LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR KLIMATOLOGI PERTANIAN
“HUKUM BEER-LAMBERT”
Disusun Oleh:
Nama : Binti Sa’adah
NIM : 115040101111120
Kelompok : Kamis, 11.00 WIB
Asisten : Giri L.
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Hukum Beer
o Lambert-Beer law states the relationship between the absorbance linearity with the
concentration of the analyte solution and inversely proportional to the transmittance
o “Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan
konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan”
(Piany,Ritti.2013)
o Hukum Lambert adalah hubungan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan
sampel. Konsentrasi dari sampel di dalam larutan bisa ditentukan dengna mengukur
absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.
(Ritonga, HD 2011)
3.2 Fungsi Aplikasi Hukum Beer Dibidang Pertanian
Fungsi Aplikasi Hukum Beer dalam bidang pertanian adalah untuk dapat melihat nilai
koefisien pemadaman tanaman, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Rizaldi Boer
dan Irsal Las dari IPB terhadap tanaman kedele. Dalam penelitian yang berjudul Koefisien
Pemadaman Tanaman Kedele pada Beberapa Tingkat Radiasi tersebut, keduanya
melakukan penelitian untuk melihat seberapa besar kemampuan tajuk tanaman kedelai
dalam mereduksi cahaya berdasarkan beberapa tingkat radiasi yang berbeda. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa aplikasi hukum beer dalam pertanian adalah untuk mengetahui
kemampuan tanaman dalam mereduksi cahaya matahari yang diterimanya dalam proses
fotosintesis serta pertumbuhan tanaman tersebut.
(Rizal Boer & Irsal Las, 1994)
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tabel Hasil Pengamatan (Pada Tanaman Kedelai)
Tanggal WaktuIntensitas Tiap
Tajuk
Range Lux
MeterNilai a Nilai RTC
19 Desember
2012
06.00
Atas = 346 A - -
Tengah = 63 A 0,15 18,20 %
Bawah = 58 A - -
12.00
Atas = 1120 A - -
Tengah = 890 A 0,21 79,46 %
Bawah = 710 A - -
16.00
Atas = 709 A - -
Tengah = 601 A 0,21 84,76 %
Bawah = 490 A - -
20 Desember
2012
06.00
Atas = 690 A - -
Tengah = 399 A 0,20 57,82 %
Bawah = 179 A - -
12.00
Atas = 1560 A - -
Tengah = 1202 A 0,21 77,05 %
Bawah = 1065 A - -
16.00
Atas = 890 A - -
Tengah = 440 A 0,20 49,43 %
Bawah = 192 A - -
2.2 Perhitungan Nilai Koefisien Pemadaman pada Tajuk Atas, Tengah, dan Bawah
1. 19 Desember 2013
a) Jam 06.00 = Atas = 346 x 1 = 346
Tengah = 63 x 1 = 63
Bawah = 58 x 1 = 58
b) Jam 12.00 = Atas = 1120 x 1 = 1120
Tengah = 890x 1 = 890
Bawah = 710 x 1 = 710
c) Jam 16.00 = Atas = 709 x 1 = 709
Tengah = 601 x 1 = 601
Bawah = 490 x 1 = 490
d) Koefisien Pemadaman =
Jam 06.00
I1 = I0 x eαx4
Ln I1= ln I0 + (-α4)
I1 = I0 x e-ax
63 = 63 x (2,17)-ax4
Ln 63 = Ln 63 x (2,17-ax4)
Ln 63 = -a x 4 ( ln 63 x ln 2,17)
α = −ln 63¿¿
= −4,14
[4 x (5,84+0,77 )]
= −4,1429,20
= - 0, 15
Jam 12.00 I1 = I0 x e-ax
890 = 890 x (2,17)-ax4
Ln 890 = Ln 890 x (2,17-ax4)
Ln 890 = -a x 4 ( ln 890 x ln 2,17)
α = −ln 890¿¿
= −6,79
[4 x (7,02+0,77 )]
= −6,7931,16
= - 0, 21
Jam 16.00 I1 = I0 x e-ax
601 = 601 x (2,17)-ax4
Ln 601 = Ln 601 x (2,17-ax4)
Ln 601 = -a x 4 ( ln 601 x ln 2,17)
α = −ln 601¿¿
= −6,39
[4 x (5,84+0,77 )]
= −6,3929,32
= - 0, 21
2. 20 Desember 2013
a) Jam 06.00 = Atas = 690 x 1 = 690
Tengah = 399 x 1 = 399
Bawah = 179 x 1 = 179
b) Jam 12.00 = Atas = 1560 x 1 = 1560
Tengah = 1202 x 1 = 1202
Bawah = 1065 x 1 = 1065
c) Jam 16.00 = Atas = 890 x 1 = 890
Tengah = 440 x 1 = 440
Bawah = 192 x 1 = 192
d) Koefisien Pemadaman =
Jam 06.00 I1 = I0 x e-ax
399 = 690 x (2,17)-ax4
Ln 399 = Ln 690 x (2,17-ax4)
Ln 399 = -a x 4 ( ln 690 x ln 2,17)
α = −ln 399¿¿
= −5 , 98
[4 x (6,53+0,77 )]
= −5 , 9829,20
= 0,20
Jam 12.00 I1 = I0 x e-ax
1202 = 1560 x (2,17)-ax4
Ln 1202 = ln 1560 x ((2,17-ax4)
Ln 1202 = - α x 4 ( ln 1560 x ln 2,17)
α = −1202¿¿
= −7,09¿¿
= −7,0932,48
= 0,21
Jam 16.00 I1 = I0 x e-ax
440 = 890 x (2,17)-ax4
Ln 440 = ln 890 x ((2,17-ax4)
Ln 440 = - α x 4 ( ln 890 x ln 2,17)
α = −440¿¿
= −6,08¿¿
= −6,0830,24
= - 0,21
2.3 Perhitungan Nilai RTC pada Tajuk Atas, Tengah, dan Bawah
Perhitungan Nilai RTC 19 Desember 2013
Jam 06.00
RTC = I 1I 0
x 100 %
= 63
346 x 100 %
= 18,20 %
Jam 12.00
RTC = I 1I 0
x 100 %
= 8901120
x 100 %
= 79,46 %
Jam 16.00
RTC = I 1I 0
x 100 %
= 601709
x 100 %
= 84,76 %
Perhitungan Nilai RTC 20 Desember 2013
Jam 06.00
RTC = I 1I 0
x 100 %
= 399690
x 100 %
= 57,82 %
Jam 12.00
RTC = I 1I 0
x 100 %
= 12021560
x 100 %
= 77,05 %
Jam 16.00
RTC = I 1I 0
x 100 %
= 440890
x 100 %
= 49,43 %
2.4 Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui nilai koefisien pemadaman dan nilai
RTC tanaman kedelai yang bervariasi berdasarkan waktu pengamatan. Nilai koefisien pada
tanggal 19 Desember 2012 pada jam 06.00, 12.00 dan 16.00 secara berturut-turut adalah
0,15; 0,21 dan 0,21. Sedangkan nilai koefisien pemadaman pada tanggal 20 Desember 2012
secara berturut-turut berdasarkan waktu pengamatan yang sama dengan tanggal 19
Desember 2012 yaitu 0,21; 0,21 dan 0,20.
Nilai RTC yang didapatkan dari perhitungan RTC berdasar nilai koefisien
pengamatan pada tanggal 19 Desember 2012 secara berturut-turut berdasarkan waktu
pengamatannya yaitu 18,20 %, 79,46 %, dan 84,76 %. Sedangkan hasil perhitungan RTC
tanggal 20 desember 2012 secara berturut-turut berdasarkan waktu pengamatan yaitu
57,82%, 77,05 %, dan 49,43 %. Sehingga dapat diketahui bahwa nilai RTC tertinggi pada
tanggal 19 Desember 2012 adalah RTC pada jam 16.00 sebesar 84,76 dengan nilai koefisien
pemadaman sebesar 0,21, dan pada tanggal 20 Desember 2012 adalah RTC pada jam 12.00
sebesar 77,05 % dengan nilai koefisien sebesar 0,21.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari perhitungan hasil dan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa nilai koefisien
pemadaman tanaman kedelai bervariasi berdasarkan waktu pengamatan. Nilai koefisien pada
tanggal 19 Desember 2012 pada jam 06.00, 12.00 dan 16.00 secara berturut-turut adalah
0,15; 0,21 dan 0,21. Sedangkan nilai koefisien pemadaman pada tanggal 20 Desember 2012
secara berturut-turut berdasarkan waktu pengamatan yang sama dengan tanggal 19
Desember 2012 yaitu 0,21; 0,21 dan 0,20.
Nilai RTC tertinggi pada tanggal 19 Desember 2012 adalah RTC pada jam 16.00
sebesar 84,76 dengan nilai koefisien pemadaman sebesar 0,21, dan pada tanggal 20
Desember 2012 adalah RTC pada jam 12.00 sebesar 77,05 % dengan nilai koefisien sebesar
0,21.
3.2 Saran
Semoga praktikum Klimatologi kedepannya dapat menjadi semakin baik, dan
komunikasi asisten dengan praktikan dapat menjadi semakin baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
Boer, Rizaldi & Irsal Las. 1994. Koefisien Pemadaman Tanaman Kedele pada Beberapa Tingkat
Radiasi. http://journal.ipb.ac.id/index.php/agromet/article/viewFile/3666/2518.
Diakses Tanggal 8 Mei 2014
Piany,Ritti. 2013. Hukum Lambert-Beer. http://rittipiany.wordpress.com/2013/05/21/hukum-
lambert-beer/. Diakses tanggal 4 Juni 2014
Ritonga, HD. 2011. Bab II Tinjauan Pustaka.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28006/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
tanggal 4 Juni 2014
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR KLIMATOLOGI PERTANIAN
“HEAT UNIT”
Disusun Oleh:
Nama : Binti Sa’adah
NIM : 115040101111120
Kelompok : Kamis, 11.00 WIB
Asisten : Giri L.
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Heat Unit
Heat Unit adalah panas yang dibutuhkan tanaman agar tanaman tersebut dapat tumbuh.
(Tim Pengajar Klimatologi, 2010)
Crop Heat Units is an energy term calculated for each day and accumulated from planting
to the harvest date.
“Heat Unit tanaman adalah energi yang dihitung setiap harinya dan akumuasi dari tanam
hingga panen”
(The Ontario Weather, 2014)
1.2 Definisi Suhu Kritis
Suhu kritis adalah suhu yang masih dapat di terima oleh tanaman untuk melakukan
pertumhan.
(Tim Pengajar Klimatologi, 2010)
Critical temperature defined as highest temperature at which freezing injury to plant
tissues can be detected, provides a biologically meaningful and statistically defined
assessment of the relative cold tolerance of plant tissues.
“Suhu Kritis dapat didefinisikan sebagai suhu tertinggi dimana pembekuan luka
padajaringan tanaman dapat dideteksi, memberikan penilaian secara biologi dan
didefinisikan secara statistik dari toleransi dingin relatif jaringan tanaman”
(D. H. DeHayes And M. W. Williams, Jr., 1989)
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tabel dan Perhitungan Heat Unit sampai Hari ke-22 (Suhu dasar komoditas 70C)
Hari Tmin (oc) Tmax (oc) t T kritis HU
1 18 25 21,5 70C 14,5
2 15.2 24 19,6 70C 12,6
3 17.3 25.1 21,2 70C 14,2
4 15 26.2 20,6 70C 13,6
5 17.4 25.3 21,35 70C 14,35
6 15.5 24.7 20,1 70C 13,1
7 17.3 25.1 21,2 70C 14,2
8 17.8 26.3 22,05 70C 15,05
9 15.8 26.6 21,2 70C 14,2
10 17 25.2 22,1 70C 14,1
11 16.8 25.3 21,05 70C 14,05
12 15.2 25.2 20,2 70C 13,2
13 16.7 26.2 21,45 70C 14,45
14 16.9 25.8 21,35 70C 14,35
15 16.9 25.8 21,35 70C 14,35
16 15.8 25.9 20,85 70C 13,85
17 17.5 26.5 22 70C 15
18 17.8 26.5 22,15 70C 15,15
19 16.9 25.8 21,35 70C 14,35
20 18 26.6 22,3 70C 15,3
21 17.6 26 21,8 70C 14,8
22 18 26.5 22,25 70C 15,25
2.2 Pembahasan
Dari hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa suhu tanaman yang bervariasi dari
waktu ke waktu menyebabkan suhu rata-rata tanaman juga bervariasi. Suhu rata-rata tanaman
hasil perhitungan adalah 19,60C sampai dengan 22,300C dengan nilai suhu kritis tanaman
70C. Suhu rata-rata tanaman tertinggi terletak pada hari ke-20 yaitu sebesar 22,30C dan suhu
rata-rata terendah terletak pada hari ke-2 yaitu sebesar 19,60C. Perhitungan Heat Unit sejak
hari pertama hingga hari ke-22 menunjukkan nilai yang fluktuatif, hal tersebut dapat
diketahui dengan nilai heat unit yang mengalami kenaikan dan penurunan yang berkisar
antara suhu 12,60C sampai dengan suhu 15,300C. Besar kecilnya nilai heat unit dapat
diketahui dengan rumus :
t¿−t kritis=(T max+T min
2 )−7oC=
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa suhu tanaman yang bervariasi dari
waktu ke waktu menyebabkan suhu rata-rata tanaman yang bervariasi pula. Suhu rata-rata
tanaman hasil perhitungan adalah 19,60C sampai dengan 22,300C dengan nilai suhu kritis
tanaman 70C. Suhu rata-rata tanaman tertinggi terletak pada hari ke-20 yaitu sebesar 22,30C
dan suhu rata-rata terendah terletak pada hari ke-2 yaitu sebesar 19,60C. Perhitungan Heat
Unit sejak hari pertama hingga hari ke-22 menunjukkan nilai yang fluktuatif, hal tersebut
dapat diketahui dengan nilai heat unit yang mengalami kenaikan dan penurunan yang
berkisar antara suhu 12,60C sampai dengan suhu 15,300C.
3.2 Saran
Semoga Praktikum Klimatologi dapat berjalan lebih baik, baik dalam materi maupun
komunikasi antara praktikan dengan asisten. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
DeHayes, D.H & M.W. Williams, Jr. 1989. Critical Temperatur A Quantitative Method of
Assessing Cold Tolerance.
http://www.fs.fed.us/ne/newtown_square/publications/technical_reports/pdfs/
scanned/gtr134.pdf. Diakses Tanggal 6 Juni 2014
The Ontario Weather. 2014. Crop Heat Units Calculator and Graphics.
http://www.ontarioweather.com/industry/agriculture/agrcornheat.asp. Diakses
Tanggal 7 Juni 2014
Tim Pengajar Klimatologi. 2010. Modul Praktikum Klimatologi. Malang: Universitas Brawijaya.
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR KLIMATOLOGI PERTANIAN
“NERACA AIR UMUM”
Disusun Oleh:
Nama : Binti Sa’adah
NIM : 115040101111120
Kelompok : Kamis, 11.00 WIB
Asisten : Giri L.
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I TINJUAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Neraca Air
Neraca Air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat
pada periode tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui jumlah air tersebut
kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit).
(Firmansyah, 2010)
Neraca Air umum (NAU) merupakan neraca perhitungan untuk mengetahui kebutuhan air
suatu lahan pertanaman dalam jangka waktu yang relatif lama (bulan) berdasarkan selisih
nilai antara curah hujan (CH) dengan evapotranspirasi potensial (ETP).
(Tim Pengajar Klimatologi, 2010)
1.2 Manfaat Neraca Air Umum di Bidang (Pertanian/Perikanan)
Digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan pembagi air serta
saluran-salurannya. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air di dapat dari banyak
bulan-bulan yang defisit air.
Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir. Hal ini terjadi
jika hasil analisis neraca air didapat dari banyak-banyak bulan yang surplus air.
Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti tanaman
pangan – hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan.
(Firmansyah, 2010)
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Tabel Data Curah Hujan dan Evaporasi
Bulan Jan Feb Mar Apl Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov DesCH 280 268 154 148 80 15 0 10 40 7 142 188
Eo 112.4109.
5124.8
98.99
99.8115.
998.9 99.9 115.7
108.9
99.2 124.9
ETP 84.3 82.1 93.6 74.2 74.9 86.9 74.2 74.9 86.8 81.7 74.4 93.7
CH-ETP 195,7185,
960 73,8 5,1 -71,9 -74,2 -64,9 -46,8 -74,7 67,6 94,3
Surplus √ √ √ √ √ √ √Defisit √ √ √ √ √ETP = Eo x 0,75
2.2. Uraian Perhitungan
Januari
o ETP = Eo x 0,75
= 112,4 x 0,75
= 84,3
o CH-ETP = 280 – 84,3
= 195,7
o Surplus
Februari
o ETP = Eo x 0,75
= 109,5 x 0,75
= 82,1
o CH-ETP = 268 – 82,1
= 185,9
o Surplus
Maret
o ETP = Eo x 0,75
= 124,8 x 0,75
= 93,6
o CH-ETP = 154 – 93,6
= 60
o Surplus
April
o ETP = Eo x 0,75
= 98.99 x 0,75
= 74,2
o CH-ETP = 148 – 74,2
= 73,8
o Surplus
Mei
o ETP = Eo x 0,75
= 99,8 x 0,75
= 74,2
o CH-ETP = 80 – 74,2
= 5,1
o Surplus
Juni
o ETP = Eo x 0,75
= 115,9 x 0,75
= 86,9
o CH-ETP = 15 – 86,9
= - 71, 9
o Defisit
Juli
o ETP = Eo x 0,75
= 98,9 x 0,75
= 74,2
o CH-ETP = 0 -74,2
= - 74, 2
o Defisit
Agustus
o ETP = Eo x 0,75
= 99,9 x 0,75
= 74,9
o CH-ETP = 10 – 74,9
= - 64,9
o Defisit
September
o ETP = Eo x 0,75
= 115,7 x 0,75
= 86,8
o CH-ETP = 40 – 86,8
= - 46,8
o Defisit
Oktober
o ETP = Eo x 0,75
= 108,9 x 0,75
= 81,7
o CH-ETP = 7 – 81,7
= - 74,7
o Defisit
November
o ETP = Eo x 0,75
= 99,2 x 0,75
= 74,4
o CH-ETP = 142 – 74,4
= 67,6
o Surplus
Desember
o ETP = Eo x 0,75
= 124,9 x 0,75
= 93,7
o CH-ETP = 188 – 93,7
= 94,3
o Surplus
2.3. Grafik Curah Hujan dan Evapotranspirasi (dalam milimeter blok)
2.4. Penentuan Bulan Basah dan Bulan Kering
Penentuan bualan Basah dan Bulan kering dapat dilakukan dengan melihat hasil
perhitungan CH-ETP. Berdasarkan hasil perhitungan dan grafik diatas dapat diketahui
bahwa bulan basah dimulai pada bulan November dimana surplus air sebesar 67,6 kemudian
meningkat dibulan Desember hingga Februari yang nilainya berturut-turut sebesar 94,3;
195,7 dan 185,9, kemudian menurun pada bulan Maret dengan nilai sebesar 60, kemudian
naik lagi pada bulan April sebesar 73,8 dan turun secara signifikan pada bulan Mei menjadi
sebesar 5,1. Bulan berikutnya mulai mengalami defisit dari mulai bulan Juni hingga Oktober
dengan hasil perhitungan nilai berturut-turut yaitu sebesar -74,2; -64,9; -46,8; dan 74,7.
Perubahan nilai neraca air tersebut menunjukkan bahwa bulan basah dimulai pada bulan
November – April, sedangkan bulan kering dimulai pada bulan Mei – Oktober.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Neraca air merupakan air yang diterima suatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat
mengetahui jumlah air tersebut surplus atau defisit. Berdasarkan data perhitungan dan grafik
diatas dapat disimpulkan bahwa bulan basah dimulai pada bulan November – April,
sedangkan bulan kering dimulai pada bulan Mei – Oktober.
3.2 Saran
Untuk praktikum klimatologi selanjutnya semoga lebih baik lagi, baik dalam kematangan
materi maupun komunikasi yang terjalin diantara praktikan dengan asisten. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Firmansyah, M. Anang. 2010. Teori dan Praktik Analisis Neraca Air untuk Menunjang Tugas
Penyuluh Pertanian di Kalimantan Tengah.
http://kalteng.litbang.deptan.go.id/ind/images/data/neraca-air-bakorluh.pdf. Diakses
tanggal 7 Juni 2014
Tim Pengajar Klimatologi. 2010. Modul Praktikum Klimatologi. Malang: Universitas Brawijaya.
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR KLIMATOLOGI PERTANIAN
“NERACA AIR UMUM”
Disusun Oleh:
Nama : Binti Sa’adah
NIM : 115040101111120
Kelompok : Kamis, 11.00 WIB
Asisten : Giri L.
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
ANALISIS INTERPRETASI CUACA
1.1 Tabel AICNo Xi Yi X
(X1-X)Y
(Y1-Y)X2 Y2 X . Y
Suhu Kelembaban1 25 73 1,12 0,1 1,2544 0,01 0,1122 24,5 79 0,62 6,1 0,3844 37,21 3,7823 24,2 77 0,32 4,1 0,1024 16,81 1,3124 24,6 71 0,72 -1,9 0,5184 3,61 1,3685 23,9 75 0,02 2,1 0,0004 4,41 0,0426 24,0 71 0,12 -1,9 0,0144 3,61 -0,2287 22,1 72 -1,78 -0,9 3,1684 0,81 1,6028 22,4 70 -1,48 -2,9 2,1904 8,41 4,2929 23,6 69 -0,28 -3,9 0,00784 15,21 1,09210 24,5 72 0,62 -0,9 0,3844 0,81 -0,558
Total 238,8 729 - - 8,096 90,9 12,816Rata-Rata
23,88 72,9 - - 0,8096 9,09 1,2816
1.2 Menentukan persamaan Y=a+bx
o b = Σxy/Σx2
= 12,816/8,096
= 1,583
o a = Y-bx
= 72,9 – (1,583) (23,88)
= 72,9 – 37,802
= 35,098
Jadi Y = 35,098 + 1,583x
1.3 Menentukan nilai korelasir = Σxy / √( Σx2) (Σy2)
= 12,816/√(8,096) (90,9)
= 0,472
3.1 Kesimpulan hubungan antar cuaca (Bandingkan literature)
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan nilai korelasi sebesar 0,472. Nilai tersebut
lebih besar dari r tabel yang bernilai 0,05 (ketentuan), sehingga dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara variabel suhu dengan kelembaban adalah tidak erat.
Berdasarkan teori hubungan antara suhu dan kelembaban udara, hal tersebut sesuai.
Menurut Gusniwati (2012 jika kelembaban udara berubah, maka suhu juga akan berubah.
Pada musim penghujan, suhu udara rendah, kelembaban tinggi, sehingga memungkinkan
jamur pada kertas atau kertas menjadi bergelombang karena naik turunnya udara.
Kelembaban udara berbanding terbalik dengan suhu udara.Semakin tinggi suhu udara, maka
kelembaban udaranya semakin kecil. Hal ini dikarenakan dengan tingginya suhu udara akan
terjadi presipitasi (pengembunan) molekul air yang dikandung udara sehingga muatan air
dalam udara menurun. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka hubungan antara variabel
suhu dengan kelembaban dari data perhitungan diatas adalah benar, meski tidak erat.
DAFTAR PUSTAKA
Gusniwati. 2012. Penuntun Praktikum Instrumentasi Klimatologi.Universitas Jambi:Jambi.
Dalam Siregar. 2012. Penetapan suhu dan kelembaban di beberapa
permukaan bervegetasi. http://weldyarnikhosiregar.wordpress.com/laporan-kuliah-
2/laporan-agroklimatologi/penetapan-suhu-dan-kelembaban-di-beberapa-permukaan-
bervegetasi/. Diakses tanggal 6 Juni 2014
Lab Oseanografi. 2012. Analisis Interpretasi Data. http://laboseanografi.mipa.unsri.ac.id/wp-
content/uploads/2012/04/Interpretasi-Data.pdf. Diakses tanggal 6 Juni 2014