Post on 19-Jan-2016
description
transcript
BAB. I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia selalu berusaha mencari cara untuk memperpanjang waktu supaya bahan pangan
asal ternak dapat tahan lebih lama (Murti, 2004a). Keju adalah bahan pangan asal susu yang
dapat digunakan sebagai cara pengolahan alternatif untuk memperpanjang daya tahan susu.
FAO (Food and Agricultural Organization) mendefinisikan keju sebagai produk pangan
hasil fermentasi atau bukan fermentasi, yang diperoleh lewat pengaliran cairan setelah
koagulasi susu, krim, susu skim, atau campuran komponennya, termasuk susu rekonstruksi
dan rekombinasi, juga produk yang diperoleh lewat pengumpulan (konsentrasi) sebagian
laktoserum atau mentega, dengan pengecualian semua tambahan bahan lemak tidak berasal
dari susu (Murti, 2004b).
Susu asam dapat dipisahkan menjadi bentuk gumpalan dan whey. Gumpalan yang
dipisahkan dari whey dengan cara digantung dalam kain menghasilkan keju segar pada masa
lalu (Walstra et al., 1999). Pada abad ini, susu digumpalkan dengan pemakaian agen tertentu
yaitu ektrak lambung pedet atau rennet. Semua susu yang digumpalkan selalu disertai
dengan pengasaman yang disebabkan oleh bakteri asam laktat (Walstra et al., 1999).
Pembuatan keju ada lima tahap yaitu pengasaman, penggumpalan, pengaliran cairan
whey, penggaraman dan pemeraman. Tiga tahap pertama adalah mutlak keberadaannya.
Keju yang dibuatseharusnya memperhatikan cita rasa yang disukai konsumen. Dalam kajian
cita rasa, ada 4 cita rasa dasar yang bisa dideteksi oleh manusia yaitu manis, asam, asin,
pahit (Hui, 1993). Akhir-akhir ini konsumen lebih menuntut ada tidaknya pangan itu
memberi manfaat kesehatan tambahan, baik dilihat dari kandungan gizi produk tersebut.
1
Kandungan gizi dalam keju kraft cheddar ini per 30 gram keju memiliki total energi 377
kj / 90 kkal, kandungan lemak 8 gram, kandungan lemak jenuh 4 gram, kandungan protein 6
gram, kandungan karbohidrat 1 gram, kandungan gula 1 gram dan kandungan sodium 420
mg. Menurut Spreer (1998), di dunia ada lebih dari 2000 macam keju yang dibuat dengan
proses yang berbeda. Klasifikasinya dapat dibedakan menjadi beberapa aspek, dan dilakukan
di setiap negara dengan kriteria yang berbeda.
Untuk mengetahui kandugan gizi dalam keju kraft cheddar tersebut diperlukan uji
proksimat untuk mengetahui kandungan karbohidrat, lemak dan protein dengan
menggunakan metode luff-schoorl untuk mengetahui kadar karbohidrat, metode soxhlet
untuk mengetahui kadar lemak dan menggunakan metode kjeldahl untuk mengetahui kadar
protein dalam keju tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah yaitu:
1.2.1 Apakah dengan menggunakan metode luff-schoorl dapat menentukan kadar karbohidrat
dari sampel keju yang digunakan ?
1.2.2 Apakan dengan menggunakan metode soxhlet dapat menentukan kadar lemak dari
sampel keju yang digunakan ?
1.2.3 Apakah dengan menggunakan metode kjeldahl dapat menentukan kadar protein dari
sampel keju yang digunakan ?
1.2.4 Apakah kandungan karbohidrat, lemak dan protein dalam keju kraft cheddar ini sesuai
dengan peraturan pemerintah atau SNI yang sudah ditentukan untuk produk keju ini ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
2
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggetahui kandungan kadar karbohidrat dalam
sampel keju kraft cheddar dengan menggunakan metode luff-school, menggetahui kadar
lemak dalam sampel keju dengan menggunakan metode soxhlet dan menggetahui kadar
protein dalam keju kraft cheddar dengan metode kjeldahl.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi kandungan gizi dalam keju
kraft cheddar baik dari kandungan karbohidrat, lemak dan protein. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi tentang memenuhi nilai gizi pada keju yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah dalam SNI 01-3744-1995.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis yaitu:
1.4.1 Metode luff-schoorl dapat digunakan untuk mengetahui kadar karbohidrat dalam
sampel keju ini.
1.4.2 Metode soxhlet dapat digunakan untuk mengetahui kadar lemak dalam sampel keju ini.
1.4.3 Metode kjeldahl dapat digunakan untuk mengetahui kadar protein dalam sampel keju
ini.
1.4.4 Kandungan gizi dalam keju menurut SNI untuk kandungan karbohidrat sebesar 13,1
kandungan lemak sebesar 20,3 dan kandungan proteinnya 22,8.
3
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keju
Keju dihasilkan dari “curd” (bagian susu yang tergumpalkan) susu dengan memisahkan
“whey” (bagian susu yang berbentuk cairan setelah “curd” terbentuk dan dipisahkan) dan
dengan mematangkan “curd” pada mikroflora tertentu (Belitz and Grosch, 1999). Keju kaya
akan asam amino esensial dan sejumlah besar mineral dan vitamin.
Keju merupakan salah satu produk olahan asal susu yang dibuat dari proses
penggumpalan kasein susu yang dilakukkan menggunakan asam atau enzim
(Purnomo,1996). Rennet merupakan penggumpal kasein pada proses pembuatan keju yang
di dalamnya mengandung enzim protease rennin (Fox, 2000). Enzim rennet adalah enzim
protease yang diperoleh dari lambung anak sapi yang berumur 3-4 minggu. Rennet yang
biasa digunakan sebagai koagulan dalam proses pembuatan keju memiliki harga yang cukup
mahal dan tersedia dalam jumlah yang terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan rennet yang
semakin meningkat, digunakan koagulan baru seperti Microbial Rennet dan Vegetable
Rennet. Microbial Rennet misalnya Mucor miehei. Mucor miehei mampu menghasilkan
enzim protease dan enzim lipase dengan aktifitas yang rendah sehingga dapat digunakan
sebagai pengganti chymosin pada pembuatan keju (Gentaresa dan Titin, 2010).
Komposisi keju sangat dipengaruhi oleh jenis susu dan komposisi susu yang digunakan
(Buckle et al., 1987). Produk keju susu sapi seperti keju lunak, keju tanpa peram, dan keju
peram pada prinsipnya sama pada proses pembuatannya yaitu menggumpalkan kasein susu
(Kapoor and Metzger, 2008). Protein yang ada dalam susu sebagian besar adalah kasein
4
(76%) dan protein whey (24%). Whey merupakan cairan sisa dari curd yang terdiri dari
laktalbumin, laktoglobulin, sisa nitrogen non protein (Susilorini dan Sawitri, 2007).
Menurut Kalab (2004) bahwa pembuatan keju melibatkan penggumpalan atau
pembentukan curd dengan pengasaman susu dan penambahan protease. Pengasaman susu
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan penambahan biakan bakteri starter yang
biasanya berasal dari kelompok bakteri asam laktat atau dengan pengasaman langsung
(Kalab, 2004; Everett, 2003; Pastorino et al, 2000).
Pengasaman langsung (direct acidification) dapat mempersingkat waktu pembuatan keju,
karena keasaman yang dikehendaki segera tercapai setelah asam sitrat ditambahkan dan
tanpa harus menunggu aktivitas biakan bakteri starter untuk membentuk asam laktat.
Beberapa jenis asam yang dapat digunakan dalam pembuatan keju diantaranya adalah
asam sitrat, sulfurat, hidroklorat, laktat, fosforat, dan asetat serta glukono- -lakton (Everett,
2003; Kalab, 2004; Kobieta, 2005 dan Bunton, 2005b).
2.2 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen dan
oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energi
di dalam tubuh. Tiap 1 gram karbohidrat yang dikonsumsi akan menghasilkan energi sebesar
4 kkal dan energi hasil proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan
digunakan oleh tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti bernafas,
kontraksi jantung dan otot serta juga untuk menjalankan aktifitas seperti berolahraga atau
bekerja.
5
Di dalam ilmu gizi, secara sederhana karbohidrat dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
karbohidrat sederhana & karbohidrat kompleks dan berdasarkan responnya terhadap glukosa
darah di dalam tubuh, karbohidrat juga dapat dibedakan berdasarkan nilai tetapan indeks
glicemik-nya (glycemic index).
Contoh dari karbohidrat sederhana adalah monosakarida seperti glukosa, fruktosa &
galaktosa atau juga disakarida seperti sukrosa & laktosa. Jenisjenis karbohidrat sederhana ini
dapat ditemui terkandung di dalam produk pangan seperti madu, buah-buahan dan
susu.Sedangkan contoh dari karbohidrat kompleks adalah pati (starch), glikogen (simpanan
energi di dalam tubuh), selulosa, serat (fiber) atau dalam konsumsi sehari-hari karbohidrat
kompleks dapat ditemui terkandung di dalam produk pangan seperti, nasi, kentang, jagung,
singkong, ubi, pasta, roti dsb.
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan
oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat larut dalam air
yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna
melalui reaksi browning secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling
banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk
mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan,
sukrosa diperoleh dari bit atau tebu (Winarno 1997).
Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan
dengan pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). selain
pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens
(Apriyanto et al 1989). Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode
6
pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan refraktrometri maupun
berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-
Schoorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain).
Inversi sukrosa menghasilkan gula invert atau gula reduksi (glukosa dan fruktosa). Gula
invert akan mengkatalisis proses inversi sehingga kehilangan gula akan berjalan dengan
cepat. Menurut Parker (1987) dkk. Dalam kuswurj (2008) laju inersi sukrosa akan semakin
besar pada kondisi pH rendah dan temperatur tinggi dan berkurang pada pH tinggi (pH 7)
dan temperatur rendah. Laju inversi yang paling cepat adalah pada kondisi pH asam (pH 5)
(Winarno 2007).
Kebutuhan pokok makanan orang Asia tenggara umumnya adalah kandungan karbohidrat
yang cukup tinggi yaitu antara 70 – 80 %. Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai
penghasil energi, di dalam hati digunakan sebagai detoksifikasi, disamping itu dapat juga
membantu dalam metabolisme lemak dan protein (Suhardjo, 1990 ).
2.3 Lemak
Lemak merupakan sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-unsur
karbon, hidrogen, dan oksigen meliputi asam lemak, malam, sterol, vitamin-vitamin yang
larut di dalam lemak (contohnya A, D, E, dan K), monogliserida, digliserida, fosfolipid,
glikolipid, terpenoid (termasuk di dalamnya getah dan steroid) dan lain-lain. Lemak secara
khusus menjadi sebutan bagi minyak hewani pada suhu ruang, lepas dari wujudnya yang
padat maupun cair, yang terdapat pada jaringan tubuh yang disebut adiposa (Anonim 2010).
Lemak merupakan salah satu kandungan utama dalam makanan, dan penting dalam diet
karena beberapa alasan. Lemak merupakan salah satu sumber utama energi dan mengandung
7
lemak esensial. Namun konsumsi lemak berlebihan dapat merugikan kesehatan, misalnya
kolesterol dan lemak jenuh. Dalam berbagai makanan, komponen lemak memegang peranan
penting yang menentukan karakteristik fisik keseluruhan, seperti aroma, tekstur, rasa dan
penampilan. Karena itu sulit untuk menjadikan makanan tertentu menjadi rendah lemak (low
fat), karena jika lemak dihilangkan, salah satu karakteristik fisik menjadi hilang. Lemak juga
merupakan target untuk oksidasi, yang menyebabkan pembentukan rasa tak enak dan produk
menjadi berbahaya.
Lemak biasanya dinyatakan sebagai komponen yang larut dalam pelarut organik (seperti
eter, heksan atau kloroform), tapi tidak larut dalam air. Senyawa yang termasuk golongan ini
meliputi triasilgliserol, diasilgliserol, monoasilgliserol, asam lemak bebas, fosfolipid, sterol,
karotenoid dan vitamin A dan D. Fraksi lemak sendiri mengandung campuran kompleks dari
berbagai jenis molekul. Namun triasilgliserol merupakan komponen utama sebagian besar
makanan, jumlahnya berkisar 90-99% dari total lemak yang ada.
Triasilgliserol merupakan ester dari tiga asam lemak dan sebuah molekul gliserol. Asamn
lemak yang ditemukan di makanan bervariasi panjang rantainya, derajat ketidak jenuhannya
dan posisinya pada molekul gliserol. Akibatnya fraksi triasilgliserol sendiri mengandung
campuran kompleks dari berbagai jenis molekul yang berbeda. Masing-masing jenis lemak
mempunyai profil lemak yang berbeda yang menentukan sifat fisikokimia dan nutrisinya.
Istilah lemak, minyak dan lipid sering digunakan secara berbeda oleh ahli makanan.
Umumnya yang dimaksud lemak adalah lipid yang padat, sedangkan minyak adalah lipid
yang cair pada suhu tertentu. Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipida bukan suatu
polimer, tidak mempunyai satuan yang berulang. Pembagian yang didasarkan atas hasil
hidrolisisnya, lipida digolongkan menjadi lipida sederhana, lipida majemuk, dan sterol.
8
Lemak pada susu mengandung sekitar 12,5% gliserol dan 85,5% asam lemak.
Komponen-komponen lain yang terdapat dalam lemak susu adalah fosfolipida, sterol, dan
karotenoid (Suharyanto. 2009). Faktor yang mempengaruhi kadar lemak pada keju yang
dihasilkan dapat pula dipengaruhi oleh pasteurisasi. Pasteurisasi susu dapat menyebabkan
bakteri yang berguna (misalnya bakteri asam laktat) serta beberapa enzim susu seperti lipase
kemungkinan juga ikut rusak, sehingga digunakan temperatur yang lebih rendah (65oC)
untuk membunuh beberapa koliform agar dapat mempertahankan aktivitas enzim-enzim
lipase. Penggunaan suhu diatas 66oC dapat menyebabkan timbulnya flavor susu masak dan
kemungkinan rusaknya lapisan tipis disekitar butiran lemak (Buckle et al., 1987). Selain
pasteurisasi perbedaan dosis rennet yang berbeda juga dapat menyebabkan perbedaan kadar
lemak yang dihasilkan, hal ini disebabkan bahwa semakin tinggi konsentrasi rennet (Mucor
miehei) yang ditambahkan maka semakin rendah kadar lemak.
Dalam analisis lemak, sulit untuk melakukan ekstraksi lemak secara murni. Hal itu
disebabkan pada waktu ekstraksi lemak dengan pelarut lemak, seperti phospholipid, sterol,
asam lemak bebas, pigmen karotenoid, dan klorofil. Oleh karena itu, hasil analisis lemak
ditetapkan sebagai lemak kasar. Terdapat dua metode dalam penentukan kadar lemak suatu
sampel, yaitu metode ekstraksi kering (menggunakan soxhlet) dan metode ekstraksi basah.
Selain itu, metode yang digunakan dalam analisis kadar lemak dapat menggunakan metode
weibull. Prinsip kerja dari metode weubull adalah ekstraksi lemak dengan pelarut nonpolar
setelah sampel dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat
(Harper dkk 1979).
2.4 Protein
9
Protein merupakan polimer asam amino. Ada puluh asam amino yang berbeda merupakan
penyusun protein alami. Protein dibedakan satu sama lain berdasarkan tipe, jumlah dan
susunan asam aminonya. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan struktur molekuler,
kandungan nutrisi dan sifat fisikokimia. Protein merupakan konstituen penting dalam
makanan, dimana protein merupakn sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino
esensial seperti lysine, tryptophan, methionine, leucine, isoleucine dan valine (esensial
berarti penting bagi tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh).
Protein juga merupakan komponen utama dalam berbagai makanan alami, yang
menentukan tekstur keseluruhan, misalnya keempukan produk daging atau ikan, dan
sebagainya. Protein terisolasi sering digunakan dalam makanan sebagai unsur kandungan
(ingredient) karena sifat atau fungsi uniknya, antara lain kemampuannya menghasilkan
penampilan tekstur atau stabilitas yang diinginkan. Misalnya, protein digunakan sebagai
agen pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi (emulsifier), pembentuk busa (foaming
agent) dan pengental (thickener). Beberapa protein makanan merupakan enzim yang mampu
meningkatkan laju reaksi biokimia tertentu, baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan merusak.
Istilah protein diperkenalkan pada tahun 1830-an oleh pakar kimia Belanda bernama
Mulder, yang merupakan salah satu dari orang-orang pertama yang mempelajari kimia
dalam protein secara sistematik. Ia secara tepat menyimpulkan peranan inti dari protein
dalam sistem hidup dengan menurunkan nama dari bahasa Yunani proteios, yang berarti
“bertingkat pertama”. Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh
bagian dari sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem
komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena
10
itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon,
antibodi dan enzim.
Semua jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam amino. Setiap jenis
protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas. Di dalam sel, protein terdapat
baik pada membran plasma maupun membran internal yang menyusun organel sel seperti
mitokondria, retikulum endoplasma, nukleus dan badan golgi dengan fungsi yang berbeda-
beda tergantung pada tempatnya. Protein-protein yang terlibat dalam reaksi biokimia
sebagian besar berupa enzim banyak terdapat di dalam sitoplasma dan sebagian terdapat
pada kompartemen dari organel sel. Protein merupakan kelompok biomakromolekul yang
sangat heterogen. Ketika berada di luar makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil.
Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N (15,30-18%),
C (52,40%), H (6,90-7,30%), O (21- 23,50%), S (0,8-2%), disamping C, H, O (seperti juga
karbohidrat dan lemak), dan S kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks
dengan protein). Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik
untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N
yang ada dalam bahan makanan atau bahan lain (Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta).
Protein susu merupakan molekul yang tersusun atas unit-unit asam amino. Protein akan
mengalami koagulasi jika dipanaskan, dalam suasana asam dan oleh adanya enzim protease.
Penggumpalan susu digunakan sebagai dasar pengolahan susu untuk pembentukan keju
(Suharyanto. 2009).
2.5 Metode Luff-schoorl
11
Penentuan gula reduksi dengan metode Luff-Schoorl ditentukan bukan kuprooksidanya
yang mengendap tetapi dengan menentukan kuprooksida dalam larutan sebelum direaksikan
dengan gula reduksi sesudah reaksi dengan sampel gula reduksi yang dititrasi dengan Na-
Thiosulfat. Selisihnya merupakan kadar gula reduksi.
Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat dengan cara Luff-Schoorl adalah mula-
mula kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan Iod dari garam KI. Banyaknya
iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na-Thiosulfat. Untuk mengetahui bahwa
titrasi sudah cukup maka diperlukan indicator amilum. Apabila larutan berubah warna dari
biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Selisih banyaknya titrasi blanko dan sample
dan setelah disesuaikan dengan tabel yang menggambarkan hubungan banyaknya Na-
Thiosulfat dengan banyaknya gula reduksi (Khopkar, 1999).
Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl ini
didasarkan pada reaksi antara monosakarida dengan larutan cupper. Monosakarida akan
mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan
dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan
larutan Na2S2O3.
Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan
menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri
adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator
kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion
iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang
setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator (Underwood, 1996).
12
2.6 Metode Soxhlet
Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan alat ekstraktor
Soxhlet. Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien, karena pelarut
yang digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan kadar minyak atau lemak, bahan
yang diuji harus cukup kering, karena jika masih basah selain memperlambat proses
ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi dalam perhitungan
(Ketaren, 1986:36).
Dalam analisis lemak, sulit untuk melakukan ekstraksi lemak secara murni. Hal itu
disebabkan pada waktu ekstraksi lemak dengan pelarut lemak, seperti phospholipid, sterol,
asam lemak bebas, pigmen karotenoid, dan klorofil. Oleh karena itu, hasil analisis lemak
ditetapkan sebagai lemak kasar. Terdapat dua metode dalam penentukan kadar lemak suatu
sampel, yaitu metode ekstraksi kering (menggunakan soxhlet) dan metode ekstraksi basah.
Selain itu, metode yang digunakan dalam analisis kadar lemak dapat menggunakan metode
weibull. Prinsip kerja dari metode weubull adalah ekstraksi lemak dengan pelarut nonpolar
setelah sampel dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat
(Harper et.al, 1979).
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin
balik. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul antibumping, still pot (wadah penyuling,
bypass sidearm, thimble selulosa, extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet,
expansion adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out
(Darmasih, 1997).
13
Ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi karena pada cara ini
digunakan pemanasan yang diduga memperbaiki kelarutan ekstrak. Dibandingkan dengan
cara maserasi, ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi. Makin
polar pelarut, bahan terekstrak yang dihasilkan tidak berbeda untuk kedua macam cara
ekstraksi (Whitaker 1915).
2.7 Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann
Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat
ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian
dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi
untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih
merupakan metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak
menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung
kadar protein total dan kadar nitrogen.
Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk
banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai factor
konversi yang berbeda tergantung komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari
tiga langkah : digesti, netralisasi dan titrasi.
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan
pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti
makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis
14
sepert tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi).
Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit)
menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak
dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang
terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang berada dalam larutan adalah :
N(makanan) (NH4)2SO4
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima
(receiving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan
penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia :
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu digesti
masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu
penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi
ion borat:
NH3 + H3BO NH4+ + H2BO3
-
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk dengan
asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk
menentukan titik akhir titrasi.
H2BO3- + H+ H3BO3
Adapun keuntungan metode kjeldahl yaitu Metode Kjeldahl digunakan secara luas di
seluruh dunia dan masih merupakan metode standar dibanding metode lain. Sifatnya yang
15
universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak digunakan
untuk penetapan kadar protein.
Adapun kerugian metode kjeldahl yakni tidak memberikan pengukuran protein
sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein, protein
yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam amino
yang berbeda, penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa
katalis dan teknik ini membutuhkan waktu lama.
2.8 Standar Nasional Indonesia Kandungan Gizi Dalam Produk Keju
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3744-1995), kandungan gizi berbagai
produk olahan susu dinyatakan dalam tabel gizi berikut ini:
16
BAB. III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian : Pusat Laborotarium Terpadu (PLT) UIN Syarif
Hidayatullah
3.1.2 Waktu Penelitian : 9 Desember 2013 – 20 Desember 2013
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ekstraksi, buret 50 ml,
pendingin tegak, sentrifuge, penangas air, labu ukur 100 ml, labu ukur 100ml, pipet
ukur 10 dan 20 ml corong, kertas saring, labu erlenmyer, labu kjeldahl 100 ml, satu
set peralatan destilasi, oven, eksikator dan satu set alat soxhlet.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah keju kraft cheddar, H2SO4 4N,
Alkohol 70%, Na2SO3 0,1N, Amilum 1%, Larutan Luft-schroll dan KI 30%, K2SO4,
NaOH 30%, H2SO4 pekat, H3BO3 4%, HCL 0,028N, Aquadest, Indikator PP,
Indikator BCG+MM, S2O4, CuSO4 dan n-Heksana.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Penentuan kadar karbohidrat dengan metode luff-schoorl
Ekstraksi gula pereduksi
17
Ditimbang keju kraft cheddar sebanyak 10 gram kemudian dipindahkan secara
kuantitatif ke dalam labu ekstraksi dan ditambahkan 75 mL alkohol 70%.
Dididihkan suspensi dalam labu ekstraksi selama 1 jam kemudian disaring.
Ditepatkan volume filtrat hingga 100 mL ke dalam labu ukur 100 mL dengan 70
mL alkohol 70%. Larutan yang diatas merupakan larutan ekstrak gula yang siap
dianalisis/ ditetapkan kadarnya.
Pembuatan larutan luff-schoorl
14,4 gram Na2CO3 atau 38,8 gram Na2CO3 10.H2O3 dilarutkan dengan 40 ml air
suling larutan ini sebagai larutan 1. kemudian 5 gram asam sitrat dilarutkan dalam 5
ml air suling lalu dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam larutan 1. lalu campuran
tersebut ditambahkan dengan 2,5 gram CuSO4 dalam 10 ml air suling kemudian
diencerkan dalam labu 100 ml sampai tepat tanda garis. setelah itu didiamkan
semalaman dan disaring bila perlu.
Penetapan kadar gula pereduksi
Dimasukkan 25 mL larutan Luff-Schoorl dan 10 mL larutan ekstrak gula pereduksi
ke dalam labu erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan air hingga volume total
50 mL. Campuan dipanaskan dengan menggunakan pendingin tegak hingga
mendidih dan diteruskan selama 10 menit lagi. Setelah pemanasan selesai,
didinginkan campuran dengan menggunakan es. Ditambahkan ke dalam campuran
10 mL larutan KI 30% & 25 mL H2SO4 4 N. Dititrasi dengan Na2S2O3 0.1 N &
indikator amilum (± 1 mL) sampai warna biru hilang. Dicatat volume titran (V1,
mL) dan dilakukan titrasi blanko (sama seperti untuk ekstrak gula pereduksi tetapi
18
tanpa penambahan ekstrak, dicatat volume untuk blanko (V2, mL). Dihitung kadar
gula pereduksi dengan menggunakan rumus :
% gula pereduksi = (V 2−V 1 ) x [ N a 2 S 2O 3 ] x90 x10
10.000 x 100%
3.3.2 Penentuan kadar lemak dengan metode soxhlet
Sampel keju yang sudah dihaluskan, ditimbang sebanyak 2 gram dan kemudian
dibungkus atau ditempatkan dalam selongsong kertas saring. di atas sample ditutup
dengan kapas dan selogsong dimasukkan kedalam ekstraktor hingga larutan
pengekstrak (n-Heksana) mengalir semuanya ke dalam labu soxhlet. Kemudian
ditambahkan lagi pelarut kloroform hingga volume setengahnya. Dipasang Alat
pendingin tegak dengan sirkulasi air kran,dan labu soxhlet berada diatas penangas
air yang telah mendidih.
Dibiarkan ekstraksi berjalan kurang lebih selama 5 jam. Setelah ekstraksi selesai,
pelarut didestilasi dan ditaruh dalam botol dan labu ekstraksi dikeringkan di dalam
oven pada suhu 105°C. Lalu didinginkan labu didalam eksikator dan ditentukan
kadar lemak pada sampel keju tersebut dengan menggunakan rumus:
Kadar lemak (%) = (bobot labu+ lemak )−bobot labukosong
bobot contoh x 100%
3.3.3 Penentuan kadar protein dengan metode kjeldahl
Sebanyak 250 mg keju kraft cheddar dimasukkan dalam labu kjedahl 100 ml
kemudian ditambahkan campuran selen sebanyak 1 gram adapun komposisi selen
sebagai berikut 0,1 gram S2O4 ditambahkan 4 gram K2SO4 dan ditambahkan 0,8
19
gram CuSO4. lalu dipanaskan secara bertahap mulai dari suhu rendah hingga
mendidih sampai diperoleh cairan yang jernih (dilakukan dilemari asam), lalu
didinginkan dan ditambahkan aquades lalu dikocok kemudian dipindahkan kedalam
labu ukur 50 ml lalu ditepatkan hingga tepat tanda garis dan dikocok.
kemudian diambil 12,5 ml larutan hasil destruksi yang sudah diencerkan, lalu
dimasukkan kedalam labu destilasi dan ditambahkan dengan 12,5 ml NaOH 30%
dan diteteskan 3 tetes indikator pp. ammoniak yang terdestilasi ditampung dalam
labu erlenmenyer yang didalamnya diberi 12,5 ml asam borat 4% yang telah
ditambahkan 3 tetes indikator BCG+MM. destilasi ini hanya berlangsung selama
kurang lebih 10 menit. setelah itu dititrasi dengan HCl 0,028 N. kemudian
ditentukan kadar protein dari sampel keju tersebut dengan menggunakan rumus:
Total N = Vol HCl x N HCl x Ar N (14 ) x fp
bob ot cont oh(mg) x 100%
Kadar protein = Total N x Faktor konversi
Faktor konversi untuk keju sebesar 6,38.
20
BAB. IV RANCANGAN PENELITIAN
4.1 Jadwal penelitian
Rancangan penelitian ini dibagi menjadi beberapa kegiatan yaitu pembuatan proposal
penelitian, melakukan penelitian, pembuatan laporan penelitan dan presentasi hasil
penelitan.
25 nov 2013
5 des 2013
9 des 2013
20 des 2013
21 des 2013
26 des 2013
27 des 2013
Pembuatan ProposalPenelitian
Pembuatan Laporan
PenelitianPresentasi
Hasil Penelitian
21
DAFTAR PUSTAKA
Army Permaini, Samsu Wasito, Kusuma Widayaka. 2013. Penggaruh Dosis Rennet Yang
Berbeda Terhadap Kadar Protein Dan Lemak Keju Lunak Susu Sapi. Fakultas
Pertenakan Universitas Jedral Soedirman. Purwokerto.
Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan
oleh H. Purnomo dan Adiono : Food Science. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Bunton, M. 2005a. Mozzarella cheese recipe. Home Dairying and Cheesemaking. Fias Co Farm.
http://fiascofarm.com/dairy/mozzarel la.htm. Diakses tanggal 2 Desember 2013.
Bunton, M. 2005b. Ricotta cheese recipe. Home Dairying and Cheesenaking. Fias Co Farm.
http://fiascofarm.com/dairy/mozzarel la.htm. Diakses tanggal 2 Desember 2013.
Daulay, D. 1991. Fermentasi Keju. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Fox, P. F., and L. Stepaniak. 2000. Enzymes in Cheese Technology. International Dairy Journal
3: 509-530.
Harding, F. 1999. Milk Quality. Aspen Publication Inc., Gaithersburg, Maryland USA.
Kapoor, R., and L. E. Metzger. 2008. Process Cheese: Scientific and Technological Aspects—A
Review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 7: 194-214.
Legowo, A. M., Nurwantoro dan Sutaryo. 2005. Analisis Pangan. Badan Penerbit Universitas
22
Diponegoro Semarang, Semarang.
Mulyani, S. A. Azizah dan A. M. Legowo. 2009. Profil Kolesterol, Kadar Protein, dan Tekstur
Keju Menggunakan Mucor Miehei Sebagai Sumber Koagulan. Seminar Nasional
Kebangkitan Peternakan UNDIP. Semarang. Hal: 520, 522.
Suharyanto. 2009. Pengolahan Bahan Pangan Asal Ternak. Jurusan Peternakan, Fakultas
Pertanian, Universitas Bengkulu.
Susilorini, E. T dan M. E. Sawitri. 2007. Produk Olahan Susu. Cetakan kedua. Penebar
Swadaya. Jakarta.
T. Ariyadi dan H. Anggraeni. 2010. Penetapan Kadar Karbohidrat Pada Nasi Aking. Universitas
Muhammadiah. Semarang.
23