+ All Categories
Home > Documents > Makalah Ketergantungan dan Keterbelakangan

Makalah Ketergantungan dan Keterbelakangan

Date post: 14-Nov-2023
Category:
Upload: universitasmuhammadiyahmataram
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
24
MAKALAH TEORI KETERBELAKANGAN DAN KETERGANTUNGAN Oleh Kelompok III Nama : Muhammad Nur Rizqi Amir Musa│NIM : 41502A0008 FAKULTAS TEKNIK PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM TAHUN 2015
Transcript

MAKALAH

TEORI KETERBELAKANGAN DAN KETERGANTUNGAN

Oleh

Kelompok III

Nama : Muhammad Nur Rizqi Amir Musa│NIM : 41502A0008

FAKULTAS TEKNIK

PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

TAHUN 2015

KATA PENGGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan Penyusun kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada kedua Orang Tua penyusun yang telah membesarkan dan membimbing penyusun hingga bisa seperti ini. Tidak lupa juga penyusun mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada Budi Wiryono SP, MP Selaku Dosen Pembimbing Ilmu Sosial Budaya Dasar yang telah membimbing penyusun yang memberi penyusun ilmu tentang Ilmu Sosial Budaya Dasar, penyusun juga bersyukur diberi tugas makalah tentang “Teori Keterbelakangan dan Ketergantungan” yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan penyusun dan pembaca.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Teori Keterbelakangan dan Ketergantungan”, yang Penyusun sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang “Teori Keterbelakangan dan Ketergantungan” yang sangat bermanfaat bagi penyusun dan Penyusun dapat mengetahui apa itu Teori Keterbelakangan dan Ketergantungan dan bagaimana sejarahnya, yang menambah wawasan bagi penyusun dan pembaca.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

Mataram, November 2015

Penyusun

Kelompok VI

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

            1.1 Latar Belakang .................................................................... 1

            1.2 Perumusan Masalah ............................................................ 2

            1.3 Tujuan.................................................................................. 2

BAB II LANDASAN TEORI  ............................................................ 3

2.1 Pengertian teori ketergantungan .................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN...................................................................... 6

A. Sejarah dan asumsi dasar Teori Dependensi (Ketergantungan)

…..................................................................... 6

            B. Beberapa tokoh dari teori Dependensi (Ketergantungan)....... 8

            C. Kelemahan dan kekuatan dari Teori Ketergantung................. 12

            D. Sistem Pembangunan di Indones............................................. 12

E. Faktor penghambat penerapan Teori Ketergantungan di

Indonesia.................................................................................. 13

            F. Revolusi Ketergantungan Internasional …………................... 15

BAB IV PENUTUP................................................................................... 20

            A. Kesimpulan ............................................................................... 20

            B. Saran........................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 21

ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, Indonesia berada di era globalisasi. Globalisasi merupakan

keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia

melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer dan bentuk-bentuk

interaksi yang lain, sehingga sepertinya batas antara negara tidak ada. Globalisasi

ini juga didukung dengan teknologi yang semakin  canggih, bisa kita lihat

bagaimana informasi di penjuru dunia yang satu dengan lainnya sangat cepat

diketahui. Inilah pengaruh dari adanya teknologi.

Di era globalisasi ini sepertinya sangat sulit bagi suatu negara untuk

melepaskan diri dengan negara lain. Hubungan antar negara sepertinya menjadi

keharusan. Sehingga apa yang dikatakan oleh Andre Gunder Frunk mengenai

teori ketergantungan depensi tidak akan bisa diaplikasikan dalam keadaan negara

saat ini. Andre Gunder Frunk mengatakan bahwa negara berkembang dan

terbelakang harus memutuskan hubungan dengan negara maju supaya bisa maju.

  Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional juga tidak lumput dari

namanya pengaruh luar. Dulu Bung Karno di awal kemerdekaan mengatakan

Indonesia harus menjadi bangsa/negara yang berdikari. Berdikari maksudnya

adalah mampu untuk mengolah dan memajukan wilayah NKRI dengan cara tidak

bergantung kepada orang luar (asing).

Namun setelah Soekarno digantikan oleh Soeharto, ada perubahan orientasi.

Soeharto sangat membuka peluang asing untuk masuk berinvestasi ke Indonesia.

Inilah awal dari perusahaan asing masuk dalam membangun Indonesia.

Indonesia bisa dikatakan sebagai negara yang memiliki hubungan yang sangat

strategis dengan negara lain. Banyak organisasi dunia yang diikuti oleh Indonesia,

seperti PBB, APEC dan ASEAN. Dengan masuknya Indonesia keranah organisasi

tersebut maka Indonesia sudah menjadi bagian dari mereka.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji adalah

sebagai berikut:

1.      Mungkinkah Indonesia menerapkan teori ketergantungan?

2.     Apakah teori ketergantungan bertentangan dengan teori pembangunan di

Indonesia?

1.3 Tujuan

a.  Tujuan Umum

Untuk lebih mengerti dan memahami tentang teori pembangunan, khususnya teori

ketergantungan.

b. Tujuan Khusus :

1.     Meningkatkan pengetahuan tentang teori ketergantungan dan keterbelakangan,

2.     Memberikan pandangan mengenai apakah Indonesia bisa menerapkan teori

ketergantungan atau tidak, dan

3.     Memenuhi tugas dari dosen

BAB II

LANDASAN TEORI

1.   Pengertian Teori Ketergantungan

Dalam belajar teori pembangunan pastinya dipelajari teori ketergantungan.

Teori ketergantungan dikemukakan oleh banyak ahli, diantaranya Andre Gunder

Frunk, Fernando H. Cardoso, Samir Amin, Paul Baran, Paul Prebisch dan

Theotonio Dos Santos. Ahli ini memiliki pandangan tersendiri mengenai teori

ketergantungan

Teori dependensi  berarti adanya ketergantungan dari satu pihak terhadap

pihak lain didasarkan pada factor-faktor tertentu. Lahirnya teori ini merupakan

efek dari kapitalisme, globalisasi, dan imperialisme moderen. Teori ini

berkembang di Amerika Latin sekitar tahun 1960 yang berasal dari sejarah

Keterbelakangan negara-negara Amerika Latin yang secara tidak sengaja

terkoneksi dengan sistem ekonomi dunia yang kapitalis, sehingga mereka menjadi

negara-negara pinggiran dari negara-negara kapitalis.  Teori Dependensi lebih

menitik beratkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia

Ketiga. Teori ini mencermati hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga

dengan negara sentral di Barat sebagai hubungan yang tak berimbang dan

karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan Dunia Ketiga.

Negara sentral di Barat selalu dan akan menindas negara Dunia Ketiga dengan

selalu berusaha menjaga aliran surplus ekonomi dari negara pinggiran ke negara

sentral.

Dalam teori ketergantungan juga mencakup teori keterbelakangan

(underdevelopment). Menurut Andre Gunder Franks, Keadaan “underdeveloped”

ialah ketika masyarakat itu kontak dengan negara maju (developed) dan terjadi

penjajahan dan ketergantungan.

Sedangkan Frank secara tegas menjelaskan mengenai pokok-pokok

pikiran dari teori underdevelopment, yaitu sebagai berikut:

Pertama, negara yang secara ekonomi maju tidak

pernah underdeveloped meskipun mungkin pernah

mengalami underveloped . Bersamaan dengan tumbuhnya ekonomi

kapitalis, negara industri maju menyandarkan diri pada kekayaan

sumber daya alam negara Dunia Ketiga.

Kedua, menumpuknya modal merupakan kekuatan pendorong

(driving force) di balik proses ini. Sebagai dampaknya adalah

pedagang, produsen dan banker mencari keuntungan di Dunia

Ketiga.

Ketiga, pedagang, produsen, dan banker bertujuan

mengakumulasikan modalnya di Dunia Ketiga untuk mendapatkan

keuntungan sebesar-besarnya. Hal ini menghasilkan surplus yang

banyak dinikmati oleh negara maju kapitalis (the core).

Pemindahan surplus ke negara-negara maju dimaksudkan untuk

mempertahankan supaya sistem ekonomi Dunia Ketiga (periphery)

tetap berorientasi ke luar melalui ekspor komoditinya dan impor

barang siap pakai. Maka industrialisasi Dunia Ketiga akan tetap

tergantung pada kekuatan luar (external forces) berupa

ketergantungan bidang teknologi.

Keempat, dinamika internal sistem ekonmi juga dikembangkan di

antara Dunia Ketiga, yaitu dengan memperkuat sistem

ketergantungan. Upah diupayakan serendah mungkin. Pasar

domestic (internal market) dibatasi melalui cara pembelanjaan

income di negara maju oleh kalangan elite kaya di Dunia Ketiga.

Polarisasi kekayaan yang dimiliki negara maju tidak dapat

dihindarkan sehingga elite domestk (domestic elites) hanya

berperan sebagai junior partners. Pasar di negara Dunia Ketiga

tidak lebih dari perwujudan tuntutan elite setempat.

Kelima, kelompok kapitalis Dunia Ketiga yang

mempunyai priviliged justru mengadakan hubungan dengan kaum

borjuasi di negara maju, sehingga dimungkinkan berkembangnya

negara-negara dengan sistem kolonial, neo-kolonial dan semi

kolonial, sebagai perwujudan bentuk kerja sama tersebut

Keenam, sistem kapitalis dunia merupakan hasil dari suatu sistem

yang ingin mempertahankan dominasinya atas Dunia Ketiga. Oleh

sebab itu, otonomi penuh bagi Dunia Ketiga tidak akan terwujud.

Ketujuh, Dunia Ketiga akan mengalami pembangunan ekonomi

yang pesat, apabila hubunagnnya dengan industri kapitalis mulai

berkurang.

Namun teori ketergantungan secara garis besar bisa dibagi menjadi dua

macam, yaitu:

1)    Teori Depensi Klasik

Teori ini digagas oleh Andre Gunder Frunk, yang menyatakan bahwa

kapitalisme global akan membuat ketergantungan masa lalu dan sekarang oleh

karena itu negara yang tidak maju dan berkembang harus memutuskan hubungan

dengan negara maju supaya negara berkembang bisa maju.  

2)    Teori Depensi Modern

Teori ini digagas oleh Fernando Henrigue Cardoso, teori ini menyatakan

bahwa antara negara yang satu dengan lainnya perlu kerjasama dengan melihat

karakteristik histori dari daerah tersebut.

Selain pandangan ke dua tokoh tersebut juga ada beberapa ahli yang

menyatakan tentang teori ketergantungan. Theontonio Dos Santos membagi tiga

bentuk ketergantungan negara ketiga, yaitu ketergantungan kolonial,

ketergantungan finansial-industrial, ketergantungan tekhnologi-industrial.

Sedangkan pendapat dari Raul Prebisch adalah negara-negara dibagi atas

negara maju (industri) dan terbelakang (pertanian), yang saling berdagang. Ada

negara “pusat” dan negara “pinggiran”. Hubungan pusat dan pinggiran tak

seimbang, tidak saling menguntungkan ekploitasi.

BAB III

PEMBAHASAN

A. SEJARAH DAN ASUMSI DASAR TEORI DEPENDENSI

(KETERGANTUNGAN)

Secara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori

Modernisasi membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama

negara di bagian Amerika Latin. Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa

kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi

karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor internal itulah kemudian

negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam

keterbelakangan.

Paradigma inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Teori ini

berpendapat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara

Dunia Ketiga bukan disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut, namun

lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu.

Faktor luar yang paling menentukan keterbelakangan negara Dunia Ketiga adalah

adanya campur tangan dan dominasi negara maju pada laju pembangunan di

negara Dunia Ketiga. Dengan campur tangan tersebut, maka pembangunan di

negara Dunia Ketiga tidak berjalan dan berguna untuk menghilangkan

keterbelakangan yang sedang terjadi, namun semakin membawa kesengsaraan dan

keterbelakangan. Keterbelakangan jilid dua di negara Dunia Ketiga ini disebabkan

oleh ketergantungan yang diciptakan oleh campur tangan negara maju kepada

negara Dunia Ketiga. Jika pembangunan ingin berhasil, maka ketergantungan ini

harus diputus dan biarkan negara Dunia Ketiga melakukan roda pembangunannya

secara mandiri.

Ada dua hal utama dalam masalah pembangunan yang menjadi karakter

kaum Marxis Klasik. Pertama, negara pinggiran yang pra-kapitalis adalah

kelompok negara yang tidak dinamis dengan cara produksi Asia, tidak feodal dan

dinamis seperti tempat lahirnya kapitalisme, yaitu Eropa. Kedua, negara pinggiran

akan maju ketika telah disentuh oleh negara pusat yang membawa kapitalisme ke

negara pinggiran tersebut. Ibaratnya, negara pinggiran adalah seorang putri cantik

yang sedang tertidur, ia akan bangun dan mengembangkan potensi kecantikannya

setelah disentuh oleh pangeran tampan. Pangeran itulah yang disebut dengan

negara pusat dengan ketampanan yang dimilikinya, yaitu kapitalisme. Pendapat

inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi.

Bantahan teori Dependensi atas pendapat kaum Marxis Klasik ini juga ada

dua hal. Pertama, negara pinggiran yang pra-kapitalis memiliki dinamika

tersendiri yang berbeda dengan dinamika negara kapitalis. Bila tidak mendapat

sentuhan dari negara kapitalis yang telah maju, mereka akan bergerak dengan

sendirinya mencapai kemajuan yang diinginkannya. Kedua, justru karena

dominasi, sentuhan dan campur tangan negara maju terhadap negara Dunia

Ketiga, maka negara pra-kapitalis menjadi tidak pernah maju karena tergantung

kepada negara maju tersebut. Ketergantungan tersebut ada dalam format “neo-

kolonialisme” yang diterapkan oleh negara maju kepada negara Dunia Ketiga

tanpa harus menghapuskan kedaulatan negara Dunia Ketiga, (Arief Budiman,

2000:62-63).  

Teori Dependensi kali pertama muncul di Amerika Latin. Pada awal

kelahirannya, teori ini lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang

dijalankan oleh ECLA (United Nation Economic Commission for Latin Amerika)

pada masa awal tahun 1960-an. Lembaga tersebut dibentuk dengan tujuan untuk

mampu menggerakkan perekonomian di negara-negara Amerika Latin dengan

membawa percontohan teori Modernisasi yang telah terbukti berhasil di Eropa.

Teori Dependensi juga lahir atas respon ilmiah terhadap pendapat kaum

Marxis Klasik tentang pembangunan yang dijalankan di negara maju dan

berkembang. Aliran neo-marxisme yang kemudian menopang keberadaan teori

Dependensi ini.

Tentang imperialisme, kaum Marxis Klasik melihatnya dari sudut pandang

negara maju yang melakukannya sebagai bagian dari upaya manifestasi

Kapitalisme Dewasa, sedangkan kalangan Neo-Marxis melihatnya dari sudut

pandang negara pinggiran yang terkena akibat penjajahan. Dalam dua tahapan

revolusi, Marxis Klasik berpendapat bahwa revolusi borjuis harus lebih dahulu

dilakukan baru kemudian revolusi proletar. Sedangkan Neo-Marxis berpendapat

bahwa kalangan borjuis di negara terbelakang pada dasarnya adalah alat atau

kepanjangan tangan dari imperialis di negara maju. Maka revolusi yang mereka

lakukan tidak akan membawa perubahan di negara pinggiran, terlebih lagi,

revolusi tersebut tidak akan mampu membebaskan kalangan proletar di negara

berkembang dari eksploitasi kekuatan alat-alat produksi kelompok borjuis di

negara tersebut dan kaum borjuis di negara maju.

B. BEBERAPA TOKOH DARI TEORI DEPENDENSI (KETERGANTUNGAN)

a. Tokoh utama dari teori Dependensi adalah Theotonio Dos Santos dan Andre

Gunder Frank. Theotonio Dos Santos sendiri mendefinisikan bahwa

ketergantungan adalah hubungan relasional yang tidak imbang antara negara

maju dan negara miskin dalam pembangunan di kedua kelompok negara

tersebut. Dia menjelaskan bahwa kemajuan negara Dunia Ketiga hanyalah

akibat dari ekspansi ekonomi negara maju dengan kapitalismenya. Jika terjadi

sesuatu negatif di negara maju, maka negara berkembang akan mendapat

dampak negatifnya pula. Sedangkan jika hal negatif terjadi di negara

berkembang, maka belum tentu negara maju akan menerima dampak tersebut.

Sebuah hubungan yang tidak imbang. Artinya, positif-negatif dampak 

berkembang pembangunan di negara maju akan dapat membawa dampak

pada negara, (theotonio dos santos, review, vol. 60, 231).

b. Dalam perkembangannya, teori Dependensi terbagi dua, yaitu Dependensi

Klasik yang diwakili oleh Andre Gunder Frank dan Theotonio Dos Santos,

dan Dependensi Baru yang diwakili oleh F.H. Cardoso.

Teori Ketergantungan yang dikembangkan pada akhir 1950an di bawah

bimbingan Direktur Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin, Raul

Prebisch. Prebisch dan rekan-rekannya di picu oleh kenyataan bahwa

pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri maju tidak harus

menyebabkan pertumbuhan di negara-negara miskin. Memang, studi mereka

menyarankan bahwa kegiatan ekonomi di negara-negara kaya sering

menyebabkan masalah ekonomi yang serius di negara-negara miskin.

Kemungkinan seperti itu tidak diprediksi oleh teori neoklasik, yang

diasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi bermanfaat bagi semua, bahkan

jika tidak bermanfaat tidak selalu ditanggung bersama. Penjelasan awal

Prebisch untuk fenomena ini sangat jelas: negara-negara miskin mengekspor

komoditas primer ke negara-negara kaya yang kemudian diproduksi produk

dari komoditas tersebut dan  mereka jual kembali ke negara-negara miskin.

Tiga masalah membuat kebijakan ini sulit untuk diikuti. Yang pertama

adalah bahwa pasar internal negara-negara miskin tidak cukup besar untuk

mendukung skala ekonomi yang digunakan oleh negara-negara kaya untuk

menjaga harga rendah. Isu kedua menyangkut akan politik negara-negara

miskin untuk apakah transformasi menjadi produsen utama produk itu

mungkin atau diinginkan. Isu terakhir berkisar sejauh mana negara-negara

miskin sebenarnya memiliki kendali produk utama mereka, khususnya di

bidang penjualan produk-produk luar negeri. Hambatan-hambatan dengan

kebijakan substitusi impor menyebabkan orang lain berpikir sedikit lebih

kreatif dan historis pada hubungan antara negara-negara kaya dan miskin.

Pada titik ini teori ketergantungan itu dipandang sebagai sebuah cara yang

mungkin untuk menjelaskan kemiskinan terus-menerus dari negara-negara

miskin. Pendekatan neoklasik tradisional mengatakan hampir tidak ada pada

pertanyaan ini kecuali untuk menegaskan bahwa negara-negara miskin

terlambat datang ke praktik-praktik ekonomi yang padat dan begitu mereka

mempelajari teknik-teknik ekonomi modern, maka kemiskinan akan mulai

mereda. Ketergantungan dapat didefinisikan sebagai suatu penjelasan tentang

pembangunan ekonomi suatu negara dalam hal pengaruh eksternal - politik,

ekonomi, dan budaya - pada kebijakan pembangunan nasional (Osvaldo

Sunkel, "Kebijakan Pembangunan Nasional dan Eksternal Ketergantungan di

Amerika Latin," Jurnal Studi Pembangunan, Vol 6,. no. 1 Oktober 1969, hal

23).

1.    Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara

terbelakang harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri substitusi

impor.

2.    Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk

menjawab pertanyaan tentang apa alasan bangsa-bangsa Eropa melakukan

ekspansi dan menguasai negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada tiga

teori:

a.   Teori God: Adanya misi menyebarkan agama.

b.   Teori Glory: Kehausan akan kekuasaan dan kebesaran.

c.   Teori Gospel: Motivasi demi keuntungan ekonomi.

Paul Baran: Sentuhan Yang Mematikan Dan Kretinisme. Baginya

perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan kapitalisme di

negara-negara pusat. Di negara pinggiran, system kapitalisme seperti terkena

penyakit kretinisme yang membuat orang tetap kerdil.

Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai

kelanjutan dari tokoh-tokoh di atas, yakni:

1.    Andre Guner Frank : Pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank

keterbelakangan hanya dapat diatasi dengan revolusi, yakni revolusi yang

melahirkan sistem sosialis.

2.    Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk

ketergantungan, yakni :

a.    Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat

bersifat eksploitatif.

b.    Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan

ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.

c.    Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri

dilakukan melalui monopoli teknologi industri.

                                                  

Enam bagian pokok dari teory independensi adalah :

1.    Pendekatan Keseluruhan Melalui Pendekatan Kasus. Gejala ketergantungan

dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem

dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara

pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme

kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini.

2.    Pakar Eksternal Melawan Internal. Para pengikut teori ketergantungan tidak

sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan

bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya

ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan

ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.

3.    Analisis Ekonomi Melawan Analisi Sosiopolitik. Raul Plebiech memulainya

dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga

bersifat ekonomi. AG Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin

ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori

ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi

analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan

pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis sosiopolitik menekankan

analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara pinggiran.

4.    Kontradiksi Sektoral/Regional Melawan Kontradiksi Kelas. Salah satu

kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang

hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang

memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok

lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso.

5.    Keterbelakangan Melawan Pembangunan. Teori ketergantungan sering

disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan

oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos,

Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa

berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari

pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.

6.    Voluntarisme Melawan Determinisme. Penganut marxis klasik melihat

perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan

berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada

sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui

teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda

dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah

keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara sosialis melalui sebuah

revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristik.

C. KELEMAHAN DAN KEKUATAN TEORI KETERGANTUNGAN

Menurut Robert A. Packenham, teori ketesrgantungan itu memiliki

kelemahan dan kekuatan. Packenham menyebutkan ada 6 kelemahan dari teori

ketergantungan, antara lain:

1.      Menyalahkan hanya kapitalisme sebagai penyebab dari ketergantungan.

2.      Konsep-konsep inti, termasuk konsep ketergantungan itu sendiri à kurang

didefinisikan secara jelas.

3.      Hanya didefinisikan sebagai konsep dikotomi.

4.      Sedikit sekali dibicarakan tentang proses yang memungkinkan sebuah negara

dapat lepas dari teori tersebut.

5.      Selalu dianggap sebagai sesuatu yang negatif.

6.      Kurang membahas dengan teori lain (otonomi).

Packenham juga mengatakan disamping kelemahan terdapat juga kekuatan

dari teori ketergantungan, kekuatannya antara lain:

1.      Menekankan aspek internasional

2.      Mempersoalkan akibat dari politik luar negeri.

3.      Membahas proses internal dari perubahan di negara-negara pinggiran.

4.      Menekankan pada kegiatan sektor swasta dalam hubungannya dengan

kegiatan perusahaan-perusahaan multinasional.

5.      Membahas hubungan antar klas yang ada di dalam negeri.

6.      Mempersoalkan bagaimana kekayaan nasional ini dibagikan antar klas-klas

sosial, antar daerah, dan antar negara.

D. SISTEM PEMBANGUNAN DI INDONESIA

Indonesia sebagai sebuah negara yang digolongkan ke negara berkembang

memiliki sistem pembangunan yang bisa dikatakan berubah-ubah namun tidak

bertentangan dengan dasar negara dan konstitusi. Perubahan puncuk pimpinan

menjadi faktor perubahan sistem yang dianut.

Pada awal kemerdekaan, di bawah pimpinan Soekarno, sistem yang dianut

adalah sistem pembangunan yang berdikari. Berdikari yang dimaksud adalah

Indonesia tidak boleh terlalu bergantung dengan negara lain, apalagi dengan

negara maju seperti Amerika Serikat atau Uni Soviet. Saat itu, Soekarno menolak

untuk berkompromi dengan negara luar. Sepertinya Soekarno pada masanya

memiliki keyakinan yang kuat dengan kemampuan untuk membangun Indonesia.

Setelah Soekarno digantikan oleh Soeharto, ada pergeseran, yang awalnya

anti terhadap dunia luar berubah menjadi sangat pro. Ini diperlihatkan dengan

membuka peluang bagi asing untuk berinvestasi menanamkan modal di Indonesia.

Di era orde baru ini menitik beratkan pada pembangunan.

Sedangkan setelah era reformasi, banyak hal yang berubah. Indonesia

sepertinya semakin membuka diri dengan dunia luar. Banyak persekutuan diikuti

oleh Indonesia, mulai dari PBB, APEC, ASEAN dan lain sebagainnya. Ini

dimaksud sebagai jalan untuk membuka kerjasama antara Indonesia dengan

negara lain. Memang di era globalisasi seperti sekarang ini Indonesia harus

mengikuti tren. Teren untuk berkerjasama dengan dunia internasional.

Sebenarnya pembangunan nasional Indonesia itu merpakan rangkaian

upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan

masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan tujuan negara yang tertuang

dalam UUD 1945. Dan seluruh pembangunan yang dilaksanakan tidakboleh

bertentangan dengan sila-sila dalam Pancasila. Jadi inti dari pembangunan

Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan

masyarakat seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan dan pedoman

pembangunan nasional.

E. FAKTOR PENGHAMBAT PENERAPAN TEORI KETERGANTUNGAN DI

    INDONESIA

Indonesia di era globalisasi ini tidak bisa terlepas dari pengaruh luar. Bisa

dilihat bagaimana sikap Indonesia ketika terjadi kekurangan atau kelangkaan

kedelai, daging dan lainnya.  Pemerintah Indonesia melakukan impor. Ini berarti

Indonesia sangat tergantung dengan negara lain.

Ada beberapa komunitas internasional yang diikuti oleh Indonesia,

diantaranya:

1.    ASEAN

ASEAN merupakan suatu perkumpulan dari negara-negara di Asia

Tenggara. Indonesia termasuk sebagai salah satu anggota dan menjadi pioner

berdirinya ASEAN bersama Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand. ASEAN

ini dibentuk dengan tujuan untuk memperkuat hubungan internasional antar

negara di region Asia Tenggara, sehingga pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial

dan kebudayaan semakin cepat.

Pastinya dengan masuknya Indonesia menjadi anggota ASEAN akan

menjadi suatu hal yang sulit bagi Indonesia untuk melepas diri dari kebijakan

yang telah disepakati oleh anggota lainnya. Ini akan menyebabkan teori

ketergantungan akan sulit diterapkan di Indonesia, meskipun menurut Cardoso

suatu negara boleh melakukan hubungan dengan memperhatikan histori dan

kedekatan negara (negara tetangga).

Program AFTA sebagai contoh bahwa Indonesia akan semakin tergantung

dengan negara-negara yang berada di kawasan ASEAN. AFTA (Asean Free Trade

Areas) merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk

membentuk kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing

ekonomi kawasan regional ASEAN menjadikan ASEAN sebagai basis produksi

dunia.

2.    PBB

PBB merupakan suatu organisasi internasional yang anggotanya hampir

seluruh negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum

internasional, keamanan internasional, pengembangan ekonomi, perlindungan

sosial, hak asasi dan pencapaian perdamain dunia. Pada tahun 2011, PBB sudah

memiliki 193 anggota.

Indonesia masuk sebagai anggota PBB pada tanggal 28 September 1950.

Tetapi, Indonesia pada tahun 1965 mengundurkan diri dari keanggotaan PBB

disebabkan oleh penolakan Indonesia terhadap diakuinya Malaysia sebagai

anggota tetap PBB.  Soekarno dengan tegas menyatakan keluar sebagai anggota

PBB. Namun akhirnya Indonesia kembali masuk sebagai anggota PBB.

      Ini berarti Indonesia sangat sulit untuk keluar dari namanya pengaruh

negara lain. Dengan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB, maka mau tidak

mau Indonesia harus tunduk dan taan terhadap apa yang menjadi kebijakan

internasional.

3.    APEC

APEC merupakan kerjasama antara negara-negara kawasan Asia-Pasifik.

APEC bertujuan untuk mengukuhkan pertumbuhan ekonomi dan mempererat

komunitas negara Asia-Pasifik. APEC didirikan pada tahun 1989 dan saat ini

anggotanya sudah mencapai 21 negara.

Ini berarti Indonesia akan semakin bergantung dan sulit untuk melepaskan

diri dari dunia internasional. Sepertinya teori ketergantungan akan tidak bisa

diterapkan di Indonesia.

Dari beberapa contoh organisasi yang diikuti oleh Indonesia di atas, maka

bisa disimpulkan bahwa Indonesia akan sulit untuk melepaskan diri dari namanya

dunia internasional.

F. REVOLUSI KETERGANTUNGAN INTERNASIONAL

Sepanjang kurun waktu 1970-an, model-model ketergantungan

internasional mendapat dukungan yang cukup besar di kalangan intelektual

negara-negara dunia ketiga, sebagai akibat dari tidak kunjung terwujudnya

prediksi model-model pertumbuhan ekonomi tahapan- linier dan perubahan

struktural, sementara ini model ketergantungan internasional kurang berjaya

selama dekade 1980-an sampai dekade 1990-an. Namun berbagai versi dari teori

tersebut kembali menikmati kebangkitan pada awal-awal tahun abad 21 ketika

beberapa pandangan dari teori itu diadopsi oleh para teoritisi dan pemimpin

gerakan antiglobalisasi, walaupun dengan bentuk yang sudah dimodifikasikan.

Pada intinya, model ketergantungan internasional memandang negara-negara

dunia ketiga sebagai korban kekakuan aneka faktor kelembagaan,politik, dan

ekonomi, baik yang berskala domestik maupun internasional. Mereka semua telah

terjebak ke dalam perangkap ketergantungan (dependence) dan dominasi

(dominance) negara-negara kaya. Di dalam pendekatan ini, terdapat tiga aliran

pemikiran yang utama, yaitu: model ketergantungan neokolonial (neocolonial

dependence model), model paradigma palsu (false-paradigm model),  serta tesis

pembangunan-dualistik  (dualistic-development thesis).

a. Model ketergantungan neokolonial

Aliran pemikiran yang pertama, yang kita sebut sebagai model ketergantungan

neokolonial (neocolonial dependence model), secara tidak langsungan adalah

suatu pengembangan pemikiran kaum marxis. Model ini menghubungkan

keberadaan dan kelanggengan negara-negara terbelakangan kepada evolusi

sejarah hubungan internasional yang sama sekali tidak seimbang antara negara-

negara kaya dengan negara-negara miskin dalam suatu sistem kapitalis

internasional. Terlepas dari sengaja atau tidaknya sikap dan praktek eksploitatif

negara-negara kaya terhadap negara-negara berkembang koeksistensi negara

miskin dan kaya dalam suatu sistem internasional tidak bisa dipungkiri.

Koeksistensi ini digambarkan sebagai hubungan kekuasaan yang sangat tidak

berimbang antara pusat (center,core) yang terdiri dari negara-negara maju, serta

pinggiran (periphery), yakni kelompok negara yang sedang berkembang. sampai

batas tertentu pemikiran radikal ini telah mendorong negara-negara miskin untuk

mencoba lebih mandiri dan independen dalam upaya-upaya pembangunan

mereka, meskipun dalam prakteknya hal itu sangat sulit, atau bahkan kadang-

kadang mustahil untuk dilakukan. Kelompok-kelompok tertentu di negara-negara

berkembang. Mereka merupakan kelompok kecil elit penguasa yang kepentingan

utamanya, disadari ataupun tidak, adalah melestarikan sistem kapitalis

internasional yang tidak adil dan menindas, karena mereka memang mendapat

banyak keuntungan darinya. Baik secara langsung maupun tidak, mereka telah

mengabdi (didominasi oleh) dan dianugerahi oleh (tergantung pada) kelompok-

kelompok kekuatan internasional yang memiliki kepentingan tertentu, termasuk

perusahan-perusahan multinasional, lembaga-lembaga bantuan  bilateral, dan

organisasi-organisasi penyedia bantuan multilateral seperti bank dunia (world

bank) atau dana moneter internasional ( IMF, internasional monetery fund), dan

kesemuanya terikat oleh suatu jaringan-jaringan kesetiaan atau sumber dana

kepada negara-negara kapitalis yang makmur. Kegiatan-kegiatan dan pandangan

kelompok elit itu bahkan sering ditujukan pada usaha untuk menghambat setiap

upaya perubahan yang sedianya akan menguntungkan masyarakat luas. Dalam

beberapa kasus, tindakan mereka bahkan telah mengarah kepada penurunan taraf

hidup serta pelestarian keterbelakangan (derdevelopment). Pendeknya, pandangan

neo-marxis atau dalam hal ini pandangan keterbelakangan neokolonial, mencoba

menghubungkan kemiskinan yang terus berlanjut dan semakin parah di sebagian

besar negara-negara industri kapitalis dari belahan bumi utara yang dapat

menyebar luas melalui kelompok-kelompok domestik kecil elit yang berkuasa,

yang mereka sebut kelompok comprador (comprador group) di semua negara-

negara berkembang.

b. Model paradigma palsu

Cabang atau aliran yang kedua dari teori ketergantungan internasional

terhadap topik pembangunan ini relatif tidak begitu radikal. Aliran ini biasa

disebut sebagai model paradigma palsu (false-paradigm model). Ia mencoba

menghubungkan keterbelakangan negara-negara dunia ketiga  dengan kesalahan

dan ketidaktepatan saran yang diberikan oleh para pengamat atau “pakar”

internasional, meskipun saran-saran tersebut baik tetapi sering tidak

diinformasikan secara tepat; bias; dan hanya didasarkan pada suatu kebudayaan

tertentu saja yang bernaung di bawah lembaga-lembaga bantuan negara-negara

maju dan organisasi-organisasi donor multinasional. Para pakar ini menawarkan

konsep-konsep yang serba canggih, struktur teori yang bagus, dan model-model

ekonometri yang serba rumit tentang pembangunan yang dalam prakteknya

seringkali hanya menjurus kepada terciptanya kebijakan-kebijakan yang tidak

tepat guna atau bahkan melenceng sama sekali. Faktor-faktor kelembagaan di

negara-negara dunia ketiga, seperti masih pentingnya struktur sosial tradisional

(yakni, kesukuan, kasta, kelas, dan sebagainya);  sangat tidak meratanya hak

kepemilikan tanah dan kekayaan lainnya; tidak memadainya kontrol kalangan elit

terhadap aset-aset keuangan domestik dan internasional; serta sangat timpangnya

kesempatan ataupun kemudahan dalam rangka mendapatkan kredit usaha; selama

ini tidak dipahami dan diperhitungkan secara memadai, sehingga tidak

mengherankan apabila kebijakan-kebijakan yang ditawarkan oleh para ahli

internasional tadi, yang biasanya mereka dasarkan pada model-model surplus

tenaga kerja dari lewis atau perubahan struktural dari chenery, dalam banyak hal

hanya melayani kepentingan sepihak kelompok-kelompok domestik maupun

internasional yang sedang berkuasa.

Di samping itu, menurut argumen paradigma palsu ini, para cendekiawan

di berbagai universitas terkemuka, para pemimpin serikat-serikat pekerja, para

ekonomi di lembaga pemerintahan, dan para pejabat negara-negara berkembang

pada umumnya, hampir semuanya mendapat didikan dan latihan dari lembaga-

lembaga di negara-negara maju. Seringkali tanpa disadari, mereka terlalu banyak

menelan konsep-konsep asing dan model-model teoretis yang serba hebat tetapi

sebenarnya tidak cocok dan tidak dapat diterapkan  di daerah mereka sendiri.

Akibat ketiadaan atau terbatasnya pengetahuan yang tepat guna untuk mengatasi

masalah-masalah pembangunan, maka kalangan elit tersebut justru cenderung

menjadi pembela keyakinan asing yang melupakan atau mengabaikan adanya

sistem kebijakan elitisi serta struktur kelembagaan yang khas negara-negara

berkembang.

c. Tesis pembangunan dualistik

Unsur pemikiran pokok yang secara implisit terkandung di dalam teori-teori

perubahan struktural dan secara eksplisit telah dinyatakan dalam teori

ketergantungan internasional adalah gagasan akan adanya sebuah dunia

bermasyarakat ganda (a world of dual societies). Secara garis besar, pandangan ini

melihat dunia terbagi ke dalam dua kelompok besar, yakni negara-negara kaya

dan miskin dan di negara-negara berkembang terdapat segelintir penduduk yang

kaya di antara begitu banyak penduduk yang miskin. Dualisme (dualism) adalah

sebuah konsep yang dibahas secara luas dalam ilmu   ekonomi pembangunan.

Konsep ini menunjukkan adanya jurang pemisah yang kian lama terus melebar

antara negara-negara kaya dan miskin serta antara orang-orang kaya dan miskin

pada berbagai tingkatan di setiap negara. Pada dasarnya konsep dualisme ini

terdiri dari empat elemen kunci sebagai berikut:

1)    Beberapa kondisi yang berbeda, terdiri dari elemen “superior” dan “inferior”,

hadir secara berkesamaan (atau berkoeksistensi) dalam waktu dan tempat yang

sama. Inilah hakekat dari konsep dualisme.

2)    Koeksistensi tersebut bukanlah suatu hal yang bersifat sementara atau

transisional, melainkan sesuatu yang bersifat baku, permanen atau kronis.

Koeksistensi ini juga bukan merupakan fenomena sesaat yang akan mengikis

seiring dengan berlalunya waktu. Artinya, elemen yang superior tidaklah mudah

untuk meningkatkan posisinya. Dalam kalimat lain, koeksistensi internasional

antara kaya dan miskin bukanlah hanya merupakan suatu fenomena sejarah yang

akan membaik dengan sendirinya bila saatnya sudah tiba. Meskipun teori tahapan

pertumbuhan ekonomi dan model perubahan struktural secara implisit dilandaskan

pada asumsi yang demikian, namun fakta bahwa ketimpangan  internasional

semakin membesar secara jelas membuktikan kekeliruan asumsi tersebut.

3)    Kadar superioritas serta inferioritas dari masing-masing elemen tersebut bukan

hanya tidak menunjukkan tanda-tanda akan berkurang, melainkan bahkan

cenderung meningkat.

4)    Hubungan saling keterkaitan antara elemen-elemen yang superior dengan

elemen-elemen yang inferior tersebut terbentuk dan berlangsung sedemikian rupa

sehingga keberadaan elemen-elemen superior sangat sedikit atau sama sekali tidak

membawa manfaat untuk meningkatkan kedudukan elemen-elemen yang inferior.

Dengan demikian apa yang disebut sebagai prinsip “ penetesan kemakmuran ke

bawah “ ( trickle down effect ) itu sesungguhnya sulit diterima. Bahkan di dalam

kenyataannya, elemen-elemen superior tersebut justru tidak jarang memanfaatkan,

memanipulasi, mengekploitasi ataupun menggencet elemen-elemen yang inferior.

Jadi yang mereka kembangkan justru keterbelakangannya.

BAB IV

PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Andre Gunder Frunk menyatakan bahwa kapitalisme global akan membuat

ketergantungan masa lalu dan sekarang oleh karena itu negara yang tidak maju

dan berkembang harus memutuskan hubungan dengan negara maju supaya negara

berkembang bisa maju. Sepertinya teori ketergantungan akan sulit untuk

diterapkan Indonesia, mengingat Indonesia memiliki ketergantungan terhadap

dengan negara lainnya.

Saat ini, Indonesia masuk dalam beberapa organisasi internasional, seperti

PBB, ASEAN, APEC dan lainnya. Inilah faktor yang menyebabkan Indonesia

akan sulit keluar dari pengaruh dunia internasional. Jadi, teori ketergantungan

sangat sulit dan bisa dikatakan tidak bisa diterapkan di Indonesia.   

B. SARAN

Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah

ruah harus bisa untuk tidak terlalu bergantung dengan negara lain. Kalau bisa

Indonesia harus menerapkan teori Cardoso, yaitu dalam melakukan hubungan

internasional harus melihat histori. Jadi Indonesia tidak serta merta masuk dalam

suatu organisasi dunia.

Indonesia akan semakin terpuruk apabila terus menerus bergantung

dengan negara lain. Indonesia katanya Soekarno harus mampu berdikari dalam

segala bidang. Itulah yang perlu dipahami oleh seluaruh masyarakat Indonesia

supaya alam Indonesia ini tidak selalu dikeruk oleh investor asing.

DAFTAR PUSTAKA

Cardoso, FH. 1982. Dependency and Development in Latin America in

http://blogberii.blogspot.com/2010/12/teori-ketergantungan-dependency.html

http://senyum-freeyoursoul.blogspot.com/2009/12/teori-ketergantungan.html


Recommended