaniora. Hal ini didorong oleh kesadaran bahwa makna
bukanlah sesuatu yang alamiah dan langsung. Bahasa
bukanlah media transparan yang dapat menyampaikan ide-
ide tanpa distorsi, sebaliknya ia adalah seperangkat
kesepakatan yang berpengaruh dan menentukan jenis-jenis
ide dan pengalaman manusia. Dengan berusaha memahami
proses dimana teks, objek, dan manusia diasosiasikan
dengan makna-makna tertentu, critical theory memertanyakan
legitimasi anggapan umum tentang pengalaman,
pengetahuan, dan kebenaran.
33
Pengaruh marxisme, Marx memandang bahwa teori
kritik Hegel masih kabur dan membingungkan karena Hegel
memahami sejarah secara abstrak. Marx menegaskan bahwa
yang dimaksud sejarah adalah sejarah perkembangan alat-
alat produksi dan sejarah hubungan-hubungan
produksi. Hubungan produksi diartikan Marx sebagai
hubungan kekuasaan antara pemilik modal dan kaum buruh.
Kritik dalam pemikiran Marx berarti usaha
mengemansipasi diri dari penindasan dan alienasi yang
dihasilkan oleh hubungan-hubungan kekuasaan di dalam
masyarakat. Kritik dalam pengertian Marx berarti teori
dengan tujuan emansipatoris, teori yang tidak hanya
menggambarkan situasi masyarakat namun juga
membebaskannya. Marx berpendapat bahwa sifat dasar
manusia tidak dapat diubah (Steans 2005 pp. 109)
Menurut perspektif realisme, negara adalah aktor
utama dalam hubungan internasional. Namun dalam critical
theory, ia menekankan pada emansipasi manusia sebagai
subjek dalam hubungan internasional. Mengkritisi
tentang ide yang menyatakan pentingnya meraih power dan
34
kepentingan strategis oleh negara. Menilik pada masa
dimana sistem konstitusi negara (nation society)
terdapat berbagai macam organisasi politik yang menurut
kritikal teori tidak dapat dipisahkan dari sistem
kapitalisme (sistem ekonomi).
Negara menjadi aktor yang berperan penting dalam
sistem ekonomi kapitalis dalam menentukan sistem hukum
untuk meregulasi hubungan perdagangan dan menentukan
kebijakan untuk menentukan ketertiban suatu masyarakat.
Critical theory mempertahankan pemikirannya dalam
pencerahan dan mempertahankan universalisme dalam
dialog terbuka tidak hanya antar sesama negara tapi
lebih radikal yaitu antara seluruh manusia di dunia.
(Linklater 1996)
Critical theory melihat ketimpangan yang diakibatkan
oleh pemikiran liberal antara lain: liberalisme tidak
menjelaskan kebenaran tentang sifat dasar manusia dan
masyarakat. Selain itu, liberalisme sudah menjadikannya
35
sebagai pemahaman dan penjelasan yang paling dominan
mengenai dunia ini, sebagai sebuah common sense yang
menjadikannya sebagai pendukung dari sistem kapitalis.
Kemunculan teori kritis adalah reaksi dan kritik
terhadap positivisme ilmu pengetahuan yang sangat
dijunjung oleh kaum behavioralisme. Kehadiran teori
kritis muncul dari hasil dialektika dari banyak
pemikiran tradisi kritis sebelumnya. Sebuah perpaduan
dari pemikiran Kant, Hegel, Marx dab Freud. Kant
memahami kritik sebagai upaya untuk mengenal
keterbatasan rasio dalam setiap klaim pengetahuan;
Hegel memahami kritik sebagai refleksi diri atas
berbagai rintangan, tekanan dan kontradiksi yang
menghambat proses pembentukan diri dari rasio dalam
sejarah. Marx memahami kritik sebagai usaha
emansipatoris dari penindasan dan usaha alienasi yang
dihasilkan oleh hubungan kekuasaan dalam masyarakat,
sementara Freud memahami kritik sebagai pembebasan
individu dan irrasionalitas dari ketidaksadaran menjadi
sadar.
36
2.2. Munculnya Critical Theory ke dalam Hubungan
Internasional
Critical Theory sudah muncul sebelum teori
tersebut berpengaruh dalam ilmu Hubungan Internasional.
Critical Theory ini lahir bukan dari ilmu Hubungan
Internasional tetapi lahir dari ilmu Sosiologi dan
dikembangkan oleh ilmuwan Jerman yang disebut Frankfrut
School dan juga critical theory ini merupakan
perkembangan dari Marxisme. Pada tahun 1980 Critical
theory ini sudah mempengaruhi ilmu Hubungan
Internasional, ketika terjadinya suatu perdebatan
antara sifat ilmu yang bebas nilai dan pengakuan adanya
komunitas politik untuk melakukan pembebasan. Critical
Theory ini merupakan ilmu sosiologi karena lahir yang
mengkritik teori – teori tradisional yang mencerminkan
adanya ketidakadilan dalam suatu struktur masyarakat.
Menurut Critical Theory, tidak ada ekonomi global dan
politik dunia yang berjalan sesuai dengan hukum sosial
37
yang kekal karena dunia sosial termasuk Hubungan
Internasional adalah historis.
Critical Theory ini diakui sebagai teori
alternative bagi disiplin ilmu Hubungan Internasional.
Para pemikir seperti Andrew Linklater, Robert W.Cox dan
Richard Ashley mencoba untuk mengaplikasikan teori dan
gagasan dari pemikiran Frankfurt School terhadap teori
Hubungan Internasional. Dalam HI sendiri, teori ini
masuk ke HI sendiri dari pemikiran Robert Cox, yang
mengemukakan konsep knowledge dan interest, serta adanya
problem solving theory dan Critical Theory. Problem solving
theory untuk menemukan jawaban atas permasalahan,
sedangkan Critical Theory adalah presumsi teori dan
proses teoritisasi, kebebasan untuk menentukan teori.
Selain itu, Andrew Linklater juga merupakan tokohnya,
yang mengungkapkan adany komunitas manusia dan
mengkonstruksi kembali hubungan politik, bahwa semua
orang memiliki kedudukan yang sama.
Dalam Critical Theory, Hubungan Internasional
harus memfokuskan diri pada emansipasi politik jadi
38
tidak adanya ketergantungan antara Negara dengan
individu, karena dalam Critical Theory ini meyakini
adanya self determining yaitu individu – individu tidak
harus dihalangi oleh Negara untuk memutuskan masa
depannya. Dalam Critical Theory ini Negara bukan aktor
utama karena Negara lebih berfokus pada power.
(Griffiths, 1999)
Negara disini mendukung kapitalisme global dan
tidak mewakili kepentingan rakyatanya. Critical Theory
yang dipengaruhi oleh metedologi ilmu sains ini
berusaha menyaingi teori – teori dalam hubungan
internasional dan muncul sebagai teori kontemporer.
Dalam ilmu hubungan internasional, Critical theory ini
tidak berkontribusi dalam pembuatan kebijakan –
kebijakan. Walaupun critical theory ini lebih melihat
kedalam sektor domestik tetapi seiring perkembangan
critical theory ini dapat menjawab isu – isu
internasional.
Dalam Hubungan Internasional, teori kritis tidak
terbatas pada suatu pengujian negara dan sistem negara
39
tetapi memfokuskan lebih luas pada kekuatan dan
dominasi di dunia secara umum. Teori kritis mencari
pengetahuan bagi tujuan politis: untuk membebaskan
kemanusiaan dari struktur politik dan ekonomi dunia
yang “menekan” yang dikendalikan oleh kekuatan hegemon,
khususnya negara kapitalis Amerika Serikat. Mereka
berupaya untuk mendobrak dominasi global negara –
negara kaya di belahan bumi Utara atas negara – negara
miskin di belahan bumi Selatan. Teori Kritis dalam hal
ini hampir tidak dapat dibedakan dari ilmuwan EPI
Marxis. Orientasi mereka menuju perubahan progresif dan
keinginan mereka menggunakan teori untuk menolong
membawa perubahan tersebut juga merupakan pengenalan
idealisme. (Robert Jackson and Georg Sorensen, 2009)
Munculnya Critical Theory dalam ilmu Hubungan
internasional ini mengkritik teori – teori mainstream
yang berkembang seperti realisme dan liberalisme. Dalam
ilmu Hubungan Internasional, pandangan Critical Theory
ini melihat konsep negara. Negara disini merupakan
kekuatan sosial yang akan berbeda dengan perkembangan.
40
Keteraturan sosial dan politik yang ada merupakan
produk dari sejarah yang dijelaskan. Maksudnya, dalam
critical theory ini suatu keteraturan sosial dan
politik ini muncul pasti ada sejarahnya.
Teoretisi kritis berupaya untuk mengetahui
kepentingan politis yang dijalankan teoritis dan teori
– teori HI yang berbeda. Tetapi bahkan lebih dari itu :
mereka berupaya menggunakan pengetahuannya untuk
meningkatkan apa yang mereka yakin yaitu tujuan akhir
dari semua pengetahuan : tujuan terbesar emansipasi
manusia dari struktur sosial global yang hingga
sekarang telah mengitismewakan minoritas penduduk
dunia. Teori Kritis HI dengan demikian dapat dipahami
secara eksplisit dan diakui revolusioner : teori kritis
berupaya merobohkan sistem ekonomi dan politik dunia
yang ada. (Robert Jackson and Georg Sorensen, 2009)
Ontologi
Critical Theroy tidak mengacu pada penelitian
mengenai negara-negara dan sistem negara-negara tapi
41
menfokuskan secara lebih luas pada power dan dominasi
dalam dunia secara umum. Critical Theroy mencari
pengetahuan bagi suatu keperluan politik : untuk
memerdekakan kemanusiaan (humanity) dan struktur yang
oppressive (penuh tekanan) dan world politics dan world
economics yang dikendalikan oleh para hegemonic powers
terutama oleh kapitalis AS. Mereka mencoba membongkar
dorninasi global dan Utara yang kaya atas Selatan yang
miskin. Critical Theroy dalam hal ini tidak terpisahkan
dan IPE. Orientasi mereka atas perubahan yang progresif
dan keinginan mereka untuk menggunakan teori dalam
membantu mendorong terjadinya perubahan tadi adalah
juga nilai-nilai dan idealisme. Critical Theory adalah
terbuka secara politik; mereka menyokong dan mendorong
ideologi progresif Ikemajuan (umumnya sosialis) akan
emansipasi dan percaya bahwa para sanjana konservatif
dan liberal adalah juga mempertahankan dan menyebarkan
nilai-nilai politik mereka. Crtical Theroy karenanya
percaya bahwa debat-debat teoritikal pada dasarnya
adalah debat politik. Seperti halnya idealis, penteori
Critical Theory mencoba untuk membawa revolusi sosial
42
dan politik sebagaimana dinyatakan oleh ideologinya.
Perbedaannya adalah Critical Theory menolak kemungkinan
adanya kelepasan (detachment) dan objektivitas, dimana
idealis seakan tidak menyadarinya.
Pandangan mengenai pengetahuan yang dinyatakan
inheren dengan politik memisahkan Critical Theory
dengan behavioralis, dan positivis yang menghina
digunakannya scientific knowledge bagi keperluan
politik, dan dan penteori klasik. Menurut Critical
Theory, sarjana Hubunngan Internasional tidak bisa
lepas dan subjek matter yang dipelajarinya karena
mereka berhubungan dengannya dibanyak jalan yang
kentara maupun tidak. Mereka adalah bagian dan dunia
manusia yang mereka pelajari. Mereka terlibat di dunia
itu.
Apakah mereka menyadarinya atau tidak, ilmuwan
sosial dan ilmu sosial adalah instrumen dan power.
Critical Theory mencoba untuk mengidentifikasi
kepentingan politik yang disajikan berbeda oleh teori
dan penteori Hubungan Internasional. Mereka mencoba
43
untuk menggunakan penngetahuan mereka untuk
mengembangkan apa yang mereka percayai sebagai tujuan
utama dan pengetahuan yaitu: tujuan besar emansipasi
manusia dan struktur sosial global yang lebih
memberikan hak-hak istimewa pada golongan kaya yang
minoritas. Teori kritik HI bisa dipahami sebagai hal
yang secara eksplisit dan revolusioner mereka mencoba
untuk merobohkan world politics dan economic system
yang ada sekarang.
Masalah utama dan pandangan ini adalah masalah
yang dimiliki bagi kepentingan independensi akademik
dan integritas dan para sarjana serta penelitian
ilmiah. Jika teori itu selalu untuk seseorang dan untuk
suatu keperluan (purpose), bagaimana orang bisa
memutuskan apakah Ia suatu teori yang baik dalam term
akademik yang murni ? setiap values dan teori berdasar
pada nilai politik, tapi apakah ia mewakili kepercayaan
politik dan ideology saya? Jika teori Hubungan
Internasional itu lebih kearah politis daripada
scientific atau kesarjanaan, tidak ada cara yang netral
44
untuk menentukan apakah teori itu terbaik secara
akademik. Jika demikian, tidak akan ada suatu
ketidasepakatan dan controversial yang murni secara
akademik.
Debat akademis adalah debat politik. Jika semua
teori Hubungan Internasional dan seluruh teori ilmu
social adalah politik, bagaimana kita menjustifikasi
mereka sebagal subjek akademik? Mengapa Critical Theory
harus atapun teori Hubungan Internasional lainnya
diterima sebagai pernyataan akadmik bila ia sebenarnya
adalah pernyataan poiitik? Jika teori lebih
menggambarkan kepentingan politik daripada
keingintahuan akademis, maka apapaun itu adalah
politik. Hal ini memang mungkin terjadi tapi bisa
membawa ke kaburan.
Kesimpulannya, ini adalah pandangan yang ekstrim
dan penteori kritik yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan adalah politik. Versi yang lebih moderat
dan pandangan ini menyatakan bahwa pengetahuan itu
adalah bebas nilai sepenuhnya, namun demikian ada suatu
45
perbedaan antara yang murni politik dan dalam memahami
dan inenjelaskan dan sisi akademis Hubungan
Internasional.
Critical Theory pada umumnya mengacu pada suatu
analisis mendasar dari marxisme mengenai teori dan
praktis hubungan internasional. Didalam pemikiran-
pemikiran teori kritis Hubungan Internasional
terinspirasi mengenai penekanan sebuah kebutuhan
masyarakat mengenai “teori kebenaran” yang didalam
dunia bersifat emansipasi (bebas) disegala kepentingan
manusia. Terdapat asumsi bahwa apa yang “benar” adalah
apa yang dianggap dan disepakati benar oleh masyarakat.
Akan tetapi konsep tersebut akan menghilangkan esensi
dari “kebenaran” itu sendiri.
Critical Theory merupakan sebuah teori yang
menuntut seseorang agar dapat berpikir mendalam tentang
segala sesuatu yang dilakukan manusia serta hubungan
antara teori dengan cara bertindak. Critical Theory
didalam hubungan internasional berperan menganalisis
hubungan social terhadap kaitannya dengan system
46
ekonomi kapitalis, mulai dari perusahaan besar dan
monopolinya, teknologi, kebudayaan serta menolak
individualism dalam masyarakat kapitalis. Teori kritis
mengacu pada berbagai untaian pemikiran sosial, politik
dan filosofis Barat untuk mendirikan sebuah kerangka
teoritis mampu mencerminkan pada sifat dan tujuan teori
dan mengungkapkan bentuk jelas dan halus atas
ketidakadilan dan dominasi dalam masyarakat. Teori
Kritis tidak hanya tantangan dan membongkar bentuk-
bentuk teori tradisional, namun juga berusaha untuk
membongkar bentuk-bentuk tetap dari kehidupan sosial
yang membatasi kebebasan manusia. Teori kritis
internasional adalah perluasan dari kritik ini ke
domain internasional.
Critical Theory merupakan suatu Ide Hubungan
internasional harus berorientasi oleh politik
emansipatoris. Critical Theory menolak dasar positivism
antara lain realism nilai eksternal, perbedaan subjek
atau objek. Critical Theory menganggap social
modern dan political life itu perlu dipertanyakan. Modern
47
menurut Critical Theory adalah setelah revolusi
industry dan dekolonisasi. Melalui modernisasi,
Critical Theory melihat adanya ketidaadilan yang
terjadi seperti apa yang telah dikatakan oleh Marxism.
Dalam hal ini, Critical Theory tidak lagi melihat
hubungan internasional berdasarkan suatu Negara saja,
melainkan lebih jauh lagi didalam cara berpikirnya.
Teori ini memfokuskan diri pada siapa yang ada dalam
negara dan berusaha membebaskan diri dari
keterkungkungan yang kerap ditimbulkan oleh negara.
Selain itu, Critical Theory juga berasumsi bahwa
sesuatu itu tidak given. Pada saat itu, terdapat
mindset yang berkembang dalam intelektual bahwa yang
terjadi di lingkungan sekitar adalah hal yang given.
Mindset yang berkembang menyebabkan kaum borjuis berhak
menindas kaum proletar, karena struktur dalam
masyarakat (borjuis dan proletarian) dianggap sebagai
sesuatu yang given.
Teori kritis dibutuhkan masyarakat itu sendiri
sebagai objek analisis, dan karena teori dan tindakan
48
berteori tidak pernah independen dari masyarakat, ruang
lingkup teori kritis dari analisis tentu harus mencakup
refleksi pada teori. Critical Theory berpendapat bahwa
hubungan internasional harusnya diorientasikan dengan
emansipasi politik yang mana tidak ada ketergantungan,
ketidakadilan, ketidaktahuan, yang biasanya dilakukan
oleh Negara. Pada intinya, Critical Theory bersifat
ingin menyadarkan masyarakat dan membebaskan dari
adanya ketergantungan, ketidakadilan, ketidaktahuan.
Critical Theory menganggap semua itu bukan ada tanpa
sebab. Tapi sebenarnya itu hanyalah mindset dari para
pemimpin ataupun penguasa.
Menurut Robert Cox Critical Theory mempertanyakan
peraturan dunia yang dominan dengan menggunakan
reflektifitas aturan tersebut. Kemudia juga Critical
Theory mempertannyakan sumber dan legitimasi dari suatu
institusi politik dan sosial dan juga termasuk
perubahan-perubahan mereka. Sejarah adalah sebuah
perubahan yang berlanjut atau secara terus menerus. Dan
teori kritis mencoba untuk menentukan elemen mana yang
49
universal untuk digunakan dalam aturan dunia dan mana
yang tentunya menyatukan sejarah.
Critical theory adalah sebuah teori yang mencoba
mencari jalan lain dalam menggambarkaan dan
menganalisis fenomena-fenomena dalam hubungan
internasional. Tidak seperti teori-teori lainnya,
critical teori tumbuh dengan asumsi-asumsi kritikan
tajam terhadap pandangan-pandangan sebelumnya yang
gagal mencari pemecahan solusi atau masalah dalam
hubungan internasional. Critical theory memandangan
peristiwa dan fenomena dalam hubungan internasional
tidak terbentuk karena adanya hukum sosial yang kekal
dalam masyarakat, melainkan adanya dinamika perubahan
sesuai dengan perkembangan zaman.
Critical theory adalah sebuah pengetahuan yang
mencoba mengkritik terhadap apa yang telah
dikonstruksikan dalam masyarakat, sehingga merangsang
untuk membentuk suatu temuan baru yang tidak hanya
terbatas pada teori-teori yang telah ada. Bagi para
penganut critical theory, sebuah pengetahuna tersebut
50
tidak bisa dianggap netral dan murni apa adanya sesuai
dengan keadaan lapangan. Tidak ada pengetahuan yang
netral baik secara moral, politik, ataupun idelogi yang
berkembang. Semuanya dapat dipengaruhi oleh pihak-pihak
yang berkuasa dan berkepentingan dalam
mengkonstruksikan pengetahuan sebelum akhirnya
pengetahun tersebut sampai ketangan masyarakat.
Sehingga sebenarnya para critical theory meyakini bahwa
pengetahun tersebut membuka suatu kecenderungan menuju
kepentingan, nilai, kelompok, golongan, kelas, dan
bangsa tertentu. Seperti yang telah dikatakan oleh
Robert Cox bahwa teori selalu bagi seseorang dan untuk
tujuan tertentu.
Pada hakikatnya critical theory tersebut ada untuk
membebaskan manusia dari struktur politik dan ekonomi
dunia yang dikendalikan oleh great power. Banyak aspek-
aspek yang telah dibelengu oleh para negara adi kuasa,
sehingga masyarakat tidak bisa bergerak dengan bebas
dan tidak bisa mengekspresikan apa yang ada dalam
pikirannya. Semuanya bisa dengan mudah dikekang dan
51
diatur oleh negara-negara yang memiliki power yang
kuat. Untuk itulah critical theory menemukan hakikatnya
sebagai teori yang mencoba untuk melepaskan belenggu
dari pemikiran-pemikiran mainstream.
Berbeda, itulah yang membuat critical theory tetap
menjadi dirinya dan eksis sebagai teori yang senantiasa
mengkritik kegagalan-kegagalan yang terjadi. Critical
theory adalah teori yang mendukung tatanan sosial
politik yang berbeda dari tatanan yang sedang berlaku,
sehingga tidak ada kekekalan dalam tatanan
internasional. Critical theory menolak alternative yang
tidak meyakinkan seperti ia menolak kekekalan terhadap
tatanan yang terjadi.
Komponen dalam critical theory tersebut berakar
dari analisis kritis Marxis terhadap praktik dan teori
dalam hubungan internasional dimana kemudian membawa
critical theory menjadi salah satu pondasi alternative
untuk pandangan positivisme. Robert Cox juga
menggambarkan critical theory adalah sebuah studi yang
membahas mengenai keterkaitan antara pengetahuan dan
52
kepentingan dan bisa memeriksa dengan teliti dirinya
sendiri. Kemudian Cox membedakan dua pandangan teori
yang bergantung kepada maksudnya. Pertama, adalah teori
yang mencoba untuk menyelesaikan masalah, yaitu teori
yang menyediakan sebuah panduan untuk menemukan solusi
terhadap masalah. Kedua, critical theory itu sendiri
yang mana terdapat anggapan-anggapan terhadap teori dan
proses teorisi yang dicerminkan diatasnya.
Critical theory adalah teori yang mempertanyakan
dominasi dari tatanan dunia dan legitiasi politik
sosial. Pandangannya percaya bahwa sejarah yang telah
dialami tidak selalu sama namun terus berlanjut dengan
proses yang bertukar-tukar.
Horkheimer (1937) mengatakan Critical Theory merupakan
teori sosial yang digunakan untuk mengkritik dan
mengubah masyarakat secara keseluruhan, tidak sekedar
memahami dan menjelaskannya. Pada dasarnya apa yang
ingin di lakukan teori adalah untuk mencapai kebebasan
dalam berpikir dari dominasi pemikiran yang telah ada.
Dengan membuat realita virtual dalam beberapa aspek
53
dalam kehidupan seperi sosial, politik, budaya,
ekonomi, ethnic, dan gender. Teori yang berasal dari
seuntai pemikiran yang sering di telusuri kembali pada
zaman pencerahan dimana tulisan tulisan immanuel kant
dan marx masih memberikan kontribusi akan akar dari
pemikiran tersebut.
Dalam karya Max Horkheimer, Theodor Adorno, Walter
Benjamin, Herbert Marcuse, Erich Fromm, Leo Lowenthal
dan, baru-baru ini, Jürgen Habermas bahwa teori kritis
memperoleh potensi diperbaharui dan di mana teori
kritis istilah datang untuk digunakan sebagai lambang
dari filsafat yang mempertanyakan sosial modern dan
kehidupan politik melalui metode kritik imanen. Itu
sebagian besar upaya untuk memulihkan potensi kritis
dan emansipatoris yang memiliki telah dikuasai oleh
intelektual baru-baru ini, sosial, budaya, politik,
ekonomi tren teknologi dan.
Penting untuk teori kritis Sekolah Frankfurt
adalah perhatian memahami fitur utama masyarakat
kontemporer dengan memahami sejarah dan pembangunan
54
sosial, dan kontradiksi dalam menelusuri hadir yang
mungkin membuka kemungkinan melampaui kontemporer
masyarakat dan built-in patologi dan bentuk dominasi.
Teori kritis dimaksudkan 'tidak hanya untuk
menghilangkan satu atau pelecehan lain, tetapi untuk
menganalisis struktur sosial yang mendasari yang
menyebabkan pelanggaran ini dengan maksud mengatasi
mereka (Horkheimer 1972: 206).
Hal ini tidak sulit untuk melihat keberadaan di
sini dari tema diajukan oleh Marx dalam tesis kesebelas
tentang Feuerbach: 'filsuf hanya menafsirkan dunia
dalam berbagai cara, intinya adalah untuk mengubahnya
'(Marx 1977a: 158). Ini bunga normatif dalam
mengidentifikasi kemungkinan imanen untuk sosial
transformasi merupakan ciri khas dari garis pemikiran
yang meluas, setidaknya, dari Kant, melalui Marx, untuk
kritis kontemporer teoretisi seperti Habermas.
Ini niat untuk menganalisis kemungkinan emansipasi
menyadari dalam dunia modern mensyaratkan analisis
55
kritis baik hambatan untuk, dan kecenderungan imanen
terhadap, 'yang rasional organisasi aktivitas manusia’
(Horkheimer 1972: 223).
Memang, hal ini keprihatinan meluas garis
pemikiran kembali melampaui Kant ke klasik Yunani
keyakinan bahwa konstitusi rasional polis menemukan
ekspresi dalam otonomi individu dan pembentukan
keadilan dan demokrasi. Politik, pemahaman ini, adalah
wilayah yang bersangkutan dengan mewujudkan kehidupan
adil.
Walaupun ini merupakan keturunan penting dalam
kelahiran teori kritis itu bukan satu-satunya
kemungkinan yang bisa ditelusuri, karena ada juga Jejak
pemikiran Yunani klasik tentang otonomi dan demokrasi
dipertimbangkan, serta pemikiran Nietzsche dan Weber.
Namun, pada abad kedua puluh teori kritis menjadi
paling erat terkait dengan tubuh yang berbeda pemikiran
yang dikenal sebagai Sekolah Frankfurt.
56
Teori kritis Menggunakan “Language, Symbolism dan
Communication”
Melibatkan “Construction” : proses sintesis dan
produksi dimana fenomena dan obyek komunikasi,
budaya dll datang bersamaan melalui:
Transformation yang mengubah “deep structure of
language” menjadi “surface language” (Chomsky)
Universal Pragmatic principles yang menghasilkan
“mutual understanding” (Habermas)
Semiotics Rules dimana obyek kehidupan sehari
hari menentukan maknanya sendiri (Barthes)
Cognitive formation (Focault)
Psychoanalitic melalui kesadaran individu
Untuk meringkas, teori kritis mengacu pada berbagai
untaian Barat sosial pemikiran, politik dan filosofis
dalam rangka untuk mendirikan sebuah teoritis mampu
merefleksikan alam kerangka dan tujuan teori dan
mengungkapkan bentuk baik jelas dan halus ketidakadilan
dan dominasi dalam masyarakat.
57
Teori Kritis tidak hanya tantangan dan membongkar
tradisional bentuk berteori, juga problematizes dan
berusaha untuk membongkar mengakar bentuk-bentuk
kehidupan sosial yang membatasi kebebasan manusia.
kritis internasional Teori merupakan perpanjangan dari
kritik ini ke domain internasional. itu bagian
selanjutnya dari bab ini berfokus pada upaya oleh
internasional kritis teoretikus untuk membongkar
bentuk-bentuk tradisional berteori dengan mempromosikan
lebih self-reflektif teori.
2.3. Konsep Dalam Critical Theory
Teori kritis ditujukan pada keseluruhan masyarakat
dalam konteks “historical specificity” Hubungan teori
kritis terhadap tatanan yang berlaku perlu dijelaskan
dengan hati-hati. Untuk meskipun menolak untuk
mengambil pesanan yang berlaku karena menemukannya,
teori kritis tidak hanya mengabaikannya. Ia menerima
bahwa manusia tidak membuat sejarah dalam kondisi yang
58
mereka pilih sendiri, sebagaimana Marx diamati dalam
Brumaire XVIII Louis Bonaparte (1977e), dan sehingga
pemeriksaan rinci kondisi sekarang tentu harus
dilakukan. Namun demikian, urutan yang telah
'diberikan' kepada kita adalah dengan tidak berarti
alami, diperlukan atau historis invariabel. kritis
internasional Teori mengambil konfigurasi global
hubungan kekuasaan sebagai obyek dan bertanya bagaimana
konfigurasi yang muncul, apa biaya itu membawa dengan
itu dan apa kemungkinan alternatif tetap imanen dalam
sejarah.
Hal ini langsung menimbulkan pertanyaan tentang
bagaimana etika penilaian tentang tatanan dunia yang
berlaku dapat dibentuk. Karena tidak ada tujuan
kerangka teoritis tidak ada sudut pandang Archimedean
luar sejarah atau masyarakat dari mana untuk terlibat
dalam kritik etis atau penghakiman. Ini bukan soal
penyusunan seperangkat cita-cita moral dan menggunakan
mereka sebagai patokan untuk menilai transenden bentuk
organisasi politik. Tidak ada utopia untuk
59
membandingkan fakta. Ini berarti bahwa internasional
kritis Teori harus menggunakan metode kritik imanen
bukan daripada etika abstrak untuk mengkritik tatanan
sekarang hal-hal Berbeda dengan ontologi individualis
yang memahami negara sebagai atomistik, rasional dan
posesif, dan seolah-olah identitas mereka ada sebelum
atau independen dari interaksi sosial (Reus-Smit 1996:
100), kritis Teori internasional lebih tertarik dalam
menjelaskan bagaimana individu baik aktor dan struktur
sosial muncul dalam, dan dikondisikan oleh, sejarah.
Misalnya, terhadap dogma Westphalia bahwa negara negara
adalah Negara (Cox 1981: 127), teori kritis
internasional memandang modern negara sebagai bentuk
khas komunitas politik, membawa dengan itu khususnya
fungsi, peran, dan tanggung jawab yang secara sosial
dan historis ditentukan. Sedangkan negara diambil untuk
diberikan oleh realisme, kritis Teori internasional
berusaha untuk memberikan teori sosial negara.
Ada dua pengandaian yang mendasar dan saling
terkait pada Cox yang mendasarkan teorinya negara. Yang
60
pertama mencerminkan Marxis-Gramscian aksioma bahwa
pesanan Dunia '... yang didasarkan pada sosial hubungan
'. Ini berarti bahwa perubahan diamati dalam saldo
militer dan geo-politik yang dapat ditelusuri ke dasar
perubahan dalam hubungan antara modal dan tenaga kerja.
Yang kedua pengandaian berasal dari argumen Vico bahwa
lembaga-lembaga seperti negara adalah produk sejarah.
Negara tidak dapat diabstraksikan dari sejarah seakan
esensinya dapat didefinisikan atau dipahami sebagai Cox
sebelum sejarah. Hasil akhirnya adalah bahwa definisi
negara diperbesar untuk mencakup 'dasar-dasar dari
struktur politik dalam masyarakat sipil' . Pengaruh
gereja, pers, pendidikan sistem, budaya dan sebagainya,
harus dimasukkan ke dalam analisis negara, karena ini
membantu 'lembaga' untuk menghasilkan sikap, disposisi
dan konsisten dengan, dan kondusif untuk perilaku,
pengaturan negara hubungan kekuasaan dalam masyarakat.
Dengan demikian negara, yang terdiri dari mesin
pemerintahan, ditambah masyarakat sipil, merupakan dan
mencerminkan 'Tatanan sosial hegemonik'. Tugas tersebut
adalah untuk melihat bagaimana operasi kekuasaan sesuai
61
dengan matriks yang lebih luas sosial dan politik dari
dunia modern. Misalnya, dalam Discipline and Punish,
Foucault menyelidiki kemungkinan bahwa evolusi sistem
pemasyarakatan erat dengan ilmu-ilmu manusia.
Argumennya adalah bahwa sebuah 'proses tunggal
"epistemologico-yuridis" pembentukan' mendasari sejarah
dari penjara di satu sisi, dan ilmu-ilmu manusia di
sisi lain. Dengan kata lain, penjara konsisten dengan
masyarakat modern dan mode modern menangkap dunia
'manusia'.
2.4. Para Pemikir Utama Dalam Critical Theory
Critical theory mengacu pada suatu analisis
mendasar marxisme mengenai teori dan praktis hubungan
internasional, dan pertama kali muncul pada tahun 1937
sebagai sebuah karya penelitian “Frankfurt Institute of
Social Research” yang meneliti mengenai fasisme dan
otoriterisme dengan alasan-alasan kritis.
62
Para pemikir-pemikir teori kritis seperti Max
Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse
sebenarnya menginspirasi pandangan Jurgens Habermas
mengenai hubungan intersubjektif dalam demokrasi.
Habermas menekankan sebuah kebutuhan masyarakat
mengenai “teori kebenaran” didalam dunia yang
bersifatemansipasi (bebas) di segala kepentingan
manusia. Ia berasumsi bahwa apa yang “benar”
adalah apa yang dianggap dan disepakati benar oleh
masyarakat. Namun konsep ini akan menghilangkan
esensi dari “kebenaran” itu sendiri.
Robert Cox juga setuju bahwa terdapat hubungan
antara pengetahuan dan kepentingan, dan dia juga
menekankan pada refleksifitas yaitu bahwa sebuah
teori harus dapat diuji kebenarannya. Cox
membedakan dua perspektif teori berdasarkan
tujuannya. Yang pertama adalah “problem solving
63
theory”, yaitu teori yang digunakan untuk
memecahkan suatu masalah yang kontekstual. Kedua
adalah “Critical Theory” (teori kritis) yang
digunakan untuk mencari asumsi dasar teori dan
proses perumusan teorinya. Untuk itu dibutuhkan
sebuah pilihan yang memungkinkan. Cox sebagai
teoritisi hubungan internasional menggambarkan
secara umum aplikasi teori kritis dalam hubungan
internasional, yaitu critical theory
mempertanyakan peraturan dunia yang dominan dengan
menggunakan reflektifitas aturan tersebut. Kemudia
juga teori kritis mempertannyakan sumber dan
legitimasi dari suatu institusi politik dan sosial
dan juga termasuk perubahan-perubahan mereka.
Sejarah adalah sebuah perubahan yang kontiniu atau
secara terus menerus. Dan teori kritis mencoba
untuk menentukan elemen mana yang universal untuk
digunakan dalam aturan dunia dan mana yang
tentunya menyatukan sejarah.
64
Andrew Linklater yang percaya bahwa manusia itu
bersifat baik, menginginkan untuk membentuk bentuk
baru hubungan internasional yang mempu
menyamaratakan semua orang secara keseluruhan.
Menurutnya teori kristis bertugas untuk
memfasilitasi masuknya nilai-nilai moral dan
komunitas politiknya dalam dunia internasional.
Teori kritis juga menydiakan jalan untuk
terciptanya toleransi dalam hubungan politik
internasional dan menyadari dengan sepenuh hati
atas perbedaan dan benturan budaya. Hal ini sangat
memungkinkan karena para teoritisi kritis ini
percaya bahwa setiap manusia memiliki potensi
untuk itu.
65
Konsep critical theory itu pertama kali ditemukan dan
diperkenalkan oleh Max Horkheimer sekitar tahun 30-an.
Pada mulanya critical theory ini berarti pemaknaan kembali
ideal-ideal modernitas mengenai nalar dan kebebasan
dengan mengungkap deviasi dari ideal-ideal tersebut
dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri
kebudayaan dan institusi politik borjuis, yang pada
sebelumnya pemikiran critical theory ini bermula dari
pemikiran Hegel, Kant dan Marx yang ditujukan untuk
mengkritik terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini terjadi
sebagai respon dari ilmu sosial yang seiring nya
mendapatkan pengaruh dari aliran positivism dan
neorealisme. Max Hokheimer berusaha untuk membedakan
antara dua konsep teori yang dikaitkan dengan critical
theory dan teori tradisional. Ciri-ciri teori
tradisional itu sendiri dilihat dari adanya pemisahan
antara objek kajian nya dan subjek (teoritisi), teori
tradisional ini berangkat dari asumsi mengenai
keberadaan realitas yang berada diluar pengamat.
Sedangkan perbedaan nya dengan critical theory itu
sendiri dimana tidak adanya pemisahan antara subjek
67
objek serta ia berargumen bahwa teori selalu memiliki
dan melayani tujuan atau fungsi tertentu.
Dengan adanya perkembangan terhadap pemikiran-
pemikiran sebelumnya, dimana Kant menyatakan bahwa akal
budi harus menilai kemampuan dan keterbatasanya, dan
lewat itu akal budi akan mengetahui sesuatu, disini
dapat disimpulkan bahwa Kant telah menemukan otonomi
subyek dalam membentuk pengetahuannya, namun pemikiran
Kant tersebut tetap dikritik karena masih berupa
historis. Bagi Hegel, kesadaran diri yang lengkap
justru ketika adanya tekanan-tekanan yang membuatnya
untuk dapat bertarung atau lebih survive. Dimana
masing-masing unsur mengandung kebenaran, pemikiran
Hegel tersebutlah yang membuat Hokheimer tertarik
dengan cara pemikiran Hegel yang dialektika tersebut,
dan menurutnya cara berpikir dialektis itu adalah cara
berpikir yang sangat kritis. Setelah itu pemikiran Karl
Marx sendiri akan kritikan nya terhadap sistem ekonomi
kapitalis sangatlah merendahkan derajat manusia, dimana
akibat berkompetisi memenangkan bisnis, para borjuis
68
yang sekaligus pemilik modal mengeksploitasi para kaum
proletar. Hampir sama dengan Hegel dalam membongkar apa
yang menjadi persoalan masyarakat, Karl Marx
memperkenalkan konsep dialektika. Hanya saja dialektika
Marx tidak bersifat idealis, tetapi materialis dengan
melakukan kritik-kritik politik dan ekonomi masyarakat.
Horkheimer memandang bahwa kritik ekonomi politik
Marx sangat penting untuk mengkokohkan kedudukan kritik
pada critical theory. Horkheimer tetap memperbaiki gagasan
yang telah dikemukakan oleh Karl Marx, mengingat corak
kapitalis ketika Marx mengemukakan teorinya dengan
Horkheimer dan kawan-kawannya bahwa hidup tidak sama.
Kapitalisme liberal mengalami metamorfosis yang dimana
merubahkan pandangannya menjadi kapitalisme monopolis.
Corak kapitalisme monopolis sama dengan kapitalisme
negara, yang dimana kekuatan masyarakat tidak murni
digerakkan oleh variabel-variabel ekonomi, akan tetapi
sudah ada intervensi kekuatan yang lebih besar, yakni
negara.
69
Pada tahun 1937, Max Horkheimer menerbitkan
karyanya yang terkenal “Traditional and Critical
Theory”, dalam bukunya tersebut Horkheimer
mendefinisikan Critical Theory sebagai suatu kritik sosial
yang timbul dari kesadaran pribadi yang diarahkan pada
perubahan emansipasi melalui pencerahan, dan secara
dogmatis tidak melekat pada asumsi doktrinnya sendiri.
Dengan kata lain, lebih menekankan untuk bersikap
kritis dan lebih selektif dalam menerima aksioma.
Selain itu menurut Horkheimer sendiri ilmu sosial itu
tidak dapat ditelaah dengan cara-cara penelaahan ilmu
eksak. Horkheimer mencoba membuat pembedaan antara
rasional dengan rasionalisasi, dimana rasional
diartikan sebagai sesbuatu yang berdasar pertimbangan
akal sehat yang layak dipercaya sebagai sesuatu yang
masuk akal, sedangkan rasionalisasi adalah upaya
manipulative yang diartikan untuk menunjukan bahwa
sesuatu itu seolah-olah masuk akal. Upaya rasionalisasi
ini menjadi dikenal ketika August Comte dengan
positivisme mulai memperkenalkan pendekatan kuantitatif
untuk menjelaskan suatu realita. Statistik kemudian
70
dianggap cukup mewakili untuk menjelaskan realitas itu.
Akibat dari pendekatan kuantitatif Comte ini mendorong
semua negara dalam menjelaskan kondisi negaranya dengan
angka presentase, mulai dari kemiskinan, pengangguran,
kematian, pendidikan, kelahiran, kesehatan, dan lain-
lain.
Pendekatan seperti inilah yang mencoba dikritisi
oleh Horkheimer karena dianggap sangat tidak manusiawi,
dia menganggap manusia dijadikan seperti kelereng,
kemudian dikelompokkan menurut warna, selanjutnya
dimasukkan pada kotak masing-masing. Selain itu
kematian tragis satu orang akan kita pahami sebagai
tragedi. Namun, kematian tragis ratusan atau ribuan
orang, ironisnya, hanya akan kita pahami sebagai
statistik. Secara tidak langsung kita sudah terpengaruh
akan pemikiran Comte hingga saat ini. Kehadiran teori
kritis memang bertujuan untuk mengkritisi cara berpikir
yang kuantitatif seperti ini. Sekaligus, untuk
mengungkap dan membuktikan bahwa rasionalisasi sangat
sarat dengan kebohongan.
71
Adanya kapitalisme pada saat itu membukakan mata
para tokoh Frankfurt School untuk mengkritisi adanya
dominasi dari suatu bangsa atas bangsa lain. Penelitian
tidak hanya dilakukan oleh Horkheimer tetapi juga oleh
Adorno. Adorno menyatakan ketertarikannya terhadap
pemikiran Karl Marx yang disebabkan antara lain oleh
karena rasa ketidakpuasan mereka pada penggunaan teori-
teori Marxisme itu sendiri. Teori-teori Marxisme
dianggap tidak mampu memberikan jawaban atas situasi
yang mereka alami di Jerman pada saat itu, yakni
dominasi dari Partai Nazi terhadap masyarakat Yahudi.
Adorno bersama anggota-anggota Frankfut School lain
kemudian semakin gencar melakukan modifikasi di
berbagai hal, sehingga lahirlah sebuah konsep baru yang
dikenal sebagai critical theory, suatu teori yang mencoba
untuk memberikan jawaban atas masalah-masalah yang
sebelumnya belum terpecahkan (Geuss, 1989).
Adorno melihat bahwa ada bentuk-bentuk kekuatan
kaum kapitalis yang menindas masyarakat. Penindasan
terhadap masyarakat itu dianggap oleh Adorno dapat
72
terjadi oleh karena adanya kristalisasi ideologi dari
pihak pendominasi. Kapitalisme kemudian mulai sejak itu
turut dimasukkan ke dalam fokus kajian studi critical theory
(Adorno, 1999). Adorno bersama dengan Horkheimer
kemudian membuat sebuah buku berjudul Dialectic of
Enlightenment. Pada dasarnya, melalui bukunya, Adorno dan
Horkheimer tidak serta merta menolak adanya
Enlightenment, yang menjadi permasalahan ialah
Enlightenment yang tidak juga dapat menjawab mitos
sebelumnya. Enlightenment yang diciptakan untuk
memberikan jaminan atas kebebasan manusia dari rasa
takut terhadap otoritas pihak pendominasi, justru
menciptakan bentuk-bentuk dominasi baru dalam bidang
politik, sosial, dan budaya (Marcuse, 1964).
Enlightenment yang menawarkan konsep modernitas
kepada masyarakat dunia, dalam praktiknya malah semakin
memperjelas gap di antara pihak-pihak pendominasi
dengan pihak-pihak yang didominasi. Tidak heran bila
melihat asal-usul modernitas itu sendiri yang
keseluruhan konsep maupun pengejawantahannya berasal
73
dari Barat, sedangkan pihak-pihak lain di samping Barat
belum sama sekali mengenal konsep modernitas itu
sendiri, sehingga terjadilah dominasi oleh Barat
terhadap pihak-pihak lain di samping Barat dalam wujud
modernisasi. Critical theory yang diciptakan oleh Adorno
dan Horkheimer sangat jelas diterapkan di dalam buku
tersebut yang merupakan hasil karya mereka sendiri.
Sekarang telah menjadi jelas apabila sejumlah
hasil pemikiran dan realita yang telah diobservasi oleh
pribadi Theodor W. Adorno, kemudian dibekukan ke dalam
suatu konsep yang dikenal sebagai critical theory. Maka
metodologis critical theory Theodor W. Adorno dapat
digolongkan ke dalam bentuk induktif, dari yang pada
awalnya bersifat khusus lalu diolah menjadi suatu
konsep yang bersifat umum. Terbukti di dalam ajaran-
ajaran critical theory secara keseluruhan, tampak terlihat
jelas hasil pemikiran-pemikiran yang dicetuskan oleh
Adorno sebagai kerangka utamanya.
Marcuse juga mengkritisi akan konsep Marx tentang
kapitalisme dan sosialisme yang dikatakan sangat
74
ditentukan oleh fungsi dari tenaga kerja manusia,
tenaga kerja dalam reproduksi sosial. Penggambaran Marx
akan suatu kebutuhan tidak sesuai dengan keadaan negara
industri maju pada saat ini. Keinginan akan sebuah
kebebasan yang nyata dan juga keadilan yang nyata yang
merupakan inti dari teori sosialis pada masa itu tidak
dapat berjalan sendiri, karena untuk menciptakan
kesejahteraan, teknologi dan juga produktivitas
masyarakat membutuhkan suatu tatanan kelas. Jadi dalam
hal ini revolusi yang diinginkan akan suatu bentuk
kapitalisme pada masa itu belum benar-benar berkembang,
karena belum memahami bahwa kebutuhan akan suatu
kesejahteraan itu tidak dapat diwujudkan melalui
kebebasan yang sebebas-bebasnya dan keadilan yang
sepenuhnya.
Dalam buku Marcuse “Negation” ini juga
mengungkapkan bahwa pemikiran Marxis akan abolisi
tenaga kerja itu merupakan hal yang dilebih-lebihkan.
Melihat keinginan untuk menghapuskan hal tidak
berkeprikemanusiaan yang terjadi di bawah kapitalisme,
75
kemungkinan yang terjadi adalah munculnya sebuah bentuk
industri yang berteknologi tinggi dimana manusia tidak
terjun langsung menjadi pekerja. Hal ini untuk benar-
benar mewujudkan keinginan masyarakat akan penghapusan
kelas pekerja tersebut. Yang ini yang dikritisi oleh
Marcuse karena teknologi pada masa itu belum mampu
untuk mewujudkan hal yang dicita-citakan ini.
Pada akhirnya masyarakat tidak bisa benar-benar
memenuhi keinginannya akan suatu idealitas akan abolisi
pekerja. Karena pada manusia tidak bisa disingkirkan
secara penuh dalam proses produksi, dengan hanya
mengandalkan teknologi saja tanpa ingin terlibat
disana. Disini Marcuse beranggapan bahwa pemikiran yang
muncul akan suatu kontradiksi, untuk dapat
menggulingkan tatanan yang ada, haruslah lebih
berkebalikan dan lebih utopis untuk bertentangan dengan
status quo yang ada.
Sebagai kesimpulannya, Marcuse beranggapan bahwa
untuk memperjuangkan penghapusan kemiskinan secara
material di masyarakat seharusnya tetap pada status quo
76
karena butuh suatu tatanan yang tenang, damai untuk
menciptakan kondisi yang lebih baik, bukannya abolisi
tenaga kerja. Perjuangan masyarakat totalitarian dimasa
lalu yang menginginkan kebebasan di luar adanya
kebutuhan hidup sangat kontradiksi dalam penerapannya
di masa kini. Hal ini membutuhkan sebuah teknologi,
yang merupakan jawaban keinginan atas kebebasan yang
tetap berada dalam wilayah pemenuhan kebutuhan.
Bagaimanapun juga, hal ini berarti kebebasan tersebut
hanya mungkin sebagai perwujudan yang pada masa kini
disebut sebagai utopia.
Secara umum Herbert Marcus ini merupakan salah
seorang pemikir dalam Frankfurt School. Pemikirannya
banyak dipengaruhi oleh anggota Frankfurt School lainnya
seperti Max Horkheimer dan Theodor Adorno. Pemikirannya
banyak membahas mengenai Marxisme namun dalam
interpretasinya yang lebih ke arah barat, karena
Marxisme dahulunya sangat lekat dengan yang terjadi di
Uni Soviet. Para penstudi dalam Frankfurt School ini
memberikan label atas pemikirannya yaitu “the critical theory
77
of society”. Pemikiran Marcuse ini dituangkan dalam essay
nya yang diberi judul “Philosophy and Critical theory”.
Dia menekankan pada nilai manusia secara fundamental
yang melandasi teori kritis. Nilai-nilai ini termasuk
kebebasan, yang dia merupakan filosofi yang lekat
dengan pemikiran barat, beliau juga memperhatikan akan
permasalahan kebahagiaan manusia, yang hanya dapat
diperoleh melalui transformasi keberadaan suatu kondisi
material.
Negations memunculkan critical theory dalam masyarakat,
yang bertujuan untuk mengidentifikasi kecenderungan
yang menghubungkan masa lalu liberal dengan abolisi
totalitariannya itu sendiri. Abolisi ini memang tidak
terbatas sama sekali bagi negara totalitarian apalagi
semenjak hal ini kemudian menjadi realitas di banyak
negara demokrasi. Marcuse melihat abolisi ini tidak
serta merta muncul sebagai bentuk oposisi dari masa
lalu, dan juga menunjukan mediasi perubahan penting
ketika kebebasan para borjuis kemudian menjadi suatu
bentuk ketidak bebasan. Marcuse dalam hal politikal
78
ekonomi juga cenderung mencari kecenderungan dalam hal
budaya, khususnya filosofi mengenai perwakilan.
Dimana dalam hal ini pikiran, alasan, kesadaran,
dan pandangan yang murni didalam budaya tradisional
seharusnya menjadi bentuk paling mendasar dari
kebebasan manusia. Disinilah menurut Marcuse kondisi
dari negasi, kontradiksi akan tatanan yang telah
terbentuk, protes, dan kritik. Dimana pada kala itu
Protestan dan revolusi borjuis memproklamirkan
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, dan keduanya-lah
yang merupakan bentuk keraguan yang kontradiktif dengan
keberadaanya yang merupakan suatu hal yang bentuk
perlindungan yang penting akan harapan. Sangat jarang
terdapat kondisi dimana masyarakat borjuis berani
melanggar perlindungan ini, ketika jiwa dan pikiran
dianggap suci dan mengagumkan.
Secara mental dan spiritual, seseorang diharapkan
mampu memiliki sebesar-besarnya otonomi dalam dirinya,
inilah yang merupakan kebebasan yang mendalam yang
sangat otentik dan penting; kebebasan yang lain
79
ditangani oleh perekonomian dan negara. Hal inilah apa
yang marcuse lihat pada masa itu ketika pasar
teregulasi untuk kondisi operasi yang terbaik maupun
yang buruk sekalipun dan output yang dihasilkan para
pekerja tidak tergantung pada konsumsi masa yang tidak
pernah terganggu. Namun, kondisi saat ini berbeda jauh,
dimana saat ini segala bentuk administrasi adalah
penting mulai dari peralatan, gratifikasi masa,
penelitian pasar, psikologi industri, perhitungan
komputer, dan pengetahuan akan hubungan manusia.
Hal inilah yang kemudian akan menciptakan
harmonisasi spontan-otomatis antara individu dan
masyarakat yang sangat membutuhkan otonomi dan
heteronomy. Abolisi demokari akan pemikiran, dimana
‘common man’ mengalami secara otomatis dan membawa
dirinya keluar untuk kemudian belajar lebih ‘tinggi’
oleh para positifistik dan tren-tren positif akan
filosofi, sosiologi, dan psikologi yang akan membentuk
sistem kepada ‘insuperable framwork’ untuk suatu pemikiran
konseptual.
80
Kemudian Marcuse juga menginvestigasi beberapa
konsep mengenai idealisme dan materialisme, untuk
melihat bagaimana budaya intelektual mempersiapkan
liquidasi itu sendiri, ketika pergerakan yang begitu
pesat, yang memungkinkan pencapaian organisasi sosial
dan administrasi. Macuse kemudian menunjukan potensi
sesungguhnya dari manusia dan secara alami menjadi
kontradiksi terhadap takdir realitas dari manusia dan
alam itu sendiri. Ini merupakan situasi yang spesifik
bagi idealisme yang memuncak dalam filosofi hegelian,
kontradiksi menjadi bentuk utama dari kejujuran dan
pergerakan, hanya untuk lebih mendekati sistem dan
internalisasi. Namun dengan mengikuti alasan sebagai
power merupakan hal negatif, idealisme membentuk
pernyataan yang baik akan pandangan dari kondisi yang
bebas itu.
Hubungan klasik antara idealisme Jerman dan
pergerakan pekerja Marxian adalah benar, dan tidak
hanya sekedar fakta bagi sejarah ide. Dalam perspektif
ini isa terkait dengan warisan idealisme, dengan elemen
81
kebenaran didalam fiosofinya yang menekan. Namun
kelegalan dan kebenaran materialisme, dan bukan hanya
historical materialism. Dalam desakan pemikiran atas abolisi
penderitaan dan kebutuhan, pada kebahagiaan sebagai
makna dari kebebasan manusia itu sendiri. Masyarakat di
negara-negara industri maju akan menjadi lebih
materialisti, karena semakin tingginya strata hidup
dalam penduduk yang besar, yang jelas menunjukan sejauh
mana kemajuan kesengsaraan dan ketidakbahagiananya.
Produktivitas-lah yang bertanggung jawab akan
kerusakan didalamnya dan mengubang teknologi yang
mulanya merupakan sebuah intrumen kebebasan menjadi
bentuk perbudakan yang baru. Masyarakat kemudian
dihadapkan kepada suatu bentuk kemakmuran namun
disertai dengan eksploitasi dan intensifikasi, dan
materialisme tetap menjadi hal yang negatif dan
mengarah pada bentuk revolusioner. Ide akan kebahagiaan
dan kepuasan kemudian hanya dapat diwujudkan melalui
praktik politik dengan mode kualitatif baru dari
eksistensi manusia sebagai tujuan akhirnya.
82
Hebermas membedakan ilmu pengetahuan menjadi tiga
kategori menurut dengan kepentingannya masing-masing;
Ilmu empiris, yaitu ilmu alam yang menggunakan
pendekatan positivism dan memiliki kepentingan untuk
menaklukan, menemukan hukum-hukum dan mengontrol
alam.
Ilmu-ilmu humaniora, ilmu memiliki kepentingan
praktis dan saling memahami, seperti ilmu
pengetahuan sosial budaya. Kepentingan ilmu ini
bukan untuk mendominasi atau menguasai, juga bukan
membebaskan, tetapi memperluas saling pemahaman.
Ilmu kritis, ilmu ini dikembangkan melalui refleksi
diri, sehinga melalui refleksi diri, kita dapat
memahami kondisi-kondisi yang tidak adil dan tidak
manusiawi dalam kehidupan. Kepentingannya adalah
emansipatoris.
Berdasarkan definisi kepentingan-kepentingan yang
membentuk pengetahuan ini, Habermas ingin untuk membuat
kita waspada terhadap klaim bahwa pengetahuan
83
diidentifikasikan melalui kepentingan yang tunggal.
Dengan demikian dia menekankan bahwa pengetahuan ilmiah
bukanlah satu-satunya pengetahuan yang harus
diperhitungkan di dunia.
Habermas memiliki ciri khas sendiri dalam setiap
filsafat kritisnya. Ciri khas dari filsafat kritisnya
adalah, bahwa ia selalu berkaitan erat dengan kritik
terhadap hubungan-hubungan sosial yang nyata. Pemikiran
kritis merefleksikan masyarakat serta dirinya sendiri
dalam konteks dialektika struktur-struktur penindasan
dan emansipasi. Filsafat ini tidak mengisolasikan diri
dalam menara gading teori murni. Pemikiran kritis
merasa diri bertanggung jawab terhadap keadaan sosial
yang nyata. Jugern Habermas adalah pewaris dan
pembaharu Teori Kritis. Meskipun ia sendiri tidak lagi
dapat dikatakan termasuk Mazhab Frankfurt, arah
penelitian Habermas justru membuat subur gaya pemikiran
“Frankfurt” itu bagi filsafat dan ilmu-ilmu sosial pada
umumnya.
84
Karya-karya pemikiran Habermas dengan jelas
menunjukkan adanya perbedaan epistemologis yang cukup
mendasar dibanding konsepsi yang dimiliki para filsufuf
Frankfurt School, walaupun tetap mempertahankan tradisi
serta cirinya sebagai bagian dari teori kritis.
Contohnya seperti tentang konsepsi Habermas tentang
communicative rationality, dapat dinilai sebagai perpecahan
epistemologi dengan philosophy of consciousness yang
digunakan generasi pertama Frankfurt School, seperti
Horkheimer, Adorno, atau Marcuse.
Titik tolak pemikiran J. Habermas adalah pada
faham Horkheimer dan Adrono. Dalam pemikiran Habermas,
Teori Kritis dirumuskan sebagai sebuah “filsafat
empiris sejarah dengan maksud praktis”. Empiris dan
ilmiah, tetapi tidak dikembalikan kepada ilmu-ilmu
empiris-analitis; filsafat di sini berarti refleksi
kritis bukan dalam arti menetapkan prinsip-prinsip
dasar; historis tanpa jatuh ke dalam historisistik,
kemudian praktis, dalam arti terarah pada tindakan
politis emansipatoris.
85
Menurut Habermas setiap penelitian ilmiah
diarahkan oleh kepentingan-kepentingan vital umat
manusia (baik dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu
sosial). Oleh karena itu postulat tentang kebebasan
nilai merupakan “ilusi” tidak hanya bagi ilmu-ilmu
sosial, melainkan juga bagi ilmu-ilmu alam. Melepaskan
nilai-nilai dari fakta-fakta sama artinya dengan
mempertentangan Sein (Ada) yang murni dengan Sollen
(seharusnya) yang abstrak. Di dalam pengertian mengenai
kepentingan dan mengarahkan pengetahuan tercakup dua
momen: pengetahuan dan kepentingan. Dari pengalaman
sehari-hari diketahui, bahwa ide-ide seringkali
berfungsi memberikan arah kepada tindakan-tindakan.
Atau ide-ide merupakan motif pembenaran atas tindakan.
Apa yang pada tingkat tertentu disebut rasionalisasi, pada
tingkat kolektif dinamakan ideology.
Habermas lebih lanjut membedakan empat taraf
rasionalisasi. Pertama, rasionali-sasi membuka
kemungkinan aplikasi metodologi ilmu-ilmu empiris dalam
tingkah laku rasional untuk mewujudkan sasaran-sasaran.
86
Kedua, rasionalisasi mencakup pilihan pilihan atas
teknik-teknik untuk penerapan. Pertimbangan-
pertimbangan teknis diterjemahkan ke dalam praksis,
yaitu teknologi dan industri sistem sosial. Dalam kedua
taraf ini, nilai-nilai normatif disingkirkan sebagai
irrasional, tetapi untuk mengadakan pilihan teknik yang
sesuai dengan rasionalitas teknologis, duperlukan teori
keputusan dan di sini ada nilai implisit, yaitu:
“ekonomis‟ dan “efisiensi‟. Ketiga, rasionalisasi sebagai
usaha-usaha untuk memenangkan kontrol atas proses-
proses tertentu dengan prediksi ilmiah. Pada taraf
ketiga ini, menurut Habermas, nilai-nilai bukannya
disingkirkan, melainkan justru ditetapkan. Keempat,
rasionalisasi mencakup penerjemahan pengambilan
keputusan ke dalam mesin. Mesin akan melakukan
rutinisasi keputusan atas dasar nilai-nilai seperti:
efiseiensi, efektivitas, produktivitas dan seterusnya.
Dalam bukunya The Theory of Communicative Action,
Habermas menyebut empat macam klaim. Kalau ada
kesepakatan tentang dunia alamiah dan objektif, berarti
87
mencapai “klaim kebenaran” (truth). Kalau ada
kesepakatan tentang pelaksanaan norma-norma dalam dunia
sosial, berarti mencapai “klaim ketepatan” (rightness).
Kalau ada kesepakatan tentang kesesuaian antara dunia
batiniah dan ekspresi seseorang, berarti mencapai
“klaim autentisitas atau kejujuran” (sincerety).
Akhirnya, kalau mencapai kesepakatan atas klaim-klaim
di atas secara keseluruhan, berarti mencapai “klaim
komprehensibilitas” (comprehensibility). Setiap komunikasi
yang efektif harus mencapai klaim keempat ini, dan
mereka yang mampu melakukannya disebut memiliki „kompe-
tensi komunikatif.
88
BAB 4
Kesimpulan dan Relevansi Terkait dengan
Isu-isu
Critical Theory (Teori Kritis) bisa dikatakan sebagai
teori baru dalam Hubungan Internasional. Critical Theory
awalnya bukan berasal dari perspektif Hubungan
Internasional, tetapi berasal dari ilmu sosial
(sosiologi) yang berakar dari pemikiran Marxis. Critical
Theory diawali dengan berkembangnya Frankfurt School of
thought pada tahun 1920an-1930an. Tokoh – tokoh yang
terkenal adalah Jurgens Habermas dan Gramsci, namun
yang paling berpengaruh sebenarnya adalah Habermas.
Pemikir teori – teori kritis seperti Max Horkheimer,
89
Theodor Adorno dan Herbert Marcuse lah yang
menginspirasi kritik Habermas. Habermas menekankan pada
sebuah kebutuhan masyarakat mengenai “teori kebenaran”
di dalam dunia yang bersifat emansipasi (bebas) di
segala kepentingan manusia. Ia berasumsi bahwa apa yang
“benar” adalah apa yang dianggap dan disepakati benar
oleh masyarakat. Teori kritis berusaha untuk membuka
pemikiran baru dengan cara membandingkan atau
mengkritik dengan cara pandang yang berbeda.
Menanggapi hal ini, Robert Cox menyetujui bahwa
terdapat hubungan antara pengetahuan dan kepentingan
yang menekankan bahwa sebuah teori memang harus diuji
kebenarannya. Cox ini sendiri membedakan “teori”
berdasarkan dasar tujuannya. Pendasaran ini terbagi
menjadi dua, yang pertama adlaah “Problem solving theory”
dimana Cox mengatakan bahwa teori ini digunakan untuk
memecahkan suatu masalah yang kontekstual. Yang kedua
adalah “Critical Theory” yang digunakan untuk mencari
asumsi dasar dari teori dan proses perumusan teori.
Menurut Cox, Critical theory itu mempertanyakan adanya
90
peraturan dunia yang dominan dengan menggunakan
reflektifitas dari aturan tersebut. Menurutnya, sejarah
adalah sebuah perubahan yang terjadi secara berkala
atau terus – menerus dan Critical Theory disini mencoba
untuk menemukan elemen apa yang secara universal bisa
digunakan dalam aturan – aturan dunia.
Critical Theory ini sudah masuk dalam ranah Hubungan
Internasional sejak tahun 1980an. Berkembang dan
berakar dari pemikiran Marx yang berdasarkan pada
emansipatoris atau pembebasan. Teori ini yang
sebelumnya bukan merupakan teori yang berasal dari
Hubungan Internasional dan lama kelamaan mulai
dijadikan salah satu teori penting dalam Hubungan
Internasional. Hal ini dikarenakan Critical Theory berani
untuk mencari tahu penyebab dari gagalnya teori – teori
sebelumnya dalam praktik kehidupan dunia nyata. Dalam
bidang ilmu filsafat, critical theory ini dibagi menjadi
dua, yang pertama adalah segala pemikiran yang
mengedepankan pada emansipatoris seperti feminisme,
post –kolonial dan Critical Theory menurut Frankfurt School,
91
dengan tokohnya yang terkenal seperti Habermas dan
Gramsci. Habermas lambat laun menghilangkan budaya
Marxis (Cris Brown 1994) kemudian timbul pemikir –
pemikir yang epistemologis, ontologis, dan aksiologis
seperti Richard Ashley, Robert Cox, Andrew Linklater,
dan Mark Hoffman.
Critical Theory menempatkan masyarakat sebagai objek
utamanya dan memfokuskan emansipasi dalam hubungan
sosial dan hal ini dipengaruhi oleh pemikiran Marxis
yang mengatakan bahwa sifat manusia ditentukan oleh
kondisi sosial pada waktu itu. Critical Theory berasumsi
bahwa prosesnya dipengaruhi oleh nilai, ideologi dan
kondisi sosialnya yang sekaligus mempengaruhi manusia
dalam melakukan kepentingan – kepentingan sosialnya.
kemudian, hal ini dikritik sebagai revolusi
Behavioralisme yang terjadi tahun 1960-70an yang
terjadi dalam Hubungan Internasional. Critical Theory
menekankan bahwa ilmu sosial termasuk Hubungan
Internasional diperlakukan sama seperti sains sehingga
perilaku dalam ilmu sosial itu sendiri dapat
92
diprediksi. Critical Theory mengesampingkan perbedaan
seperti adanya ras, gender, etnis, dan lain-lain pada
manusia untuk berbagi kepentingan untuk mencapai suatu
kebebasan atau emansipasi.
Untuk memahami dan mempelajari fenomena hubungan
internasional yang rumit dan kompleks, kita perlu
memfokuskan studi kita pada tingkat-tingkat analisa
(level of analysis), yakni pada level faktor-faktor yang
mempengaruhi fenomena hubungan internasional. Istilah
level of analysis diperkenalkan pada studi Hubungan
Internasional oleh J. David Singer ketika ia mereview
tulisan KN Waltz tentang perang bulan April 1960.1
Tingkat analisis individu berfokus pada aktor
manusia di panggung dunia. Pendekatan ini dimulai
dengan mengidentifikasi karakteristik proses kompleks
pengambilan keputusan manusia yang meliputi pengumpulan
informasi, menganalisis informasi tersebut, menetapkan
tujuan, merenungkan pilihan, dan membuat pilihan-1 Istilah level of analysis diperkenalkan pada studi Hubungan Internasional oleh J. David Singer ketika ia mereview tulisan KN Waltz tentang perang bulan April 1960.
93
pilihan kebijakan. Disini ada satu contoh kasus yang
terkait mengenai Critical Theory yang menyangkut terhadap
level of analysis individu.
Millenium Development Goals dan Kapitalisme, analisis
dengan Critical Theory dan Level of Analysis Individu
Dalam artikel yang dimuat oleh vivanews.com dengan
judul ”Ahmadinejad: Kapitalisme di Ambang Kekalahan,
Perang retorika: Pemimpin Iran dan Jerman terjadi saat
mereka mendapat giliran berpidato” berisi tentang 2
pidato pemimpin negara yang saling menimpali mengenai
kapitalisme, hal itu terjadi pada forum PBB di New York
yang membicarakan tentang Millenium Development Goals
(MDGs)2.
Pada saat sidang tahunan PBB di New York, Amerika
Serikat, yang membahas tentang Tujuan Pembangunan
Milenium (MDGs) dan bagaimana program itu mengangkat
2 http://www.vivanews.com/ Daftar negara paling miskin di dunia. Diakses tanggal 08 November 2012
94
banyak negara dari kemiskinan, wabah penyakit, dan
kesenjangan sosial, tiap-tiap pemimpin negara diberi
kesempatan berpidato mengenai perkembangan MDGs di
negaranya masing-masing. Ketika Mahmoud Ahmadinejad,
Presiden Iran, berpidato, dia tidak menyebutkan
bagaimana perkembangan MDGs di negaranya, melainkan
Presiden Ahmadinejad justru memanfaatkan forum tersebut
untuk mengkritik kapitalime dan tata pemerintahan
global yang selama ini tidak demokratis dan tidak adil.
Kemudian Merkel, Perdana Menteri Jerman, menimpali
pidato Ahmadinejad. Merkel cenderung berbicara dengan
mewakili dunia kapitalis yang menekankan bahwa tanggung
jawab utama bagi pembangunan berada di pundak
pemerintah negara-negara berkembang. Menurutnya,
pemerintahan yang baik dan ekonomi kapitalis yang
tumbuh subur merupakan kunci bagi kemakmuran ekonomi.
Tindakan rasional komunikatif atau moral praktis
seperti yang dijelaskan Habermas dalam Critical
Theory dapat menarik bentuk-bentuk pemikiran moral-
praktis dalam kehidupan sosial. Seperti yang dilakukan
95
oleh dua pemimpin negara, yaitu Presiden Iran dengan
Konselir Jerman mengenai pro kontra kapitalisme,
melalui pidato mereka yang saling menimpali, memberikan
sebuah pandangan baru kepada masyarakat internasional.
Sebagai individu-individu, pandangan mereka sangat
berseberangan dalam melihat perekonomian kapitalis ini.
Dalam melihat perpolitikan dunia, para penganut
Marxisme mengembangkan penafsiran mereka sesuai dengan
perkembangan zaman. Diantara berbagai teori yang
dikembangkan tersebut salah satunya adalah Critical
Theory. Critical Theory sendiri muncul sekitar tahun 1973
yang dikembangkan oleh Frankfrut School, merupakan
institusi yang didirikan oleh sekelompok intelektual
Marxism di Jerman tahun 1923. Jadi Critical Theory
merupakan teori yang dipengaruhi oleh pemikiran-
pemikiran kaum Marxism secara langsung maupun tidak
langsung atau cabang dari Marxism. Teori kritis ini
memiliki keterkaitan yang erat dengan Ekonomi Politik
Internasional Marxis.3
3 R. Jackson dan Georg Sorensen. ”Introduction to International Relations”. oxford University Press. New York. 1999.hal 299
96
Habermas tidak memerlukan pembedaan ciptaan Marx
antara kekuatan dan hubungan produksi dan beralih ke
pembedaan antara rasionalitas instrumental-kognitif dan
rasionalitas komunikatif. Dasar pembedaan yang
dilakukan oleh habermas terletak pada bagaimana ilmu
pengetahuan diartikan sebagai tindakan, yang mengarah
kembali, dalam banyak hal, ke pembedaan awal Habermas
antara kepentingan teknis dan praktis.4
Berdasar latar belakang masalah yang telah
dikemukakan di atas, mengenai isu terkait kapitalisme
dan MDGs. Pada forum PBB yang membahas tentang
kelanjutan tujuan dari MDGs, Presiden Iran, Mahmoud
Ahmadinejad, justru menggunakan forum tersebut untuk
mengkritik kapitalisme dan tatanan pemerintahan global
yang selama ini tidak demokratis dan tidak adil. “Kini
tatanan kapitalisme dan pendekatan hegemoni yang
diskriminatif berada di ambang kekalahan,” kata
Ahmadinejad. Maka, dia mengusulkan agar PBB menyebut
4 Burchill, Scott dan Andrew Linklater.“Teri-Teori Hubungan Internasional”. Bandung:Nusamedia. 2009.Hlm 218
97
sepuluh tahun ke depan sebagai dekade bagi pemerintahan
global bersama.
Menurut pendapat penulis, Ahmadinejad menggunakan
forum tersebut untuk mengkritik kapitalisme karena
forum tersebut dianggap tepat. Forum yang dihadiri oleh
sekitar 140 pemimpin negara-negara yang turut andil
dalam program MDGs tersebut, dianggap cocok untuk
mengungkapkan mengenai masalah kapitalisme. Karena
dalam forum tersebut tidak hanya membahas mengenai
target yag harus dicapai MDGs pada tahun 2015, tapi
juga membahas tentang bagaimana cara mewujudkannya.
Mengingat latar belakang diadakannya program MDGs
adalah karena adanya negara-negara miskin di dunia yang
didalamnya terdapat masalah-masalah kelaparan yang
berkepanjangan, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad
menuding kapitalisme global sebagai penyebab dari
berbagai persoalan dunia ketiga. Dia memprediksikan
jatuhnya kapitalisme, sekaligus menuding para pelaku
utama bisnis tingkat global bertanggungjawab bagi
penderitaan banyak orang di muka bumi.
98
Apa yang dikatakan oleh Ahmadinejad memang tidak
dapat dipungkiri. Isu tersebut jika dianalisis
dengan Critical Theory, menurut Habermas dalam Critical Theory,
komunikatif atau moral-praktis yaitu adalah sikap
komunikatif yang berkaitan dengan pemahaman bersama.
Kritikannya terhadap kapitalis memang berkitan dengan
diberlakukannya program MDGs. Rekosntrsuksi
materialisme Habermas dalam hal ini adalah melalui
paradigma bahasa.
Dilihat melalui level of analisis individu dalam Critical
Theory, Ahmadinejad menggunakan bahasa untuk
merekonstruksi perubahan, yaitu dominasinya sistem
kapitalis saat ini. Kesimpulannya, Ahmadinejad ingin
menyatakan bahwa selama sistem ekonomi kapitalis masih
mendominasi, maka tatanan dunia akan tetap seperti ini
meskipun upaya besar seperti MDGs digalakkan.
Dalam dua puluh tahun terakhir, suara-suara dari
NGO semakin didengar dalam resolusi bagi isu-isu yang
menjadi perhatian masyarakat internasional. Advokasi
hak asasi manusia, aktivis gender, developmentalis, dan
99
kelompok-kelompok pribumi dan representatif kepentingan
lain menjadi sangat aktif dalam politik yang dikira
hanya berlaku untuk actor negara. Banyak faktor yang
menjadi penyebab meningkatnya peran NGO seperti
berkembangnya teknologi informasi dan bergesernya
ideology dari prinsip-prinsip liberal ke yang lebih
radikal dan berdampak pada perubahan hubungan antara
organisasi internasional dengan NGO. Dengan menggunakan
Critical Theory, kita dapat melihat sebuah unit level
kelompok berupa NGO, dalam signifikansi interaksinya
dengan organisasi internasional, yang berpotensi dapat
menjadi global governance.
Robert W. Cox, berpendapat , “theory is always for
someone and for some purpose… all theories have a per-spective (and)
perspectives derive from a position in time and space, specifically social
and political times and space. Theories are reflecting social and political
time and space and when and where the theory was invented. No theory
has permanent truth beyond time and space.” Dengan ini ia
menekankan bahwa teori politik tidak bisa dipisahkan
dengan konteks sejarah yang mengelilingi teori
100
tersebut. Maksudnya adalah teori yang lama tersebut
pasti memiliki latar belakang ideologi masing-masing,
sehingga butuh seperangkat teori untuk memecahkan
masalah sesuai dengan parameter dari masalahnya. Critical
Theory melingkupi semua teori itu, namun menampungnya
dalam bentuk ideology yang terindentifikasi. Dunia
membutuhkan kerangka pemikiran yang mengupas power
relations dan hubungannya dengan sosial dan institusi
yang ada lebih kritis dengan mempertanyakan akan
bagaimana hal-hal tersebut dalam proses perubahan.
Tujuan umumnya adalah untuk memahami proses perubahan
komponen tersebut.
Sebelum masuk ke pembahasan, karakteristik NGO
harus jelas terlebih dahulu. Menurut Gordenker dan
Weiss, secara garis besar NGO adalah organisasi formal
yang privat, non profit, self-governing, dan
transnasional. Ditambah dengan karakteristik tambahan
yaitu bertujuan normatif. Dengan pandangan bahwa
pergerakan sosial biasanya anti dengan sistem, maka NGO
yang didefinisikan disini adalah yang memiliki
101
perbedaan dengan organisasi-organisasi sistem yang
sudah ada.
Contoh yang akan diambil adalah interaksi unit
kelompok yaitu NGO, terkait signifikansinya dengan
organisasi ekonomi internasional yaitu Bank Dunia yang
berpotensi menjadi global governance. Kontak NGO dengan
Bank dunia semakin ekstensif dalam dua puluh tahun
terakhir. Ia berhubungan dengan NGO melalui kolaborasi
operasional, penelitian, dan dialog kebijakan. Dialog
tersebut telah diadakan secara formal melalui NGO-World
Bank Committee yang berdiri tahun 1982. Terdapat juga
diskusi untuk mengembangkan fasilitas untuk membantu
membangun kapasitas NGO. Dalam isu lingkungan, NGO juga
banyak mendapat bantuan dari Bank Dunia untuk bisa
memberikan pinjaman bagi proyek lingkungannya. Banyak
proyek yang sukses hasil kolaborasi NGO dengan Bank
Dunia. Hal ini bisa terjadi karena NGO (kebanyakan
lokal) dengan Bank Dunia memiliki visi yang sama yaitu
pembangunan.
102
Lalu bagaimana global governance dapat tercipta dari
hasil interaksi tersebut? Mengacu pada Critical Theory,
kondisi yang harus didapat untuk mencapai hal tersebut
adalah demokratisasi bottom-up multilateralisme,
memperkuat permintaan masyarakat, dan memperbesar suara
dari global civil society. Dapat dilihat bagaimana
signifikansi NGO ditambah dengan keterbukaan organisasi
ekonomi internasional memunculkan potensi tersebut.
Level of Analysis: Negara- Relevansi Critical
Theory dalam level Negara
Critical theory memandang bahwa pengetahuan itu tidak
ada yang “value free” seperti yang sudah dijelaskan
secara singkat diatas bahwa dalam setiap pengetahuan
yang ada, pasti akan terdapat subjektifitas dan
kepentingan di dalamnya. Pengetahuan juga dimiliki oleh
para pihak yang memiliki kekuasaan, tidak diciptakan
oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan.
103
Critical theory percaya pada pengetahuan dan hubungan
kekuasaan atau kepentingan. Siapapun yang memegang
pengetahuan, baik itu individu, Negara, atau siapapun,
maka mereka, para pemilik pengetahuan itu dapat
membangun hegemoni terhadap pihak lain.
Salah satu teori yang dikeluarkan oleh Critical Theory
adalah hegemoni yang dimiliki oleh para pemilik kuasa.
Hal ini kemudian menjadi relevan jika kita melihat
kasus dimana Amerika Serikat melakukan intervensi
terhadap negara lain dengan alasan intervensi tersebut
berdasarkan pada kekerasan terhadap kemanusiaan di
suatu Negara, atau seringkali disebut sebagai tindakan
Humanitarian Intervention. Amerika Serikat telah
melaksanakan operasi humanitarian intervention ini di
berbagai kesempatan di berbagai negara, terutama di
negara-negara timur tengah seperti di Iraq dan di
Libya. Intervensi ini termasuk ke intervensi militer
dengan tujuan untuk menegakkan kembali nilai-nilai
kemanusiaan yang telah rusak di suatu negara. Banyak
pendapat yang setuju dan tidak setuju dengan tindakan
104
ini, namun bagaimanapun Amerika Serikat tetap melakukan
aksi ini. Dan seringkali juga didukung oleh beberapa
organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) dan North Atlantic Treaty Organization
(NATO).
Kelompok Pro akan menyatakan bahwa aksi ini adalah
murni sebagai sebuah aksi kemanusiaan. Kelompok kontra
akan menyatakan bahwa aksi humanitarian intervention
ini adalah aksi dengan suatu tujuan tertentu dengan
kedok kemanusiaan. Hal ini cukup terbukti ketika
Amerika Serikat melakukan aksi humanitarian intervention di
Iraq yang masih berjalan sampai saat ini, Amerika juga
ikut mengeruk kekayaan alam di Iraq.
Disini dapat kita lihat, bahwa Amerika Serikat
merupakan penggagas dari ide humanitarian intervention ini.
Pertanyaannya adalah mengapa Amerika Serikat bisa
dengan begitu mudahnya melakukan tindakan humanitarian
intervention dan bahkan didukung oleh beberapa organisasi
internasional? Jika kita melihat lagi dari kacamata
Critical Theory, maka kita dapat melihat bahwa Amerika
105
Serikat adalah pemegang kekuasaan yang memegang
pengetahuan. Amerika Serikat kemudian melakukan sebuah
pembenaran terhadap apa yang dilakukan.
Dengan segala kekuatan baik dari segi militer,
politik ataupun ekonomi, Amerika Serikat adalah sebuah
negara yang unggul. Hal ini memungkinkan bagi Amerika
Serikat untuk menjadi sebuah negara hegemon yang dapat
menanamkan nilai yang diyakininya agar diyakini pula
oleh negara-negara lainnya.
Contoh kasus lain dari hegemoni yang dimiliki oleh
Amerika Serikat adalah tentang kebijakan War On Terror
yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Amerika Serikat
menyebarkan pemahaman bahwa terorisme itu adalah sebuah
ancaman bagi keamanan setiap Negara yang ada di dunia.
Dengan kekuatan Amerika sebagai negara pemilik knowledge
dan hegemoni yang dimiliki oleh Amerika, maka kemudian
kebijakan itupun dapat berhasil sampai saat ini.
Level of Analysis : Sub-sistem
106
Sub sistem atau biasa disebut kelompok atau aktor
negara bersifat regional. Dalam hal birokrasi yang
dianggap sebagai cara untuk menjalankan pemerintahan
untuk menerapkan "emansipasi" ala Habermas. Negara dan
institusi harus dipahami dalam fungsinya untuk
mendukung kapitalisme global.
Ada beberapa teori yang biasanya berfokus di
berbagai aspek seperti interaksi negara-negara, ukuran
kekuatan-kekuatan militer, keseimbangan kekuasaaan dan
lain-lain. Epistemologi pasca-positivis menolak ide
bahwa dunia sosial dapat dipelajari dengan cara yang
objektif dan bebas-nilai. Epistemologi ini menolak ide-
ide sentral tentang neo-realisme/liberalisme, seperti
teori pilihan rasional, dengan alasan bahwa metode
ilmiah tidak dapat diterapkan ke dalam dunia sosial dan
bahwa suatu “ilmu” foreign policy adalah tidak mungkin.
Dalam Perspektif Liberalisme, aktor negara
dipandang tidak terlalu dominan. Paham ini menyatakan
107
bahwa negara justru menjadi instrument yang menjamin
hak-hak kebebasan individu. Jadi dapat dipahami bahwa
liberalisme lebih menekankan pada aspek individu.
Negara sebagai sebuah institusi yang sah dan memiliki
kedaulatan, diharapkan mampu melindungi individu,
maupun kelompok-kelompok di dalamnya dalam melakukan
interaksi internasional. Bahkan menurut paham liberal
institusional, terdapat beberapa peranan yang tidak
dapat dijalankan suatu negara, dan hanya dapat
dijalankan oleh lembaga-lembaga internasional, rezim
maupun MNC’s. Ditambah lagi dengan munculnya
globalisasi yang menuntut sebuah negara berperan lebih
terhadap isu-isu yang sangat luas. Sehingga mau tidak
mau, negara harus “membagi” peranannya dalam bentuk
lain, seperti misalnya kerjasama. Jadi, negara bukanlah
merupakan satu- satunya aktor hubungan internasional
menurut liberalis. Menurut mereka, hubungan
internasional dapat berjalan dengan baik dan lancar
jika ada keikutsertaan dari aktor-aktor non-negara yang
bekerja secara sinergis dengan negara- negara. Peran
negara menurut kaum liberal adalah membentuk dan
108
menjalankan aturan hukum yang menghormati hak warga
negara untuk hidup, bebas, dan sejahtera. Sehingga
tercipta hukum internasional yang dicetuskan Jeremy
Bentham. Hukum internasional ini dipercaya dapat
mengatur hubungan antar aktor- aktor dunia
internasional, sehingga aktor- aktor tersebut dapat
menghargai satu sama lain dan terciptanya perdamaian
abadi.
Menurut kaum liberalisme, konflik dan perang
bukanlah satu- satunya solusi untuk memecahkan masalah,
ketika orang- orang bisa memberikan dan mempersuasi
pihak lain dengan alasannya, mereka dapat saling
bekerjasama untuk sama- sama mendapatkan keuntungan.
Bukan hanya dengan negara, tapi juga dengan seluruh
aktor non- negara dalam hubungan internasional (Smith,
1992 : 204). Negara saling berperang dan beronflik
karena adanya miskomunikasi atau kesalahan kalkulasi,
info yang tak lengkap, dan spekulasi sehingga
dibutuhkan adanya komunikasi yang terkoodinir dan
keterbukaan melalui sebuah institusi. Liberalis percaya
109
bahwa komunitas internasional, dalam bentuk formal
maupun informal antarnegara, bisa menjadi sebuah
alternatif bagi pemerintahan dunia dan anarki
internasional (Weber, 2001: 38). Kestabilan
internasional dapat diciptakan dengan menegakkan human
right, free trade, tidak adanya kekuasaan yang melebihi
kekuasaan negara, dan pentingnya aktor- aktor non-
negara.
Kaum liberalis juga percaya bahwa cara yang paling
efektif untuk menyelesaikan masalah adalah dengan
menyelenggarakan kerjasama yang berdasarkan keuntungan
bersama akan berhasil. Sangat dibutuhkan untuk
menyeimbangkan pemerintahan negara. Institusi
internasional dibutuhkan untuk melindungi dan
memelihara nilai-nilai kesetaraan, kebebasan, keadilan,
dan toleransi dalam hubungan internasional. Institusi
internasional dibutuhkan untuk mengkoordinasikan
tindakan dan untuk mengelola power.
Selain kritik terhadap pandangan liberalis, teori
kritis juga mengkritik pandangan neorealis tentang
110
hubungan antara agen dan struktur. Penganut teori
kritis percaya bahwa keadaan agen akan sangat
ditentukan oleh struktur yang ada, namun berbeda dengan
neorealis, mereka lebih optimis tentang perubahan yang
akan terjadi melalui aksi politik. Jadi, aktor utama
hubungan internasional bukan lagi negara tetapi juga
melibatkan kelompok gerakan sosial dan NGO.
Menurut kami, liberalisme mengutamakan kebaikan
bersama melalui cara yang kooperatif dalam
menyelesaikan masalah. Liberalis juga menekankan bahwa
negara bukanlah satu- satunya aktor dalam hubungan
internasional. Hubungan internasional digambarkan
sebagai jaring- jaring yang sangat luas dan rumit.
Semua pihak yang saling berkaitan dapat saling
berkaitan dan memperkokoh satu sama lain melalui
kerjasama dan menghindari konflik yang ada. Karena
menurut liberalis, konflik hanya akan makin mengusutkan
benang, bukan meluruskan. Sehingga kritik yang
diungkapkan kelompok Critical Theory mengenai sudut
pandang kelompok realis bahwa negara hanyalah aktor
111
rasional satu-satunya dan paling dianggap dalam sistem
internasional adalah benar. Terbukti dari kemunculan
perusahaan-perusahaan multinasional saat ini yang juga
sangat mempengaruhi kebijakan yang akan dibentuk oleh
para stakeholder.
Level of Analysis: Sistem
Dalam sistem internasional Critical theory yang tidak
terbatas pada pengujian negara dan sistem negara tetapi
lebih memfokuskan pada kekuatan dan dominasi di dunia
secara umum, dan juga ingin mendobrak dominasi global
negara kaya di belahan bumi utara dan negara miskin di
belahan dunia selatan.
112
Dalam Critical Theory sistem internasional tidak
melihat pasar sebagai suatu realitas yang objektif,
tetapi sebagai kelompok sosial dalam suatu rentang
historis5. Dan pasar disini merupakan suatu hasil dari
konstruksi sosial, yang memiliki sejarah sendiri dan
dilihat sebagai suatu produk relasi sosial yang berakar
ke masa lampau dan yang mungkin ditandai oleh adanya
ketimpangan distribusi kekuasaan. Habermas juga
menyatakan bahwa ideal speech situation itu diperlukan dan
komunikasi yang ada bebas dari berbagai macam distorsi
dan peserta yang berada di dalamnya pun dapat
mnyuarakan pendapatnya secara rata dan sama.
Salah satu contoh dari ideal speech situation
yaitu Power of Knowledge6, dimana suatu pengetahuan
menjadi sebuah kekuatan yang dimiliki oleh yang suatu
negara, ataupun suatu bangsa. Semakin banyak ilmu
pengetahuan yang dimiliki, maka semakin kuat juga
posisi negara itu. Dan sistem internasional yang ada
5http://plato.stanford.edu/entries/critical-theory/#4 , Critical Theory, Standford University Encyclopedia of Philosophy (2005), Diakses pada tanggal 07 November 20126 https://www.msu.edu/~comertod/courses/foucault.htm, Discourse, or Power/Knowledge. Diakses tanggal 07 November 2012
113
dalam Critical Theory tidak ditentukan oleh kekuatan
ekonomi suatu negara, melainkan bagaimana suatu
komunikasi antar negara dapat terjalin dan adanya
kesamaan dalam tingkatan negara baik di negara utara
ataupun selatan, sehingga komunikasi ini dibutuhkan.
Power of knowledge sebagai poin dalam critical theory
bertujuan untuk menentukan bagaimana suatu pengetahuan
yang dimiliki dapat menjadi suatu kekuatan yang berarti
bagi suatu negara. Dan jangankan negara, apabila ada
dalam kelompok kecil saja itu juga dapat berpengaruh
lebih. Salah satu contohnya adalah ketika seorang anak
yang lahir dan tidak memiliki pengetahuan apapun, maka
orang tuanya yang akan memperkenalkannya dengan dunia,
apa saja yang ada di sekitarnya, bagaimana suatu benda
bergerak. Seorang anak kecil tidak akan mengetahui
benda apapun yang ada di sekitarnya, dan orangtuanya
yang akan berperan sebagai power of knowledge ini dimana
orangtua yang akan menjelaskan kepada anaknya apa itu
benda-benda yang ada disekitarnya, baik buruknya nilai
yang terkandung dalam benda itu. Sehingga disinilah
114
power tersebut masuk, apa yang baik dan buruk menurut
pemahaman orang tua bagi sang anak, akan ditanamkan
kepada pemikiran anak yang baru belajar itu.
Analoginya seperti negara maju dan besar yang
kemudian juga menanamkan paham-paham yang dianggap oleh
mereka baik dan tidak baik (bagi keuntungan dan
kepentingan nadional mereka tentu saja) kepada negara-
negara lemah dan kecil yang masih mencari-cari nilai-
nilai yang ada untuk mengembangkan potensi negaranya.
Sistem internasional yang berdasarkan Power of
knowledge ini membuat suatu pandangan baru, bahwa
susunan dari kekuatan sistem internasional tidak hanya
berasal dari ekonomi semata, tetapi juga dari berbagai
ilmu lainnya. Dan karena itu juga pandangan dari media
masa dan berbagai narasumber lainnya juga diperlukan
dalam membentuk berbagai pengetahuan yang ada dan
tingkatan dalam power of knowledge ini.
Sistem yang dianut adalah sistem yang menjauhi
diskriminasi antara negara, dan tidak hanya berfokus
pada ekonomi semata, tetapi juga kepada berbagai bidang
115
lainnya, dan fokus utamanya lebih kepada pembentukan
bahasa dan juga adanya konstruksi yang tercipta dari
bahasa ataupun pengetahuan itu. Konstruksi yang
tercipta dari bahasa ini sendiri, dapat dilihat melalui
hal kecil seperti kita menghafal warna krayon,
bagaimana penggambaran warna merah, item, dan kuning
yang juga merupakan bagian dari konstruksi. Selain itu,
sistem internasionalnya juga mendukung terciptanya
berbagai jenis musyawarah supranasional demi mencapai
idel demokrasi yang kuat dan juga masyarakat dunia yang
seimbang tanpa adanya perbedaan kelas. Dan persamaan
tingkatan ini dapat dilihat ketika diadakannya
pertemuan dimana semua masyarakat ataupun perwakilan
negara, memiliki kesempatan yang sama dalam penyampaian
pendapat, dan tidak ada yang ditinggikan ataupun
direndahkan dalam pertemuan ini sendiri, dan juga
perlunya melihat fakta dari globalisasi yang menuntut
untuk diperlukannya dalam mewujudkan norma emansipasi
manusia dan demokrasi negara.
116
DAFTAR PUSTAKA
Burchill, Scott dan Andrew Linklater. 1996. Theories of
Internastional Relations. New York: ST Martin’s Press INC.
Dian. 2010. Teori Kritis.
<http://duniadianita.wordpress.com/2010/10/05/teori-
kritis/> . Diakses 7 November 2012
Griffiths, Martin. 1999. FIFTY KEY THINKERS IN INTERNATIONAL
RELATIONS. New York : Routledge.
Griffiths, Martin dan D’Callaghan, Roch, Steven. 2008.
International Relations The Key Concepts 2nd ed. New York:
Routledge
117
Habermas, Juergen. 1971. Theory and Practice. London :
Heinemann
Hohendahl, Peter Uwe. 2001. Critical Theory, Public Sphere and
Culture : Juergen Habermas and His Critics.
<http://www.arts.ualberta.ca/~courses/PoliticalScience/
661B1/documents/Hoh
ndahlCriticalTheoryHabermasCritics.pdf>
MacIsaac, Dan. 1996. The Critical Theory of Juergen Habermas.
<http://physicsed.buffalostate.edu/danowner/habcritthy.
html>
Mustafa, Chabib. 2008. Frankfurt. <http://chabib.sunan-
ampel.ac.id/wp content/uploads/2008/11/metode-berpikir-
kritiswords.pdf>. Diakses 7 November 2012
Stickle, Steve. An Introduction to J. Habermas.
<http://www.engl.niu.edu/wac/hbrms.html> Diakses
November 2012
118
Tjahyadi, Sindung. 2003. Critical theory Jurgen Habermas:
Asumsi-asumsi Dasar Menuju Metodologi Kritik Sosial; dalam:
Jurnal Fakultas Filsafat UGM. Jilid 34, Nomor 2, hal.
80
Griffiths, M., O’Callaghan, T., Roach, C. S. (2008)
International Relations: The Key Concepts. 2nd ed., New
York: Routledge.
Referensi: Linklater, Andrew, “The Evolving Spheres of
International Justice”, International Affairs (Royal
Institute of International Affairs, 1944 -), Vol. 75,
No. 3, (Jul., 1999)
Jackson, R., Sorensen, G. (2009) Pengantar Studi Hubungan
Internasional, translated by Suryadipura, D., Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
http://id.scribd.com/doc/93463003/Critical-Theory
http://nurlaili-azizah-fisip11.web.unair.ac.id/
artikel_detail-48184-Theories%20of%20International
%20Relations-Critical%20Theory.html
119
http://id.scribd.com/doc/74018886/Critical-Theory
Linklater, Andrew, 1996. The achievements of
critical theory, in; Steve Smith, Ken Booth &
Marysia Zalewski (eds.) International Theory: Positivism
and Beyond, Cambridge University Press.
Steans, Jill and Pettiford, Lloyd & Diez, Thomas,
2005. Introduction to International Relations, Perspectives &
Themes, 2nd edition, Pearson & Longman
Griffiths, M. (1999). FIFTY KEY THINKERS IN
INTERNATIONAL RELATIONS. Routledge.
Robert Jackson and Georg Sorensen. (2009).
Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Griffiths, Martin dan D’Callaghan, Roch, Steven.
2008. International Relations The Key Concepts 2nd
ed. New York: Routledge
http://www.iep.utm.edu/frankfur/
120
Adorno, Theodor W. 1999. The Complete Correspondence 1928–
1940. Cambridge: Polity Press.
Geuss, Raymond. 1989. The Idea of A Critical Theory, Habermas &
the Frankfurt School. Cambridge: Cambridge Univesity Press.
Marcuse. 1964. One Dimensional Man: Studies in The Ideology of
Advanced Industrial Society. London: Routledge
Rasmussen, D. (1996). "Critical Theory and Philosophy".
In: Rasmussen, D. (Eds), The Handbook of Critical
Theory, Blackwell, Oxford, p .18
Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional: Kritik Masyarakat
Modern oleh Max Horkheimer dalam Rangka Sekolah
Frankfurt, Gramedia Jakarta, 1983
http://www.anneahira.com/filsafat-sosial.htm diakses
pada tgl 8 november, 12.01 AM
121