ANALISA LIMBAH KONSTRUKSI
SEBAGAI BAHAN BAKU BATAKO Ir. Ros Anita Sidabutar, MSc.1) , Ir. Patar Pasaribu,Dip.Trop.1)
2)Pahala Roni Pane, ST 1)Dosen tetap Universitas HKBP Nommensen
2)Alumni Teknik Sipil Univ. HKBP Nommensen
ABSTRACT
One alternative in the mounting wall is a wall with adobe. Utilization of construction waste material as a substitute
for sand sebahagian can add to the quality of the power brick. Research on the addition of konstrusi waste in the
manufacture of concrete blocks intended to determine the characteristic properties of the building blocks of brick,
compressive strength and water uptake adobe. From this research is expected to note the effect of adding waste in
brick-making, to develop science and technology in the brick-making, and the results of this study can be used as an
alternative building materials in the world of business. In the manufacture of solid concrete brick with added material
waste by reducing the amount of sand, with the addition of construction waste (against the brick volume) amounted
to 0%; 20%; 30%; 40%; 50% of the composition of adobe.
The results show the highest compressive strength occurred in the composition of construction waste 3.50: 1 pc: 3.50
Mkt ie an average compressive strength of 44.3 Kg / cm2 (each brick of solid concrete sign of quality II and III). At a
ratio of 2.80 demolition waste: 1pc: 4.20 Mkt respective average compressive strength of 37.50 Kg / cm2 (each brick
of solid concrete sign of quality III). In comparison mixture. 0.00 demolition waste: 1pc: 7.0 Mkt, 1.40 demolition
waste: 1pc: 5.60 and 2.10 Mkt demolition waste: 1pc: 4.90 Mkt respectively an average compressive strength of 23
Kg / cm2, 26.43 Kg / cm2 29.5, Kg / cm2 (each brick of solid concrete grade IV). The described quality requirements
are appropriate quality requirements in PUBI-1982. For water absorption value shows that the more the number of
construction waste, the water uptake value increases. Low water absorption occurs in the mixing ratio, 0.00 demolition
waste: 1pc: 7.0 Mkt is equal to 14.84%, and the highest water uptake occurs at a ratio of 2.80 demolition waste: 1pc:
Mkt 4,20% by 17:35. The highest water uptake was still very qualified to solid concrete brick with the level of quality
I and II.
1. PENDAHULUAN
Timbulnya limbah dalam suatu kegiatan adalah hal yang tidak dapat dihindari.
Pembuangan limbah ini sering berakibat kerusakan lingkungan. Untuk mencegahnya,
pembuangan limbah perlu dikelola dengan baik. Dahulu kala, upaya pengelolaan limbah hanya
merupakan pembuangan ke tempat yang dianggap aman. Saat ini, upaya pengelolaan limbah
industri menggunakan pendekatan 3R (reduce, reuse, recycle). Dengan pendekatan 3R, upaya
pengelolaan limbah disusun dalam suatu hierarki yang dikenal dengan hirarki pengelolaan limbah
(Tchobanoglous et al 1994). Dalam hirarki ini pengelolaan limbah disusun dalam urutan - dari
yang tertinggi sampai terendah - pencegahan, penggunaan kembali, pembuangan. Apabila limbah
tidak dapat dihindarkan lagi maka diupayakan untuk menggunakannya kembali sebelum dibuang
ke alam / tempat yang aman.
Saat ini banyak bangunan lama direnovasi bahkan dibongkar untuk mendirikan bangunan
baru. Kegiatan ini menghasilkan sangat banyak puing bongkaran. Apabila ada yang membutuhkan,
bahan bongkaran tersebut biasanya digunakan sebagai bahan timbunan ataupun tambahan untuk
memperbaiki kepadatan tanah lempung. Apabila tidak ada yang membutuhkan, maka puing
tersebut akan dibuang secara liar/sembarangan sehingga merusak lingkungan.
Untuk mencegah hal ini, perlu diteliti berbagai penggunaan puing beton. Penelitian
penggunaan puing bongkaran sebagai bahan beton telah dilakukan sebelumnya oleh Beni Carlos
Cibro (2012) dan Michael Situmorang (2012) di Jurusan Sipil Universitas HKBP Nommensen.
Belajar dari penelitian tersebut, penulis melihat puing bangunan tidak layak digunakan sebagai
bahan beton pada elemen struktural bangunan. Oleh karenanya penulis berkeinginan meneliti
penggunaan puing bangunan sebagai bahan baku batako.
Maksud dan tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana puing bangunan
(puing struktur dan puing non struktur ) dapat digunakan kembali sebagai bahan tambah batako.
Industri konstruksi menghasilkan banyak limbah padat berupa puing bangunan.
Pembuangan puing yang tidak baik merupakan ancaman bagi kelestarian lingkungan. Oleh sebab
itu pengelolaan puing ini harus dilakukan dengan baik. Salah satu upaya pengelolaan yang harus
diteliti sebelum membuang puing adalah mengunakan kembali puing. Dalam penelitian ini akan
ditempuh upaya menggunakan puing sebagai bahan baku batako.
Dari kedua jenis puing ini akan dicetak jenis batako untuk selanjutnya diteliti apakah jenis puing
menghasilkan karakteristik batako yang berbeda dalam hal kekuatan maupun kemudahan
pengerjaan /pembuatan batako.
Penelitiaan ini terkait dengan bidang manajemen konstruksi dan pengelolaan limbah.
Manfat penelitian ini untuk menambah literature dan pemahaman tentang limbah konstruksi dan
pemanfaatanya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum setiap pemprosesan material akan menghasilkan limbah. Pekerjaan renovasi
bangunan banyak menghasilkan limbah berupa puing beton dan material lain. Limbah tersebut
dihasilkan dari proses dekonstruksi ataupun perubuhan bangunan lama. Kondisi limbah yang
dihasilkan sangat bervariasi dan tegantung jenis bangunaan dan metode dekonstruksi. Proses
dekosntruksi / perubuhan yang dilakukan terencana dan dengan tujuan menggunakan kembali
material bekas akan lebih sedikit menghasilkan puing.
1.2. Batako
Batako merupakan balok beton cetak sebagai alternatif pengganti bata merah yang dibuat
dengan tujuan menekan biaya tetapi memiliki kualitas pasang dinding yang tidak kalah baiknya
dari bata merah. Batako merupakan bahan bangunan yang tersusun dari komposisi semen, air dan
agregat (pasir dan kerikil). Batako digunakan untuk dinding bangunan nonstruktural, yaitu sebagai
dinding pengisi yang harus diperkuat oleh rangka.
Komposisi batako sendiri merupakan bahan-bahan yang mudah diperoleh masyarakat.
Beberapa material yang dianggap limbah oleh masyarakat mempunyai karakteristik teknis sama
dengan bahan-bahan penyusun batako, misalnya puing bangunan dan limbah yang lain.
Masyarakat umum mengenal batako sebagai balok beton bahan dinding. Supribadi
menyatakan bahwa batako adalah “Semacam batu cetak yang terbuat dari campuran tras, kapur,
dan air atau dapat dibuat dengan campuran semen, kapur, pasir dan ditambah air yang dalam
keadaan pollen (lekat) dicetak menjadi balok-balok dengan ukuran tertentu”. Menurut Persyaratan
Umum Bahan Bangunan di Indonesia (1982) pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat dengan
mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”. Menurut SNI 03-0349-1989, “Conblock
(concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran
semen Portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive), dicetak
sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan
dinding”.
Klasifikasi batako dalam beberapa kelompok sebagai berikut :
Batako dengan mutu I, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang tidak
memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindungi
dari cuaca luar.
Batako dengan mutu II, adalah batako yang hanya digunakan untuk hal-hal seperti
dalam jenis I, tetapi hanya permukaan konstruksi dari batako tersebut boleh tidak
diplester.
Batako dengan mutu III, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang
memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindungi dari
cuaca luar (untuk konsruksi di bawah atap).
Batako dengan mutu IV, adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan
dapat digunakan untuk konstruksi yang tidak terlindungi.
2.3. Persyaratan Mutu Batako
a. Pandangan Luar
Syarat mutu untuk pembuatan bata beton pejal apabila ditinjau dari pandangan luar
bata beton pejal tersebut harus bebas dari retak-retak, cacat-cacat, rusaknya siku terhadap yang
lain, serta sudut rusuk tidak boleh mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.
b. Persyaratan Fisik
Menurut SII 0285-80 (dalam Husin dan Suratman, 1995) bata beton harus
mempunyai sifat-sifat fisis seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Persyaratan fisik bata beton (SII 0285-80 dalam Husin dan
Suratman,1995)
Bata beton
mutu
Kuat tekan bruto minimum (Kg/cm2) Penyerapan air
maksimum
(% volume) Rata – rata dari bata Masing – masing
bata
HB20 20 17 -
HB35 35 30 -
HB 50 50 45 25
HB 70 70 65 35
*) Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan
luas ukuran nominal dari bata beton, termasuk luas lubang serta cekungan tepi.
c. Persyaratan Ukuran Standar dan Toleransi
Syarat ukuran standar dan toleransi bata beton pejal sesuai dengan SKSNI-S-04-
1989-F dapat dilihat pada Tabel 2.2 .
Tabel 2.2 Persyaratan ukuran standar dan toleransi (SK SNI S-04- 1989-F)
Ukuran + toleransi , mm
Panjang Lebar Tebal
390 + 3 190 + 2 100 + 2
390 - 5
2.4 Kuat Tekan Batako
Kekuatan batako juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatannya. Dalam pembuatan batako
diusahakan campuran dibuat sepadat mungkin. Hal ini memungkinkan untuk menjadikan bahan
semakin mengikat keras dengan adanya kepadatan yang lebih, serta untuk membantu merekatnya
bahan pembuat batako dengan semen yang dibantu oleh air.
Pada dasarnya semen memerlukan jumlah air sebesar 32% berat semen untuk bereaksi
secara sempurna, akan tetapi apabila kurang dari 40 % berat semen maka reaksi kimia tidak selesai
dengan sempurna (A. Manap, 1987: 25). Apabila kondisi seperti ini dipaksakan akan
mengakibatkan kekuatan batako berkurang. Jadi air yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan semen
dan untuk memudahkan pembuatan batako, maka nilai f.a.s. pada pembuatan dibuat pada batas
kondisi adukan lengas tanah, karena dalam kondisi ini adukan dapat dipadatkan secara optimal.
Disini tidak dipakai patokan angka sebab nilai f.a.s. sangat tergantung dengan campuran
penyusunnya. Nilai f.a.s. diasumsikan berkisar antara 0,4 sampai 0,6 atau disesuaikan dengan
kondisi adukan agar mudah dikerjakan.
Mutu batako (kuat tekan) bertambah tinggi dengan bertambahnya umur batako. Oleh
karena itu sebagai standard kekuatan batako dipakai kekuatan pada umur batako 28 hari. Bila
karena sesuatu hal diinginkan untuk mengetahui kekuatan batako pada umur 28 hari, maka dapat
dilakukan dengan menguji kuat tekan batako pada umur 3 atau 7 hari dan hasilnya dikalikan
dengan faktor tertentu untuk mendapatkan perkiraan kuat tekan batako pada umur 28 hari.
Tabel 2.3 Hubungan antara komposisi campuran dengan Persyaratan kuat
tekan minimum batako pejal sebagai bahan bangunan dinding
menurut SNI-3-0349-1989
Syarat fisis satuan Tingkat mutu bata beton pejal
I II III IV
1.kuat tekan
bruto rata –
rata min
2.kuat tekan
bruto masing-
masing benda
uji
3.penyerapan air
rata-rata,maks
Kg/cm2
Kg/cm2
%
100
90
25
70
65
35
40
35
-
25
21
-
2.5. Serapan Air Batako
Serapan air pada bata beton dipengaruhi oleh porositas agregat yang dipakai dalam
pembuatan adukan beton maupun porositas pasta semen itu sendiri. Serapan air dalam agregat
adalah persentase berat air yang mampu diserap oleh suatu agregat jika direndam dalam air.
Agregat mempunyai pori dengan ukuran yang beragam, semakin besar pori semakin besar pula
serapan air pada agregat. Pori dalam agregat tersebar di seluruh tubuh butiran, beberapa merupakan
poripori yang tertutup, beberapa lainnya terbuka pada permukaan butiran. Beberapa jenis agregat
yang sering dipakai mempunyai pori tertutup sekitar 0 % sampai 20% dari volume butirnya.
2.6. Beton
Menurut Ir. Tri Mulyono,MT , beton merupakan fungsi dari bahan penyusunan yang terdiri
dari bahan semen, agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (zat addictive). Menurut SK
SNI 03 – 2847 – 2002, defenisi beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidrolik
yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk masa padat.
Beton normal adalah beton yang memiliki berat satuan 2200 kg/m³ sampai 2400 kg/m³
sedangkan beton ringan memiliki berat satuan 1800 kg/cm³ sampai 2100 kg/cm³ dan dibuat
menggunakan agregat alam.
2.7. Semen
Menurut ASTM C – 150, (1985) semen Portland didefenisikan sebagai semen hidrolik
yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang
umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang
digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Semen Portland yang digunakan di Indonesia
harus memenuhi syarat SII.0013 – 81 atau standar uji bahan bangunan Indonesia 1986, dan harus
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar tersebut.
2.8. Agregat
Agregat yang digunakan, dalam campuran beton dapat berupa agregat alam dan agregat
buatan. Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan
agregat halus. Menurut standart ASTM agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih
besar dari 4.75 mm sedangkan agregat halus adalah agregat yang ukuran butirnya lebih kecil dari
4.75 mm.
Agregat merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk membuat adukan.
Pasir yang digunakan untuk pembuatan batako harus bermutu baik yaitu pasir yang bebas dari
lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan garam sulfat. Selain itu pasir juga harus bersifat
keras, kekal dan mempunyai susunan butir (gradasi) yang baik.
Agregat halus yang dipakai untuk campuran adukan bata beton pejal harus memenuhi
syarat yang ditetapkan SK-SNI-S-04-1989-F yaitu dengan modulus halus 1,5 sampai 3,8. Dilihat
dari syarat batas gradasinya agregat halus dibagi menjadi 4 zone seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 2.4. (Try Mulyono, 2003)
Tabel 2.4. Batas Gradasi Agregat Halus
Lubang
ayakan
(mm)
Berat temus kumuatif (%)
Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zonz 4
Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas
10
4.8
2.4
1.2
0.6
0.3
0.15
100
90
60
30
15
5
0
100
100
95
70
34
20
10
100
90
75
55
35
8
0
100
100
100
100
59
30
10
100
90
85
75
60
12
0
100
100
100
100
79
40
10
100
95
95
90
80
15
0
100
100
100
100
100
50
15
Keterangan :
Zone 1 = Pasir Kasar
Zone 2 = Pasir Agak Kasar
Zone 3 = Pasir Halus
Zone 4 = Pasir Agak Halus
2.9. Air
Air diperlukan pada pembuatan beton atau batako untuk memicu proses kimiawi semen,
membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pengerjaan beton. Air yang dapat diminum
umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa
yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam
campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang
dihasilkan.
Karena pasta semen merupaka hasil reaksi kmia antara semen dan air, maka bukan
perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang penting ,tetapi justru pebandingan air
dengan semen atau yang bisa disebut sebagai Faktor Air Semen. Untuk air yang tidak memenuhi
syarat mutu, kekuatan beton pada umur 7 hari atau 28 hari tidak boleh kurang dari 28 hari tidak
boleh kurang dari 90% jika dibandingkan dengan kekuatan air yang menggunakan air
standar/suling .
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen yaitu suatu metode
penelitian untuk mengadakan kegiatan percobaan yang mendapatkan suatu hasil.
3.1. Sampel
Sampel dalam penelitian ini menggunakan bata beton pejal dengan campuran limbah
struktur beton, dengan jumlah benda uji 35 buah dengan ukuran bata beton pejal panjang 40 cm,
lebar 8 cm dan tinggi 20 cm dan sebahagian berbentuk silinder dengan diameter 15cm dan tinggi
30 cm.
Cara pengambilan sampel pasir, semen, air dan limbah konstruksi banggunan
Adalah : 1). pasir yang digunakan pasir yang diambil dari amp 2). Semen dipakai, semen Andalas
dengan berat 40 kg dalam kondisi baik, 3). air yang dipakai air artetis yang dipakai untuk
kebutuhan sehari-hari di kampus UHKBPN, 4). Limbah struktur beton yang, diambil dari
perubuhan bangunan atau renopasi banggunan yang ada di kota Medan.
Sampel dalam penelitian ini adalah berupa benda uji bata beton pejal yang terbagi dalam
dua perlakuan dengan masing-masing benda uji, perlakuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Campuran subtitusi limbah struktur beton untuk bata beton
pejal.
No. Perbandingan
Semen : pasir
Fas Umur
Komposisi
Limbah
Sample
Uji
Kuat
Tekan
Sample
Uji
Daya
Serap
Air
1
2
3
4
5
1 : 7
1 : 7
1 : 7
1 : 7
1 : 7
0,48
0,48
0,48
0,48
0,48
28 hari
28 hari
28 hari
28hari
28 hari
0
1,4
2,1
2,8
3,5
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
Keterangan : Komposisi perbandingan campuran bata beton pejal dengan penambahan limbah
konstrksi dilakukan terhadap volume pasir bata beton pejal.
3.2. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu variabel bebas, variabel terikat dan
variabel kontrol.
Variable bebas adalah variabel yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (Sugiyono, 1999:20). Yang menjadi variable bebas dalam penelitian ini adalah subtitusi
limbah konstruksi bangunan.
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas (Sugiyono, 1999:20). Yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kuat tekan bata beton pejal.
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan dilihat konstan sehingga dapat
melakukan penelitian bersifat membandingkan (Sugiyono, 1999:20). Sebagai variabel kontrol
dalam penelitian ini adalah bata beton pejal dengan subtitusi 0% limbah konstruksi bangunan.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan sesuai dengan bagan alir Gambar 3.1
Gambar 3.1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan
bahan
Faktor bentuk benda uji dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Perbandingan Kuat Tekan Beton pada Berbagai Bentuk Benda Uji
Benda Uji Perbandingan Kuat Tekan
Kubus 15 x 15 x 15 cm 1.00
Kubus 20 x 20 x 20 cm 0.95
Silinder φ 15 cm h = 30 cm 0.83
Sumber : Peraturan Beton Indonesia ’71 ( PBI 1971 )
Data kuat tekan sebagai dasar perancangan, dapat menggunakan hasil uji kurang dari 28
hari berdasarkan data rekaman yang lalu untuk kondisi pekerjaan yang sama dengan karakteristik
lingkungan dan kondisi yang sama. Jika menggunakan hal ini, maka dalam rencana harus
disebutkan dan hasil dikonversi ke umur 28 hari berdasarkan Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Perkembangan kuat tekan untuk semen potlan tipe 1
Pengujian bahan
Pasir
1.berat jenis
2.berat
satuan
3.gradasi
Limbah konstruksi
1.gradasi
2.berat jenis
Semen
1.Kehalusan
semen
Air
1.warna
2.kejernian
Pencampuran adukan
Pencampuran bahan sesuai perbandingan
Pembuatan benda uji
Perawatan selama 28 hari
Pengujian benda uji
1.kuat tekan
2.daya resap air
Analisa hasil
kesimpulan
Umur beton (hari) 3 7 14 21 28
semen potlan tipe 1 0,46 0,70 0,88 0,96 1,0
4. PEMBAHASAN
4.1. Air
Pemeriksaan terhadap air dilakukan secara visual yaitu mengamati air secara langsung
mengenai sifat-sifatnya yaitu, tidak berwarna, tidak berbau, jernih/tidak mengandung lumpur dan
benda terapung lainnya sehingga air dapat digunakan untuk campuran adukan bata beton pejal
(memenuhi syarat sesuai pada SK-SNI–S–04–1989– F).
4.2. Semen
Semen yang digunakan semen Andalas dengan kemasan 40 kg/zak yang dibeli dari toko
bangunaan yang terdekat. Dari pengamatan yang dilakukan bahwa semen memenuhi syarat SII-
0013-81, tentang “mutu dan cara uji semen” atau SK.SNI.S-04-1989-F
4.3. Pasir
Pasir yang diambil dari AMP seacara umum memenuhi syarat digunakan sebagai bahan
bangunaan. pemeriksaan sifat pasir ini meliputi pemeriksaan berat jenis, berat satuan, gradasi,
kadar air pasir dan pemeriksaan kadar lumpur pasir. Hasil penelitian masing-masing pemeriksaan
tersebut yaitu:
a. Berat jenis
Dari hasil pemeriksaan diperoleh berat jenis rata-rata pasir dari kedua sample adalah
2,56 gram/cm3. Pasir termasuk dalam agregat normal (berat jenisnya antara 2,5-2,7), sehingga
dapat dipakai untuk beton normal dengan kuat tekan 15-40 Mpa (Tjokrodimuljo 1996: 15).
b. Berat satuan
Pada penelitian ini digunakan piknometer yang berbentuk silinder dengan volume
1000 cm3 dan berat piknometer 350,70 gr. Dari hasil pemeriksaan diperoleh berat satuan pasir
1,483 gram/cm3.
c. Gradasi pasir
Dari hasil analisa saringan pasir yang dilakukan telah memenuhi syarat SK-SNI-T-15-
1990-03. Hasil pemeriksaan Modulus Halus Butir didapatkan sebesar 2,852 (batas Modulus
Halus Butir pasir yang diijinkan 1,5 - 3,8).
Dalam peraturan SK-SNI-T-15-1990-03, kekasaran pasir dibagi menjasi empat kelompok
menurut gradasinya, yaitu pasir kasar (zona I), pasir agak kasar (zona II), pasir agak halus (zona
III), dan pasir halus (zona IV). Berdasarkan pembagian gradasi tersebut pemeriksaan gradasi
pasir masuk pada zona I yaitu pasir kasar. Pemeriksaan gradasi pasir dapat dilihat dalam
Gambar 4.1.
d. Kadar lumpur
Dari Pemeriksaan kadar lumpur didapatkan sebesar 4,5%, bahwa pasir ini masih
memenuhi syarat untuk penggunaan bahan campuran batako , menurut SK-SNI-S-04-1989-F
kadar lumpur maksimum pasir ialah 5%. Dengan demikian pasir dari AMP dapat digunakan
sebagai bahan susun batako, karena kandungan lumpur dibawah yang disyaratkan dibawah
5%.
Gambar 4.1. Gradasi Pasir AMP dan Batasan Gradasi Pasir Zone I
4.4. Limbah Konstruksi Bangunan
a. Gradasi puing
Puing limbah konstruksi yang digunakan dalam pembuatan batako ini berasal dari
bangunan yang sedang direnovasi. Limbah Puing bangunan yang akan digunakan sebagai bahan
baku agregat kasar dalam pembuatan batako belum memenuhi syarat, maka puing harus
dihancurkan sehingga membentuk puing dan dilakukan penyaringan.
Didalam penelitian ini Ukuran agregat dapat mempengaruhi kekuatan tekan batako.
Gradasi yang dilakukan ini dimana ukuran dan bentuknya harus disesuaikan dengan syarat yang
diberikan oleh ASTM ,BS ataupun SNI. Agregat yang dipakai dalm percobaan pembuatan batako
0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8
zone bawah 0 5 15 30 60 90
zone atas 10 34 59 70 95 100
gradasi pasir 3,2 14,4 31,8 70,2 96 99,2
05
101520253035404550556065707580859095
100
pe
rse
nta
se lo
los
ayak
an (
%)
Lubang ayakan (mm)
gradasi pasir pada ZONE I
zonebawah
zone atas
ialah agregat yang semua butirnya tertingal diatas ayakan 4,8 mm (SII.0052,980) atau 4.75 (ASTM
C33,982)
Adapun hasil dari pengujian gradasi dari jenis puing ini, didapat modulus halus butir
(MHB) 3,85. Jenis batako yang dihasilkan, selanjutnya diteliti apakah jenis puing menghasilkan
karakteristik batako yang berbeda dalam hal kekuatan maupun kemudahan pengerjaan/pembuatan
batako.
Hasil pemeriksaan gradasi puing limbah konstruk dapat dilihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2. Grafik daerah gradasi puing limbah konstruksi
b. Berat satuan
Pemeriksaan berat satuan dilakukan dengan keadaan puing sudah di hancurkan terlebih
dahulu dan SSD. Pada penelitian ini digunakan piknometer yang berbentuk silinder dengan
volume 1000 cm3 dan berat piknometer 350,70 gr. Dari hasil pemeriksaan diperoleh berat
satuan pasir 1,48 gram/cm3
4.5. Perhitungan Kebutuhan Bahan Tiap Adukan (Mix Design) Benda
Uji
Sebelum melakukan pengecoran dilakukan perhitungan perbandingan bahan susunan
batako yang tepat, kebutuhan bahan susunan batako dihitung berdasarkan perbandingan berat
yang diperoleh dari konversi kebutuhan bahan dalam volume. Dalam perhitungan rencana
kebutuhan bahan, faktor air semen diambil 0,4-0,6 dan kandungan udara 1%. Rencana adukan
(mix design) benda uji batako, berbentuk silinder, dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Rencana adukan (mix design) benda uji batako, berbentuk
silinder
Rencana Perban
dingan campuran
Kebutuhan bahan untuk 1 silider (Kg)
Pc Puing Psr Air
9,5 12,5 16 19 25,5 31,5 37,5
gradasi puing 3,2 11,1 21,7 42,1 64,8 80,8 93,1
3,211,1
21,7
42,1
64,8
80,893,1
05
101520253035404550556065707580859095
100
Pe
rse
nta
se L
olo
s ay
akan
(%
)
lubang ayakan (mm)
gradasi puing
gradasi…
1 Pc : 7 Ps 1 0,00 7,87 0,48
1 Pc : 7 Ps 1 1,27(20%) 6,6 0,48
1 Pc : 7 Ps 1 1,91(30%) 5,96 0,48
1 Pc : 7 Ps 1 2,54(40%) 5,33 0,48
1 Pc : 7 Ps 1 3,17(50%) 4,70 0,48
Keterangan : Komposisi perbandingan campuran bata beton pejal dengan penambahan limbah
konstrksi dilakukan terhadap volume pasir bata beton pejal.
4.6. Rancangan Adukan Batako
Bahan campuran bata beton pejal yang dipakai meliputi agregat halus berupa pasir, semen
portland produksi PT. Andalas, limbah konstruksi sebagai bahan penganti sebahagian dari pasir
dan air, disusun. Dalam penelitian ini nilai fas yang digunakan sebesar 0,48.
4.7. Hasil Uji Kuat Tekan Batako
Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat mortar telah berumur 28 hari, dengan 4 buah
benda uji untuk setiap penambahan limbah konstruksi dan menggunakan mesin uji desak
(Compression Tension Machine ). Sebelum dilakukan uji tekan benda, batako ditimbang terlebih
dahulu. Hasil pengujian kuat tekan bata beton pejal dengan bahan tambah limbah konstruksi ada
pada lampiran. Data yang diperoleh dari penelitian kuat tekan ditampilkan dalam bentuk grafik.
Untuk menyatakan hubungan antara persentase limbah konstruksi dengan kuat tekan bata beton
pejal, dipilih, jenis hubungan antara persentase limbah konstruksi dengan kuat tekan bata beton
pejal yang dapat dilihat pada Gambar 4.3. Dari Gambar 4.3 hubungan antara persentase limbah
konstruksi dan kuat tekan bata beton pejal, dapat dilihat, bahwa kuat tekan bata beton pejal akan
semakin bertambah dengan
Gambar 4.3. Hubungan antara Persentase limbah konstruksi dengan
Kuat Tekan
2,32,6
2,95
3,75
4,43
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Ku
atte
kan
(M
Pa)
Persentase limbah konstruksi (%)
HUBUNGAN ANTARA PERSENTASE LIMBAH KONSTRUKSIDENGAN KUAT TEKAN
kandungan puing limbah konstruksi dalam campuran batako. Kuat tekan terendah terjadi pada
persentase 0 kemudian kuat tekan akan semakin bertambah kekuatannya, pada penambahan 20%,
dan 30% sampai pada persentase 50% kekuatan tekan batako tetap bertambah. Dan kuat tekan
batako tertinggi 4,43 Mpa terjadi pada penambahan limbah puing 50% dan kuat tekan terendah
2,3 Mpa terjadi pada 0% puing limbah konstruksi. Dari hasil penelitian bata beton bejal dengan
persentase limbah konstruksi 0%-30% termasuk dalam batako mutu IV sedangkan persentae 40%-
50% termasuk dalam mutu II dan III .
Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa pada persentase 0% bata beton pejal relatif lebih
lemah dibanding dengan bata beton pejal dengan penambahan limbah konstruksi. Penambahan
kuat tekan ini disebabkan adanya kekuatan dari puing limbah konstrksi. Dimana kekuatan puing
limbah konstruksi hampir sama dengan agregat kasar. Disamping itu puing limbah konstruksi
dapat bereaksi dengan semen dan pasir.
4.8. Serapan Air
Pemeriksaan serapan air pada batako dengan penambahan limbah konstruksi sebagai
pengganti sebagian dari pasir, dilakukan pada saat bata beton pejal berumur 28 hari, terhadap 3
benda uji pada setiap variasi perbandingan campuran.
Pengujian serapan air dilaksanakan dengan cara, bata beton pejal terlebih dahulu dioven
pada suhu kamar 110°C selama 24 jam. Setelah dioven bata beton pejal direndam dalam air selama
24 jam lalu ditimbang. Data yang diperoleh dari penelitian serapan air batako ditampilkan dalam
bentuk grafik dan dapat dilihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4. Hubungan antara Berat limbah konstruksi dengan
Serapan Air
Dari Gambar 4.4, hubungan antara persentase limbah konstruksi dan serapan air bata beton,
dapat dilihat bahwa serapan air bata beton meningkat walaupun penambahan puing limbah
semakin banyak, resapan airnya mengalami kenaikan walupun tidak stabil. Dalam persyaratan
fisik bata beton pejal menurut SNI 03-0349-1989, tercantum bahwa bata beton pejal mutu tertinggi
14,84
17,27 17,06 17,3515,45
5
7,5
10
12,5
15
17,5
20
22,5
25
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
sera
pan
air
(%
)
persentase batako (%)
HUBUNGAN ANTARA PERSENTASE LIMBAH KONSTRUKSIDENGAN SERAPAN AIR
resapan air
yaitu mutu I disyaratkan serapan air maksimum sebesar 25%, sedangkan mutu bata beton pejal
dibawahnya yaitu mutu II disyaratkan serapan air maksimum 35%. dapat dilihat bahwa serapan
air tertinggi sebesar 17,35% terjadi pada perbandingan campuran. 2,80 limbah puing : 1pc :
4,20psr, pada perbandingan campuran tersebut bata beton pejal masuk dalam mutu I dan II.
Dengan demikian serapan air sebesar 17,62 % tersebut masih sangat memenuhi persyaratan fisik
bata beton pejal, karena mutu I dan II masih dibawah mutu III.
Ada bebarapa faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan serapan air pada bata beton
pejal yaitu antara lain sifat dari limbah konstruksi mudah menyerap air. Limbah konstruksi
merupakan bahan yang berpori, sehingga air dengan mudah terserap dan mengisi pori-pori
tersebut.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Dari penelitian ini dapat diketahui sifat karakteristik bahan susun batako, pasir AMP yaitu
modulus kehalusan pasir adalah 2,85, Berat jenis Pasir AMP adalah 2,56 dan Kadar lumpur
pasir adalah 4,5%. Berat satuan pasir AMP dilakukan dengan dua percobaan dimana
diperoleh hasil, besarnya berat satuan pasir yang dilakukan dengan pemadatan sebesar 1,
48 ton/m3 dan besarnya berat satuan pasir AMP yang diperiksa tanpa pemadatan, sebesar
1,12 ton/m3. maka pasir AMP layak untuk digunakan dalam pembuatan batako.
2. Batako yang menggunakan limbah konstrukai sebagai bahan baku, mengalami peningkatan
kuat tekan batako dengan bertambahnya persentase limbah konstruksi. Kuat tekan yang
tertinggi pada persentase penambahan limbah konstruksi 50% adalah 4,43MPa, sedangkan
kuat tekan terendah untuk penambahan limbah konstruksi pada 0% adalah 2,1 MPa. jadi
sejauh ini pengaruh dari mutu batako dengan penambahan puing konstruksi sangat
berpengaruh, dimana mutu batako mengalami peningkatan yang cukup bagus. Untuk itu
penambahan limbah konstruksi pada pembuatan batako layak untuk digunakan, sesuai
dengan SNI-3-0349-1989.
3. Batako menggunakan limbah konstruksi sebagai subsitusi semen mengalami kenaikan
serapan air dengan bertambahnya jumlah persentase puing limbah konstruksi. Serapan air
terendah untuk subsitusi semen pada persentase puing limbah konstruksi 0% adalah 14,84
sedangkan serapan tertinggi untuk penambahan puing limbah konstruksi pada 40% adalah
17,35%. Dari hasil resapan air tertinggi masih memenuhi persyaratan fisik batako sesuai
dengan SNI-3-0349-1989.
6. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1982, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia(PUBI –
1982),Bandung
Anonim, 1989, Standar Nasional Indonesia, SK SNI S – 04 – 1989 –
F,Bandung: Departemen Pekerjaan Umum
Anonim, 1990, Standar Nasional Indonesia, SK SNI S – 15 – 1990 –
F,Bandung: Departemen Pekerjaan Umum
Antoni,N,P,2007 , Teknologi Beton, Yogyakarta : penerbit Andi
Dipohusodo, 1999, Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03Departemen
Pekerjaan Umum RI, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lumbangaol,(2013), Pengelolaan Limbah di Jakarta, jurnal poliprofesi, vol.VII,no.2,pp.56-57.
Mallisa, 2011, Studi Kelayakan Batako Hasil Produksi Industri Kecil Dikota Palu, Fakultas
Teknik Universitas Tadulako, Palu.
Muliyono,T, 2003,2004, Teknologi Beton, Yogyakarta: penebit Andi
Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai bahan bangunan dinding menurut SNI-03-
0349-1989
Rahmah Anwar, 2007, Pemanpaatan limbakh Struktur Sebagai Alternatif Penganti Agregat
Kasar Beton, Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram, Matara
Surbakti. S, 2009, Limbah Padat Pabrik Keramik Sebagai Bahan Campuaran Batako Ditinjau
Terhadap Kuat Tekan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.