Date post: | 10-Mar-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | universitasnegerimalang |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
1. Pendahuluan
Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang
kompleks, artinya banyak faktor yang turut berpengaruh
dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses
perkembangan anak. Memahami perkembangan
kognitif sangatlah diperlukan bagi seorang pengajar dan
orang tua. Perkembangan kognitif merupakan salah satu
aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta
didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek
yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran,
sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan
keberhasilan peserta didik dalam sekolah.
Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru
sebagai tenaga kependidikan yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan interaksi edukatif dan pengembangan kognitif
peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat
mendalam tentang perkembangan kognitif pada anak
didiknya.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif
anak karena perkembangan dan pertumbuhan anak dimulai di
lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik dan orang
tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif
anak, karakteristik perkembangan kognitif, dan lain-lain
yang berhubungan dengan masalah perkembangan kognitif
anak.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan
kognitif bagi peserta didik, diperlukan penjelasan
perkembangan kognitif lebih detail baik pengertian maupun
tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta
didik.
Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, ada
dua alternative proses perkembangan kognitif yaitu pada
teori dan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh
Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar
psikologi pemprosesan informasi. Disini akan di jelaskan
perkembangan kognitif menurut piaget Piaget meyakini
bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi sampai
dia dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada
saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai
mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan
kognitif.
Adapun penjelasan selengkapnya mengenai tahapan-
tahapan perkembangan kognitif Piaget dalam Ruseffendi
(2006) adalah sebagai berikut:
1. Tahap sensori motorik (sensori motor stage/ 0-2 thn)
Adapun ciri-ciri tahap sensori motor adalah sebagai
berikut:
a. Anak belajar mengembangkan dan menyelaraskan
jasmaninya dengan perbuatan mentalnya menjadi tindakan-
tindakan atau perbuatan yang teratur dan pasti.
b. Anak berpikir melalui perbuatan dan gerak.
c. Perkembangan yang terjadi pada tahap ini adalah dari
gerak refleks ngemot dan gerak mata sampai pada
kemampuan untuk makan, melihat, memegang, berjalan, dan
berbicara.
d. Pada akhir tahap ini, anak belajar mengaitkan simbol
benda dengan benda konkretnya, hanya masih kesulitan.
e. Pada akhir tahap ini pula, anak mulai melakukan
percobaan coba-coba berkenalan dengan benda-benda
konkret (dengan menyusunnya, mengutakatik, dan lain-
lain).
Pada tahap sensorimotor, inteligensi anak lebih
didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap
lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak,
mendengar, membau dan lain-lain. Tahap-tahap perkembangan
kognitif anak dikembangkan dengan perlahan-lahan melalui
proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak
karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan
pengalaman dan situasi yang baru.
Masa ketika bayi mempergunakan sistem pengindraan
dan aktivitas – aktivitas motorik untuk mengenal
lingkungannya mengenai obyek-obyek. Meskipun ketika
dilahirkan seorang bayi masih sangat tergantung dan tidak
berdaya, tetapi sebagian alat-alat inderanya sudah
langsung bisa berfungsi. Contoh yang jelas dapat dilihat
pada “kemampuan” bayi untuk menggerakkan otot-otot di
sekitar mulut, pergerakan mengenyot bilamana mulut
tersentuh pada sesuatu misalnya putting susu ibunya. Juga
kemampuan mempergunakan indera penglihatan, meskipun
belum berkembang dengan baik tetapi juga bisa berfungsi
ketika baru saja dilahirkan. Fungsi-fungsi lain juga
sudah bisa diperlihatkan seperti terhadap suara,
sentuhan-sentuhan yang menimbulkan rasa sakit dan bau-
bauan. Bayi bukan saja secara pasif menerima rangsang-
rangsang terhadap alat-alat inderanya, melainkan juga
bisa memberikan jawaban terhadap rangsang yakni refleks-
refleks. Jelas bahwa refleks yang diperlihatkan bayi
bukan sesuatu kemampuan yang timbul dari hasil belajar
dalam hubungan dengan lingkungan atau rangsang yang
timbul dari lingkungan, melainkan sesuatu kemampuan yang
sudah ada ketika bayi dilahirkan. Dalam perkembangan
lebih lanjut, sebagaimana dikemukakan oleh I.P. Pavlov
yang menjadi pendahulu Refleksologi, suatu refleks bisa
berpindah dan dikembangkan dengan refleks-refleks lain
melalui kondisi-kondisi yang dibuat dari luar
(lingkungan) sebagai inti dasar rangkaian gerak atau
perbuatan yang sederhana, terutama jelas pada gerak
motorik. Gerak refleks ini masih terlihat pada orang
dewasa.
Refleks – refleks pada bayi pada umumnya mempunyai
tujuan untuk memungkinkan ia bisa melangsungkan hidupnya.
Gerak pada mulut untuk memperoleh makan, bersin untuk
mengeluarkan benda-benda yang tidak dibutuhkan oleh tubuh
dan lain-lain.
Dengan berfungsinya alat-alat indera serta
kemampuan-kemampuan melakukan gerak-gerik motorik dalam
bentuk refleks-refleks si bayi berada dalam keadaan siap
untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.
Masa sensorimotor ini terbagi menjadi 6 sub-massa yakni :
Sub-masa 1 : Modifikasi dari refleks-refleks (nol sampai satu bulan)
Ketika dilahirkan seorang bayi sudah langsung bisa
memperlihatkan refleks mengenyot bilamana pada daerah
mulutnya tersentuh atau menyentuh sesuatu. Pada mulanya
refleks ini diperlihatkan terhadap benda apa saja yang di
letakkan pada daerah mulutnya. Gerakan ini lama-lama
berubah dan tergantung dari bendanya yang menyentuh mulut
terhadap dot susu atau puting susu bayi akan mengenyot
lebih cepat bilamana bayi dalam keadaan lapar. Tetapi
bilamana diberikan dot susu tanpa susu maka lama-lama
bayi mengendorkan gerakan refleks mengenyotnya dan
kemudian menyingkirkan atau menghentikannya dengan tujuan
menolak benda tersebut. Dari gambaran ini terlihat bahwa
bayi lama-lama bisa mempergunakan refleks-refleksnya
secara efisien sesuai dengan hasilnya.
Disamping refleks mengenyot, juga refleks untuk
mengerahkan kepala pada sumber rangsang secara lebih
tepat dan terarah mulai diperlihatkan. Bayi sadar
misalnya, kalau pipi sebelah kanan tersentuh, ia harus
menggerakkan kepala kearah kanan agar arah mulut sesuai
dengan benda atau puting susu untuk memperoleh susu.
Gerak ini berkembang dari beberapa faktor yakni,
kematangan dari sistem neuromuscular, kebiasaan-kebiasaan
yang seakan-akan dipelajari oleh bayi ,(jelas melalui
kondisioning), misalnya kebiasaan itu setiap kali kalau
mau memberikan air susu, ibu mengangkat bayi dan
meletakkannya di sebelah kanan, bayi menggerakan kepala
kearah posisi ini untuk sampai pada puting susu. Kalau
hal ini terjadi beberapa kali, terjadi pengulangan maka
gerak kepala mulai bisa terarah.
Sub-masa 2: Reaksi pengulangan pertama(1-4 bulan)
Pada masa ini, kalau bayi menggerak-gerakan tubuhnya
dan secara sengaja memperoleh kenikmatan atau sesuatu
yuang menarik, ia akan berusaha mengulangi gerakannya.
Contohnya ialah gerakan mengenyot ibu jari, yang pada
mulanya terjadi tanpa sengaja. Ketika dengan gerak
geriknya, ibu jarinya tanpa sengaja masuk kemulutnya,
bayi memperlihatkan gerak mengenyot, dan kalau karena
gerak motorik yang belum terarah ini ibu jari lepas dari
mulutnya, maka bayi ingin menggulai gerak ini. pengertian
pertama ini ialah menunjukan aktivitas yang menarik
perhatiannya terdapat pada tubuhnya sendiri. Gerak
mengenyot ibu jari ini, kebanyakan dalam reaksi
penguilangan pertama ini menyertai 2 hal yakni: 1.
Gerakan motorik dari tangannya dan 2. Penggunaan mata
untuk melihat ibu jari. Dengan demikian bayi mulai
mengkordinasikan gerak tangan dan fungsi pengelihatan.
Sub-masa 3: Reaksi pengulangan kedua( 4-10 bulan)
Sebagai kelanjutan reaksi pengulangan pertama ,
reaksi pengulangan kedua terjadi pada waktu bayi
menemukan hal- hal/ objek-objek diluar hidupnya yang
menarik perhatiannya dan ia ingin mengulangnya. Contoh-
contoh diberikan dari observasi yang dilakukan oleh
Piaget sendiri terhadap anak-anaknya. Lucenne, anak
perempuannya ketika berbaring dikeretanya ia menggerak-
gerakan kakinya dan menyebabkan boneka yang ada diatasnya
bergoyang- goyang. Ia memandang boneka tersebut, kemudian
menggoyang- goyangkan kakinya lagi, melihat boneka
bergoyang- goyang dengan senangnya; ini dilakukannya
berkali- kali. Kejadian yang sama juga diamati pada anak
laki- lakinya, Laurent, yang secara tidak sengaja kakinya
menendang tempat bayi, sehingga menyebabkan mainan yang
ada diatasnya berayun- ayun dan menarik perhatiannya.
Kesenangan melihat mainan berayun-ayun menimbulkan
kegembiraan yang ditampilkan dengan gerak- gerik tubuh
termasuk kakinya yang menyentuh tempat bayi, mainan
berayun ayun dan seterusnya. Menurut Piaget, sebenarnya
bukan saja gerak gerik tubuh karena kegembiraan yang
dirasakan Laurent hingga kemudiann kakinya menyentuh
tempat bayi, melainkan ada semacam tujuan. Ini terlihat
karena setelah melakukannnya pertama kali dan bayi
melihat itu, kemudian memperlihatkan reaksi gembira,
ternyata tidak seluruh tubuh bergerak, melainkan hanya
kaki- kakinya saja. Yakni yang menyebabkan mainan berayun
ayun. Kecuali itu gerak gerik yang tadinya masih tidak
teratur dan terarah, lama kelamaan menjadi lebih halus
dan terarah. Bayi mulai mengetahui adanya hubungan antara
perbuatannya dan hal- hal yang menarik perhatiannya
diluar dirinya, meskipun belum bisa dikatakan bahwa
perbuatan- perbuatannya benar- benar mempunyai tujuan
yang jelas. Sub-masa 4 : Koordinasi reaksi-reaksi sekunder (10-12 bulan)
Gerak –gerik yang dilakukan anak sudah lebih
berdiferensiasi. Anak mulai bisa mengkoordinasikan dua
skema yang terpisah untuk memperoleh sesuatu. Contoh
mengenai ini dapat dilihat dari contoh yang diberikan
oleh piaget sendiri. Pada suatu hari Laurent ingin meraih
mainan mobil-mobilan yang kecil (match-box). Piaget
menghalangi dengan meletakkan tangan didepannya. Mula-
mula Laurent mencoba menghindari dari tangan itu,
melewati tangan itu tanpa berusaha menyingkirkannya.
Beberapa hari kemudian, Laurent berhasil menyingkirkan
tangan yang menghalanginya dan mencapai apa yang
dikehendaki yakni mainan mobil-mobilan itu. Laurent telah
berhasil menghubungkan antara dua skema yakni skema untuk
menyingkirkan dan skema untuk meraih, agar tercapai
tujuannya.
Ginsburg dan Opper (1969), menunjukkan bahwa apa
yang dicapai oleh Laurent adalah rangkaian perkembangan
lebih lanjut yakni penggunaan ruang dan waktu. Pada waktu
Laurent tahu ia harus memindahkan tangan agar bisa
mencapai mainan mobil-mobilan, ia tahu bahwa ada beberapa
obyek: yang satu menutupi yang lain, jadi terdapatlah
pengertian ruang dan bahwa beberapa hal tersusun
sedemikian rupa yang satu mendahului yang lain, sehingga
ada perbedaan waktu.
Sub-masa 5 : Reaksi pengulangan yang ketiga (12 – 18 bulan)
Kalau pada sub-masa 3 bayi memperlihatkan satu
perbuatan untuk mencapai tujuan, dan pada sub-masa 4, dua
perbuatan yang terpisah bisa dilakukan untuk mencapai
satu hasil, maka pada sub-masa 5 ini beberapa perbuatan
dapat dilakukan dengan hasil yang berbeda-beda. Hal yang
baru terlihat pada sub-masa ini ialah adanya kemajuan
pada si anak untuk mencari dan mencapai sesuatu yang
baru, oleh dia sendiri. Ia bukan lagi mencoba-coba tanpa
sengaja, melainkan ia mulai bisa mengubah gerak-geriknya
untuk mencapai sesuatu hasil. Gerak coba-coba
dilakukannya sudah dengan suatu tujuan yang lebih jelas,
meskipun hasilnya berbeda dengan apa yang menjadi
tujuannya. Misalnya seorang anak yang menjatuhkan mainan-
mainan yang ada di atas meja. Mula-mula sekaligus
diraihnya dan semua jatuh. Pada sub-masa ini, anak mulai
memilih mainan-mainan apa yang dijatuhkan (untuk diambil)
dan mengubah-ubah tingginya dari lantai. Menjatuh-
jatuhkan benda ke lantai dianggap sebagai cara anak untuk
mengetahui bagaimana obyek-obyek “bertingkah laku”. Di
samping di pihak lain pada anak juga timbul keinginan
untuk mengetahui bagaimana orang lain atau orang tua akan
bereaksi atau bertingkah laku kalau ia menjatuh-jatuhkan
benda ke lantai.
Sub-masa 6 : Permulaan berpikir (18 – 24 bulan)
Pada sub-masa ini anak mulai bisa “berpikir” dari
dalam (internal), tidak hanya terhadap sesuatu yang
secara fisik nyata. Contoh yang banyak dipergunakan untuk
menggambarkan perkembangan pada sub-masa ini ialah
pengamatan yang dilakukan Piaget terhadap Lucienne dengan
mainan mobil-mobilannya (match-box). Piaget memasang
rantai pada mobil-mobilan itu. Lucienne segera ingin
membukanya. Ia mencoba beberapa kali tetapi tidak
berhasil melepaskannya.
Lucienne kemudian menghentikan usahanya dan melihat
serta memperhatikan pengikat yang mengikat mobil-mobilan
itu dengan perhatian yang besar. Beberapa kali ia membuka
dan menutup mulutnya, semakin lama semakin lebar. Setelah
itu ia bisa membuka rantai dan mengambil mainan. Gerak-
geriknya pada mulutnya memperlihatkan adanya gerak-gerik
motorik yang di simbolisasikan untuk bisa mencapai apa
yang diinginkan. Piaget percaya bahwa Lucienne bisa
memecahkan soal ini dengan mempergunakan skema-skema yang
sudah dimiliki secara mental, dan tidak hanya dengan
gerak-gerik yang terlihat.
Contoh lain dapat dilihat pada anak-anak yang meniru
gerak atau teriakan anak-anak lain. Seorang anak yang
mengamati bagaimana seorang anak lain ditolong untuk
keluar dari tempatnya, setelah ia misalnya berteriak-
teriak dan menyepak-nyepak benda yang menghalangi dan
anak tersebut belum pernah melihatnya sebelumnya. Pada
saat lain, satu atau dua hari setelah ia melihat kejadian
itu, ia bisa mempertunjukkan gerak-gerik yang pernah
dilihatnya. Anak ini memperlihatkan ada hal-hal yang
simbolik tersimpan dalam ingatannya. Melalui gerak-gerik
lunak dan sedikit dari otot-ototnya ketika ia melihat
kejadian itu, si anak menanamkan dasar untuk menirunya
pada waktu yang lain.
Menurut Piaget pada masa sensori-motor ini
berkembanglah kemampuan khusus yakni kemampuan dalam
mempersepsikan ketetapan obyek (object permanence).
Ketetapan dalam obyek diartikan bahwa obyek-obyek akan
tetap ada meskipun tidak lagi berada dalam lapangan
persepsi. Pada anak kemampuan ini berkembang secara
bertahap, yakni :
1. Sub-masa pertama: obyek-obyek yang dilihatnya adalah
yang ada dalam lapangan penglihatannya. Obyek-obyek
yang berada di luar lapangan penglihatan tidak
diperdulikannya. Termasuk wajah ibunya yang dilihat
oleh bayi, tetapi tidak dilihat bila wajah ibunya
meninggalkan lapangan penglihatannya, dan tidak ada
keinginan untuk mencari.
2. Sub-masa kedua ditandai oleh harapan yang pasif. Untuk
beberapa saat bayi akan menoleh atau memandang ke arah
obyek yang menghilang. Seakan-akan bayi masih menanti
obyek itu akan kembali, tetapi tidak aktif. Misalnya
bayi menggoyang-goyangkan mainan dan jatuh ke lantai.
Bayi akan meneruskan menggoyang-goyangkan tangan dan
tidak melihat ke arah mainan yang ada di lantai.
3. Sub-masa ketiga memperlihatkan perkembangan yang baru.
Bayi mulai terlatih pada obyek-obyek di luar dirinya.
Kalau mainan jatuh di luar lapangan penglihatannya, ia
akan melihat ke tempat mainan itu jatuh. Hanya saja,
hal ini masih terbatas pada obyek yang oleh dia
sendiri menyebabkan berpindah tempat. Bayi bisa
menemukan obyek-obyek yang sebagian tersembunyi atau
tertutup. Ini permulaan kemampuan dalam mempersepsikan
ketetapan dalam obyek. Kalau obyeknya sama sekali
tidak ada, bayi tidak akan mencarinya, misalnya bila
obyek tersebut disingkirkan atau dipindahkan ke tempat
lain oleh orang lain.
4. Sub-masa keempat : bayi sudah bisa menemukan obyek
yang seluruhnya tidak berada dalam lapangan
penglihatannya, jadi yang tersembunyi. Bayi akan
menyingkirkan selimut yang menutupi mainan dan
mengambilnya. Bayi akan menyingkirkan benda-benda yang
menghalangi atau menutupi yang dibuat oleh orang lain
pada obyek yang diinginkan. Tetapi kemampuan ini masih
sederhana. Kalau obyeknya dipindahkan ke tempat lain,
bayi masih mencarinya ke tempat semula, dan belum bisa
merangkaikan pemindahan-pemindahan tempat.
5. Sub-masa kelima : anak-anak sudah bisa melihat
rangkaian obyek-obyek yang dipindahkan selama obyek-
obyek itu masih dapat dilihat ketika dipindah-
pindahkan.
6. Pada sub-masa keenam barulah anak bisa menemukan
obyek-obyek yang tidak ada dalam lapangan persepsinya,
tertutup atau tersembunyi di suatu tempat, artinya
anak mampu mempersepsikan ketetapan dalam obyek. Pada
permulaan kehidupannya, bayi belum bisa memisahkan
antara dirinya dan obyek-obyek di luar dirinya,
sebaliknya pada akhir masa sensori-motor obyek-obyek
dipersepsikannya sebagai terpisah dan tetap.
Sejalan dengan perkembangan kemampuan dalam
mempersepsikan ketetapan dalam obyek-obyek, anak
memperkembangkan pengertian-pengertian mengenai dirinya
sendiri sebagai makhluk yang bebas.
Keterangan mengenai perkembangan pada masa sensori-
motor ini dapat diringkas sebagai berikut :
Sub-masa Umur Kekhususan1. Modifikasi
dari refleks-
refleks
0 – 1 bulan Refleks menjadi lebih
efisien dan terarah
2. Reaksi
pengulangan
1 – 4 bulan Pengulangan gerak-gerik
yang menarik pada
pertama tubuhnya3. Reaksi
pengulanga
kedua
4 – 10
bulan
Pengulangan keadaan
atau obyek yang menarik
4. Koordinasi
reaksi-reaksi
sekunder
10 – 12
bulan
Menggabungkan beberapa
skema untuk memperoleh
sesuatu5. Reaksi
pengulangan
ketiga
12 – 13
bulan
Bermacam-macam
pengulangan untuk
memperoleh hal-hal yang
baru6. Permulaan
berpikir
18 – 24
bulan
Berpikir dahulu sebelum
bertindak
2. Tahap pre operasi (pre operational stage/2-7 thn)
Adapun ciri-ciri tahap perkembangan pre operasi
adalah sebagai berikut:
a. Sebaran umur sekitar 2 – 7 tahun; tahap berpikir pre
konseptual sekitar 2 –4 tahun dan tahap berpikir
intuitif sekitar 4 – 7 tahun.
b. Pada tahap pre konseptual memungkinkan representasi
sesuatu itu dengan bahasa, gambar, dan permainan
khayalan.
c. Anak mengaitkan pengalaman yang ada pada dunia luar
dengan pengalaman pribadinya.
d. Pada tahap ini, anak tidak dapat membedakan antara
kejadian-kejadian yang sebenarnya (fakta) dengan
khayalannya (fantasi). Oleh karena itu, jika dia
berdusta “berdustanya” itu bukan karena moralnya jelek,
tetapi karena kelemahannya.
Dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit
menerima pendapat orang lain. Tahap ini adalah tahap
dimana anak mulai melakukan persiapan dalam
pengorganisasian operasi konkret. Tahap perkembangan ini
dapat dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, tahap berpikir
pre konseptual (sekitar usia 2 – 4 tahun), dimana
representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar
dan permainan khayalan. Kedua, tahap berpikir intuitif
(sekitar usia 4 – 7 tahun), dimana pada tahap ini
representasi suatu objek didasarkan pada persepsi
pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.
Perkembangan yang jelas terlihat pada masa ini,berbeda dengan masa sebelumnya. Ialah kemampuanmempergunakan simbol. Fungsi simbolik, yakni kemampuanuntuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak terlihatdengan sesuatu yang lain atau sebaliknya sesuatu halmewakili sesuatu yang tidak ada. Fungsi simbolik ini bisanyata atau abstrak. Misalnya pisau yang terbuat dariplastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yangsesungguhnya. Kata pisau sendiri bisa mewakili sesuatuyang abstrak seperti misalnya bentuknya atau tajamnya.Demikian pula tulisan pisau akan memberikan tanggapan
tertentu. Dengan berkembangnya kemampuanmensimbolisasikan ini, anak memperluas ruang lingkupaktivitasnya yang menyangkut hal-hal yang sudah lewat,atau hal-hal yang akan datang, disamping tentu saja hal-hal yang sekarang.
Sebagaimana diketahui, pada akhir masa sensori-motor,anak sudah mulai mempergunakan fungsi simbolik, antaralain terlihat dengan kemampuannya untuk melakukan hal-halyang sudah lewat, sebagai hasil mengamati sesuatumisalnya gerak-gerik motorik. Pada anak sudah mulai adakegiatan-kegiatan mental berupa rangkaian simbol-simbol,jadi untuk mewakili sesuatu yang tidak ada, meskipunmasih sangat sederhana.
Pada masa pra-operasional ini, anak bisa menemukanobjek-objek yang tertutup atau tersembunyi. Untuk bisamelakukan ini, anak harus bisa melakukan simbolisasiterhadap objek yang tidak ada atau yang tidakdiketahuinya ketika terjadi pemindahan objek. Anak jugasudah bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru ataumengamati sesuatu model tingkah laku. Ia memperlihatkansuatu tingkah laku sebagaimana tingkah laku yang samadiperlihatkan oleh anak atau orang lain pada waktu yangsudah lewat. Agar bisa melakukan ini, anak harusmembentuk tanggapan internal terhadap sesuatu tingkahlaku yang dilihatnya. Sebab, anak tidak langsung menirumodel tingkah laku melainkan ia mengamati, menyimpan danpada saat lain memperlihatkan sesuatu kembali(memproduksikan).
Perkembangan kemampuan mensimbolisasikan sesuatu initerlihat pula pada permainan yang dilakukan anak-anak,misalnya kursi yang dijadikan kereta api, pensil yang
dianggap pistol, dan bermacam-macam lagi. Selain itu,penggunaan kata-kata merupakan rangkaian simbol-simbolyang tersusun, untuk mengungkapkan sesuatu baik mengenaisesuatu yang tidak terlihat dan tidak dapat langsungdiamati, maupun mengenai sesuatu yang benar benarabstrak, seperti kata kemarin, nanti, atau besok
Pada masa ini pula anak mulai mengerti dasar-dasarmengelompokkan sesuatu, mula-mula dengan satu dimensi.Misalnya, mengelompokkan benda-benda berdasarkan warnanyaatau ukurannya dan bentuknya saja. Semakin lama semakinmampu memperkembangkan kemampuan mengelompokkan ini atasdasar dua dimensi, tiga dimensi, dan seterusnya. Padaakhir masa pra-operasional ini dasar-dasar mengelompokkanbenda atas dasar sifat-sifat khusus, dan benda-bendatersebut sudah bisa dilakukan, tetapi baru dengan satudimensi saja. Piaget mengatakan anak-anak pada masa pra-operasional belum bisa memusatkan perhatian pada duadimensi yang berbeda secara serempak. Hal inidiistilahkan memusat (centration) yang mempunya tigaaspek, yaitu:
a. Menyusun benda-benda dalam urutan-urutan sesuaidengan ukuran. Pada masa pra-opercasional, anakbaru bisa merangkaikan dua benda yang adahubungannya dengan ukuran misalnya tongkat (a)lebih pendek dari tongkat (b), atau (b) lebihpendek dibanding (c). tetapi, anak pada masa initidak bisa merangkaikan benda-benda menjadi suatususunan misalnya sejumlah tongkat, yang palingpendek sampai yang paling panjang. Hal ini karenapada anak baru bisa memusatkan satu hubungan padasatu saat dan belum bisa memilih secarakeseluruhan.
Gambar (kiri ke kanan) : tongkat (c), (a), (b)
b. PengelompokkanPengelompokkan ini dapat dicontohkan
berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Piagetkepada anak-anak diperlihatkan 20 kuncup kembangsemuanya terbuat dari kertas, 18 berwarna coklat,dan 2 berwarna putih.
Kepada anak-anak dinyatakan :”mana yang lebihbanyak, kuncup kembang yang berwarna coklat ataukuncup kembang yang terbuat dari kertas?”
Jawaban sungguh menarik. Anak-anak pada masapra-operasional akan lebih banyak menjawab kuncupkembang yang berwarna coklat. Mereka tertarik padajumlah yang banyak berupa kuncup kembang berwarnacoklat dibandingkan dengan kuncup kembang berwarnaputih yang kurang jumlahnya, sehingga tidakterlihat bahwa warna coklat dan warna putih adalahbagian keseluruhan atau pengelompokkan yang lebihbesar yakni kuncup kembang dari kertas.
c. KonservasiPada masa pra-operasional kemampuan untuk
mengkonservasikan angka-angka belum bisa dilakukan.Contoh perubahan sebagai berikut : kepada
seorang anak umur tiga atau empat tahundiperlihatkan diperlihatkan dua biji dam. Satuderet terdiri dari enam biji dam yang berwarna
putih. Deret lain disusun sejajar, terdiri atasenam biji dam yang berwarna putih . deret laindisusun sejajar ,terdiri atas enam biji damberwarna hitam. Kedua deretan biji dam samapanjangnya.
Kepada anak diterangkan apakah kedua deretanitu sama panjang, apakah deretan yang putih lebihpanjang. Anak menjawab bahwa kedua deretan samapanjangnya. Kemudian dihadapan anak, biji-biji damyang berwarna hitam diubah jarak deretanya menjadilebih panjang dari semula, dan dengan sendirinyaderetan juga menjadi lebih panjang. Kepada anakditanyaan ulang apakah biji dam hitam samabanyaknya atau lebih banyak daripada biji damputih, maka anak menjawab : biji dam hitam lebihbanyak, karena lebih panjang. Anak mungkin akanmenjawab biji dam putih lebih banyak, karena lebihpadat. Keduanya jelas salah .
Piaget sendiri melakukan percobaan dengamemperlihatkan dua gelas berisi cairan yang samatingginya. Kepada anak ditanyakan apakah kedua
gelas berisi jumlah cairan yang sama dan anakitupun mudah menjawabnya. Berikutnya kepada anakdiminta untuk menuang sendiri salah satu isi darikedua gelas itu ke gelas lain yang lebih pendek danlebih besar.
Kepada anak ditanyakan ulang, mana yng lebihbanyak isinya :gelas yang semula atau yang baru.
Anak menjawab bahwa cairan pada gelas semulalebih banyak , karena permukaan cairan pada gelaslebih tinggi. Disini terlihat kemampuan anak yangterpusat hanya pada satu dimensi persepsi saja,yakni tinggi .
Pada umumnya berdasarkan hasil-hasil penelitianyang sudah dilakukan, kemampuan menkonversasikanangka dan isi baru biasa dilakukan oleh anak-anakberumur tujuh tahun.
3. Tahap operasi kongkrit (concrete operational stage/7-12
thn)
Adapun ciri-ciri anak tahap operasi kongkrit adalah
sebagai berikut:
a. Umur dari sekitar 7 – 11 atau 12 tahun, kadang-
kadang lebih.
b. Pada permulaan tahap ini, egoismenya mulai
berkurang.
c. Dapat mengelompokkan benda-benda yang mempunyai
beberapa karakteristik ke dalam himpunan dan
himpunan bagian dengan karakteristik khusus dan
dapat melihat beberapa karakteristik suatu benda
secara serentak.
d. Mampu berkecimpung dalam hubungan kompleks antara
kelompok-kelompok.
Pada tahap ini, anak dapat memahami operasi (logis)
dengan bantuan benda-benda kongkrit. Yang dimaksud
operasi dengan bantuan benda-benda kongkrit disini adalah
tindakan atau perbuatan mental mengenai kenyataan dalam
kehidupan nyata. Anak tidak perlu selalu dengan bantuan
benda-benda kongkrit ketika melakukan operasi.
Pada masa ini anak-anak sudah mulai bisa melakukan
bermacam-maccam tugas yang konkrit, misalnya tugas untuk
menyusun tongkat-tongkat dan menjawab pertanyaan mengenai
konservasi angka maupun isi dengan benar.
Menurut Piaget anak-anak pada masa konkrit
operasional ini bisa melakukan tugas-tugas konservasi
dengan baik, karena anak-anak pada masa ini telah
mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan
operasi-operasi yakni:
a. Negasi :Pada masa pra-operasional anak hanya melihat atau
memperhatikan keadaan permuaan dan keadaan akhir pada
deretan benda yaitu pada mulanya keadaannya sama dan
pada akhirnya keadaannya menjadi tidak sama. Anak-anak
tidak melihat apa yang terjadi di antaranya.
Pada masa konkrit-operasional anak telah mengerti
proses apa yang terjadi diantara kegiatan itu dan
memahami hubungan-hubungan antara keduanya. Pada
deretan benda-benda anak bisa (melakukan kegiatan
mentalnya) mengembalikan atau membatalkan perubahan
yang terjadi sehingga bisa menjawab bahwa jumlah
benda-benda (misalnya biji-biji damnya) adalah tetap
sama.
b. Hubungan timbal balik (Resiprokasi)
Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-
benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan benda-
benda bertambah panjang tetapi tidak rapat lagi
dibandingkan dengan deret yang lain. Karena anak
mengetahui hubungan timbal balik antara panjang tetapi
lebih rapat, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-
benda yang ada pada kedua deretan itu sama.
c. Identitas
Anak pada masa konkrit-operasional ini sudah bisa
mengenal satu persatu benda-benda yang ada pada
deretan-deretan itu. Anak bisa menghitung, sehingga
meskipun benda-benda dipindahkan, anak mengetahui
bahwa jumlah tetap sama.
Setelah mampu mengkonservasikan angka, maka anak
bisa mengkonservasikan dimensi-dimensi lain seperti
isi dan panjang. Kemampuan si anak untuk melakukan
“operasi-operasi” mental dan kognitif memungkinkan
anak mengadakan hubungan yang lebih luas dengan
dunianya. Operasi sebagaimana disebutkan diatas, yang
merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam
diri anak, memungkinkan pula anak mengetahui sesuatu
perbuatan tanpa melihat perbuatan tersebut
ditunjukkan. Dengan demikian anak mempunyai struktur
kognitif yang memungkinkannya bisa berpikir untuk
melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak
secara nyata. Hanya apa yang dapat dipikirkan oleh
anak masih terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya
dengan sesuatu yang konkrit, suatu realitas secara
fisik, benda-benda yang benar-benar nyata. Benda-benda
atau kejadian-kejadian yang tidak ada hubungannya
secara jelas dan konkrit dengan realitas, masih sulit
dipikirkan oleh anak.
Hal lain yang masih membatasi kemampuan berpikir
konkrit ialah apa yang oleh D. Elkind (1967) disebut
egosentrisme. Egosentrisme dalam arti kurang mampunya
si anak membedakan antara perbuatan-perbuatan serta
obyek-obyek yang secara langsung dialami dengan
perbuatan-perbuatan atau obyek-obyek yang hanya ada
dalam pikiran anak. Hal ini terlihat kalau kepada anak
hanya ada dalam pikiran anak. Hal ini terlihat kalau
kepada anak diberikan soal untuk dipecahkan, ia tidak
akan mulai dari sudut obyeknya melainkan ia akan mulai
dari dirinya sendiri. Titik tolaknya adalah dirinya
sendiri untuk menghadapi apa yang ada atau terjadi di
luar dirinya.
Egosentris pada anak terlihat dari ketidak
mampuannya untuk melihat pikiran dan pengalam sebagai
dua gejala yang masing-masing berdiri sendiri. Dalam
perkembangan kognitif lebih lanjut anak-anak akan
mencapai kemampuan untuk berpikir dalam dua komponen,
yakni pikirannnya mengenai realitas dan realitasnya
sendiri.
4. Tahap operasi formal (formal operational stage/ 12 tahun ke
atas)
Adapun ciri-ciri tahap operasi formal adalah sebagai
berikut:
a. Tidak memerlukan perantara operasi konkret lagi
untuk menyajikan abstraksi mental secara verbal.
b. Mulai belajar merumuskan hipotesis (perkiraan)
sebelum ia berbuat.
c. Dapat merumuskan dalil/teori, menggeneralisasikan
hipotesis, dan mengetes bermacam hipotesis.
d. Dapat berpikir deduktif dan induktif, dapat memberikan
alasan-alasan dari kombinasi pernyataan dengan
menggunakan konjungsi, disjungsi, negasi, dan
implikasi, serta memahami induksi matematika.
Pada tahap ini, anak dapat memahami operasi (logis)
dengan bantuan benda-benda kongkrit. Yang dimaksud
operasi dengan bantuan benda-benda kongkrit disini adalah
tindakan atau perbuatan mental mengenai kenyataan dalam
kehidupan nyata. Anak tidak perlu selalu dengan bantuan
benda-benda kongkrit ketika melakukan operasi.
Masa ketika seorang anak memperkembangkan kemampuan
kognitif untuk berpikir abstrak dan hipotetis. Pada masa
ini anak bisa memikirkan hal- hal apa yang akan atau
mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak dan menduga apa
yang terjadi. Ia bisa mengambil kesimpulan dari suatu
pernyataan: “ kalau Nanin lebih kurus dari Ralph dan
Nanin lebih gemuk dari Sanya, maka siapakah yang paling
kurus dan siapakah yang paling gemuk”. Anak- anak pada
masa konkrit- operasional baru bisa menjawab pertanyaan
ini setelah ia melihat Nanin, Ralph, dan Sanya berdiri
berjajar. Tetapi anak pada masa formal operasional bisa
mengambil kesimpulan dalam pikiran mereka. Perkembangan lain pada masa anak atau bisa disebut
masa remaja ini ialah kemampuan untuk berpikir
sistematik, bisa memikirkan semua kemungkinan secara
sistematik untuk memecahkan sesuatu persoalan. Kalau pada
suatu saat mobil yang ditumpangi oleh seseorang anak yang
sedang berada pada masa konkrit- operasional mogok, maka
anak tersebut segera mengambil kesimpulan bahwa bensinya
habis, karena itu mogok. Barangkali ia sering mengalami
hal ini; sering ia menghubungkan sebab- akibat hanya
dengan satu rangkaian saja. Pada remaja ia bisa
memikirkan beberapa kemungkinan yang bisa menjadi sebab
mengapa mobil mogok, misalnya karena businya mati karena
platinannyadan sebab- sebab lain yang memberikan dasar
bagi pemikirannya.
Contoh lain diberikan dari percobaan Piaget dan
Inhelder (1955) sebagai berikut: Kepada anak- anak
diberikan empat tabung yang diberi nomor 1, 2, 3, dan 4
dab berisikan cairan yang tidak berwarna. Kepada mereka
juga diberikan kaleng kecil dengan tanda g, berisikan
cairan yang tidak berwarna. Kepada anak- anak diminta
untuk mencampur cairan- cairan tersebut agar diperoleh
cairan dengan warna kuning.
Anak- anak pada masa pra- operasional akan
mencampur- baur cairan dari yang satu ke yang lain secara
tidak teratur. Anak- anak pada masa konkrit- operasional
sudah lebih teratur. Pada umumnya mereka coba dengan
menuangkan kaleng dengan tanda ke tabung 1, tabung 2,
tabung 3, dan tabung 4 dan setelah itu menyerah. Biasanya
mereka akan menjawab hanya itu yang bisa dilakukan. Hal
ini sesuai dengan tingkat- tingkat perkembangan yang baru
bisa menyusun dua dimensi pada satu waktu dan
kemungkinan- kemungkinan yang lebih luas belum bisa di
coba.
Pada masa formal-operasional, mereka sudah bisa
berpikir sistematik, dengan melakukan bermacam- macam
penggabungan dan diluar hasilnya, sehingga berhasillah
apa yang ditugaskan. Pada masa ini remaja juga sudah bisa
memahami adanya bermacam- macam aspek pada suatu
persoalan yang dapat diselesaikan seketika, sekaligus.
Tidak lagi satu persatu seperti yang biasa dilakukan
anak- anak pada masa konkrit-operasional. Dari ini
terlihat pula bahwa perkembangan kognitif pada masa
formal- operasional mencapai tingkatan tertinggi pada
keseimbangan dalam hubungannya dengan lingkungan. Remaja
memasuki duniannya dengan segala macam kemungkinan dan
kebebasan untuk memikirkan sendiri. Seiring dengan ini
muncul kembali sifat egosentrisme. Angan angannya banyak
dan ia tidak melihat kemungkinan- kemungkinan untuk
mencapainya. Dunia khayal lebih memusat dari dunia
realitas. Hal ini akan berubah ketika remaja mulai
memasuki dunia dewasa, bila mereka mulai menyadari
keterbatasan baik yang ada pada drinya, maupun yang
berhubungan dengan realitas di lingkuangan hidupnya.
Perkembangan kognitif Piaget, secara skematis dapat
digambarkan sebagai berikut:
Tahap Masa Umur Kekhususan I sensori-
motor
0-2,0 th. Perkembangan skema
melalui refleks-
refleks untuk
mengetahui dunianya.
Mencapai kemampuan
dalam memprersepsikan
ketetapan dalam obyek.II Pra-
operasional
2,0-7,0 th. Penggunaan simbol dan
penyusunan tanggapan
internal, misalnya
dalam permainan,
bahasa, dan peniruan.III Konkrit-
operasional
7,0-11,0 th. Mencapai kemampuan
untuk berpikir
sistematik terhadap
hal- hal atau obyek-
obyek yang konkrit.
Mencapai kemampuan
mengkonservasikan. IV.Formal-
operasioanal
11,0- dewasa Mencapai kemampuan
untuk berpikir
sistematik terhadap
hal- hal yang abstrak
dan hipotetis.
Kelebihan teori perkembangan Piaget adalah
kejeniusannya dalam mengobservasi anak. Observasi-
observasinya yang sangat teliti telah mendemonstrasikan
langkah baru dalam menemukan bagaimana anak-anak
berperilaku dan beradaptasi dengan perkembangan, seperti
perpindahan dari tahap pemikiran praoperasional menuju
operasional konkret (Haith dan Benson, dalam Santrock:
2007).
Sedangkan kelemahan teori Piaget ini adalah setiap
umur tidak bisa menjadi patokan utama seseorang berada
pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri
perkembangan setiap individu yang bersangkutan. Bisa saja
seorang anak akan mengalami tahap praoperasional lebih
lama dari pada anak yang lainnya sehingga umur bukanlah
patokan utama.
Implementasi Pada Pembelajaran
Penerapan teori perkembangan kognitif Piaget di
kelas adalah:
Guru harus mengerti cara berpikir anak, bukan
sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
Agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung
efektif. Metode yang baik digunakan adalah dengan
menemukan (discovery).
Tidak menghukum siswa jika menjawab pertanyaan yang
salah.
Menekankan kepada para siswa agar mau menciptakan
pertanyaa-pertanyaan dari permasalahan yang ada serta
pemecahan permasalahannya.
Membimbing siswa dalam menemukakan dan menyelesaikan
masalahnya sendiri.
Menghindari istilah-istilah teknis.
Menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir
anak karena Bahasa dan cara berpikir anak berbeda
dengan orang dewasa.
Menganjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka
sendiri.
Memilih pendekatan yang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan
baru tetapi tidak asing.
Memberi peluang agar anak belajar sesuai tahap
perkembangannya. Di beri peluang untuk berbicara dan
diskusi dengan temannya.
4. Penutup
Kesimpulan
Teori perkembangan piaget adalah salah satu teori yang
menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dan
menginterprestasikan objek dan kejadian-kejadian di
sekitarnya. Piaget memandang bahwa anak memainkan peran
aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas,
anak tidak pasif menerima informasi. 4 Konsep yang
terdapat pada perkembangan Piaget dalam menerima
informasi atau situasi yang baru, yaitu: skema,
asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi.
Tahapan-tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget
meliputi: Tahap sensori motorik (sensori motor stage/ 0-2 thn),
Tahap pre operasi (pre operational stage/2-7 thn), Tahap operasi
kongkrit (concrete operational stage/7-12 thn), dan Tahap operasi
formal (formal operational stage/ 12 tahun ke atas).
Implementasi perkembangan kognitif Piaget dapat
dilakukan dengan : Guru harus mengerti cara berpikir
anak,. Metode yang baik digunakan adalah dengan menemukan
(discovery). Tidak menghukum siswa jika menjawab
pertanyaan yang salah. Menekankan kepada para siswa agar
mau menciptakan pertanyaa-pertanyaan dari permasalahan
yang ada serta pemecahan permasalahannya
Daftar Pustaka
Desmita, 2007, Psikologi Perkembangan : PT Remaja Rosdakarya,
Bandung
D. Gunarsa, Singgih, 1982, Dasar Dan Teori Perkembangan Anak,
Jakarta:PT BPK Gunung Mulia
Farida Harahap, M.Si, Perkembangan Kognitifteori Piaget
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-
perkembangan-kognitif-jean-piaget-dan-implementasinya-
dalam-pendidikan-346946.html
Teori Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget
Makalah
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perkembangan Peserta Didik
Yang dibina oleh Oktavia Sulistina, S.pd, M.Pd
Oleh:
Illiyin Frizki Aprilian 140331600558
Isnadia Ayu Fadilla Rahma 140331602797
Linda Ratna Nirmala 140331601382
Nur Kholish Amrullah 140331605184
Putri Wahyuning Tyas 140331606689
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
2015