Date post: | 02-Mar-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | unmermalang |
View: | 1 times |
Download: | 0 times |
MENGATASI MASALAH
PERMUKIMAN KUMUH
DI PERKOTAAN
Seminar Nasional Menyambut Hari HABITAT Sedunia
Tema “Aspirasi Masyarakat Permukiman Kumuh”
Di Gedung PIP2B Dinas PU Prov. Papua
Jayapura, 28 Oktober 2014
Oleh:
Ir. Hery Budiyanto, MSA, PhD
• Dosen Universitas Merdeka Malang
• Arsitek Profesional
:
DEFINISI KUMUH
UN Habitat
• Kekurangan akses thd air sehat, • Kekurangan akses thd sanitasi dan
infrastruktur lain, • Ketidakamanan status perumahan • Buruknya kualitas struktur
perumahan (lantai, dinding, atap) • Sangat padat
• Indikator tersebut digunakan untuk mengukur
pencapaian Tujuan 7 (d) MDGs, kecuali indikator poin 3
UU No. 1 Tahun 2011 tentang PKP
• Permukiman Kumuh : Permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat
• Perumahan Kumuh : Perumahan yang mengalamai penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGS)
Tujuan Pembangunan Milenium (bahasa Inggris : Millennium Development Goals atau disingkat MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015.
Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000 tersebut.
Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu.
Deklarasi berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah tujuan pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
PENCAPAIAN MDGS (PENURUNAN RUMAH TANGGA KUMUH DI PERKOTAAN)
Indikator Acuan Dasar Saat ini Target MDG
2015 Status Sumber
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Target 7D: Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020
7.10 Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan
20,75% (1993)
12,12% (2009)
6% (2020)
BPS, Susenas
20.75
17.68 17.02
14.32 14.44
12.3 10.9
13.52 13.02 12.95
12.57 6
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
19
93
19
94
19
95
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
Target
Sumber: Laporan MDGs Tahun 2010 & BPS
Proporsi Rumah Tangga Kumuh Perkotaan (%)
Diperlukan kerja keras untuk mencapai
target 6 % di tahun 2020
Persentase Rumah Tangga Kumuh Menurut Provinsi Tahun 2010-2011
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
2010
2011
Target 2015
Masih tingginya jumlah rumah tangga yang menempati hunian tidak layak di perdesaan dan perkotaan
PENCAPAIAN MDGS (PENURUNAN RUMAH TANGGA KUMUH DI PERKOTAAN)
Sumber: Laporan MDGs Tahun 2010 & BPS
Penentuan klasifikasi kumuh
Kepadatan Penduduk
Diatas 400 jiwa atau 97
unit rumah/KK per
hektar, berdesakan,
jumlah rumah tidak
sebanding dengan
jumlah penduduk
Konstruksi Bangunan
Dominan terbuat dari
material bahan
bangunan yang seadanya
dan tidak permanen.
Tata Letak Bangunan
Tata letak bangunan
rumah tidak teratur,
mengelompok,
kepadatan bangunan
tinggi dan jarak antar
bangunan rapat, jaringan
listrik semrawut, tata
permukiman tanpa
perencanaan.
Kondisi Rumah
Ukuran Bangunan yang sempit,
tidak memenuhi standar layak
huni, rumah dihuni lebih dari 1
(satu) keluarga, rumah hanya
menjadi tempat berteduh.
Kondisi Prasarana
Rendahnya kualitas MCK, air
bersih, drainase, jalan
lingkungan, dan fasilitas
pembuangan limbah manusia dan
ruang terbuka hijau (RTH), banyak
genangan air.
Fasilitas Sosial
Minimnya Fasilitas Sosial, baik
itu sekolah, rumah ibadah, balai
pengobatan dan lain-lain.
Kesejahteraan Masyarakat
Kemampuan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan dasar
(kriteria keluarga Pra-KS)
Kesehatan Bangunan Rumah
Dominan rumah yang
memiliki pencahayaan
matahari dan ventilasi; tidak
ada pembagian ruangan,
lantai lembab dan pengap.
Kesehatan Lingkungan
Kurangnya suplai air bersih,
drainase dan sampah
menjadi tempat perindukan
vektor penyakit, kondisi
jamban secara umum tidak
sesuai dengan standar.
Kerawanan Kesehatan
Tingginya angka penyebaran
penyakit ISPA, Diare, Penyakit
Kulit dan Usia Harapan Hidup.
Aman 1 Nyaman 2 Sehat 3
URBANISASI
Urbanisasi adalah fenomena wajar dan global
Diakibatkan oleh: (i) pertumbuhan penduduk kota secara natural, (ii) perluasan kawasan perkotaan, (iii) migrasi dari desa ke kota yang terutama
Terdapat faktor pendorong (kemiskinan dan keterbatasan di perdesaan dll.) dan faktor penarik (peluang pendidikan dan pekerjaan, gemerlap kota, pilihan-pilihan, kebebasan dll.)
Urbanisasi yang pesat seringkali terjadi seiring dengan pertumbuhan ekonomi (kecuali di Afrika, dimana terjadi urbanisasi tanpa pertumbuhan ekonomi yang signifikan faktor pendorong yang lebih kuat)
Informasi yang semakin meluas juga mendorong urbanisasi
URBANISASI
Urbanisasi tidak bisa dihentikan sampai terjadinya ‘urbanization equilibrium’ – tetapi bisa dikelola, dikurangi lajunya serta dikurangi dampak negatifnya)
Jika dikelola dengan baik, urbanisasi dapat berkontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi – baik ekonomi kota (sektor formal perkotaan sangat tertolong dengan adanya sektor informal antara lain barang dan jasa murah) maupun ekonomi perdesaan (kiriman uang ke keluarga di desa) tidak otomatis terwujud
Jika tidak dikelola dengan baik, urbanisasi menjadi beban pemerintah dan tidak membantu mensejahterakan warga (pendatang tinggal di permukiman kumuh serta tidak bisa bersaing dengan penduduk asli kota memindahkan kemiskinan dari desa ke kota)
URBANISASI DAN KEBUTUHAN PAPAN
Urbanisasi berakibat pada peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal (papan) di kawasan perkotaan – baik di pusat/tengah kota maupun di kawasan pinggiran (urban fringe areas, suburban) baik rumah maupun prasarana, sarana dan utilitasnya
Pemerintah (khususnya pemerintah kota/kabupaten) umumnya kurang mampu menyediakan tempat tinggal yang layak bagi semua warga (asli maupun pendatang)
Tapi pemerintah (nasional dan daerah bersama-sama) bisa menciptakan kondisi sehingga pemenuhan tempat-tinggal yang layak terpenuhi – baik melalui penyediaan secara formal maupun swadaya
PERUMAHAN/PERMUKIMAN KUMUH
Ada banyak cara membuat tipologi perumahan dan permukiman kumuh:
Geografis:
Perdesaan
Kawasan pinggiran kota (suburban, urban fringe areas)
Pusat kota
Kekumuhan:
Berat (rumah & lingkungan sangat tidak layak-huni, kepadatan sangat tinggi)
Sedang (sebagian rumah & lingkungan
Ringan
Legalitas:
Legal
Semi-legal (ada bagian-bagian yang ‘legal’ tapi ada juga yang tidak memiliki status hukum)
Ilegal
PERUMAHAN/PERMUKIMAN KUMUH
Penyebab timbulnya perumahan/permukiman kumuh:
Kurangnya ketersediaan rumah layak-terjangkau di lokasi dekat sumber-sumber penghidupan
Kemiskinan (kumuh-miskin)
Ketiadaan sarana-prasarana-utilitas (karena memang tidak disediakan oleh pemerintah – karena satu dan lain hal, misalnya karena ilegal – atau karena terabaikan atau karena pemerintah belum mampu)
Ketiadaan legalitas status penggunaan lahan atau ketidak kepastian tidak akan digusur (tenure security)
Masyarakat mengabaikan/tidak peduli/tidak tahu akan pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan
Dan lain-lain........
PERUMAHAN/PERMUKIMAN KUMUH
Karakteristik perumahan/permukiman kumuh umumnya ditandai (secara fisik) dengan ketiadaan satu atau lebih dari kondisi di bawah ini:
Rumah yang permanen dan sehat di lokasi yang tidak rawan bencana
Area huni yang layak sehingga tidak lebih dari tiga orang yang berbagi kamar (serta kepadatan lingkungan yang wajar)
Akses ke air bersih yang relatif mencukupi (kualitas dan kuantitas) serta terjangkau
Akses ke sanitasi yang layak
Kepemilikan/penggunaan lahan yang aman dan tidak rawan penggusuran
UNESCAP & UN-Habitat, 2010
PERUMAHAN/PERMUKIMAN KUMUH
Dimensi yang ada perumahan/permukiman kumuh:
Dimensi/Aspek Masalah Potensi
Fisik kumuh, kotor, tidak sehat,
padat, kurang ruang
terbuka, dll.
dekat tempat kerja atau
sumber penghasilan
Ekonomi miskin, sektor informal,
terkadang ilegal
‘industrious’
Sosial-budaya penduduk sementara
kurang merasa memiliki,
kurang mempunyai budaya
bersih
kekeluargaan, saling tolong-
menolong
Legalitas seringkali tidak memiliki
status legal
terkadang sudah menghuni
puluhan tahun
Politis rentan dimanfaatkan sbg
komoditas politik, sering
tidak punya hak pilih
jika punya pemimpin dapat
menjadi ‘kekuatan politis’
KETIDAKPEDULIAN
KONDISI RUMAH THD
4K:
KESEHATAN,KENYAMA
NAN,KEMUDAHAN,PEN
CEMARAN
LINGKUNGAN
PEMBANGUNAN
TANPA PRANATA
PEMBIARAN
KETIDAK
TERATURAN
KETIDAKPEDULIAN
DAMPAK HASIL PEMB.
RUMAH OLEH MASY.:
- RUMAH TIDAK LAYAK
HUNI
-PENCEMRAN
LINGKUNGAN
PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN -BCR LINGK. 90%, KAVLING 100%
-PELAYANAN INFRASTRUKTUR , POPULASI
-RUMAH TDK LAYAK HUNI
PROSES PEMBENTUKAN
KAWASAN PADAT HUNI-KUMUH
(PUSLITBANGKIM KEMENPU)
1. Amanat Terkait dengan Penanganan Perumahan dan Permukiman Kumuh
a. Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perkotaan antara lain
mencakup: (Ps 59) • pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
• pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana
dan tidak teratur.
b. Perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan antara lain
mencakup: (Ps. 66) • penyusunan rencana pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan permukiman
kumuh; dan
• penyusunan rencana pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian
yang tidak terencana dan tidak teratur
c. Pengendalian Kawasan Permukiman (Ps 81) Merupakan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah
Pengendalian kawasan permukiman dimaksudkan antara lain untuk:
• mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman
kumuh; dan
• mencegah terjadinya tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak
terencana dan tidak teratur.
TINJAUAN TERHADAP UU NO 1 TAHUN 2011
tentang Perumahan dan kawasan permukiman
Maksud
• meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni
• mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh baru
• menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan
permukiman.
Dasar Pelaksanaan
Prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk
menempati, menikmati, dan/atau memiliki tempat tinggal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tanggung jawab
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.
d. Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh (Ps 94)
TINJAUAN TERHADAP UU NO 1 TAHUN 2011
tentang Perumahan dan kawasan permukiman
Memfasilitasi peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh (Ps 16)
pembagian peran
Memfasilitasi peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan
permukiman
kumuh pada tingkat provinsi
(Ps. 17)
Memfasilitasi peningkatan
kualitas terhadap
perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada
tingkat kabupaten/kota
Menetapkan lokasi
perumahan dan
permukiman sebagai
perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada
tingkat kabupaten/kota (Ps.
18)
SLUMS ALLEVIATION POLICY AND ACTION PLAN
(SAPOLA)
Kebijakan dan Rencana Aksi Penanggulangan Permukiman Kumuh
L A TA R B E L A K A N G D A N T U J U A N
TUJUAN UMUM:
mengembangkan kebijakan dan strategi nasional yang efektif dalam rangka pengurangan dan perbaikan terhadap kawasan kumuh di Indonesia
Proyek SAPOLA
LATAR BELAKANG
> Mendukung Pemerintah Indonesia dalam mengejar peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
> Mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) No 7, Target 11 (dapat mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan 100 juta penghuni kawasan kumuh tahun 2020)
menyusun pembagian yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah,
mendefinisikan peran pemerintah nasional, sehingga dapat memperkuat pemerintah lokal untuk mempromosikan perbaikan permukiman kumuh yang ada di daerah,
untuk menetapkan kebijakan dan program-program agar tercapai tujuan mencapai kota-kota tanpa permukiman kumuh dan merumahkan semua warga perkotaan secara layak di Indonesia
TUJUAN
KHUSUS
TUJUAN
KHUSUS
TUJUAN
KHUSUS
SAPOLA dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Perumahan
dan Pemukiman di Kementerian
Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS) dan didanai
oleh Bank Dunia (The World Bank).
S T R A T E G I S A P O L A
Penanganan
Kumuh
Terpadu
Kemitraan
dan jejaring
organisasi
Kerjasama yang
Terdesentralisasi
3 Strategi Pokok
dari SAPOLA
National Working Group
Local Working Group
Jejaring antar NGOs & CBOs
Jejaring antar lembaga
penelitian dan perg. tinggi
Kerjasama para-pihak
Intervensi lintas sektor,
Tingkat nasional
Skala-kota
Mekanisme konsensus.
Kerjasama antar-kota & wilayah
LINGKUP
SAPOLA
1
4
2
3
5
Review Kebijakan dan
Program Penanganan Kumuh
Data dan
Kriteria
Penanganan
Kumuh
Peran LSM dan
Pembiayaan Mikro
Perumahan
Kondisi Pemerintah
Daerah dan
Kapasitas
Kelembagaan
L I N G K U P S A P O L A
Tanah untuk
Perumahan
pencegahan kumuh[1]
Kerangka Regulasi i
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
Pencegahan Peningkatan Kualitas
1. Pengawasan/Pengendalian
2. Pemberdayaan Masyarakat
1. Pemugaran
2. Peremajaan
3. Pemukiman Kembali
4. Pengelolaan
Identifikasi Isu
1. Pelibatan Publik Dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
2. Pemahaman Publik Standar Bangunan dan Sanitasi Lingkungan.
3. Pengorganisasian Komunitas Pemantau *
Pola Efektif Pencegahan Berbasis
Masyarakat
* Komunitas Pemantau Permukiman Kumuh (KP2K) : usulan
pencegahan kumuh[3]
Desain Program Pencegahan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
• Saat ini secara tidak
sadar kita terpaku pada
masalah di HILIR saja,
lupa menangani dari
HULU.
• Perlu ada pengelolaan
urbanisasi.
• Peningkatan urbanisasi
yang tidak dikelola akan
menimbulkan
permasalahan, dan
dianggap sebagai
penyebab meningkatnya
permukiman kumuh di
perkotaan.
• Pengelolaan di
Desa/Daerah
• Pengelolaan di Kota
Konsisten melakukan pemenuhan prinsip alokasi keuangan
“uang mengikuti urusan “ (money follows function).
Kebijakan mobilitas penduduk yang berimbang dengan
menciptakan sentra-sentra untuk pusat ekonomi baru di
perdesaan dengan berbasis kearifan lokal.
Pemerintah pusat memberikan prioritas tinggi terhadap
pembangunan bidang pertanian dan kelautan dengan
menempatkan manusia sebagai titik sentral pembangunan.
(Kebijakan Pro-Desa).
Mendorong pemerintah daerah agar terus meningkatkan
perencanaan pembangunan dengan prinsip pro poor planning,
menyediakan akses pelayanan dasar kepada masyarakat di
pedesaan .
Melakukan pola “negosiasi preventif” dengan menerapkan
regulasi secara tegas tetapi manusiawi.
Reformasi bidang kependudukan dan tata ruang.
Pemerintah Kota perlu bekerja sama dengan paguyuban-
paguyuban warga pendatang, menghimbau tidak pindah ke kota
dengan dasar data dan fakta.
Pencegahan dilakukan dengan Pola Partisipatif.
26
Pengembangan Permukiman Perkotaan : - Pengembangan permukiman Baru
(implementasi Kasiba dan Lisiba BS) - Peningkatan kualitas permukiman existing yang
tidak memenuhi standar pelayanan minimal (kawasan kumuh perkotaan)
Pengembangan Permukiman Perdesaan : - Pengembangan permukiman baru (Kawasan
terpadu Mandiri/KTM, Agropolitan dan pusat2 pertumbuhan lokal)
- Peningkatan kualitas permukiman perdesaan tertinggal, terpencil, pulau kecil/terluar dan kawasan perbatasan
PERKEMBANGAN PENYEDIAAN PRASARANA - SARANA DASAR
PERMUKIMAN dan PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH
Ditjen Cipta Karya, PU
CATATAN PENUTUP
Perwujudan pengembangan permukiman yang layak
membutuhkan hal-hal sbb:
Keterpaduan lintas sektor dan lintas institusi baik
vertikal maupun horisontal dengan melaksanakan
tupoksi dan tanggung jawab masing-masing
Perencanaan dalam berbagai tingkatan sudah harus
memberikan ruang dan kesempatan bagi masyarakat,
terutama MBR
Perencanaan pola pembiayaan pembangunan harus
sejalan dengan strategi pengembangan permukiman
(subsidi infrastruktur, subsidi pengelolaan, dll)