Date post: | 24-Feb-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnyatidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelakuekonomi yang melakukan kegiatan ekonomi melalui jasa financial perbankan.Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan yang strategisdimana kegiatan utama dari perbankan adalah menyerap dana dari masyarakatdan menyalurkan kembali kepada masyarakat.
Pemulihan system perbankan terkait satu dengan lainnya sangat penting untuk menggerakkan kembali perekonomian nasional, karena bank berfungsi tidak hanya sebagai perantara pihak-pihak surplus of funds (kelebihan dana) dan pihak luck offunds (memerlukan dana), namun juga berfungsi sebagai agent of development1 yaitu sebagai alat pemerintah dalam membangun perekonomianbangsa melalui pembiayaan semua jenis usaha pembangunan yaitu berfungsisebagai financial intermediary (perantara keuangan) yang memberikankontribusi terhadap pendapatan Negara
Perekonomian nasional dituntut mampu memantapkan ketahananekonomi yang dapat mencegah terulangnya krisis dan mengamankanproses pemulihan ekonomi dimana langkah-langkah yang perluditempuh antara lain memulihkan fungsi intermediasi perbankan.Sistem perbankan memiliki posisi strategis sebagai lembagaintermediasi yang menunjang perekonomian nasional. Untuk meningkatkanperan dan fungsi bank di dalam memulihkan perekonomian nasional,
1
pengaturan perbankan terus disempurnakan dan melakukan berbagai upayadalam rangka optimalisasi sistem perbankan.
Bank Syariah memiliki prospek yang sangat cerah di masa yang akandatang, tujuan pengembangan sistem perbankan Syariah adalah terutamauntuk memenuhi
1. Kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapatmenerima konsep bunga. Dengan diterapkannya sistemperbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankankonvensional, mobilisasi dana masyarakat dapat dilakukan secaralabih luas terutama dari segmen yang selama ini belum dapattersentuh oleh sistem perbankan konvensional.
2. Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkanprinsip kemitraan. Dalam prinsip ini konsep yang diterapkanadalah hubungan kerjasama investasi yang harmonis (mutualinvestor relationship).
3. Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memilikibeberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebananbunga yang berkesinambungan, membatasi kegiatan spekulasiyang tidak produktif (unproductive speculation), pembiayaanditujukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan unsure moral
1.2 RUMUSAN MASALAHAN
Berlakunya hukum diharapkan dapat berfungsi sesuai denganperubahan yang terjadi di dalam masyarakat dimana fungsi hukum sebagai atool of social control, sekaligus sebagai a tool of social engineering maupunfungsinya sebagai pengintegrasian terhadap kepentingan yang berbeda
2
menjadi prinsip yang mendasar apabila masyarakat menghendakiadanyaperubahan di dalam suatu sistem hukum, maka fungsi hukum haruslahmenempatkan kepada kepentingan masyarakat untuk menjamin stabilitas dankepastian hukum.
Dengan berlakunya sistem hukum perbankan yang mendasarkanpada prinsip Syariah (hukum Islam) dimana prinsip bagi hasildimungkinkanuntuk dilakukan di Indonesia setelah diberlakukannya UU No. 7 tahun 1992tentang Perbankan (pasal 6 huruf m) yang selanjutnya diikutidenganditetapkannya ketentuan pelaksanaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 72tahun 1992, diharapkan akan dapat memberikan kontribusi, menciptakan
1.3 TUJUAN
1. Menjelaskan konsep pembiayaan dengan prinsip syariah dan kemudianmembandingkan dengan konsep kredit dalam sistem konvensional, sehinggadiharapkan mendapat gambaran yang konkret mengenai kedua konsep tersebut.
2. Memberikan suatu penjelasan dan pemahaman mengenai proses pemberiaanpembiayaan beserta dengan aspek-aspek hukumnya.
1.4 MANFAAT
3
Untuk mengetaui batasaan batasan dalam hukum syariah
Untuk bahan pembelajaran yang dapat menambah ilmu serta bagaimanacara hukum dagang yang benar dalam syariah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PRINSIP JUAL BELI DALAM EKONOMI SYARIAH
1. HUKUM ASAL SETIAP TRANSAKSI ADALAH HALAL
Hubungan interaksi antara sesama manusia, baik yang tunduk
kepada syari'at atau yang keluar dari ketaatan kepadanya tidak
terbatas.Setiap masa dan daerah terjadi berbagai bentuk dan
model interaksi sesama mereka yang berbeda dengan bentuk
interaksi pada masa dan daerah lainnya.Oleh karena bukan suatu
hal bijak bila hubungan interaksi sesama mereka dikekang dan
dibatasi dalam bentuk tertentu.Karena itulah dalam syari'at
Islam tidak pernah ada dalil yang membatasi model interaksi
sesama mereka. Ini adalah suatu hal yang amat jelas dan
diketahui oleh setiap orang yang memahami syari'at islam,
walau hanya sedikit.
4
Sebagai salah satu buktinya, dalam ilmu fiqih dikenal suatu
kaedah besar yang berbunyi:
م حري�� ل ع�لى ال�ت� دل ال�دل�ي� ى ي�� ، ح�ت� احة� ��ي �اء الإ ي� ش�# ى� الإ% ص�ل ف& الإ%
"Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang
menunjukkan akan keharamannya."
Kaedah ini didukung oleh banyak dalil dalam Al Qur'an dan As
Sunnah, diantaranya adalah firman Allah Ta'ala:
عا مي� � ج� رض& ى� الإ% ا ف& م م� ك لق� ل� ي� خ�& د& و ال� ه� "Dialah yang menciptakan untuk kamu segala yang ada di bumi
seluruhnya." (Qs, Al-Baqarah 29)
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
5
اك�م. رواه م�سلم ي� &Eن مر د ا% �ع�لم ي� م ا% ت� &Eن ا%"Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian." (Riwayat Muslim)
Adapun yang berkaitan dengan peniagaan secara khusus, maka
Allah Ta'ala telah berfirman:
ا �Eي م ال�ر ر ع وح� ي� Qب ال� ل اهلل خ� وا%
"Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba." (Qs.
Al Baqarah 275)
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah bersabda:
عا مي� �ا ج� ا وك�اي�& ف&رق�� ي� ار م�ا ل�م ن�� ي� ال�خ& �هما ي� كل واخ�د م�ن& لإن ف�& �ع ال�رخ� ��ي ا �ي ا ن�� د& �ا
"Bila dua orang telah berjaul-beli, maka masing-masing dari keduanya
memiliki hak pilih, selama keduanya belum berpisah dan mereka masih bersama-
sama (satu majlis)." (Riwayat Al Bukhary no: 4917, dan Muslim no:
1531, dari hadits riwayat Ibnu Umar radhiallahu 'anhu)
6
ل �ال: ع�مل ال�رخ� ؟ ق�� �ب ط�ي� ي� ال�كسب� ا% ا رس�ول ال�لة! ا% ل ي�� ي� ال: ق�� ج^ ق�� �Eدي ن خ�& �ع ب� ع�ن راف�&
&ي� Eان �ل�ي &ي� وال�حاك�م وص�ححة الإ% Eران �ج�مد وال�طب ع مب�رور. رواه ا% ي� Qده وك�ل ن� ي� Qن�
"Dari sahabat Rafi' bin Khadij ia menuturkan: "Dikatakan (kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam) Wahai Rasulullah! Penghasilan apakah yang paling
baik? Beliau menjawab: "Hasil pekerjaan seseorang dangan tangannya sendiri, dan
setiap perniagaan yang baik." (Riwayat Ahmad, At Thabrany, Al Hakim,
dan dishahihkan oleh Syeikh Al Albany.Hadits-hadits yang
semakna dengan ini banyak sekali.)
Para ulama' juga telah menyepakati bahwa perniagaan adalah
pekerjaan yang dibolehkan, dan kesepakatan ini telah menjadi
suatu bagian dari syari'at Islam yang telah diketahui oleh
setiap orang. Sebagai salah satu buktinya, setiap ulama' yang
menuliskan kitab fiqih, atau kitab hadits, mereka senantiasa
mengkhususkan satu bab untuk membahas berbagai permasalahan
yang terkait dengan perniagaan.
Berangkat dari dalil-dalil ini, para ulama' menyatakan bahwa
hukum asal setiap perniagaan adalah boleh, selama tidak
menyelisihi syari'at.
7
2. SEBAB-SEBAB DIHARAMKANNYA SUATU PERNIAGAAN
Bila telah dipahami bahwa hukum asal setiap perniagaan
adalah halal, maka hal yang semestinya dikenali ialah hal-hal
yang menjadikan suatu perniagaan diharamkan dalam Islam.Karena
hal-hal yang menyebabkan suatu transaksi dilarang sedikit
jumlahnya, berbeda halnya dengan perniagaan yang dibolehkan,
jumlahnya tidak terbatas.
Imam Ibnu Rusyud Al Maliky berkata: "Bila engkau meneliti
berbagai sebab yang karenanya suatu perniagaan dilarang dalam
syari'at, dan sebab-sebab itu berlaku pada seluruh jenis
perniagaan, niscaya engkau dapatkan sebab-sebab itu terangkaum
dalam empat hal:
Barang yang menjadi obyek perniagaan adalah barang yang
diharamkan.
1. Adanya unsur riba.
2. Adanya ketidak jelasan (gharar).
3. Adanya persyaratan yang memancing timbulnya dua hal di atas
(riba dan gharar).
Inilah hal-hal paling utama yang menjadikan suatu perniagaan
terlarang." (Bidayatul Mujtahid 2/102).
8
Perincian dari keempat faktor di atas membutuhkan penjelasan
yang panjang dan lebar, sehingga pembahasannyapun membutuhkan
waktu yang lebih luas.
Keempat faktor yang disebutkan oleh imam Ibnu Rusyud di
atas, adalah faktor penyebab terlarangnya suatu perniagaan dan
yang terdapat pada rangkaian perniagaan tersebut.
Masih ada faktor-faktor lain yang menjadikan suatu
perniagaan dilarang, akan tetapi faktor-faktor tersebut
merupakan faktor luar. Diantara faktor-faktor tersebut ialah:
1. Waktu.
Dilarang bagi seorang muslim untuk mengadakan akap
perniagaan setelah muazzin mengumandangkan azan kedua pada
hari jum'at. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
م ك ل� ع د& ي� Qب روا ال� ود& ر اهلل ك� لي د& �عوا ا اس� ق�& معة� �ج وم ال� ن ي�� لإه� م� لص ودي� ل� ا ي�& د& �وا ا ن& م� ن ا� ��ب د& ها ال� �Eي ا ا% ي��
علمون م ت�� ت� ب& ن ك� �م ا ك ر ل� ب� ح&
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada
hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli.Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Qs. Al
9
Jum'ah: 9)
2. Penipuan.
Telah diketahui bersama bahwa penipuan diharamkan Allah,
dalam segala hal. Dan bila penipuan terjadi pada akad
perniagaan, maka tindakan ini menjadikan perniagan tersebut
diharamkan:
ب� ب��رك�ة� ا وك�ت�ما م�حق� �Eي ن ك�د& �عهما، وا ي� Qى� ن� ورك�� ل�هما ف& �ا ي� ي& ب� Qا وب� ن ص�دق�� �ا ا، ق�& ف&رق�� ي� ار م�ا ل�م ن�� ي� ال�خ& �عان ي� ي� Qال�بة ق� ع�لي� ف& عهما. م�ي� ي� Qن�
"Kedua orang yang saling berniaga memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya
belum berpisah, dan bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan
diberkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling
menutup-nutupi, niscaya akan dihapuskan keberkahan
penjualannya."(Muttafaqun 'alaih)
Pada hadits lain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan:
ا س م�ي& لي� ا ق�& ي& س# م�ن ع�&10
"Barang siapa yang menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan
kami." (Riwayat Muslim)
3. Merugikan orang lain.
حاس�دوا ولإ ة و س�لم: لإ ي�� ال رس�ول ال�لة ص�لى ال�لة ع�لي� ال: ق�� ة ق�� ى� ال�لة ع�ي& ب��ره� رض& ي� ه�ر �Eن ع�ن ا%
ا، ال�مسلم واي�& خ�& �اد ال�لة ا �وا ع�ي عض& وك�وي�& �ع ت� ي� Qكم ع�لى ن� عص& �ع ت� �ي داب��روا ولإ ن�� وا ولإ ي�� ض& اغ�& �ي وا ولإ ن�� ش# �اح� ي& ن��ة ق� ع�لي� ف& حف�ره. م�ي� لة ولإ ي�� د& ح& لمة ولإ ي�� ظ° و ال�مسلم لإ ي�� خ�& ا%
"Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu ia menuturkan: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Janganlah engkau saling hasad, janganlah
saling menaikkan penawaran barang (padahal tidak ingin membelinya), janganlah
saling membenci, janganlah saling merencanakan kejelekan, janganlah sebagian
dariu kalian melangkahi pembelian sebagian lainnya, dan jadilah hamba-hamba
Allah yang saling bersaudara. Seorang muslim adalah saudara orang muslim
lainnya, tidaklah ia menzhalimi saudaranyanya, dan tidaklah ia membiarkannya
dianiaya orang lain, dan tidaklah ia menghinanya." (Muttafaqun 'alaih)
Diantara bentuk-bentuk perniagaan yang merugikan orang lain
ialah:
11
a. Menimbun barang dagangan.
Diantara bentuk penerapan terhadap prinsip ini ialah
diharamkannya menimbun barang kebutuhan masyarakat banyak,
sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
ب�ره .رواه م�سلم وغ& اط�ى% هو خ�& كر ف�& .م�ن اح�ت�
"Barang siapa yang menimbun maka ia telah berbuat dosa." (Riwayat
Muslim)
b. Melangkahi penawaran atau penjualan sesama muslim.
اري� ح& �اد. رواه ال�ت �ر ل�ي ع خ�اض& �ي وا ولإ ن�� ش# �اح� ي& عض& ولإ ن�� �ع ت� ي� Qكم ع�لى ن� عص& �ع ت� �ي ان ولإ ن�� �وا ال�رك�ي لف� لإ ي��وم�سلم
"Janganlah kamu menghadang orang-orang kampung yang membawa barang
dagangannya (ke pasar), dan janganlah sebagian dari kamu melangkahi penjualan
sebagian yang lain, dan jangalan kamu saling menaikkan tawaran suatu barang
(tanpa niat untuk membelinya), dan janganlah orang kota menjualkan barang
dagangan milik orang kampung." (Riwayat Bukhary dan Muslim)
12
c. Percaloan.
ع �ي ة و س�لم : لإ ن�� ال رس�ول ال�لة ص�لى ال�لة ع�لي� ال ق�� ة ق�� ى� ال�لة ع�ي& د ال�لة رض& �ن ع�ي �اب��ر ب� �ع�ن خ�
. رواه م�سلم عض& �هم م�ن ت� عض& �ق� ال�لة ت� اس ب��رر& اد دعوا ال�ي& �ر ل�ي خ�اض& "Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu ia menuturkan: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah orang kota menjualkan barang-
barang milik orang kampung, biarkanlah masyarakat, sebagian diberi rizki oleh
Allah dari sebagian lainnya." (Riwayat Muslim)
13
2.2 PRINSIP BAGI HASIL DALAM EKONOMI SYARIAH
Perbedaan antara sistem ekonomi islam dengn sistem ekonomi lainnya adalah terletak pada penerapan bunga. Dalam ekonomi islam, bunga dinyatakan sebagai riba yang diharamkan oleh syariat islam. Sehingga dalam ekonomi yang berbasis syariah, bunga tidak diterapkan dan sebagai gantinya diterapkan sistem bagi hasil yang dalam syariat islam dihalalkan untuk dilakukan.
Dalam aplikasinya, mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu :
pendekatan profit sharing (bagi laba)
Penghitungan menurut pendekatan ini adalah hitungan bagi hasilyang berdasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya usaha untuk memperolehpendapatan tersebut.
Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).
Penghitungan menurut pendekatan ini adalah perhitungan laba didasarkan pada pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana,yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak sebagai pengelola dana.
2. Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan sistem pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya pengelola akan menginvestasikan dana-dana tersebutkedalam proyek atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.
14
3. Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
Perhitungan Bagi Hasil Syariah
Metode penghitunga bagi hasil dalam ekonomi syariah secara umum dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Menghitung saldo rata-rata harian (Daily Average) sumber dana sesuai klasifikasi dana yang dimiliki.
DA=
Total Dana
n∑
Dimana,DA = saldo rata-rata harianN = waktu atau hari
2. Menghitung saldo rata-rata tertimbang (Weight Average) sumber dana yang telah tersalurkan pada proyek atau usaha-usaha lainnya.
WA = (total dana x jumlah hari periode dana)∑
3. Menghitung distribusi pendapatan yang diterima dalam periode tertentu.
DP =WA
x TPTWA
Dimana,
15
WA = saldo rata-rata tertimbangTWA = total saldo rata-rata tertimbangTP = total pendapatan periode tertentu
4. Membandingkan antara jumlah sumber dana dengan total dana yangtelah disalurkan.
5. Mengalokasikan total pendapatan kepada masing-masing klasifikasi dana yang dimiliki sesuai dengan saldo rata-rata tertimbang
6. Memperhatikan nisbah sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam kesepakatan (akad).
7. Mendistribusikan bagi hasil tersebut sesuai dengan nisbahnya kepada pemilik dana sesuai dengan klasifikasi dana yang ditanamkan.
Contoh:
Pada awal Januari 2007, H.Mahdi membuka tabungan atau simpanan mudharabah pada lembaga keuangan syariah. Data transaksi yang terjadi selama bulan tersebut adalah sebagai berikut
16
Tanggal i) Keterangan
(i) Jumlah
06-Jan setoran awal 3,000,000 10-Jan setoran 10,000,000 25-Jan penarikan 2,500,000 29-Jan penarikan 500,000
Perhitungan saldo rata-rata harian dana H.Mahdi selama bulan Januari adalah dengan menghitung saldo rata-rata tertimbang dibagi dengan jumlah hari dalan bulan bersangkutan.
Tabel Saldo Rata-Rata Harian
NoTanggal
Hari Saldo
Saldo Tertimbang
1
06 Jan - 10Jan 5
3,000,000
15,000,000
2
11 Jan - 25Jan 15
13,000,000
195,000,000
3
26 Jan - 29Jan 4
10,500,000
42,000,000
4
30 Jan - 31Jan 2
10,000,000
20,000,000
Total272,000,000
17
Saldo rata-rata harian H.Mahdi adalah Rp 272.000.000 : 31 = Rp8.774.193,55
Setelah saldo rata-rata harian dihitung, selanjutnya dihitung jumlah distribusi pendapatannya.
Misal, diketahui pendapatan lembaga keuangan syari’ah tersebutpada bulan Januari adalah sebesar Rp 250.000.000.
Saldo rata-rata harian untuk masing-masing jenis klasifikasi dana yang dikelola oleh lembaga tersebut adalah sebagai berikut :
simpanan mudharabah = 50.000.000 (10%) investasi mudharabah 1 bln = 125.000.000 (25%) investasi mudharabah 3 bln = 110.000.000 (22%) investasi mudharabah 6 bln = 75.000.000 (15%) investasi mudharabah 12 bln = 140.000.000 (28%)
= 500.000.000
Dengan data-data diatas, maka dapat dihitung distribusi pendapatan sesuai klasifikasi dana yang dikelola, yaitu sebagai berikut :
18
Simpanan mudharabah
10%
250,000,000
25,000,000
investasi mudharabah 1 bulan
25%
250,000,000
62,500,000
investasi mudharabah 3 bulan
22%
250,000,000
55,000,000
investasi mudharabah 6 bulan
15%
250,000,000
37,500,000
investasi mudharabah 12 bulan
28%
250,000,000
70,000,000
Total
250,000,000
Nisbah (Rasio Bagi Hasil)
Nisbah adalah merupakan rasio bagi hasil yang akan diterima oleh tiap-tiap pihak yang melakukan akad kerjasama usaha, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib),dimana nisbah ini tertuang didalam akad yang telah disepakati dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak.Dengan menggunakan data-data pada contoh diatas, akan diilustrasikan penghitungannisbah.
Misalkan, diketahui nisbah yang telah disepakati antara H.Mahdi dengan pihak lembaga keuangan syari’ah sebesar 60:40, maka distribusi pendapatan untuk H.Mahdi adalah sebagai berikut.
19
Nisbah simpanan mudharabah untuk pemilik dana25.000.000 x 60% = 15.000.000Distribusi pendapatan untuk H.Mahdi atas simpanan mudharabahnya adalah8.774.193,55
x15.000.000 =
263.225,81
500.000.000
20
2.3 Pembiayaan dan Sistem Pembiayaan Syariah
Pengertian pembiayaan
Kegiatan utama sebuah bank adalah menghimpun dana dari
masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan
deposito dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada
masyarakat yang membutuhkan dana. Pengalokasian dana tersebut
dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal
dengan kredit atau pembiayaan. Pengalokasian dana dapat
diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan
kredit atau pembiayaan. Pengalokasian dana dapat pula
dilakukan dengan membelikan bebagai aset yang dianggap
menguntungkan bank.
Tetapi, kegiatan pengalokasian dana yang paling penting
dalam perbankan pinjaman pada nasabah atau yang dikenal dengan
istilah kredit pada bank konvensional dan pembiayaan pada bank
yang menjalankan prinsip operasionalnya berdasarkan prinsip
syariah, bukan pembiayaan yang lazim dilakukan oleh lembaga
pembiayaan non bank. Pembiayaan merupakan salah satu tugas
pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk
memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.
21
Menurut Undang-undang Pokok Perbankan No. 10 tahun 1998,
pengertian pembiayaan dapat didefinisikan sebagai berikut:
Pembiayaan adalah penyediaan atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yangmewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Sistem Pembiayaan Syariah
Menurut Abdul Halim, sistem adalah suatu kegiatan yang telah
ditentukan caranya dan biasanya dilakukan berulang-ulang.
Sedangkan zaki baridwan, mengutip beberapa pendapat antara
lain:
a. Sitephen A. Mascope dan Mark G Simkin berpendapat sebagai
berikut:
Suatu sistem adalah suatu entity (kesatuan) yang terdiri dari
yang saling berhubungan (disebut subsistem) yang bertujuan
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
b. W. Gerold Cole berpendapat sebagai berikut:
Suatu sistem adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang
saling barhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang
22
menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi
utama dari perusahaan.
Jenis-jenis pembiayaan baik di perbankan konvensional maupun
di perbankan syariah terbagi menurut tiga macam dilihat dari
pembiayaan, yaitu:
1. Pembiayaan dilihat dari segi tujuan
a. Pembiayaan konsumtif : pembiayaan yang diberikan untuk
tujuan konsumtif yang hanya dinikmati pemohon.
b. Pembiayaan produktif : pembiayaan yang dimanfaatkan untuk
kegiatan produksi yang menghasilkan suatu barang dan jasa.
c. Pembiayaan perdagangan : pembiayaan yang diberikan untuk
pembelian barang sebagai persediaan untuk dijual kembali.
2. Pembiayaan dilihat dari dua jangka waktu
a. Pembiayaan jangka pendek : pembiayaan dengan jangka waktu
maksimal satu tahun.
b. Pembiayaan jangka menengah : pembiayaan degan jangka waktu
antara 1-3 tahun.
c. Pembiayaan jangka panjang : pembiayaan dengan jangka waktu
lebih dari tiga tahun.
3. Pembiayaan dilihat dari tiga penggunaannya
a. Pembiayaan modal kerja
b. Pembiayaan investasi
23
c. Pembiayaan multiguna
Efektivitas Pembiayaan
Pembiayaan adalah istilah dalam syariah untuk lembaga
keuangan syariah baik itu mikro maupun makro untuk menyalurkan
dananya. Dalam penulisan ini penulis akan lebih sering
menuliskan pembiayaan dari pada penyaluran dana.
Kinerja LKM dikatakan efektif jika kinerja pembiayaannya
terhadap usaha kecil menyatakan bahwa efektif atau tidaknya
suatu penyaluran pembiayaan dapat bernilai berdasarkan
beberapa parameter antara lain: persyaratan peminjam, prosedur
peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya
administrasi,pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan atau
agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah atau calon
nasabah.
Dalam efektivitas pembiayaan dilihat dari:
1. Prosedur pembiayaannya, yaitu:
a. Mekanisme pengajuan pembiayaan
b. Mekanisme penyaluran pembiayaan
c. Mekanisme pengembalian pembiayaan
2. Dampak pembiayaan terhadap kondisi usaha nasabah yaitu:
a. Peningkatan pendapatan
b. Peningkatan keuntungan
24
Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk modal atau
tambahan modal usaha dikatakan efektif apabila prosedur
pembiayaan tergolong mudah, pembiayaan yang dapat meningkatkan
pendapatan dan keuntungan usaha nasabah.Analisis keefektivan
pembiayaan ini dilakukan untuk menilai sejauh mana kinerja
pembiayaan yang telah dilakukan oleh bank syariah.
BAB III
PENUTUP3.1. Kesimpulan
dapat dipahami sebagai penyediaan barang, uang atau yangdipersamakan dengan itu berdasarkan kontrak transaksi syariah yang berupa transaksi jualbeli, sewa, atau bagi hasil (dengan menghindari transaksi yang ribawi dan yang dilarangoleh syariah Islam) dimana bank sebagai pemilik barang atau sebagai pemilik dana(shahibul maal) dan nasabah sebagai pembeli barang, penyewa atau sebagai pengeloladana (mudharib), dimana bank mewajibkan nasabah tersebut membayarharga barangsecara angsuran, atau membayar sewa atau mengembalikan uang atau tagihan tersebutsetelah jangka waktu tertentu sebagai bentuk keuntungan dari transaksi jual beli, sewaatau bagi hasil dari dana yang telah dikelola oleh nasabah. Sedangkan kredit dapatdiartikan sebagai penyediaan sejumlah uang atau tagihan yang dapat dipersamakandengan itu, berdasarkan perjanjian utang-piutang antara bank dengan nasabah, yangmewajibkan nasabah tersebut untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
25
dengan imbalan sejumlah bunga yang besaran bunganya telah diperjanjikan pada saatperjanjian dibuat. Dalam perjanjian kredit konvensional ini tidakmensyaratkan adanyakontrak bisnis/transaksi selain kesepakatan utang-piutang.
3.2 Saran-saranMengingat bahwa pembiayaan syariah adalah suatu konsep pembiayaanyang lebihmemberikan rasa keadilan dan menghindari hal-hal yang dikategorikan haram menurutsyariah Islam, maka seyogyanya lembaga perbankan syariah dan lembaga keuangansyariah dapat menjadi jawaban dan suatu model bagi sistem ekonomiyang maslahah danmenggeser sistem ekonomi konvensional yang sarat dengan semangat kapitalis danliberalisasi perekonomian
Perbankan syariah diharapkan dapat lebih berperan dalam membangun perekonomianbangsa dengan cara yang efektif dan mampu menggerakkan sektor riil denganmenyalurkan pembiayaan untuk usaha mikro, kecil dan menengah demikemaslahatanbangsa dan negara.
Perbankan syariah seyogyanya tetap konsisten dengan taat ketentuan-ketentuan syariahdan perundang-undangan yang berlaku sehingga pembiayaannya dapat berjalan denganaman dan bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia.
26
DAFTAR PUSTAKA
Abta, Asyhari Al Faraidl: Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan, PustakaHikmah Perdana, Surabaya, 2005Abusaud, Mahmud, Garis-garis Besar Ekonomi Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1982Abdulrahim, Muhammad Imaduddin, Islam-Sistem Nilai Terpadu, Yayasan Pembina SariInsan (YASSIN), Jakarta, 1999Adolf, Huala, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2005Al Mishri, Abdul Sami’, Pilar-Pilar Ekonomi Islam, Terjemahan Dimyauddin Buwain, PustakaPelajar, Jogjakarta, 2006Ali, Tamam HB., Ekonomi Syariah Dalam Sorotan, Yayasan Amanah, Jakarta, 2003Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, BI-TazkiaInstitut, Jakarta, 1999 http://id.wikipedia.org/wiki/perbankan_syariahhttp://punyahari.blogspot.com
27