SIFAT FISIS DAN MEKANIS MATERIAL
SWING ARM SEPEDA MOTOR
TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh:
LABERTUS ANDRIANTO
025214030
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
SIFAT FISIS DAN MEKANIS MATERIAL
SWING ARM SEPEDA MOTOR
TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh:
LABERTUS ANDRIANTO
025214030
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
i
PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES
OF MOTORCYCLE SWING ARM
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Sarjana Teknik Degree in Mechanical Engineering
by
LABERTUS ANDRIANTO
Student Number : 025214030
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGARAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
2007
ii
iii
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 5 Oktober 2007
Penulis
Labertus Andrianto
v
HALAMAN MOTO
˝ Imajinasi jauh lebih penting daripada pengetahuan ˝.
- Albert Einstein
˝ Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan ˝.
- Thomas A. Edison ˝ Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka ˝.
- Alexander Graham Bell
˝ Kita tidak bisa menjadi bijaksana dengan kebijaksanaan orang lain, tapi kita bisa berpengetahuan dengan pengetahuan orang lain ˝.
- Michel De Montaigne
˝ Saat kutemukan sebuah arti dalam hidup ini, hidupku akan lebih bijaksana ˝.
- Anonim
vi
Ad Maiorem Dei Gloriam
I dedicate my Final Project simply to :
# Bapa disurga dan keluarga kudus, terima kasih atas semua
bimbingan dan kekuatan yang telah Engkau berikan.
# Keluargaku tercinta : Bapak Andreas Suratdiya dan Ibu Anastasia
Boinem serta adikku Dwi, yang telah memberikan perhatian tak
terbatas, pengertian tak ternilai, dorongan semangat yang luar biasa dan
kesedian untuk berbagi dalam setiap kesulitan.
# Bapak Lanjar dan segenap karyawan P.T Mega Andalan Kalasan
atas kesempatan untuk melakukan penelitian Tugas Akhir.
# Benny Aditya, terimakasih sudah menjadi teman terbaik
dalam penulisan Tugas Akhir ini.
# Agnes Desideria Andyanti Putri atas teladan yang telah kamu berikan
selama menemani aku di jogja, suatu kebanggaan pernah hadir dalam
hidupmu.
vii
# Seseorang Ginting dimanapun kamu berada, terimakasih atas
perhatian, kasih sayang dan telah menjadi inspirasi dalam penulisan
Tugas Akhir ini. Jadilah yang terbaik bagi orang tuamu dan bagi orang-
orang yang menyayangi kamu.
# Teman-teman Angkatan 2002 yang telah banyak membantu dalam
segala hal. Sukses selalu untuk kalian semua.
# Honda Supra R 5355 YK atas kesetian menemani dalam setiap
langkahku, bersamamu kita lalui segalanya.
# Yamaha Mio R 4579 UB, terimakasih atas semua pengorbananmu.
Kamu telah jadi bagian dari hidupku dan menjadi teman setia saat
sodaramu mulai merasa lelah.
# Pentium dual core 2007, terimakasih atas perfoma terbaiknya.
Kamu hadir disaat yang tepat.
Salamku,
viii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kasih, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga dapat menyelesaikan Tugas
Akhir dengan baik. Maksud dan tujuan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai
pemenuhan salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik
Mesin Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan, dukungan serta bimbingan yang diberikan dalam proses penyusunan ini,
oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Romo Ir. Greg. Heliarko SJ.,S.S.,B.S.T.,M.A.,M.Sc., Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
3. Laboran Laboratorium Teknologi Mekanik dan Laboratorium Perpindahan
Panas Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penelitian penulis.
4. Segenap dosen dan karyawan Jurusan Teknik Mesin FT-USD yang telah
membantu dan selalu membimbing dalam masa-masa kuliah.
5. Keluarga besarku di Cilacap, bapak-ibu ( Andreas Suratdiya ) dan
(Anastasia Boinem ) dan adikku Maria Dwi Lestari terima kasih untuk
semuanya.
6. Ade Irmayani Br Ginting yang telah memberikan doa, kasih sayang dan
dorongan semangat dalam penulisan Tugas Akhir ini.
ix
7. Teman-teman Dwi, Bowo, Haryanto, Tomo, Surya, Beni, Dimas, Heri,
Yayat, Calvin, Andi, dan semua teman-teman TM angkatan 2002 yang
telah membantu banyak dalam Tugas Akhir ini.
8. Semua teman-teman dari Panulisan, Pungkas, Herdiana, Toni, Darus,
Carto, Iyus atas dukungannya selama ini.
Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat berguna dan memberikan
manfaat baik bagi penulis maupun pihak lain, sebagai ilmu pengetahuan dan
informasi.
x
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh material yang terbaik untuk
pembuatan swing arm sepeda motor. Penelitian ini meliputi tiga material baja
karbon rendah yang memiliki komposisi dan struktur mikro yang berbeda.
Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian tarik, pengujian komposisi
kimia dan pengujian struktur mikro. Setiap material dipotong menjadi plat,
kemudian beberapa bagian plat tersebut dibentuk menjadi benda uji yang
disesuaikan dengan standar ASTM. Dari hasil pengujian tarik diperoleh data
bahwa baja MS 1 memiliki kekuatan tarik tertinggi sebesar 50,64 kg/mm² dan
baja MS 3 merupakan material yang memiliki kekutan tarik terendah sebesar
43,57 kg/mm² sedangkan baja MS 2 memiliki kekuatan tarik sebesar 45,59
kg/mm². Pada pengujian komposisi kimia, unsur paduan karbon terbanyak pada
baja MS 2 sebesar 0,128 % dan terendah pada baja MS 1 sebesar 0,09 %. Dari
pengujian struktur mikro terlihat bahwa baja MS 2 memiliki kandungan karbon
terbanyak, sedangkan baja MS 3 memiliki unsur paduan karbon yang sedikit lebih
banyak dari baja MS 1.
Dari pengujian-pengujian tersebut, dapat disimpulkan unsur karbon
memiliki pengaruh yang penting terhadap kekutan tarik material baja. Namun,
kekuatan tarik suatu material tidak hanya dipengaruhi oleh unsur karbon.
Perlakuan panas, proses pembuatan dan pembentukan baja dapat juga
mempengaruhi kekuatan tarik material.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………..…………………………………. i
HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS………………………..………. ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………….…………... iii
HALAMAN PERNYATAAN………………………..…………………….. v
HALAMAN MOTO………………………………………………………... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN………..…………………………………... vii
KATA PENGANTAR…………………………………………..………….. ix
INTI SARI……………………………………..……………………………. xi
DAFTAR ISI………………………………………………………….…….. xii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………..…………… xv
DAFTAR TABEL………………………………………….……………..… xvi
BAB I PENDAHULUAN……………………………..………………… 1
1.1. Latar Belakang…………………………………..…………. 1
1.2. Batasan Masalah………………………………………….... 3
1.3. Tujuan Penelitian………………………………….……….. 3
BAB II DASAR TEORI………………………………………..………… 4
2.1. Pengertian Baja………………...………………..…………. 4
2.2. Proses Produksi Baja…………………………………..…… 5
2.3. Struktur Mikro Besi dan Baja…………………..………….. 5
2.3.1. Diagram Fasa Besin Karbon.................................... 5
xii
2.3.2. Perubahan Struktur Pada Perlakuan Panas..……… 9
2.4. Klasifikasi Baja.…………………..………………………... 11
2.4.1. Baja Karbon Biasa…………………….………….. 12
2.4.2. Baja Paduan Rendah................................................ 13
2.4.3. Baja Tahan Karat..................................................... 15
2.4.4. Baja Cor…………………………………………... 15
2.4.5. Baja Perkakas…………………………………….. 15
2.4.6. Baja Spesial………………………………………. 16
2.5. Unsur-unsur Yang Terkandung Dalam Baja........................... 16
2.5.1. Karbon ( C )............................................................. 16
2.5.2. Mangan ( Mn )......................................................... 17
2.5.3. Sulfur ( S )................................................................ 17
2.5.4. Nikel ( Ni )............................................................... 17
2.5.5. Chromium ( Cr )....................................................... 17
2.5.6. Molybdenum ( Mo )…………………...………….. 18
2.5.7. Vanadium ( V )……………………………………. 18
2.5.8. Tembaga ( Cu )……………………………………. 18
2.5.9. Wolfram ( W )…………………………………….. 18
2.5.10. Posfor ( P )..……………………………………….. 18
2.5.11. Aluminium ( Al )………………………………….. 19
2.5.12. Boron……………………………………………… 19
2.6. Sifat Mekanis Baja………………………………………….. 19
2.7. Pengujian Bahan…………………………………………….. 21
xiii
2.7.1. Uji Tarik……………….…………………………… 21
2.7.2. Pengamatan Struktur Mikro………………………... 24
2.7.3. Pengamatan Bentuk Patahan……………………….. 25
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………….. 27
3.1. Skema Penelitian…….…………………………………….... 27
3.2. Persiapan Bahan……………...……………..………………. 28
3.3. Pembuatan Benda Uji............................................................. 28
3.4. Peralatan Yang Digunakan..................................................... 30
3.5. Pengujian Bahan..................................................................... 31
3.5.1. Uji Tarik……………………..……………………. 31
3.5.2. Pengamatan Struktur Mikro..…………………..…. 33
3.5.3. Uji Komposisi Kimia............................................... 35
BAB IV DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………. 37
4.1. Analisis Pengujian Tarik……….…………………………… 37
4.2. Analisis Pengujian Struktur Mikro………………………..... 42
4.3. Analisis Pengujian Komposisi Kimia……............................. 43
4.4 Analisis Ketebalan Plat dan Ketangguhan Material............... 45
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP……………………………..... 47
5.1. Kesimpulan…………………..……………………………... 47
5.2. Penutup …………………………………..………………… 49
5.3. Saran………………………………..………………………. 49
DAFTAR PUSTAKA
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Diagram Fasa Besi Karbon…...…………………………….... 7
Gambar 2.2. Struktur Mikro Baja Karbon……………….………………… 8
Gambar 2.3. Diagram Tegangan Regangan…………………………...…... 23
Gambar 2.4. Pemantulan Cahaya pada Benda……………………...……... 25
Gambar 2.5. Jenis-jenis Perpatahan………………………………...……... 26
Gambar 3.1. Skema Penelitian..................................................................... 27
Gambar 3.2. Benda Uji Tarik………….………………..……….…….….. 28
Gambar 3.3. Mesin Skrap…………………………………..……...……... 29
Gambar 3.4. Mesin Uji Tarik…………………………………………….... 33
Gambar 3.5. Mikroskop dan Kamera…………………………………...…. 34
Gambar 3.6. Mesin Uji Komposisi Kimia…………………….…………... 36
Gambar 4.1. Diagram Nilai Rata-rata Kekuatan Tarik……………...…...... 38
Gambar 4.2. Diagram Nilai Rata-rata Regangan ………………….....…… 39
Gambar 4.3. Diagram Nilai Rata-rata Kontraksi………………………..… 39
Gambar 4.4. Diagram Nilai Rata-rata Modulus Elastisitas……………….. 40
Gambar 4.5. Foto Struktur Mikro Material MS 1………………………… 42
Gambar 4.6. Foto Struktur Mikro Material MS 2……………….……..…. 42
Gambar 4.7. Foto Struktur Mikro Material MS 3………………..……...... 42
Gambar 4.8. Diagram Nilai Ketangguhan Baja Material Swing Arm.......... 46
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Baja Menurut SAE dan AISI.................................... 12
Tabel 3.1. Dimensi Spesimen Standar ASTM............................................. 29
Tabel 3.2. Hubungan Dimensional Benda Uji Tarik.................................. 30
Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Tarik Material Swing Arm...................... 37
Tabel 4.2. Nilai Rata-rata Kekuatan Tarik................................................. 37
Tabel 4.3. Nilai Rata-rata Regangan Material Swing Arm........................ 37
Tabel 4.4. Nilai Rata-rata Kontraksi Material Swing Arm………............. 38
Tabel 4.5. Nilai Rata-rata Modulus Elastisitas……………………........... 38
Tabel 4.6. Nilai Unsur Paduan Karbon Baja Material Swing Arm............. 43
Tabel 4.7. Nilai Unsur Paduan Karbon Setelah Pengujian Ulang.............. 43
Tabel 4.8. Nilai Unsur Paduan Setelah Pengujian Ulang.......................... 44
Tabel 4.9. Nilai Ketangguhan Baja Material Swing Arm........................... 45
xvi
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan dunia otomotif berkembang dengan
pesatnya, maka perancangan dan pemilihan bahan konstruksi ataupun
komponen mesin sangatlah sulit dan rumit serta membutuhkan ketelitian.
Sebagian besar konstruksi mesin dalam aplikasinya selalu menerima beban
yang bervariasi, sehingga diperlukan suatu bahan yang baik dan kuat, untuk
mendapatkan bahan tersebut diperlukan pengujian sifat-sifat fisis dan mekanis
yang meliputi kekuatan tarik, struktur mikro dan komposisi kimianya. Dalam
pengujian ini dibutuhkan pengetahuan tentang teknik manufaktur untuk
mengetahui kemampuan bahan dalam menerima pembebanan, baik dinamis
maupun statis.
Riset dan pengembangan terus dilakukan untuk memperoleh teknologi
baru yang lebih efisien dan efektif baik pengembangan mesin maupun
konstruksi. Salah satu konstruksi yang terus dikembangkan adalah swing arm
sepeda motor. Swing arm merupakan komponen penting pada sepeda motor
yang dapat meredam beban kejut dengan baik sehingga kestabilan sepeda
motor dapat terjaga. Material yang umumnya digunakan dalam pembuatan
swing arm sepeda motor yaitu baja karbon rendah. Material yang saat ini
dipakai sering pecah dimungkinkan karena komposisi, perlakuan panas
2
maupun pengerjaan yang salah. Maka dari itu diperlukan adanya penelitian
terhadap material yang baik untuk swing arm sepeda motor.
Penelitian ini meliputi tiga jenis pipa kotak MS yang akan digunakan
dalam pembuatan swing arm sepeda motor. Adapun ketiga baja tersebut
adalah :
1. Baja kotak putih, MS ukuran 20 mm x 40 mm x 1,8 mm.
2. Baja kotak coklat, MS ukuran 20 mm x 39,5 mm x 1,8 mm.
3. Baja kotak hitam, MS ukuran 19,5 mm x 40 mm x 2 mm
3
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kekuatan tarik, regangan dan kontraksi beberapa baja
material swing arm sepeda motor
2. Mengetahui komposisi kimia baja material swing arm sepeda motor
3. Menentukan material yang paling sesuai untuk pembuatan swing arm
sepeda motor
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang ditentukan penulis dalam penelitian dan
penyusunan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis
dari 3 baja material yang akan digunakan dalam pembuatan swing arm sepeda
motor. Pengujian yang dilakukan meliputi uji tarik, pengamatan struktur
mikro dan uji komposisi kimia. Material diperoleh dari PT. Mega Andalan
Kalasan dan pengujiannya di Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik
Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Baja
Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi (Fe), karbon (C) dan
unsur lainnya. Baja dapat dibentuk melalui pengecoron atau penempaan.
Karbon merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan
kekerasan dan kekuatan baja.
Besi dan baja merupakan logam yang banyak dipakai dan digunakan
dalam dunia teknik, meliputi 95% dari seluruh produksi logam dunia, baik
dalam bentuk pelat, lembaran, pipa, batang profil dan sebagainya. Untuk
penggunaan tertentu, besi dan baja merupakan satu-satuya logam yang
memenuhi persyaratan teknik maupun ekonomis, tetapi yang paling penting
karena sifat-sifatnya yang bervariasi. Yaitu bahwa bahan tersebut mempunyai
berbagai sifat dari yang paling lunak dan mudah dibuat sampai yang paling
keras dan tajam sekalipun atau apa saja dengan bentuk struktur logam dapat
dibuat dengan metode pengecoran. Dari unsur besi (Fe) berbagai bentuk
struktur logam dapat dibuat, itulah sebabnya mengapa besi dan baja disebut
dengan bahan yang kaya dengan sifat-sifat. Namun di beberapa bidang lainnya
logam ini mulai mendapat persaingan dari logam bukan besi. Besi
diperkirakan telah dikenal manusia sekitar tahun 1200 SM.
5
2.2 Proses Produksi Baja
Untuk memproduksi baja dapat ditempuh dengan cara pengecoran atau
dengan cara metalurgi serbuk. Pengecoran dilakukan dengan cara melebur biji
besi yang diperoleh dari tambang dalam dapur tinggi (blast furnance). Dengan
cara serbuk metalurgi yaitu dengan melebur kembali baja sraps dalam dapur
pengolahan baja (steel furnance). Melalui cara ini , baja diperoleh dengan cara
memadatkan campuran serbuk besi dan serbuk lainnya dalam satu wadah
tertentu dan selanjutnya dilakukan pemanasan terhadap hasil pemadatan.
2.3 Struktur Mikro Besi dan Baja
2.3.1 Diagram Fasa Besi Karbon
Dari unsur besi berbagai bentuk struktur logam dapat dibuat, itulah
sebabnya besi dan baja kaya dengan sifat-sifat. Sifat unsur penyusun baja
dan besi dapat dilihat secara jelas dalam diagram fasa besi karbon, seperti
pada gambar 2.1. Gambar tersebut menunjukan gambar keseimbangan besi
karbon sebagai dasar dari bahan yang berupa besi baja. Selain karbon pada
besi dan baja, terkandung kira-kira 0,25 % Si, 0,3 – 1,5 % Mn, dan unsur
pengotor lain P, S dan sebagainya. Karena unsur-unsur ini tidak memberikan
pengaruh utama kepada diagram fasa, maka diagram fasa tersebut dapat
dipergunakan tanpa menghiraukan adanya unsur-unsur tersebut.
Pada paduan besi karbon fasa karbida yang disebut simentit, dan juga
grafit, grafit lebih stabil dari pada simentit. Yang akan dibahas disini
hanyalah diagram Fe-Fe 3 C (simentit mempunyai kadar C = 6,67 %). Titik-
titik penting pada diagram fasa ini adalah :
6
A. Titik cair besi
B. Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan reaksi peritektik
H. Larutan padat δ yang da hubungannya dengan reaksi peritektik. Kelarutan
karbon maksimum, adalah 0,10 %.
J. Titik peritektik selama pendinginan eustenit, pada komposisi J, fase γ
terbebtuk dari larutan padat δ, pada komposisi H, dan cairan komposisi
B.
N. Titik transformasi dari besi δ ↔ besi γ, titik transformasi A 4 dari besi
murni.
C. Titik eutektik. Selama pendinginan fasa γ dengan komposisi E dan
sementit pada komposisi F (6,67 % C) terbentuk dari cairan pada
komposisi C, fasa eutektik ini disebut ledeburit.
E. Titik yang menyatakan fasa γ, ada hubungan dengan reaksi eutektik.
Kelarutan maksimum dari karbon 2,14 %. Paduan besi karbon sampai
pada komposisi ini disebut baja.
G. Titik transformasi besi δ ↔ α. Titik transformasi A 3 untuk besi.
P. Titik yang menyatakan ferit, fasa α ada hubungannya dengan reaksi
eutektoid. Kelarutan maksimum dari karbon kira-kira 0,02 %.
S. Titik eutectoid. Selama pendinginan, ferit pada komposisi P dan sementiti
pada komposisi K (sama dengan F) terbentuk simultat dari austenit pada
komposisi S. Reaksi eutektoid ini dinamakan transformasi A1 , dan fasa
eutektoid ini dinamakan perlit.
7
GS. Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dengan komposisi
di mana mulai terbentuk ferit dari austenit. Garis ini disebut garis A 3 .
ES. Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan komposisi, di
mana mulai terbentuk simentit dari austenit dinamakan garis A cm
A . Titik transformasi magnetik untuk besi atau ferit. 2
A . Titik transformasi magnetik untuk sementit. 0
Gambar 2.1 : Diagram fasa besi karbon Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia, M.S. Met.E : Pengetahuan Bahan Teknik, hal 70
8
a b
c d
e f
Gambar 2.2 : Struktur mikro baja karbon Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia, M.S. Met.E : Pengetahuan Bahan Teknik, hal 71
Keterangan Gambar 2.2 :
a. Menunjukkan stuktur mikro baja yang mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,06 % C.
9
b. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,25 %. Baja ini dinormalkan pada suhu 930ºC.
c. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,30 %. Baja ini diaustenitkan pada suhu 930ºC dan
ditransformasikan isothermal pada suhu 700ºC.
d. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,45 %. Baja ini dinormalkan pada suhu 840ºC.
e. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon 0,80
%. Baja ini diaustenitkan pada suhu 1150ºC dan didinginkan pada
tungku.
f. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon
sebesar 1 %. Baja ini dirol pada suhu 1050ºC dan pendinginannya
dilakukan dengan udara.
Baja yang berkadar karbon sama dengan komposisi eutektoid
dinamakan baja eutektoid, yang berkadar kurang dari komposisi eutektoid
disebut baja hypoeutektoid dan yang berkadar karbon lebih dari komposisi
eutektoid disebut baja hypopereutektoid.
2.3.2 Perubahan Struktur Pada Perlakuan Panas
Besi dan baja diharapkan mempunyai kekuatan statis dan dinamik,
ulet, mudah diolah, tahan korosi dan mempunyai sifat elektromagnet agar
dapat dipakai sebagai bahan untuk konstruksi dan mesin-mesin. Dilihat
dari transformasi ada tiga macam baja yaitu :
10
1. Baja dengan titik transformasi A 1 berupa ferit di bawah A1 dan
austenit pada A atau diatas A1 . 3
2. Baja dengan titik transformasi A 1 di bawah temperatur kamar,
berupa austenit pada temperatur kamar.
3. Baja dengan daerah austenit yang kecil, berupa ferit sampai
temperatur tinggi pada daerah komposisi tertentu.
Baja yang tergolong macam 1 berupa ferit pada temperatur kamar
(dalam keseimbangan), dapat diproses menjadi berbagai struktur dengan
jalan perlakuan panas. Struktur tersebut diiktisarkan pada Gambar 2.1.
Fasa yang ada pada baja. Fasa-fasa tersebut memiliki sifat-sifat khas,
sebagai berikut :
1. Ferit mempunyai sel satuan kubus pusat badan atau body centered
cubic (bcc), menunjukan titik mulur yang jelas dan menjadi getas
pada temperatur rendah.
2. Austenit mempunyai sel satuan kubus pusat muka atau face
centered cubic (fcc), menunjukan titik mulur yang jelas tanpa
kegetasan pada keadaan dingin. Akan tetapi kalau berupa fasa
metastabil bisa berubah menjadi α’ pada temperatur rendah,
dengan pengerjaan.
3. Martensit adalah fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam
sel satuan tetragonal pusat badan atau body centered tetragonal
(bct). Makin tinggi derajat kelewat jenuhan karbon, makin besar
11
perbandingan satuan sumbu sel satuannya dan makin keras serta
makin getas martensit tersebut.
4. Bainit mempunyai sifat-sifat antara martensit dan ferit.
Sesuai dengan keanekaragaman strukturnya, maka dapat diperoleh
berbagai sifat baja termasuk kekuatan dan keuletan. Faktor-faktor yang
menentukan sifat-sifat mekanik adalah macam fasa, kadar unsur paduan
dalam fasa, ukuran dan bentuk senyawa. Untuk mendapatkan sifat-sifat
mekanik yang diinginkan perlu mendapat struktur yang cocok dengan
komposisi kimia dan perlakuan panas yang tepat.
2.4 Klasifikasi Baja
Berdasarkan unsur paduannya, klasifikasi baja mengikuti SAE (Society of
Automotive Engineers ) dan AISI ( American Iron and Steel Institute ).
Macam-macam kategori baja diantaranya sebagai berikut :
- Baja karbon biasa (plain-carbon steel).
- Baja paduan rendah (hight-strength, low alloy steel).
- Low alloy structural steel.
- Baja tahan karat (stainless steel).
- Baja tuang / cor (cast steel).
- Baja perkakas (tool steel).
- Baja penggunaan spesial / khusus (spesial purpose steel)
12
Tabel 2.1. Klasifikasi baja menurut SAE dan AISI
Sumber : Budi Setyahandana. S.T, M.T. : Diktat Material Teknik, hal 12
2.4.1 Baja karbon biasa
Baja karbon biasa merupakan jenis baja yang paling awal dikenal orang.
Baja ini mempunyai komponen utama Fe dan C, baja ini dibedakan lagi
menjadi :
13
1. Baja karbon rendah dengan kandungan karbon berkisar 0,05 – 0,30 %
2. Baja karbon sedang dengan kandungan karbon berkisar 0,30 – 0,50 %
3. Baja karbon tinggi dengan kandungan karbon lebih besar dari 0,50 %
Sifat umum baja karbon berdasarkan kadar % C :
1. Baja karbon rendah (0,05 – 0,30 %)
- Kekuatan sedang, liat dan tangguh tapi lunak.
- Untuk komponen dengan tegangan rendah.
- Mudah dimesin dan dilas.
2. Baja karbon sedang (0,3 – 0,6 %)
- Lebih keras dari pada baja karbon rendah.
- Lebih kuat dan tangguh, tetapi kurang liat.
- Sifat dapat diubah dengan heat treatment.
3. Baja karbon tinggi (0,6 – 0,95 %)
- Lebih keras tetapi kurang liat dan tangguh.
- Dapat di heat treatment untuk memperkeras dan mempertinggi
ketahanan arus.
- Untuk C > 0,96 % digunakan untuk tool steel.
2.4.2 Baja paduan rendah
Baja paduan rendah mengandung unsur-unsur paduan sebagai elemen
tambahan pada Fe dan C, Mo (Molibden), Si (Silicon) dan lain-lain.
Umumnya kandungan masing-masing elemen paduan lebih kecil dari 5 %.
Baja ini pada umunya telah mendapat perlakuan panas (heat treatment) oleh
pabrik pembuatnya. Baja paduan dipisah menjadi :
14
1. Baja paduan rendah (jumlah unsur paduan khusus < 8,0 %)
2. Baja paduan tinggi (jumlah unsur paduan khusus > 8,0 %)
Maksud penambahan unsur-unsur paduan :
1. Meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja.
2. Memperbaiki sifat-sifat baja.
Unsur-unsur paduan pada baja dapat digolongkan menjadi :
1. Membuat baja lebih kuat dan ulet yang bereaksi dengan Fe seperti Ni,
Mn, Cr dan Mo.
2. Membuat baja lebih keras jika bereaksi dengan C seperti Cr, W, Mo
dan V.
Penggolongan 1 terutama digunakan untuk baja konstruksi, sedang 2
terutama digunakan untuk baja perkakas dan baja pembentuk seperti
pembentuk huruf nama. Dari segi ilmu bahan, unsur-unsur paduan pada baja
akan memberi pengaruh dalam hal :
1. Perubahan struktur fcc – bcc, suhu kritis akan berpindah ke atas (Cr, W,
Mo, Si) atau ke bawah (Ni, Mn).
Penyimpangan diagram sebanding dengan kadar unsur-unsur paduan yang
terdapat pada baja. Peningkatan cukup banyak kadar Mn dan Ni (12 – 14
%) dapat mengubah suhu kritis bawah, dibawah suhu kamar.
2. Titik eutektik (titik dimana suhu kritis atas dan bawah berada pada tempat
yang sama) akan bergeser ke kiri pada diagram Fe-C.
3. Kecepatan pendinginan kritis akan lambat.
15
2.4.3 Baja tahan karat
Baja tahan karat pada umumnya yang berlaku dipasaran dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut :
- Baja tahan karat austenit (Austenite stainlees steel).
- Baja tahan karat ferit (ferit stainlees steel).
- Baja tahan karat martensit (martensite stainlees steel).
Semua jenis baja tahan karat ini mempunyai daya tahan terhadap korosi
yang berbeda, tergantung pada kandungan cromium (Cr). Baja austenit
termasuk kelompok baja Cr – Ni (seri 300). Baja ferit (masuk dalam seri 400)
tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas.
2.4.4 Baja cor
Baja cor mempunyai komposisi yang hampir sama dengan baja tempa,
kecuali pada komposisi Si dan Mn mempunyai jumlah lebih besar yang
berfungsi untuk mengikat O dan gas-gas lainnya. Baja cor komersial masih
dibedakan atas :
2
- Baja karbon rendah dengan C < 0,2 %.
- Baja karbon sedang dengan C 0,20 – 0 ,50 %.
- Baja karbon tinggi dengan C < 0,50 %.
- Baja paduan rendah dengan jumlah total elemen paduan C < 8 %.
- Baja paduan tinggi dengan jumlah total elemen paduan C > 8 %.
2.4.5 Baja perkakas
Baja perkakas yang beredar secara internasional pada umumnya harus
mempunyai persyaratan sebagai berikut :
16
- Kemampuan mempertahankan kekerasan dan kekuatan pada suhu tinggi.
- Kemampuan terhadap beban kejut/impact.
- Kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap keausan dan gesekan.
Baja perkakas biasanya mengandung unsur-unsur Cr, W, V dan Mo
dengan jumlah cukup besar, sehingga baja tersebut menjadi lebih keras dan
tahan terhadap keausan.
2.4.6 Baja Spesial
Baja special pada umumnya digunakan untuk maksud-maksud tertentu
sebagai berikut :
- Baja tahan suhu tinggi.
- Baja tahan suhu rendah.
- Baja kekuatan tinggi.
Untuk penggunaan pada suhu tinggi (950 – 1100 ºC) dapat dipilih baja
tahan karat austenik (misal seri 302, 309, 310, 316, 321, 327) tetapi
kekuatannya turun dratis sampai pada temperatur 1100 ºC. Dapat juga
digunakan baja tahan karat jenis martensit dan feritik.
2.5. Unsur-unsur Yang Terkandung Dalam Baja
Unsur-unsur paduan baja mempunyai pengaruh sebagai berikut :
2.5.1. Karbon ( C )
Pengaruh unsur karbon adalah menaikkan besaran kekuatan tarik,
kekerasan dan kepekaan takik tetapi menurunkan keliatan ( regangan patah),
kemampuan tempa dan las. Hal ini dapat diatasi dengan cara paduan dan
perlakuan panas.
17
2.5.2. Mangan ( Mn )
Kombinasi Mn + S sebagai MnS ( mangan sulfida lunak ), penambahan
pada besi sulfida untuk mengurangi kegetasan. Pada alloy stell kandungan 11
% - 14 % Mn berfungsi untuk :
- Membentuk paduan austenit yang tidak magnetis.
- Meningkatkan kekerasan, tahan aus.
- Ideal untuk alat iris yang menderita beban kejut.
2.5.3. Sulfur ( S )
Umumnya tidak dikehendaki karena membuat efek brittle ( getas ). Jika
bersenyawa dengan mangan sifat sulfur berkurang atau membuat baja rapuh
bila tidak ada mangan.
2.5.4. Nikel ( Ni )
Unsur ini berpengaruh untuk meningkatkan ketangguhan dan ketahanan
terhadap beban kejut terutama pada temparatur rendah, membantu pengerasan
inti. Umumnya unsur ini digunakan sebagai paduan sebesar 2 % - 5 %,
biasnya diguanakan pada baja perkakas. Kadar 12 % - 20 % Ni dengan C
rendah dapat meningkatkan ketahanan korosi. Sifat Ni-Cr untuk keliatan,
tahan api dan panas dan tahan terhadap asam.
2.5.5. Chromium ( Cr )
Prosentase Cr dalam jumlah besar dapat berpengaruh terhadap ketahanan
korosi dan tahan panas/api. Kandungan Cr rendah < 2 % berfungsi untuk
mampu keras dan menambah kekuatan, biasanya paduan ini digunakan
bersama Ni dengan perbandingan 1 : 2. Kombinasi Cr dan C menjadi
18
Chromium Carbides yang tahan aus dan dugunakan pada baja karburising,
baja perkakas, baja bantalan tahan aus dan karat.
2.5.6. Molybdenum ( Mo )
Unsur ini digunakan pada baja paduan kurang dari 0,3 % untuk
menaikkan kekerasan dan menaikkan kekuatan terutama terhadap beban
dinamik dan temperatur tinggi, mencegah kegetasan. Mo dapat juga
menggantikan Cr untuk baja yang di temper dan di quench, menggantikan W
untuk baja-baja perkakas.
2.5.7. Vanadium ( V )
Kandungan 0,03 % - 0,25 % pada Vanadium Carbide berguna untuk
menghindari atau menahan pertumbuhan batas butir dan menaikkan kekuatan.
2.5.8. Tembaga ( Cu )
Tembaga mempunyai sifat tahan korosi di udara luar, umumnya sebagai
paduan baja 0,10 % - 0,50 %. Tembaga biasanya digunakan pada low carbon
sheet dan baja struktur karena tahan korosi.
2.5.9. Wolfram ( W )
Wolfram berfungsi untuk menaikkan kekerasan dan keliatan. Biasanya
unsur ini digunakan untuk baja-baja pada pengerjaan panas dengan kadar W
sebesar 3 % - 20 %.
2.5.10. Posfor ( P )
Posfor memperburuk kegetasan pada temperatur rendah dan
meningkatkan sensitivitas dari kegetasan temper karena fasa yang
tersegregasikan pada batas butir, oleh karena itu P harus selalu minimum.
19
2.5.11. Aluminium ( Al )
Unsur ini berfungsi untuk meninggikan pengerasan permukaan dari baja
nitrat dengan membentuk Al-nitrat sebesar 0,95 % - 1,3 %, memperbaiki
ketahanan terhadap panas dan proses penuaan.
2.5.12. Boron
Boron sangat efektif terhadap sifat kekerasan, 250 – 750 kali lebih
efektif dari Ni, 75 – 125 kali lebih efektif dari Mo, 100 kali lebih efektif dari
C. Dengan jumlah yang sangat sedikit boron memberikan sifat yang
dikehendaki pada baja karbon rendah ( efek berkurang drastis seiring kenaikan
kadar C ). Boron tidak membentuk carbide sehingga bersifat machinability
dan cold forming capability.
2.6. Sifat Mekanis Baja
Tujuan pengujian mekanik suatu logam yaitu dengan percobaan-
percobaan yang dilakukan terhadap suatu logam untuk mendapatkan data-
data yang dapat menunjukan sifat-sifat mekanik logam tersebut serta berperan
penting dalam mendesain suatu rancangan.
1. Malleability / dapat ditempa
Logam ini dapat dengan mudah dibentuk dengan suatu gaya, baik dalam
keadaan dingin maupun panas tanpa terjadi retak misalnya hammer
ataupun dengan rol.
2. Ductility / keuletan
Logam dapat dibentuk dengan tarikan tanpa menunjukan gejala putus.
3. Toughness / ketangguhan
20
Kemampuan suatu logam untuk dibengkokan beberapa kali tanpa
mengalami retak.
4. Hardness / kekerasan
Ketahanan suatu logam terhadap penetrasi/penusukan logam lain.
5. Strength / kekuatan
Kemampuan suatu logam untuk menahan gaya yang bekerja atau
kemampuan logam menahan deformasi (perubahan bentuk karena
pengaruh aksi dari luar).
6. Weldability
Kemampuan logam untuk dapat dilas, baik dengan listrik maupun las
karbit/gas.
7. Corrosion resistance / tahan korosi
Kemampuan suatu logam untuk menahan korosi/karat akibat kelembaban
udara, zat-zat kimia dan lain-lainnya.
8. Machinability
Kemampuan suatu logam untuk dikerjakan dengan mesin, misalnya
dengan mesin bubut, mesin frais dan lain-lainnya.
9. Elasticity
Kemampuan suatu logam untuk kembali ke bentuk semula tanpa
mengalami deformasi plastic / permanen.
10. Brittle / kerapuhan
Sifat logam yang mudah retak dan pecah. Sifat ini berhubungan erat
dengan kekerasan dan merupakan kebalikan dari ductility.
21
Baja mempunyai kandungan besi ( Fe ) dan Karbon ( C ) dengan kadar
karbon 0,05 % - 1,7 %. Selain karbon pada baja terkandung kurang lebih 0,25
% Si - 0,3 – 0.15 % Mn dan unsur pengotor lain seperti : Phosfor ( P ) dan
Belerang ( S ) Karena unsur-unsur tidak memberikan pengaruh utama maka
unsur tersebut di abaikan.
Biji besi yang diperoleh dari pertambangan kemudian di lebur dalam
dapur tinggi. Hasil dari dapur tinggi berupa besi kasar cair, di tuang dan di
proses kembali dengan pemanasan lanjutan untuk mengurangi atau menambah
unsur lain pada besi cair. Hasil leburan tersebut di sebut baja.
2.7. Pengujian Bahan
Pengujian bahan ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis
dari benda uji yang diteliti.
2.7.1 Uji Tarik
Uji tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan
perubahannya dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Beban tarik
tersebut dimulai dari nol dan berhenti pada beban atau tegangan patah tarik
dari logam yang bersangkutan. Benda uji yang telah disesuaikan standar
ukurannya dipasang pada mesin tarik, kemudian diberi beban atau gaya tarik
secara berlahan - lahan dari nol sampai maksimum. Setiap kali dibuat catatan
mengenai perubahan atau pertambahan panjang dan gaya yang diberikan.
Hasil catatan tersebut digambarkan dalam bentuk diagram tegangan-regangan.
Rumus yang digunakan untuk perhitungan adalah sebagai berikut :
22
AP
Tmax
=σ
%1000
01 ×−
=L
LLε
dengan :
σ T = Tegangan tarik ( kg/mm2 )
ε = Regangan total (%)
Pmax = Tegangan / beban maksimum yang diberikan ( kg )
A = Luas penampang benda uji ( mm2 )
L0 = Panjang ukur mula-mula ( mm )
L1 = Panjang ukur ketika patah ( mm )
Perbandingan antara perubahan penampang setelah patah (setelah
pengujian) dan penampang awal (sebelum pengujian) disebut kontraksi (ψ).
Rumus yang digunakan untuk menghitung kontraksi adalah :
%1001 ×−
=o
o
AAA
ψ
dengan :
A0 = luas penampang mula-mula benda uji.
A1 = luas penampang ketika patah benda uji.
23
Gambar 2.3 Diagram tegangan regangan. Sumber : Suroto, A, Sudibyo, B : Ilmu Logam/Metalugi, hal 3
Gambar 2.3 menunjukkan pada pembebanan dari 0 sampai mencapai
E/P grafik masih merupakan garis lurus. Titik E/P dinamakan BATAS
ELASTIS atau batas keseimbangan atau proporsional. Sebenarnya titik P
berada sedikit diatas titik E, tetapi biasanya kedua titik tersebut dianggap
berhimpitan Apabila besarnya pembebanan di dalam daerah/rentangan 0-E,
maka benda uji hanya mengalami deformasi elastik. Jadi, bila gaya yang
diberikan itu ditiadakan, benda uji masih akan kembali pada panjang mula-
mula. Titik E merupakan batas antara deformasi elastik dan deformasi plastik.
Bila besarnya pembebanan melampaui titik E, maka grafik yang
terbentuk merupakan garis lengkung. Karena 0-E merupakan garis lurus, maka
berlaku suatu hubungan :
24
εσ
=E
dengan :
E = modulus elastisitas.
Apabila tegangan sudah mencapai titik S, pada benda uji sudah mulai
terlihat adanya pengecilan penampang. Pada titik S ini pula benda uji
mengalami pertambahan panjang dengan sendirinya walaupun besarnya beban
tidak ditambah. Titik S ini dinamakan BATAS LUMER (Yield Point). Pada
umumnya banyak logam tidak memiliki titik/batas lumer yang jelas, terutama
logam-logam rapuh. Pada diagram tegangan regangan dari jenis logam
tersebut, titik lumer ditentukan dari harga tegangan dimana benda uji dari
logam tersebut memperoleh perpanjangan (pertambahan panjang) permanen
sebesar 0,2 % dari panjang mula-mula. Tegangan ini biasanya dinamakan
dengan σ0,2 dan merupakan dasar untuk menentukan Yield Stress.
Apabila pembebanan/tegangan sudah mencapai titik B, maka tegangan
ini merupakan tegangan tarik maksimum yang mampu ditahan oleh benda uji
tersebut. Tegangan dititik B dinamakan TEGANGAN atau BATAS PATAH,
karena pada titik B tersebut benda uji menunjukkan gejala patah berupa
retakan-retakan. Retakan-retakan yang mulai timbul pada titik B semakin
bertambah besar dan akhirnya benda uji akan patah pada titik F.
2.7.2 Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari
sifat-sifat logam dan perlakuan panas dengan mikroskop, serta memeriksa
25
struktur logam. Bila cahaya yang dipantulkan masuk ke dalam lensa
mikroskop metal, permukaan akan tampak terlihat dengan jelas. Bila berkas
dipantulkan dan tidak mengenai lensa, daerah itu akan tampak hitam.
Batas butir akan tampak seperti mengelilingi setiap butir dan cahaya
tidak dipantulkan ke dalam lensa. Jadi batas butir tampak seperti garis-garis
hitam Pada gambar berikut akan tampak arah pemantulan cahaya.
Gambar 2.4 A contoh sedang diamati Gambar 2.4 B tampilan contoh di okuler
Gambar 2.4 Pemantulan cahaya pada benda Sumber : Avner, S.H., Introduction to Physical Metalurgy, McGraw
Hill, Tokyo, Japan.
2.7.3 Pengamatan Bentuk Patahan
Pengamatan ini mengamati bentuk patahan dari benda uji akibat
pengujian tarik. Benda uji memperlihatkan beberapa jenis patahan yang
berbeda-beda. Jenis perpatahan yang umum adalah patah getas dan patah ulet
(liat). Pada gambar 2.7 memperlihatkan beberapa jenis patahan akibat
26
tegangan tarik yang terjadi pada logam. Patah getas (Gambar 2.7 a) ditandai
oleh adanya pemisahan berarah tegak lurus tehadap tegangan tariknya. Patah
liat akibat kristal-kristal tunggal logam yang mengalami slip pada bidang
dasar yang berurutan sampai akhirnya terpisahkan akibat tegangan geser
ditunjukkan gambar 2.7 b. Gambar 2.7 c menunjukkan benda uji polikristal
dari logam yang sangat liat sedangkan pada gambar 2.7 d menunjukkan
perpatahan dari benda uji yang cukup liat.
Gambar 2.5 Jenis-jenis perpatahan pada logam akibat beban tarik sesumbu. Sumber : Dieter,G.E.: Metalurgi Mekanik, hal 243
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Skema Penelitian
Persiapan Bahan
Pembuatan Spesimen
Uji Tarik Uji Struktur Mikro Uji Komposisi Kimia
Analisa Data
Pembahasan
Kesimpulan
Gambar 3.1 Skema Penelitian
28
3.2. Persiapan Bahan
Penelitian ini menggunakan 3 jenis baja MS yang akan diproduksi menjadi
swing arm sepeda motor. Ketiga baja tersebut merupakan baja karbon rendah
yang komposisi utamanya adalah besi ( Fe ) dan karbon ( C ) serta sisanya adalah
unsur paduan logam lain. Data lengkap komposisi kimia unsur paduan dari ketiga
baja tersebut terdapat dalam lampiran.
3.3.Pembuatan Benda Uji
Sebelum penelitian dimulai, penulis melakukan pengambilan gambar
terhadap kondisi awal ketiga baja material. Ketiga baja material tersebut berupa
pipa kotak MS yang sudah mendapat perlakuan pengerolan pada salah satu ujung
benda uji. Pipa kotak MS kemudian di gergaji menggunakan gergaji besi untuk
memperoleh plat baja, kemudian plat baja tersebut dibuat benda uji sesuai ukuran-
ukuran standar ASTM (American Society for Testing and Materials) seperti pada
Gambar 3.2. Pembuatan spesimen benda uji menggunakan mesin skrap, seperti
pada Gambar 3.3.
Gambar 3. 2 Benda uji tarik.
29
Tabel 3.1. Dimensi spesimen standar ASTM
Dimensi Standar ASTM
in. mm G - Gage length 1,000 ± 0,003 25,0 ± 0,08 W - Lebar 0,250 ± 0,002 6,25 ± 0,05 R - Radius Fillet ¼ 6 L - Panjang total 4 100 B - Panjang bagian grip 1¼ 32 C - Lebar bagian grip ½ 10 T - Tebal Tebal material
Gambar 3.3 Mesin Skrap
Ukuran dari benda uji yang digunakan mengacu pada ukuran standard
ASTM (American Society for Testing and Materials) untuk jenis benda uji
lembaran plat. Perhitungan untuk ukuran benda uji pada pengujian tarik ini adalah
sebagai berikut :
30
0
0
AL
= 4,5
twAo ×=
dengan :
Ao = luas penampang benda uji
L = panjang total benda uji
L0 = panjang ukur
w = lebar ukur benda uji
t = tebal benda uji
r = radius fillet
Tabel 3.2 Hubungan dimensional benda uji tarik dibeberapa negara.
Sumber : Dieter, G.E. : Metalurgi Mekanik, hal 296.
Lembaran (Lo/√Ao) 4,5 4,0 5,65 11,3
Bulatan (Lo/Do) 4,0 3,54 5,0 10,0
Jenis Benda Uji Amerika Serikat Inggris Raya Jerman
(ASTM) Sebelum 1962 Sekarang
. Setelah pembuatan benda uji selesai, maka langkah berikutnya adalah
menghaluskan tepi permukaan benda uji dengan gerinda kemudian mengukur
ulang benda uji untuk memastikan bahwa benda uji tersebut telah memenuhi
ukuran-ukuran standar ASTM.
3.4. Peralatan Yang Digunakan
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
31
a. Alat-alat yang digunakan dalam poses pembuatan benda uji :
1. Mesin Skrap
2. Kikir
3. Jangka sorong
4. Gergaji besi
b. Alat-alat yang digunakan dalam pengujian benda uji :
1. Mesin uji tarik
2. Mikroskop optik dan kamera
3. Amplas
4. Autosol
5. Kain
6. Lampu baca
3.5 Pengujian Benda Uji
Pengujian benda uji dilakukan untuk mendapatkan data dari ketiga benda uji
untuk mendapatkan sifat fisis dan mekanis dari ketiga benda uji tersebut, dimana
data-data yang dihasilkan tersebut selanjutnya akan dibandingkan untuk melihat
hasil yang terbaik dari benda uji tersebut.
3.5.1 Uji Tarik
Uji tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan perubahannya
dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Beban tarik tersebut dimulai dari nol
dan berhenti pada beban atau tegangan patah tarik dari logam yang bersangkutan.
32
kemudian diberi beban atau gaya tarik secara berlahan-lahan dari nol sampai
maksimum. Setiap kali dibuat catatan mengenai perubahan atau pertambahan
panjang dan gaya yang diberikan. Hasil catatan tersebut digambarkan dalam
bentuk diagram tegangan-regangan. Adapun urutan proses pengujian tarik adalah
sebagai berikut :
a. Power mesin di hidupkan dan benda uji dipasang dan dijepit pada penjepit
mesin uji tarik, dengan posisi vertikal dan diatur agar sumbu benda uji segaris
vertikal dengan sumbu penjepit mesin.
b. Kertas milimeter blok dipasang pada printer untuk mencetak grafik yang
dihasilkan dari pengujian yang akan dilaksanakan dan hidupkan power pada
printer.
c. Benda uji diberikan beban tarik yang meningkat secara bertahap sampai benda
uji tersebut putus.
d. Data-data yang ditunjukkan mesin dicatat. Data hasil pengujian yang telah
dilakukan, seperti pertambahan panjang, beban maksimum, dan beban patah.
e. Pengujian dilakukan berulang sampai benda uji habis.
33
Gambar 3.4 Mesin Uji Tarik
3.5.2 Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk membandingkan struktur mikro
dari benda uji yang diteliti dengan kondisi yang berbeda-beda, namum dalam hal
ini yang digunakan yaitu benda uji berupa plat baja yang telah dipotong menjadi
lebih kecil. Prosedur pengamatan struktur mikro adalah sebagai berikut :
a. Permukaan benda uji dihaluskan dengan gerinda dan dibersihkan sehingga
permukaan tersebut rata dan sejajar, kemudian benda uji dihaluskan dengan
amplas yang memiliki tingkat kekasaran yang berbeda mulai dari yang paling
kasar sampai yang paling halus.
b. Benda uji tersebut digosok dengan autosol sehingga permukaannya
mengkilap.
34
c. Benda uji dicuci dengan aquades kemudian keringkan (dilap dengan kain dan
dihembuskan udara).
d. Permukaan benda uji dietsa dengan menggunakan larutan NaOH, kemudian
diamkan selama 60 detik sambil digoyang-goyangkan.
e. Benda uji dimasukan ke dalam alkohol untuk menetralkan bahan etsa
kemudian cuci dengan aquades dan keringkan.
f. Permukaan benda uji yang telah dietsa diamati dengan menggunakan
mikroskop, dilakukan pemotretan dan analisa.
g. Dilakukan langkah seperti diatas pada benda uji yang lainnya.
Gambar 3.5 Mikroskop dan Kamera
35
3.5.3 Uji Komposisi Kimia
Uji komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur kimia dan
besarnya kandungan unsur-unsur kimia tersebut dalam suatu logam. Proses
pengujian komposisi sebagai berikut :
a. Peralatan pendukung (Argon, printer, dll) disambung dengan arus listrik yang
kemudian dinyalakan.
b. Pengujian dapat dilakukan sampai spektrometer siap dilakukan pengujian
yang kira-kira ± 20 menit.
c. Sebelum melakukan pengujian dilakuakan pemilihan program yang akan diuji
atau Gun Metal sesuai barang yang akan diuji.
d. Lakukan standarisasi alat uji.
e. Setelah selesai standarisasi, lakukan pengujian pada sampel uji. (sampel uji
sebelumnya harus dipreparasi sebelumnya, Al dengan dibubut dan Gun Metal
dengan digrinda).
f. Cara melakukan analisa sampel uji :
1. Meletakkan sampel pada kedudukan kerja,
2. Tombol start ditekan pada alat dimana analisa sampel mulai dilakukan,
penekanan sampel jangan dilepas sampai bunyi spark terdengar,
3. Penembakan dilakukan minimal 3 kali pada tempat yang berbeda,
4. Pin penembak dibersihkan setiap selesai penembakan.
5. Hasil uji yang didapatkan dapat diprint.
36
g. Proses analisa selesai.
Gambar 3.6 Mesin uji komposisi kimia.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Pengujian Tarik
Pengujian tarik ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik setiap
spesimen setelah mendapat perlakuan pengerolan. Hasil pengujian disajikan
dalam tabel 4.1 sampai tabel 4.5.
Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Tarik Baja Material Swing Arm Luas
Penampang ( mm )² No Bahan
Awal Akhir
Beban Tarik ( kg )
Beban Patah ( kg )
Pertambahan Panjang ( mm )
Panjang Awal
( mm )
1 Baja MS 1 10 4,4 437 282 8,2 32 2 Baja MS 1 10 3,5 434 286 9,3 32 3 Baja MS 2 11,52 5,4 586 435 4,2 32 4 Baja MS 2 11,52 6,1 583 432 5,4 32 5 Baja MS 3 11,61 4,9 531 389 5 32 6 Baja MS 3 11,79 5,5 536 378 4,6 32
Tabel 4.2. Nilai Rata-Rata Kekuatan Tarik Baja Material Swing Arm
No Bahan Kekuatan Tarik ( kg/mm² )
1 Baja MS 1 43,57 2 Baja MS 2 50,64 3 Baja MS 3 45,59
Tabel 4.3. Nilai Rata-Rata Regangan Baja Material Swing Arm
No Bahan Regangan ( % )
1 Baja MS 1 27,34 2 Baja MS 2 15 3 Baja MS 3 15
38
Tabel 4.4. Nilai Rata-Rata Kontraksi Baja Material Swing Arm
No Bahan Kontraksi ( % )
1 Baja MS 1 60,5 2 Baja MS 2 45,23 3 Baja MS 3 51,43
Tabel 4.5. Nilai Rata-Rata Modulus Elastisitas Baja Material Swing Arm
No Bahan Modulus Elastisitas ( kg/mm² )
1 Baja MS 1 159,36 2 Baja MS 2 337,6 3 Baja MS 3 303,93
Hasil pengujian tarik disajikan dalam bentuk Gambar 4.1 sampai Gambar 4.4.
43.5750.64
45.59
0
10
20
30
40
50
60
Baja MS 1 Baja MS 2 Baja MS 3
Bahan
Keku
atan
Tar
ik (
kg/m
m2
)
Gambar 4.1. Diagram Nilai Rata-Rata Kekuatan Tarik
Baja Material Swing Arm
39
27.34
15 15
0
5
10
15
20
25
30
Baja MS 1 Baja MS 2 Baja MS 3
Bahan
Reg
anga
n ( %
)
Gambar 4.2. Diagram Nilai Rata-Rata Regangan
Baja Material Swing Arm
60.5
45.2351.43
0
10
20
30
40
50
60
70
Baja MS 1 Baja MS 2 Baja MS 3
Bahan
Kon
trak
si (
% )
Gambar 4.3. Diagram Nilai Rata-Rata Kontraksi
Baja Material Swing Arm
40
159.36
337.6303.93
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Baja MS 1 Baja MS 2 Baja MS 3
Bahan
Mod
ulus
Ela
stis
itas
( kg/
mm
2 )
Gambar 4.4. Diagram Nilai Rata-Rata Modulus Elastisitas
Baja Material Swing Arm
Kekuatan tarik dari ketiga baja material swing arm tersebut sangat
bervariasi. Baja MS 2 memiliki kekuatan tarik terbesar yaitu 50,64 kg/mm²
dan baja MS 1 merupakan yang paling lunak tetapi memiliki keuletan yang
paling baik. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kekuatan tarik suatu
material baja diantaranya :
- Banyaknya unsur paduan karbon.
- Perlakuan panas.
- Proses pembuatan dan pembentukan baja.
Semakin tinggi kadar karbon maka kekuatan tariknya semakin
meningkat tetapi akan mengurangi keuletan material. Kekuatan tarik baja
dapat pula dipengaruhi oleh perlakuan panas, dalam hal ini pengerolan. Ketiga
41
baja tersebut telah mengalami proses pengerolan yaitu pada saat penipisan
permukaan plat baja dan pembentukan menjadi pipa baja kotak MS.
Pengerolan dapat meningkatkan kekuatan tarik tetapi dengan meningkatnya
kekuatan tarik maka keuletannya akan berkurang pula.
42
4.2 Pengamatan Struktur Mikro
Foto struktur mikro dapat diamati pada Gambar 4.5 sampai Gambar 4.7.
1144 mm
Gambar 4.5. Foto Struktur Mikro Material Swin
1144
Gambar 4.6. Foto Struktur Mikro Material Swin
1144
Gambar 4.7. Foto Struktur Mikro Material Swin
00 µµ
g Arm MS 1
mm
00 µµg Arm MS 2
mm
00 µµg Arm MS 3
43
Dari foto struktur mikro dapat diketahui bahwa baja MS 2 memiliki
perlit yang lebih banyak dan menyebar merata, sehingga baja ini memiliki
kekuatan tarik terbesar diantara ketiga baja MS tersebut. Dari tabel kandungan
unsur baja MS 3 memiliki unsur paduan karbon yang sedikit lebih banyak jika
dibandingkan dengan baja MS 1. Baja MS 1 memiliki unsur paduan karbon
yang paling rendah sehingga kekuatan tariknya paling kecil tetapi keuletannya
yang paling baik dan tidak mudah mengalami retak.
4.3 Pengujian Komposisi Kimia
Pengujian komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan
unsure-unsur yang terdapat pada material swing arm sepeda motor. Data hasil
pengujian komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 4.6 sampai Tabel 4.8.
Tabel 4.6. Nilai Unsur Paduan Karbon ( C ) Baja Material Swing Arm
No
Material Unsur C ( % )
1 Baja MS 1 0,090 2 Baja MS 2 0,128 3 Baja MS 3 0,026
Tabel 4.7. Nilai Unsur Paduan Karbon ( C ) Baja Material Swing Arm
Setelah Pengujian Ulang Pada Baja MS 3
No Material Unsur C ( % )
1 Baja MS 1 0,090 2 Baja MS 2 0,128 3 Baja MS 3 0,110
44
Tabel 4.8 Nilai Unsur Paduan Baja Material Swing Arm
Setelah Pengujian Ulang
Material Unsur
Baja MS 1 Baja MS 2 Baja MS 3
Fe 98,92 99,07 98,72 C 0,090 0,128 0,110
Mn 0,472 0,381 0,414 S 0,004 0,008 0,031 Ni 0,034 0,023 0,194 Cr 0,134 0 0 Mo 0,018 0,007 0,004 Cu 0,049 0,053 0,004 W 0 0 0,16 Si 0 0 0,181 Al 0,045 0,004 0 P 0,020 0,020 0,025 Ti 0,036 0,036 0 Nb 0,034 0,022 0,03
Dari data hasil pengujian komposisi kimia dapat diketahui, baja MS 2
mempunyai unsur paduan karbon sebesar 0,128 % sedangakan baja MS 3
sebanyak 0,026 % dan baja MS 1 sebanyak 0,090 %. Baja MS 2 memiliki
kekerasan yang paling besar diantara bahan lainnya, tetapi keuletannya lebih
rendah jika dibandingkan dengan material yang lainnya. Pada pengujian
komposisi Baja MS 3 dimungkinkan terjadi kesalahan dalam analisa data atau
tertukar dengan data hasil pengujian yang lain, karena banyaknya unsur
karbon pada material ini terlalu sedikit dan tidak sesuai dengan data hasil
pengujian tarik. Maka dari itu dilakukan pengujian ulang terbatas pada
pangujian baja MS 3 di laboratorium yang lain. Hasil penelitian ini digunakan
45
sebagai perbandingan dengan hasil pengujian sebelumnya. Data lengkap hasil
pengujian komposisi kimia dilampirkan pada halaman lampiran.
Kekuatan tarik suatu material tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya
unsur paduan karbon tetapi juga dipengaruhi oleh perlakuan panas dan proses
pembuatan material. Perlakuan panas tidak dapat mempengaruhi banyaknya
unsur paduan material sekalipun kekuatan tariknya meningkat.
Dari data hasil pengujian ulang, Baja MS 3 memiliki unsur paduan
karbon sebesar 0,110 %. Berdasarkan hasil pengujian tarik dan pengamatan
struktur mikro diperoleh hasil yang sebanding dengan hasil pengujian ulang
komposisi kimia, sehingga dapat disimpulkan telah terjadi kesalahan dalam
pengujian komposisi kimia. Baja MS 3 memiliki unsur S 0,031 % dan unsur P
0,025 %, unsur ini berpengaruh terhadap keuletan suatu material yaitu dapat
mengurangi keuletan suatu material. Unsur Mn terbesar terdapat pada baja MS
1 sebesar 0,472 %, penambahan unsur Mn pada besi sulfida dapat mengurangi
kegetasan.
4.4 Pengamatan Ketebalan Plat dan Ketangguhan Material
Berdasarkan pengamatan ketebalan plat dapt diperoleh nilai ketangguhan
dari ketiga material tersebut, yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.9 Nilai Ketangguhan Baja Material Swing Arm
No Bahan Kekuatan Tarik ( kg/mm² ) Regangan ( % ) Ketangguhan
( kg/mm² ) 1 Baja MS 1 43,57 27,34 11,1 2 Baja MS 2 50,64 15 7,3 3 Baja MS 3 45,59 15 6,2
46
11.1
7.3
6.2
0
2
4
6
8
10
12
Baja MS 1 Baja MS 2 Baja MS 3
Bahan
Ket
angg
uhan
( kg
/mm
2 )
Gambar 4.8. Diagram Nilai Ketangguhan
Baja Material Swing Arm
Baja MS 3 10 % lebih tebal daripada baja MS 1 dan baja MS 2. Baja MS
3 merupakan material yang tidak paling keras dan getas tetapi paling mudah
rusak apabila dirol karena memiliki ketebalan yang paling besar diantara
ketiga material tersebut. Keadaan ini membuat baja MS 3 lebih mudah
mengalami keretakan atau pecah, karena pada batas tekukan pengerolan baja
MS 3 mengalami tarikan dan tekanan yang lebih besar daripada material
lainnya. Material yang tipis dapat menjangkau perlakuan pengerolan sampai
pada sudut kecil atau sempit sedangkan material yang tebal sulit untuk dapat
menjangkau perlakuan pengerolan dengan sudut yang sempit atau kecil.
Ditinjau dari luas keseluruhan, daerah kurva tegangan-regangan baja MS
1 memiliki luas yang paling besar jika dibandingkan baja MS lainnya. Luas ini
menunjukan energi tiap satuan volume yang dapat dikenakan pada bahan
47
tanpa mengakibatkan pecah. Baja MS 1 mempunyai kekuatan tarik paling
rendah dibandingkan bahan lainnya, akan tetapi bahan ini lebih liat dan
memiliki perpanjangan total yang lebih besar. Luas keseluruhan daerah kurva
tegangan-regangan baja MS 1 paling besar, oleh karena itu baja MS 1
merupakan bahan yang mempunyai ketangguhan paling tinggi diantara bahan
lainnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, pengujian dan analisis di laboratorium Ilmu Logam
dan laboratorium Teknologi Mekanik jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sanata Dharma, maka dapat disimpulkan :
1. Hasil penelitian menunjukkan Baja MS yang memiliki kekuatan tarik
tertinggi terdapat pada baja MS 2 yaitu sebesar 50,64 kg/mm2, baja MS 3
memiliki kekuatan tarik sebesar 45,59 kg/mm2 dan baja MS 1 memiliki
kekuatan tarik sebesar 43,57 kg/mm². Nilai regangan rata-rata terbesar
terdapat pada baja MS 1 yaitu 27,34 %, sedangkan nilai regangan pada baja
MS 2 dan 3 memiliki nilai yang sama yaitu 15 %. Nilai kontraksi rata-rata
terbesar terdapat pada baja MS 1 yaitu 60,5% dan nilai rata-rata kontraksi
terendah terdapat pada baja MS 2 sebesar 45,23 %.
2. Baja MS 3 memiliki kandungan unsur kimia S dan P terbesar, yaitu dengan
kandungan unsur S sebesar 0,031 % dan unsur P 0,025 %. Kandungan
unsur ini dapat meningkatkan kegetasan pada material baja. Unsur Mn
terbesar terdapat pada baja MS 1 yaitu 0,472 %, unsur ini berfungsi untuk
mengurangi kegetasan.
49
3. Baja MS 1 merupakan material yang terbaik untuk pembuatan swing arm
sepeda motor karena memiliki unsur S dan P paling rendah yaitu unsur
kimia S sebesar 0,004 %,unsur P sebesar 0,020 % dan unsur Mn pada
material ini sebesar 0,472 %. Baja MS 1 juga memiliki kekuatan tarik dan
nilai regangan tinggi yaitu sebesar 43,57 kg/mm² dan 27,34 %. Selain itu,
bahan ini memiliki ketangguhan yang paling baik diantara material lainnya.
5.2. Penutup
Didalam penelitian baja material swing arm sepeda motor ini diharapkan
dapat membantu semua pihak dalam pemahaman tentang material untuk
pembuatan swing arm sepeda motor. Selain itu penelitian ini juga diharapkan
dapat berguna bagi pengembangan teknologi swing arm sepeda motor.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah banyak membantu selama proses penyusunan Tugas Akhir ini. Bila terjadi
ketidak akuratan data, peralatan dan ketilitian dalam pengamatan. Kritik dan
saran untuk kemajuan sangat penulis harapkan, sehingga Tugas Akhir ini dapat
berguna bagi semua pihak.
5.3. Saran
1. Dalam proses pengujian tarik perlu diperhatikan hal-hal yang dapat
menghambat pada penelitian seperti :
Kesimpang siuran data dalam pengujian komposisi kimia.
Ketelitian dan kecermatan dalam pengambilan data.
50
2. Perawatan dan perbaikan alat uji yang ada di setiap laboratorium sebaiknya
dilakukan secara baik dan teratur dan bila memungkinkan dengan alat uji
yang lebih modern agar diperoleh ketelitian yang baik.
3. Buku-buku referensi tentang bahan yang ada di perpustakaan sebaiknya
diperbanyak.
4. Alat-alat pendukung Tugas Akhir, khususnya alat-alat uji komposisi kimia
sebaiknya disediakan dalam laboratorium.
Daftar Pustaka
Avner, S. H. 1989. Introduction to Physical Metalurgy. McGraw Hill : Tokyo.
Dieter, G. E. 1993. Metalurgi Mekanik. Erlangga : Jakarta.
Setyahandana, B. 2004. Diktat Material Teknik. Universitas Sanata Dharma :
Yogyakarta.
Surdia, T. 1991. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Paramita : Jakarta.
Suroto, A. 1992. Ilmu Logam/Metalurgi. Erlangga : Jakarta.
LAMPIRAN
DATA-DATA HASIL PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN
I. UJI TARIK
Rumus yang digunakan untuk perhitungan :
σ T = A
P max
%1000
01 ×−
=L
LLε
dengan :
σ T = Tegangan tarik ( kg/mm2 )
ε = Regangan Total (%)
Pmax = Tegangan / beban maksimum yang diberikan ( kg )
A = Luas penampang benda uji ( mm2 )
L0 = Panjang awal ( mm )
L1 = Panjang akhir ( mm )
Data-data hasil pengujian tarik
Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Tarik Baja Material Swing Arm Luas
Penampang ( mm )² No Bahan
Awal Akhir
Beban Tarik ( kg )
Beban Patah ( kg )
Pertambahan Panjang ( mm )
Panjang Awal
( mm )
1 Baja MS 1 10 4,4 437 282 8,2 32 2 Baja MS 1 10 3,5 434 286 9,3 32 3 Baja MS 2 11,5 5,4 586 435 4,2 32 4 Baja MS 2 11,5 6,1 583 432 5,4 32 5 Baja MS 3 11,6 4,9 531 389 5 32 6 Baja MS 3 11,8 5,5 536 378 4,6 32
Tabel 4.2. Nilai Rata-Rata Kekuatan Tarik Baja Material Swing Arm
No Bahan Kekuatan Tarik ( kg/mm² )
1 Baja MS 1 43,57 2 Baja MS 2 50,64 3 Baja MS 3 45,59
Tabel 4.3. Nilai Rata-Rata Regangan Baja Material Swing Arm
No Bahan Regangan ( % )
1 Baja MS 1 27,34 2 Baja MS 2 15 3 Baja MS 3 15
Tabel 4.4. Nilai Rata-Rata Kontraksi Baja Material Swing Arm
No Bahan Kontraksi ( % )
1 Baja MS 1 60,5 2 Baja MS 2 45,23 3 Baja MS 3 51,43
Tabel 4.5. Nilai Rata-Rata Modulus Elastisitas Baja Material Swing Arm
No Bahan Modulus Elastisitas ( Kg/mm ² )
1 Baja MS 1 15 2 Baja MS 2 34,82 3 Baja MS 3 30,69
Diagram tegangan-regangan baja MS 1
Diagram tegangan-regangan baja MS 2
Diagram tegangan-regangan baja MS 3
II. UJI STRUKTUR MIKRO
Data-data hasil pengujian struktur mikro
114400 µµmm
Gambar 4.5. Foto Struktur Mikro Material
Swing Arm MS 1
11440 mm
Gambar 4.6. Foto Struktur Mikro Material Swing Arm MS 2
11440
Gambar 4.7. Foto Struktur Mikro Material
Swing Arm MS 3
0 µµ
mm
0 µµIII. UJI KOMPOSISI KIMIA
Data hasil analisa pengujian komposisi kimia :
a. Komposisi kimia baja MS 1
b. Komposisi kimia baja MS 2
c. Komposisi kimia baja MS 3
d. Komposisi kimia baja MS 3 ( PT. ITOKOH CEPERINDO )