+ All Categories
Home > Documents > Kognitif piaget

Kognitif piaget

Date post: 10-Mar-2023
Category:
Upload: universitasnegerimalang
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
34
1. Pendahuluan Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks, artinya banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Memahami perkembangan kognitif sangatlah diperlukan bagi seorang pengajar dan orang tua. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah. Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif dan pengembangan kognitif peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan kognitif pada anak didiknya. Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena perkembangan dan pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik dan orang tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak, karakteristik perkembangan kognitif, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah perkembangan kognitif anak.
Transcript

1. Pendahuluan

Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang

kompleks, artinya banyak faktor yang turut berpengaruh

dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses

perkembangan anak. Memahami perkembangan

kognitif sangatlah diperlukan bagi seorang pengajar dan

orang tua. Perkembangan kognitif merupakan salah satu

aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta

didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek

yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran,

sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan

keberhasilan peserta didik dalam sekolah.

Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru

sebagai tenaga kependidikan yang bertanggung jawab dalam

melaksanakan interaksi edukatif dan pengembangan kognitif

peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat

mendalam tentang perkembangan kognitif pada anak

didiknya.

Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif

anak karena perkembangan dan pertumbuhan anak dimulai di

lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik dan orang

tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif

anak, karakteristik perkembangan kognitif, dan lain-lain

yang berhubungan dengan masalah perkembangan kognitif

anak.

Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan

kognitif bagi peserta didik, diperlukan penjelasan

perkembangan kognitif lebih detail baik pengertian maupun

tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta

didik.

Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, ada

dua alternative proses perkembangan kognitif yaitu pada

teori dan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh

Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar

psikologi pemprosesan informasi. Disini akan di jelaskan

perkembangan kognitif menurut piaget Piaget meyakini

bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi sampai

dia dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada

saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai

mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan

kognitif.

Adapun penjelasan selengkapnya mengenai tahapan-

tahapan perkembangan kognitif Piaget dalam Ruseffendi

(2006) adalah sebagai berikut:

1. Tahap sensori motorik (sensori motor stage/ 0-2 thn)

Adapun ciri-ciri tahap sensori motor adalah sebagai

berikut:

a. Anak belajar mengembangkan dan menyelaraskan

jasmaninya dengan perbuatan mentalnya menjadi tindakan-

tindakan atau perbuatan yang teratur dan pasti.

b. Anak berpikir melalui perbuatan dan gerak.

c. Perkembangan yang terjadi pada tahap ini adalah dari

gerak refleks ngemot dan gerak mata sampai pada

kemampuan untuk makan, melihat, memegang, berjalan, dan

berbicara.

d. Pada akhir tahap ini, anak belajar mengaitkan simbol

benda dengan benda konkretnya, hanya masih kesulitan.

e. Pada akhir tahap ini pula, anak mulai melakukan

percobaan coba-coba berkenalan dengan benda-benda

konkret (dengan menyusunnya, mengutakatik, dan lain-

lain).

Pada tahap sensorimotor, inteligensi anak lebih

didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap

lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak,

mendengar, membau dan lain-lain. Tahap-tahap perkembangan

kognitif anak dikembangkan dengan perlahan-lahan melalui

proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak

karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan

pengalaman dan situasi yang baru.

Masa ketika bayi mempergunakan sistem pengindraan

dan aktivitas – aktivitas motorik untuk mengenal

lingkungannya mengenai obyek-obyek. Meskipun ketika

dilahirkan seorang bayi masih sangat tergantung dan tidak

berdaya, tetapi sebagian alat-alat inderanya sudah

langsung bisa berfungsi. Contoh yang jelas dapat dilihat

pada “kemampuan” bayi untuk menggerakkan otot-otot di

sekitar mulut, pergerakan mengenyot bilamana mulut

tersentuh pada sesuatu misalnya putting susu ibunya. Juga

kemampuan mempergunakan indera penglihatan, meskipun

belum berkembang dengan baik tetapi juga bisa berfungsi

ketika baru saja dilahirkan. Fungsi-fungsi lain juga

sudah bisa diperlihatkan seperti terhadap suara,

sentuhan-sentuhan yang menimbulkan rasa sakit dan bau-

bauan. Bayi bukan saja secara pasif menerima rangsang-

rangsang terhadap alat-alat inderanya, melainkan juga

bisa memberikan jawaban terhadap rangsang yakni refleks-

refleks. Jelas bahwa refleks yang diperlihatkan bayi

bukan sesuatu kemampuan yang timbul dari hasil belajar

dalam hubungan dengan lingkungan atau rangsang yang

timbul dari lingkungan, melainkan sesuatu kemampuan yang

sudah ada ketika bayi dilahirkan. Dalam perkembangan

lebih lanjut, sebagaimana dikemukakan oleh I.P. Pavlov

yang menjadi pendahulu Refleksologi, suatu refleks bisa

berpindah dan dikembangkan dengan refleks-refleks lain

melalui kondisi-kondisi yang dibuat dari luar

(lingkungan) sebagai inti dasar rangkaian gerak atau

perbuatan yang sederhana, terutama jelas pada gerak

motorik. Gerak refleks ini masih terlihat pada orang

dewasa.

Refleks – refleks pada bayi pada umumnya mempunyai

tujuan untuk memungkinkan ia bisa melangsungkan hidupnya.

Gerak pada mulut untuk memperoleh makan, bersin untuk

mengeluarkan benda-benda yang tidak dibutuhkan oleh tubuh

dan lain-lain.

Dengan berfungsinya alat-alat indera serta

kemampuan-kemampuan melakukan gerak-gerik motorik dalam

bentuk refleks-refleks si bayi berada dalam keadaan siap

untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.

Masa sensorimotor ini terbagi menjadi 6 sub-massa yakni :

Sub-masa 1 : Modifikasi dari refleks-refleks (nol sampai satu bulan)

Ketika dilahirkan seorang bayi sudah langsung bisa

memperlihatkan refleks mengenyot bilamana pada daerah

mulutnya tersentuh atau menyentuh sesuatu. Pada mulanya

refleks ini diperlihatkan terhadap benda apa saja yang di

letakkan pada daerah mulutnya. Gerakan ini lama-lama

berubah dan tergantung dari bendanya yang menyentuh mulut

terhadap dot susu atau puting susu bayi akan mengenyot

lebih cepat bilamana bayi dalam keadaan lapar. Tetapi

bilamana diberikan dot susu tanpa susu maka lama-lama

bayi mengendorkan gerakan refleks mengenyotnya dan

kemudian menyingkirkan atau menghentikannya dengan tujuan

menolak benda tersebut. Dari gambaran ini terlihat bahwa

bayi lama-lama bisa mempergunakan refleks-refleksnya

secara efisien sesuai dengan hasilnya.

Disamping refleks mengenyot, juga refleks untuk

mengerahkan kepala pada sumber rangsang secara lebih

tepat dan terarah mulai diperlihatkan. Bayi sadar

misalnya, kalau pipi sebelah kanan tersentuh, ia harus

menggerakkan kepala kearah kanan agar arah mulut sesuai

dengan benda atau puting susu untuk memperoleh susu.

Gerak ini berkembang dari beberapa faktor yakni,

kematangan dari sistem neuromuscular, kebiasaan-kebiasaan

yang seakan-akan dipelajari oleh bayi ,(jelas melalui

kondisioning), misalnya kebiasaan itu setiap kali kalau

mau memberikan air susu, ibu mengangkat bayi dan

meletakkannya di sebelah kanan, bayi menggerakan kepala

kearah posisi ini untuk sampai pada puting susu. Kalau

hal ini terjadi beberapa kali, terjadi pengulangan maka

gerak kepala mulai bisa terarah.

Sub-masa 2: Reaksi pengulangan pertama(1-4 bulan)

Pada masa ini, kalau bayi menggerak-gerakan tubuhnya

dan secara sengaja memperoleh kenikmatan atau sesuatu

yuang menarik, ia akan berusaha mengulangi gerakannya.

Contohnya ialah gerakan mengenyot ibu jari, yang pada

mulanya terjadi tanpa sengaja. Ketika dengan gerak

geriknya, ibu jarinya tanpa sengaja masuk kemulutnya,

bayi memperlihatkan gerak mengenyot, dan kalau karena

gerak motorik yang belum terarah ini ibu jari lepas dari

mulutnya, maka bayi ingin menggulai gerak ini. pengertian

pertama ini ialah menunjukan aktivitas yang menarik

perhatiannya terdapat pada tubuhnya sendiri. Gerak

mengenyot ibu jari ini, kebanyakan dalam reaksi

penguilangan pertama ini menyertai 2 hal yakni: 1.

Gerakan motorik dari tangannya dan 2. Penggunaan mata

untuk melihat ibu jari. Dengan demikian bayi mulai

mengkordinasikan gerak tangan dan fungsi pengelihatan.

Sub-masa 3: Reaksi pengulangan kedua( 4-10 bulan)

Sebagai kelanjutan reaksi pengulangan pertama ,

reaksi pengulangan kedua terjadi pada waktu bayi

menemukan hal- hal/ objek-objek diluar hidupnya yang

menarik perhatiannya dan ia ingin mengulangnya. Contoh-

contoh diberikan dari observasi yang dilakukan oleh

Piaget sendiri terhadap anak-anaknya. Lucenne, anak

perempuannya ketika berbaring dikeretanya ia menggerak-

gerakan kakinya dan menyebabkan boneka yang ada diatasnya

bergoyang- goyang. Ia memandang boneka tersebut, kemudian

menggoyang- goyangkan kakinya lagi, melihat boneka

bergoyang- goyang dengan senangnya; ini dilakukannya

berkali- kali. Kejadian yang sama juga diamati pada anak

laki- lakinya, Laurent, yang secara tidak sengaja kakinya

menendang tempat bayi, sehingga menyebabkan mainan yang

ada diatasnya berayun- ayun dan menarik perhatiannya.

Kesenangan melihat mainan berayun-ayun menimbulkan

kegembiraan yang ditampilkan dengan gerak- gerik tubuh

termasuk kakinya yang menyentuh tempat bayi, mainan

berayun ayun dan seterusnya. Menurut Piaget, sebenarnya

bukan saja gerak gerik tubuh karena kegembiraan yang

dirasakan Laurent hingga kemudiann kakinya menyentuh

tempat bayi, melainkan ada semacam tujuan. Ini terlihat

karena setelah melakukannnya pertama kali dan bayi

melihat itu, kemudian memperlihatkan reaksi gembira,

ternyata tidak seluruh tubuh bergerak, melainkan hanya

kaki- kakinya saja. Yakni yang menyebabkan mainan berayun

ayun. Kecuali itu gerak gerik yang tadinya masih tidak

teratur dan terarah, lama kelamaan menjadi lebih halus

dan terarah. Bayi mulai mengetahui adanya hubungan antara

perbuatannya dan hal- hal yang menarik perhatiannya

diluar dirinya, meskipun belum bisa dikatakan bahwa

perbuatan- perbuatannya benar- benar mempunyai tujuan

yang jelas. Sub-masa 4 : Koordinasi reaksi-reaksi sekunder (10-12 bulan)

Gerak –gerik yang dilakukan anak sudah lebih

berdiferensiasi. Anak mulai bisa mengkoordinasikan dua

skema yang terpisah untuk memperoleh sesuatu. Contoh

mengenai ini dapat dilihat dari contoh yang diberikan

oleh piaget sendiri. Pada suatu hari Laurent ingin meraih

mainan mobil-mobilan yang kecil (match-box). Piaget

menghalangi dengan meletakkan tangan didepannya. Mula-

mula Laurent mencoba menghindari dari tangan itu,

melewati tangan itu tanpa berusaha menyingkirkannya.

Beberapa hari kemudian, Laurent berhasil menyingkirkan

tangan yang menghalanginya dan mencapai apa yang

dikehendaki yakni mainan mobil-mobilan itu. Laurent telah

berhasil menghubungkan antara dua skema yakni skema untuk

menyingkirkan dan skema untuk meraih, agar tercapai

tujuannya.

Ginsburg dan Opper (1969), menunjukkan bahwa apa

yang dicapai oleh Laurent adalah rangkaian perkembangan

lebih lanjut yakni penggunaan ruang dan waktu. Pada waktu

Laurent tahu ia harus memindahkan tangan agar bisa

mencapai mainan mobil-mobilan, ia tahu bahwa ada beberapa

obyek: yang satu menutupi yang lain, jadi terdapatlah

pengertian ruang dan bahwa beberapa hal tersusun

sedemikian rupa yang satu mendahului yang lain, sehingga

ada perbedaan waktu.

Sub-masa 5 : Reaksi pengulangan yang ketiga (12 – 18 bulan)

Kalau pada sub-masa 3 bayi memperlihatkan satu

perbuatan untuk mencapai tujuan, dan pada sub-masa 4, dua

perbuatan yang terpisah bisa dilakukan untuk mencapai

satu hasil, maka pada sub-masa 5 ini beberapa perbuatan

dapat dilakukan dengan hasil yang berbeda-beda. Hal yang

baru terlihat pada sub-masa ini ialah adanya kemajuan

pada si anak untuk mencari dan mencapai sesuatu yang

baru, oleh dia sendiri. Ia bukan lagi mencoba-coba tanpa

sengaja, melainkan ia mulai bisa mengubah gerak-geriknya

untuk mencapai sesuatu hasil. Gerak coba-coba

dilakukannya sudah dengan suatu tujuan yang lebih jelas,

meskipun hasilnya berbeda dengan apa yang menjadi

tujuannya. Misalnya seorang anak yang menjatuhkan mainan-

mainan yang ada di atas meja. Mula-mula sekaligus

diraihnya dan semua jatuh. Pada sub-masa ini, anak mulai

memilih mainan-mainan apa yang dijatuhkan (untuk diambil)

dan mengubah-ubah tingginya dari lantai. Menjatuh-

jatuhkan benda ke lantai dianggap sebagai cara anak untuk

mengetahui bagaimana obyek-obyek “bertingkah laku”. Di

samping di pihak lain pada anak juga timbul keinginan

untuk mengetahui bagaimana orang lain atau orang tua akan

bereaksi atau bertingkah laku kalau ia menjatuh-jatuhkan

benda ke lantai.

Sub-masa 6 : Permulaan berpikir (18 – 24 bulan)

Pada sub-masa ini anak mulai bisa “berpikir” dari

dalam (internal), tidak hanya terhadap sesuatu yang

secara fisik nyata. Contoh yang banyak dipergunakan untuk

menggambarkan perkembangan pada sub-masa ini ialah

pengamatan yang dilakukan Piaget terhadap Lucienne dengan

mainan mobil-mobilannya (match-box). Piaget memasang

rantai pada mobil-mobilan itu. Lucienne segera ingin

membukanya. Ia mencoba beberapa kali tetapi tidak

berhasil melepaskannya.

Lucienne kemudian menghentikan usahanya dan melihat

serta memperhatikan pengikat yang mengikat mobil-mobilan

itu dengan perhatian yang besar. Beberapa kali ia membuka

dan menutup mulutnya, semakin lama semakin lebar. Setelah

itu ia bisa membuka rantai dan mengambil mainan. Gerak-

geriknya pada mulutnya memperlihatkan adanya gerak-gerik

motorik yang di simbolisasikan untuk bisa mencapai apa

yang diinginkan. Piaget percaya bahwa Lucienne bisa

memecahkan soal ini dengan mempergunakan skema-skema yang

sudah dimiliki secara mental, dan tidak hanya dengan

gerak-gerik yang terlihat.

Contoh lain dapat dilihat pada anak-anak yang meniru

gerak atau teriakan anak-anak lain. Seorang anak yang

mengamati bagaimana seorang anak lain ditolong untuk

keluar dari tempatnya, setelah ia misalnya berteriak-

teriak dan menyepak-nyepak benda yang menghalangi dan

anak tersebut belum pernah melihatnya sebelumnya. Pada

saat lain, satu atau dua hari setelah ia melihat kejadian

itu, ia bisa mempertunjukkan gerak-gerik yang pernah

dilihatnya. Anak ini memperlihatkan ada hal-hal yang

simbolik tersimpan dalam ingatannya. Melalui gerak-gerik

lunak dan sedikit dari otot-ototnya ketika ia melihat

kejadian itu, si anak menanamkan dasar untuk menirunya

pada waktu yang lain.

Menurut Piaget pada masa sensori-motor ini

berkembanglah kemampuan khusus yakni kemampuan dalam

mempersepsikan ketetapan obyek (object permanence).

Ketetapan dalam obyek diartikan bahwa obyek-obyek akan

tetap ada meskipun tidak lagi berada dalam lapangan

persepsi. Pada anak kemampuan ini berkembang secara

bertahap, yakni :

1. Sub-masa pertama: obyek-obyek yang dilihatnya adalah

yang ada dalam lapangan penglihatannya. Obyek-obyek

yang berada di luar lapangan penglihatan tidak

diperdulikannya. Termasuk wajah ibunya yang dilihat

oleh bayi, tetapi tidak dilihat bila wajah ibunya

meninggalkan lapangan penglihatannya, dan tidak ada

keinginan untuk mencari.

2. Sub-masa kedua ditandai oleh harapan yang pasif. Untuk

beberapa saat bayi akan menoleh atau memandang ke arah

obyek yang menghilang. Seakan-akan bayi masih menanti

obyek itu akan kembali, tetapi tidak aktif. Misalnya

bayi menggoyang-goyangkan mainan dan jatuh ke lantai.

Bayi akan meneruskan menggoyang-goyangkan tangan dan

tidak melihat ke arah mainan yang ada di lantai.

3. Sub-masa ketiga memperlihatkan perkembangan yang baru.

Bayi mulai terlatih pada obyek-obyek di luar dirinya.

Kalau mainan jatuh di luar lapangan penglihatannya, ia

akan melihat ke tempat mainan itu jatuh. Hanya saja,

hal ini masih terbatas pada obyek yang oleh dia

sendiri menyebabkan berpindah tempat. Bayi bisa

menemukan obyek-obyek yang sebagian tersembunyi atau

tertutup. Ini permulaan kemampuan dalam mempersepsikan

ketetapan dalam obyek. Kalau obyeknya sama sekali

tidak ada, bayi tidak akan mencarinya, misalnya bila

obyek tersebut disingkirkan atau dipindahkan ke tempat

lain oleh orang lain.

4. Sub-masa keempat : bayi sudah bisa menemukan obyek

yang seluruhnya tidak berada dalam lapangan

penglihatannya, jadi yang tersembunyi. Bayi akan

menyingkirkan selimut yang menutupi mainan dan

mengambilnya. Bayi akan menyingkirkan benda-benda yang

menghalangi atau menutupi yang dibuat oleh orang lain

pada obyek yang diinginkan. Tetapi kemampuan ini masih

sederhana. Kalau obyeknya dipindahkan ke tempat lain,

bayi masih mencarinya ke tempat semula, dan belum bisa

merangkaikan pemindahan-pemindahan tempat.

5. Sub-masa kelima : anak-anak sudah bisa melihat

rangkaian obyek-obyek yang dipindahkan selama obyek-

obyek itu masih dapat dilihat ketika dipindah-

pindahkan.

6. Pada sub-masa keenam barulah anak bisa menemukan

obyek-obyek yang tidak ada dalam lapangan persepsinya,

tertutup atau tersembunyi di suatu tempat, artinya

anak mampu mempersepsikan ketetapan dalam obyek. Pada

permulaan kehidupannya, bayi belum bisa memisahkan

antara dirinya dan obyek-obyek di luar dirinya,

sebaliknya pada akhir masa sensori-motor obyek-obyek

dipersepsikannya sebagai terpisah dan tetap.

Sejalan dengan perkembangan kemampuan dalam

mempersepsikan ketetapan dalam obyek-obyek, anak

memperkembangkan pengertian-pengertian mengenai dirinya

sendiri sebagai makhluk yang bebas.

Keterangan mengenai perkembangan pada masa sensori-

motor ini dapat diringkas sebagai berikut :

Sub-masa Umur Kekhususan1. Modifikasi

dari refleks-

refleks

0 – 1 bulan Refleks menjadi lebih

efisien dan terarah

2. Reaksi

pengulangan

1 – 4 bulan Pengulangan gerak-gerik

yang menarik pada

pertama tubuhnya3. Reaksi

pengulanga

kedua

4 – 10

bulan

Pengulangan keadaan

atau obyek yang menarik

4. Koordinasi

reaksi-reaksi

sekunder

10 – 12

bulan

Menggabungkan beberapa

skema untuk memperoleh

sesuatu5. Reaksi

pengulangan

ketiga

12 – 13

bulan

Bermacam-macam

pengulangan untuk

memperoleh hal-hal yang

baru6. Permulaan

berpikir

18 – 24

bulan

Berpikir dahulu sebelum

bertindak

2. Tahap pre operasi (pre operational stage/2-7 thn)

Adapun ciri-ciri tahap perkembangan pre operasi

adalah sebagai berikut:

a. Sebaran umur sekitar 2 – 7 tahun; tahap berpikir pre

konseptual sekitar 2 –4 tahun dan tahap berpikir

intuitif sekitar 4 – 7 tahun.

b. Pada tahap pre konseptual memungkinkan representasi

sesuatu itu dengan bahasa, gambar, dan permainan

khayalan.

c. Anak mengaitkan pengalaman yang ada pada dunia luar

dengan pengalaman pribadinya.

d. Pada tahap ini, anak tidak dapat membedakan antara

kejadian-kejadian yang sebenarnya (fakta) dengan

khayalannya (fantasi). Oleh karena itu, jika dia

berdusta “berdustanya” itu bukan karena moralnya jelek,

tetapi karena kelemahannya.

Dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit

menerima pendapat orang lain. Tahap ini adalah tahap

dimana anak mulai melakukan persiapan dalam

pengorganisasian operasi konkret. Tahap perkembangan ini

dapat dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, tahap berpikir

pre konseptual (sekitar usia 2 – 4 tahun), dimana

representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar

dan permainan khayalan. Kedua, tahap berpikir intuitif

(sekitar usia 4 – 7 tahun), dimana pada tahap ini

representasi suatu objek didasarkan pada persepsi

pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.

Perkembangan yang jelas terlihat pada masa ini,berbeda dengan masa sebelumnya. Ialah kemampuanmempergunakan simbol. Fungsi simbolik, yakni kemampuanuntuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak terlihatdengan sesuatu yang lain atau sebaliknya sesuatu halmewakili sesuatu yang tidak ada. Fungsi simbolik ini bisanyata atau abstrak. Misalnya pisau yang terbuat dariplastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yangsesungguhnya. Kata pisau sendiri bisa mewakili sesuatuyang abstrak seperti misalnya bentuknya atau tajamnya.Demikian pula tulisan pisau akan memberikan tanggapan

tertentu. Dengan berkembangnya kemampuanmensimbolisasikan ini, anak memperluas ruang lingkupaktivitasnya yang menyangkut hal-hal yang sudah lewat,atau hal-hal yang akan datang, disamping tentu saja hal-hal yang sekarang.

Sebagaimana diketahui, pada akhir masa sensori-motor,anak sudah mulai mempergunakan fungsi simbolik, antaralain terlihat dengan kemampuannya untuk melakukan hal-halyang sudah lewat, sebagai hasil mengamati sesuatumisalnya gerak-gerik motorik. Pada anak sudah mulai adakegiatan-kegiatan mental berupa rangkaian simbol-simbol,jadi untuk mewakili sesuatu yang tidak ada, meskipunmasih sangat sederhana.

Pada masa pra-operasional ini, anak bisa menemukanobjek-objek yang tertutup atau tersembunyi. Untuk bisamelakukan ini, anak harus bisa melakukan simbolisasiterhadap objek yang tidak ada atau yang tidakdiketahuinya ketika terjadi pemindahan objek. Anak jugasudah bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru ataumengamati sesuatu model tingkah laku. Ia memperlihatkansuatu tingkah laku sebagaimana tingkah laku yang samadiperlihatkan oleh anak atau orang lain pada waktu yangsudah lewat. Agar bisa melakukan ini, anak harusmembentuk tanggapan internal terhadap sesuatu tingkahlaku yang dilihatnya. Sebab, anak tidak langsung menirumodel tingkah laku melainkan ia mengamati, menyimpan danpada saat lain memperlihatkan sesuatu kembali(memproduksikan).

Perkembangan kemampuan mensimbolisasikan sesuatu initerlihat pula pada permainan yang dilakukan anak-anak,misalnya kursi yang dijadikan kereta api, pensil yang

dianggap pistol, dan bermacam-macam lagi. Selain itu,penggunaan kata-kata merupakan rangkaian simbol-simbolyang tersusun, untuk mengungkapkan sesuatu baik mengenaisesuatu yang tidak terlihat dan tidak dapat langsungdiamati, maupun mengenai sesuatu yang benar benarabstrak, seperti kata kemarin, nanti, atau besok

Pada masa ini pula anak mulai mengerti dasar-dasarmengelompokkan sesuatu, mula-mula dengan satu dimensi.Misalnya, mengelompokkan benda-benda berdasarkan warnanyaatau ukurannya dan bentuknya saja. Semakin lama semakinmampu memperkembangkan kemampuan mengelompokkan ini atasdasar dua dimensi, tiga dimensi, dan seterusnya. Padaakhir masa pra-operasional ini dasar-dasar mengelompokkanbenda atas dasar sifat-sifat khusus, dan benda-bendatersebut sudah bisa dilakukan, tetapi baru dengan satudimensi saja. Piaget mengatakan anak-anak pada masa pra-operasional belum bisa memusatkan perhatian pada duadimensi yang berbeda secara serempak. Hal inidiistilahkan memusat (centration) yang mempunya tigaaspek, yaitu:

a. Menyusun benda-benda dalam urutan-urutan sesuaidengan ukuran. Pada masa pra-opercasional, anakbaru bisa merangkaikan dua benda yang adahubungannya dengan ukuran misalnya tongkat (a)lebih pendek dari tongkat (b), atau (b) lebihpendek dibanding (c). tetapi, anak pada masa initidak bisa merangkaikan benda-benda menjadi suatususunan misalnya sejumlah tongkat, yang palingpendek sampai yang paling panjang. Hal ini karenapada anak baru bisa memusatkan satu hubungan padasatu saat dan belum bisa memilih secarakeseluruhan.

Gambar (kiri ke kanan) : tongkat (c), (a), (b)

b. PengelompokkanPengelompokkan ini dapat dicontohkan

berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Piagetkepada anak-anak diperlihatkan 20 kuncup kembangsemuanya terbuat dari kertas, 18 berwarna coklat,dan 2 berwarna putih.

Kepada anak-anak dinyatakan :”mana yang lebihbanyak, kuncup kembang yang berwarna coklat ataukuncup kembang yang terbuat dari kertas?”

Jawaban sungguh menarik. Anak-anak pada masapra-operasional akan lebih banyak menjawab kuncupkembang yang berwarna coklat. Mereka tertarik padajumlah yang banyak berupa kuncup kembang berwarnacoklat dibandingkan dengan kuncup kembang berwarnaputih yang kurang jumlahnya, sehingga tidakterlihat bahwa warna coklat dan warna putih adalahbagian keseluruhan atau pengelompokkan yang lebihbesar yakni kuncup kembang dari kertas.

c. KonservasiPada masa pra-operasional kemampuan untuk

mengkonservasikan angka-angka belum bisa dilakukan.Contoh perubahan sebagai berikut : kepada

seorang anak umur tiga atau empat tahundiperlihatkan diperlihatkan dua biji dam. Satuderet terdiri dari enam biji dam yang berwarna

putih. Deret lain disusun sejajar, terdiri atasenam biji dam yang berwarna putih . deret laindisusun sejajar ,terdiri atas enam biji damberwarna hitam. Kedua deretan biji dam samapanjangnya.

Kepada anak diterangkan apakah kedua deretanitu sama panjang, apakah deretan yang putih lebihpanjang. Anak menjawab bahwa kedua deretan samapanjangnya. Kemudian dihadapan anak, biji-biji damyang berwarna hitam diubah jarak deretanya menjadilebih panjang dari semula, dan dengan sendirinyaderetan juga menjadi lebih panjang. Kepada anakditanyaan ulang apakah biji dam hitam samabanyaknya atau lebih banyak daripada biji damputih, maka anak menjawab : biji dam hitam lebihbanyak, karena lebih panjang. Anak mungkin akanmenjawab biji dam putih lebih banyak, karena lebihpadat. Keduanya jelas salah .

Piaget sendiri melakukan percobaan dengamemperlihatkan dua gelas berisi cairan yang samatingginya. Kepada anak ditanyakan apakah kedua

gelas berisi jumlah cairan yang sama dan anakitupun mudah menjawabnya. Berikutnya kepada anakdiminta untuk menuang sendiri salah satu isi darikedua gelas itu ke gelas lain yang lebih pendek danlebih besar.

Kepada anak ditanyakan ulang, mana yng lebihbanyak isinya :gelas yang semula atau yang baru.

Anak menjawab bahwa cairan pada gelas semulalebih banyak , karena permukaan cairan pada gelaslebih tinggi. Disini terlihat kemampuan anak yangterpusat hanya pada satu dimensi persepsi saja,yakni tinggi .

Pada umumnya berdasarkan hasil-hasil penelitianyang sudah dilakukan, kemampuan menkonversasikanangka dan isi baru biasa dilakukan oleh anak-anakberumur tujuh tahun.

3. Tahap operasi kongkrit (concrete operational stage/7-12

thn)

Adapun ciri-ciri anak tahap operasi kongkrit adalah

sebagai berikut:

a. Umur dari sekitar 7 – 11 atau 12 tahun, kadang-

kadang lebih.

b. Pada permulaan tahap ini, egoismenya mulai

berkurang.

c. Dapat mengelompokkan benda-benda yang mempunyai

beberapa karakteristik ke dalam himpunan dan

himpunan bagian dengan karakteristik khusus dan

dapat melihat beberapa karakteristik suatu benda

secara serentak.

d. Mampu berkecimpung dalam hubungan kompleks antara

kelompok-kelompok.

Pada tahap ini, anak dapat memahami operasi (logis)

dengan bantuan benda-benda kongkrit. Yang dimaksud

operasi dengan bantuan benda-benda kongkrit disini adalah

tindakan atau perbuatan mental mengenai kenyataan dalam

kehidupan nyata. Anak tidak perlu selalu dengan bantuan

benda-benda kongkrit ketika melakukan operasi.

Pada masa ini anak-anak sudah mulai bisa melakukan

bermacam-maccam tugas yang konkrit, misalnya tugas untuk

menyusun tongkat-tongkat dan menjawab pertanyaan mengenai

konservasi angka maupun isi dengan benar.

Menurut Piaget anak-anak pada masa konkrit

operasional ini bisa melakukan tugas-tugas konservasi

dengan baik, karena anak-anak pada masa ini telah

mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan

operasi-operasi yakni:

a. Negasi :Pada masa pra-operasional anak hanya melihat atau

memperhatikan keadaan permuaan dan keadaan akhir pada

deretan benda yaitu pada mulanya keadaannya sama dan

pada akhirnya keadaannya menjadi tidak sama. Anak-anak

tidak melihat apa yang terjadi di antaranya.

Pada masa konkrit-operasional anak telah mengerti

proses apa yang terjadi diantara kegiatan itu dan

memahami hubungan-hubungan antara keduanya. Pada

deretan benda-benda anak bisa (melakukan kegiatan

mentalnya) mengembalikan atau membatalkan perubahan

yang terjadi sehingga bisa menjawab bahwa jumlah

benda-benda (misalnya biji-biji damnya) adalah tetap

sama.

b. Hubungan timbal balik (Resiprokasi)

Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-

benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan benda-

benda bertambah panjang tetapi tidak rapat lagi

dibandingkan dengan deret yang lain. Karena anak

mengetahui hubungan timbal balik antara panjang tetapi

lebih rapat, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-

benda yang ada pada kedua deretan itu sama.

c. Identitas

Anak pada masa konkrit-operasional ini sudah bisa

mengenal satu persatu benda-benda yang ada pada

deretan-deretan itu. Anak bisa menghitung, sehingga

meskipun benda-benda dipindahkan, anak mengetahui

bahwa jumlah tetap sama.

Setelah mampu mengkonservasikan angka, maka anak

bisa mengkonservasikan dimensi-dimensi lain seperti

isi dan panjang. Kemampuan si anak untuk melakukan

“operasi-operasi” mental dan kognitif memungkinkan

anak mengadakan hubungan yang lebih luas dengan

dunianya. Operasi sebagaimana disebutkan diatas, yang

merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam

diri anak, memungkinkan pula anak mengetahui sesuatu

perbuatan tanpa melihat perbuatan tersebut

ditunjukkan. Dengan demikian anak mempunyai struktur

kognitif yang memungkinkannya bisa berpikir untuk

melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak

secara nyata. Hanya apa yang dapat dipikirkan oleh

anak masih terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya

dengan sesuatu yang konkrit, suatu realitas secara

fisik, benda-benda yang benar-benar nyata. Benda-benda

atau kejadian-kejadian yang tidak ada hubungannya

secara jelas dan konkrit dengan realitas, masih sulit

dipikirkan oleh anak.

Hal lain yang masih membatasi kemampuan berpikir

konkrit ialah apa yang oleh D. Elkind (1967) disebut

egosentrisme. Egosentrisme dalam arti kurang mampunya

si anak membedakan antara perbuatan-perbuatan serta

obyek-obyek yang secara langsung dialami dengan

perbuatan-perbuatan atau obyek-obyek yang hanya ada

dalam pikiran anak. Hal ini terlihat kalau kepada anak

hanya ada dalam pikiran anak. Hal ini terlihat kalau

kepada anak diberikan soal untuk dipecahkan, ia tidak

akan mulai dari sudut obyeknya melainkan ia akan mulai

dari dirinya sendiri. Titik tolaknya adalah dirinya

sendiri untuk menghadapi apa yang ada atau terjadi di

luar dirinya.

Egosentris pada anak terlihat dari ketidak

mampuannya untuk melihat pikiran dan pengalam sebagai

dua gejala yang masing-masing berdiri sendiri. Dalam

perkembangan kognitif lebih lanjut anak-anak akan

mencapai kemampuan untuk berpikir dalam dua komponen,

yakni pikirannnya mengenai realitas dan realitasnya

sendiri.

4. Tahap operasi formal (formal operational stage/ 12 tahun ke

atas)

Adapun ciri-ciri tahap operasi formal adalah sebagai

berikut:

a. Tidak memerlukan perantara operasi konkret lagi

untuk menyajikan abstraksi mental secara verbal.

b. Mulai belajar merumuskan hipotesis (perkiraan)

sebelum ia berbuat.

c. Dapat merumuskan dalil/teori, menggeneralisasikan

hipotesis, dan mengetes bermacam hipotesis.

d. Dapat berpikir deduktif dan induktif, dapat memberikan

alasan-alasan dari kombinasi pernyataan dengan

menggunakan konjungsi, disjungsi, negasi, dan

implikasi, serta memahami induksi matematika.

Pada tahap ini, anak dapat memahami operasi (logis)

dengan bantuan benda-benda kongkrit. Yang dimaksud

operasi dengan bantuan benda-benda kongkrit disini adalah

tindakan atau perbuatan mental mengenai kenyataan dalam

kehidupan nyata. Anak tidak perlu selalu dengan bantuan

benda-benda kongkrit ketika melakukan operasi.

Masa ketika seorang anak memperkembangkan kemampuan

kognitif untuk berpikir abstrak dan hipotetis. Pada masa

ini anak bisa memikirkan hal- hal apa yang akan atau

mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak dan menduga apa

yang terjadi. Ia bisa mengambil kesimpulan dari suatu

pernyataan: “ kalau Nanin lebih kurus dari Ralph dan

Nanin lebih gemuk dari Sanya, maka siapakah yang paling

kurus dan siapakah yang paling gemuk”. Anak- anak pada

masa konkrit- operasional baru bisa menjawab pertanyaan

ini setelah ia melihat Nanin, Ralph, dan Sanya berdiri

berjajar. Tetapi anak pada masa formal operasional bisa

mengambil kesimpulan dalam pikiran mereka. Perkembangan lain pada masa anak atau bisa disebut

masa remaja ini ialah kemampuan untuk berpikir

sistematik, bisa memikirkan semua kemungkinan secara

sistematik untuk memecahkan sesuatu persoalan. Kalau pada

suatu saat mobil yang ditumpangi oleh seseorang anak yang

sedang berada pada masa konkrit- operasional mogok, maka

anak tersebut segera mengambil kesimpulan bahwa bensinya

habis, karena itu mogok. Barangkali ia sering mengalami

hal ini; sering ia menghubungkan sebab- akibat hanya

dengan satu rangkaian saja. Pada remaja ia bisa

memikirkan beberapa kemungkinan yang bisa menjadi sebab

mengapa mobil mogok, misalnya karena businya mati karena

platinannyadan sebab- sebab lain yang memberikan dasar

bagi pemikirannya.

Contoh lain diberikan dari percobaan Piaget dan

Inhelder (1955) sebagai berikut: Kepada anak- anak

diberikan empat tabung yang diberi nomor 1, 2, 3, dan 4

dab berisikan cairan yang tidak berwarna. Kepada mereka

juga diberikan kaleng kecil dengan tanda g, berisikan

cairan yang tidak berwarna. Kepada anak- anak diminta

untuk mencampur cairan- cairan tersebut agar diperoleh

cairan dengan warna kuning.

Anak- anak pada masa pra- operasional akan

mencampur- baur cairan dari yang satu ke yang lain secara

tidak teratur. Anak- anak pada masa konkrit- operasional

sudah lebih teratur. Pada umumnya mereka coba dengan

menuangkan kaleng dengan tanda ke tabung 1, tabung 2,

tabung 3, dan tabung 4 dan setelah itu menyerah. Biasanya

mereka akan menjawab hanya itu yang bisa dilakukan. Hal

ini sesuai dengan tingkat- tingkat perkembangan yang baru

bisa menyusun dua dimensi pada satu waktu dan

kemungkinan- kemungkinan yang lebih luas belum bisa di

coba.

Pada masa formal-operasional, mereka sudah bisa

berpikir sistematik, dengan melakukan bermacam- macam

penggabungan dan diluar hasilnya, sehingga berhasillah

apa yang ditugaskan. Pada masa ini remaja juga sudah bisa

memahami adanya bermacam- macam aspek pada suatu

persoalan yang dapat diselesaikan seketika, sekaligus.

Tidak lagi satu persatu seperti yang biasa dilakukan

anak- anak pada masa konkrit-operasional. Dari ini

terlihat pula bahwa perkembangan kognitif pada masa

formal- operasional mencapai tingkatan tertinggi pada

keseimbangan dalam hubungannya dengan lingkungan. Remaja

memasuki duniannya dengan segala macam kemungkinan dan

kebebasan untuk memikirkan sendiri. Seiring dengan ini

muncul kembali sifat egosentrisme. Angan angannya banyak

dan ia tidak melihat kemungkinan- kemungkinan untuk

mencapainya. Dunia khayal lebih memusat dari dunia

realitas. Hal ini akan berubah ketika remaja mulai

memasuki dunia dewasa, bila mereka mulai menyadari

keterbatasan baik yang ada pada drinya, maupun yang

berhubungan dengan realitas di lingkuangan hidupnya.

Perkembangan kognitif Piaget, secara skematis dapat

digambarkan sebagai berikut:

Tahap Masa Umur Kekhususan I sensori-

motor

0-2,0 th. Perkembangan skema

melalui refleks-

refleks untuk

mengetahui dunianya.

Mencapai kemampuan

dalam memprersepsikan

ketetapan dalam obyek.II Pra-

operasional

2,0-7,0 th. Penggunaan simbol dan

penyusunan tanggapan

internal, misalnya

dalam permainan,

bahasa, dan peniruan.III Konkrit-

operasional

7,0-11,0 th. Mencapai kemampuan

untuk berpikir

sistematik terhadap

hal- hal atau obyek-

obyek yang konkrit.

Mencapai kemampuan

mengkonservasikan. IV.Formal-

operasioanal

11,0- dewasa Mencapai kemampuan

untuk berpikir

sistematik terhadap

hal- hal yang abstrak

dan hipotetis.

Kelebihan teori perkembangan Piaget adalah

kejeniusannya dalam mengobservasi anak. Observasi-

observasinya yang sangat teliti telah mendemonstrasikan

langkah baru dalam menemukan bagaimana anak-anak

berperilaku dan beradaptasi dengan perkembangan, seperti

perpindahan dari tahap pemikiran praoperasional menuju

operasional konkret (Haith dan Benson, dalam Santrock:

2007).

Sedangkan kelemahan teori Piaget ini adalah setiap

umur tidak bisa menjadi patokan utama seseorang berada

pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri

perkembangan setiap individu yang bersangkutan. Bisa saja

seorang anak akan mengalami tahap praoperasional lebih

lama dari pada anak yang lainnya sehingga umur bukanlah

patokan utama.

Implementasi Pada Pembelajaran

Penerapan teori perkembangan kognitif Piaget di

kelas adalah:

Guru harus mengerti cara berpikir anak, bukan

sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.

Agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung

efektif. Metode yang baik digunakan adalah dengan

menemukan (discovery).

Tidak menghukum siswa jika menjawab pertanyaan yang

salah.

Menekankan kepada para siswa agar mau menciptakan

pertanyaa-pertanyaan  dari permasalahan yang ada serta

pemecahan permasalahannya.

Membimbing siswa dalam menemukakan dan menyelesaikan

masalahnya sendiri.

Menghindari istilah-istilah teknis.

Menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir

anak karena Bahasa dan cara berpikir anak berbeda

dengan orang dewasa.

Menganjurkan para siswa berpikir dengan cara  mereka

sendiri.

Memilih pendekatan yang sesuai dengan tingkat

perkembangan anak.

Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan

baru tetapi tidak asing.

Memberi peluang agar anak belajar sesuai tahap

perkembangannya. Di beri peluang untuk berbicara dan

diskusi dengan temannya.

4. Penutup

Kesimpulan

Teori perkembangan piaget adalah salah satu teori yang

menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dan

menginterprestasikan objek dan kejadian-kejadian di

sekitarnya. Piaget memandang bahwa anak memainkan peran

aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas,

anak tidak pasif menerima informasi. 4 Konsep yang

terdapat pada perkembangan Piaget dalam menerima

informasi atau situasi yang baru, yaitu: skema,

asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi.

Tahapan-tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget

meliputi: Tahap sensori motorik (sensori motor stage/ 0-2 thn),

Tahap pre operasi (pre operational stage/2-7 thn), Tahap operasi

kongkrit (concrete operational stage/7-12 thn), dan Tahap operasi

formal (formal operational stage/ 12 tahun ke atas).

Implementasi perkembangan kognitif Piaget dapat

dilakukan dengan : Guru harus mengerti cara berpikir

anak,. Metode yang baik digunakan adalah dengan menemukan

(discovery). Tidak menghukum siswa jika menjawab

pertanyaan yang salah. Menekankan kepada para siswa agar

mau menciptakan pertanyaa-pertanyaan  dari permasalahan

yang ada serta pemecahan permasalahannya

Daftar Pustaka

Desmita, 2007, Psikologi Perkembangan : PT Remaja Rosdakarya,

Bandung

D. Gunarsa, Singgih, 1982, Dasar Dan Teori Perkembangan Anak,

Jakarta:PT BPK Gunung Mulia

Farida Harahap, M.Si, Perkembangan Kognitifteori Piaget

http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-

perkembangan-kognitif-jean-piaget-dan-implementasinya-

dalam-pendidikan-346946.html

Teori Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget

Makalah

Untuk memenuhi tugas mata kuliah

Perkembangan Peserta Didik

Yang dibina oleh Oktavia Sulistina, S.pd, M.Pd

Oleh:

Illiyin Frizki Aprilian 140331600558

Isnadia Ayu Fadilla Rahma 140331602797

Linda Ratna Nirmala 140331601382

Nur Kholish Amrullah 140331605184

Putri Wahyuning Tyas 140331606689

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA

2015


Recommended