PARAGRAF KOHEREN DAN TAK KOHEREN DALAM TEKS TULIS GURU SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN BANGKA DAN
BANGKA TENGAH
(Coherent and incoherent paragraphs in the written texts of elementary school teachers in Bangka and Central Bangka Regency)
Hidayatul Astar
Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung Kompleks Perkantoran Pemukiman Terpadu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Jalan Pulau Bangka, Air Itam, Pangkalpinang 33149 Pos-el: [email protected]
Diajukan: 6 September 2019, direvisi: 21 November 2019
Abstract
The written language of a teacher is of course expected to follow the rules of spelling and grammar. This article reveals how the written texts of elementary school teachers in Bangka Regency and Central Bangka Regency. The focus is on paragraph aspects, namely coherent paragraphs and incoherent paragraphs. Data is taken when language development activities in 2017. Teachers were asked to write about tin mining when the activity takes place. The method used is qualitative descriptive. The analysis carried out follows Alwi (2003: 428) and Chalmers (2016) about coherence. Based on data analysis, the texts of elementary school teachers in the two districts are mostly in partial coherent text types (there are coherent paragraphs and some are not coherent). Of th e 90 texts studied, 43 (47.77%) were partially coherent, 23 texts (25.56%) were coherent, and 24 texts (26.67%) were incoherent. Furthermore, of the 320 paragraphs studied, 186 (58.81%) were incoherent and 134 (41.19%) coherent. The coherent and incoherent paragraph of the teacher are marked by the relationship between well organized and disorganized ideas. Key words: text, paragraph, coherent, incoherent
Abstrak
Bahasa ragam tulis seorang guru tentu diharapkan susuai dengan kaidah e jaan da n ta ta ba hasa.
Artikel ini mengungkap bagaimana teks tulis guru SD di Kabupaten Bangka dan Ka bupaten Ba ngka
Tengah. Fokusnya pada aspek paragraf, yaitu paragraf koheren dan paragraf tak k oheren. Data
diperoleh dalam aktivitas pembinaan bahasa tahun 2017. Guru diminta menulis tentang ta mbang
timah ketika kegiatan dilaksanakan. Metode yang digunakan adalah metode deskrptif kua l itatif.
Anlisis data menggunakan konsep keherensi Alwi (2003:428) dan Chalmers (2016). Berdasarkan
analisis data, teks guru SD di dua kabupaten itu lebih banyak dalam jenis teks koheren sebagian (ada
paragraf koheren dan ada yang tak koheren). Dari 90 teks yang diteliti, 43 (47,77%) koheren
sebagian, 23 teks (25,56%) koheren, dan 24 teks (26,67%) tak koheren. Selanjutnya, dari 320
paragraf yang diteliti, 186 (58,81%) tak koheren dan 134 (41,19%) koheren. Pa ragraf koheren dan
tak koheren guru ditandai oleh adanya hubungan antaride yang tertata baik dan tidak baik.
Kata Kunci: teks, paragraf, koheren, tak koheren
Kelasa, Vol. 14, No. 2, Desember 2019: 157—170
158
1. Pendahuluan Bahasa, jika ditinjau dari
berbagai sudut pandang, memiliki
ragam. Berdasarkan sarana yang
digunakan, bahasa terbagi dua, yaitu
bahasa ragam lisan dan bahasa ragam tulis (Alwi, 2017:6). Bahasa
ragam lisan menggunakan alat-alat ucap manusia dan dibantu oleh
ekspresi, gestur, dan intonasi. Bahasa lisan yang baik tentu yang
mudah dipahami, jelas, dan tidak menimbulkan salah tafsir. Tidak
jarang sesorang yang ingin berbicara akan menyiapkan konsep atau bahan
yang akan disampaikan dalam
bentuk poin-poin yang ingin
disampaikan. Sementara itu, bahasa
tulis menggunakan sarana alat tulis,
seperti pulpen, pensil, dan peng-
hapus. Menulis biasanya mem-butuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan berbicara dan
penulis tidak berinteraksi langsung
dengan pembaca (Chafe dalam
Renkema, 2004:65). Penulis akan
membaca lagi tulisannya apakah
sudah tertata dengan baik sebelum dia berikan atau kirimkan kepada
orang lain. Tidak jarang bahasa tulis direvisi berkali-kali.
Dalam rangka meningkatkan
profe-sionalisme guru, Kantor
Bahasa Kepulauan Bangka Belitung
menemukan fenomena bahasa tulis atau teks guru yang belum sesuai
dengan harapan. Terdapat
percampuran penggunaan kata
ragam tinggi dan ragam rendah, ejaan dan tata bahasa yang belum
sesuai kaidah, dan susunan paragraf
yang tak koheren. Ini tentu tidak ter-
lepas dari pengetahuan, pengalaman
menulis, atau kemauan para guru.
Guru mungkin sudah begitu di-sibukkan dengan kegiatan mengajar
dan kegiatan administrasi di sekolah
sehingga seperti tidak ada waktu
untuk meningkatkan kemampuan
menulis ragam tinggi atau ilmiah. Penggalan teks yang ditulis guru SD
di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Belitung berikut
memperlihatkan hal demikian.
Pulau Bangka dengan keindahan panorama alam, sudah terkenal di
Indonesia. Terutama panorama pan-tainya, pertanian dan
perkebunan. Hasil pertanian seperti lada, cengkeh dan hasil
perkebunan seperti karet serta hasil laut seperti udang, kepiting.
Itu semua membuat masya-rakat
Bangka sejahtera dan tentram.
Tapi itu kehidupan sebelum
adanya penambangan timah. (GBSD/P2)
Dalam teks tersebut, terdapat penggunaan kata tapi sebagai
konjungsi antarkalimat. Seharusnya
yang digunakan adalah akan tetapi
atau namun. Dalam hal ejaan, tanda koma (,) tidak dibenarkan antara
subjek dan predikat Pulau Bangka
dengan keindahan panorama alam
(S), sudah terkenal di Indonesia (P); tanda koma digunakan dalam setiap
rincian lebih dari tiga kata walaupun
ada kata penghubung dan, tetapi dalam tulisan tidak digunakan
Terutama panorama pantainya,
pertanian dan perkebunan. Kalimat
Hasil pertanian seperti lada, cengkeh dan hasil perkebunan seperti karet
serta hasil laut seperti udang,
kepiting tidak efektif karena tidak
Paragraf Hoheren...(Hidayatul Astar)
159
berpredikat. Tulisan itu mem-
buktikan bahwa guru belum memiliki kemampuan menulis
ragam tinggi atau ilmiah yang memadai. Selain itu, konsep
memparagrafkan juga belum dipahami seperti terlihat dalam dua
paragraf berikut.
Sejak semaraknya
penamba-ngan timah yang ada di Pulau Bangka,
membuat pulau yang begitu indah kini tinggal menjadi
pulau yang penuh dengan
kubangan-kubangan air. Ini
meru-pakan salah satu
dampak negatif dari penambangan timah yang
ada.
Bukan hanya itu saja, dam-pak-dampak negatif
yang ditim-bulkan oleh penambangan timah.
Contohnya rusaknya
ekosistem laut maupun di darat, bencana alam, lubang
tambang (kolong) yang
begitu banyak, dan dampak
psikologis bagi generasi penerus.(GBSD/P4)
Kedua paragraf tersebut seharusnya
disatukan karena berbicara hal yang sama. Kalimat topik dan kalimat
penje-lasnya harus lebih
dieksplisitkan dan ditata ulang ketika dijadikan sebuah paragraf
yang baik.
Mengingat fakta teks tulis guru
seperti itu, perlu dilakukan
penelitian atau kajian mulai dari ejaan sampai ke paragraf. Dalam
kesempatan ini, yang menjadi fokus
penelitian adalah pada aspek paragraf khususnya bagaimana
koherensi dalam paragraf teks tulis guru.
Hasil penelitian ini bermanfaat
terutama bagi para guru dalam rangka menulis teks yang baik. Bagi
para pemangku kepentingan, hasil penelitian ini berguna sebagai bahan
pengambilan kebijakan dalam rangka meningkatkan kemampuan
menulis para guru atau tenaga kependidikan, khususnya pada
bagian paragraf.
Kerangka Teori
Koherensi merupakan hubung-an perkaitan antarproposisi (Alwi
2003: 428). Hubungan antar-
proposisi itu direpresentasikan oleh
pertautan secara semantis antara kalimat yang satu dengan kalimat
lainnya secara logis. Sejalan dengan
itu, Gordon (2011) menyebutkan
bahwa koherensi mengacu pada
kemudahan memahami tulisan.
Young Min (2016) me-
ngemukakan bahwa koherensi me-rupakan hubungan pada level ide.
Oleh Chalmers (2016) koherensi itu
disebut kesatuan ide-ide. Ada ide
pokok dan ide pendukung. Ide pokok
berfungsi sebagai patokan atau
pengendali terhadap ide-ide lainnya.
Ide pokok dalam sebuah paragraf
dapat secara eksplisit dan dapat pula
secara implisit. Ide pokok itu disebut
gagasan pengontrol yang menjadi
patokan bagi munculnya gagasan pendukung (Rahardi, 2006: 73).
Oleh karena itu, sebuah paragraf
atau sebuah teks yang baik harus
menggambarkan struktur berpikir
Kelasa, Vol. 14, No. 2, Desember 2019: 157—170
yang lengkap (Mahsun, 2014: 1).
Dalam tulisan ragam ilmiah disyaratkan ide pokok itu selalu
eksplisit supaya tidak menimbulkan salah tafsir atau pertanyaan bagi
pembaca.
Koherensi berkaitan dengan kohesi. Sebuah teks, wacana, atau
paragraf dapat ditinjau bagaimana kohesi dan koherensi-nya. Ada
sebuah teks yang koheren, tetapi tidak kohesif. Sebaliknya, ada juga
teks yang tak koheren, tetapi kohesif. Dalam konteks penelitian ini
acuan yang digunakan adalah
teks/paragraf yang koheren dan
kohesif. Penanda kohesifnya harus
eksplisit seperti yang yang dikutip Chalmers dari Atkins. P.W. 1991
berikut ini.
Threre are three components to a typical
modern catalyticcon-verter: one to effect the
reduc-tion of nitrogen oxides,
another to facilitate
the oxidation of carbon monoxide and hydrocarbons,
and the third to maintain the correct abundance of oxygen.
In the first stage the nitrogen
oxides are redu-ced using a platinum catalyst, which
facilitates their decom-
position into nitrogen and
oxygen. In the next stage the carbon fragments are oxidi-
zed over a platinum /rhodium
catalyst. Finally, the correct
amo-unt of oxygen is ensured by monitoring the amount of
oxygen passing into the
engine, and by incorporating into the catalyst a metal oxide
that absorbs oxygen (by
reacting with it to form a higher oxide) when the fuel
mixture has too much oxygen and reverts to the lower oxide,
releasing oxygen, when the mixture has too little (Atkins.
P.W, 1991)
Paragraf tersebut koheren dan kohesif. Pemarkah kohesif terlihat
secara eksplisit: in the firs stage, in the nexs stage, dan finally dalam
kalimat kedua, ketiga, dan keempat. Isi terkait dan terorganisasi dengan
logis sehingga mudah dipahami
maksudnya. Contoh yang dikemukan
Gordon (2011) berikut juga koheren
dan kohesif
My favourite colour
is blue. I like it because it is
calming and it relaxesme. I often go outside in the
summer and lie on the grass and look into the clear
sky when I am stressed.
For this reason, I'd have to
say my favourite colour is blue.
Kalimat kedua terkait dengan
kalimat pertama; kalimat ketiga terkait dengan kalimat pertama;
kalimat keempat terkait dengan kalimat kedua dan ketiga. Paragraf
itu menjadi tak koheren ketika kalimat berikutnya diganti walapun
kohesif. Gordan (2011) mencontoh-
kannya seperti berikut.
My favourite colour is
blue. Blue sports cars go very fast. Driving in this way is
dangerous and can cause
many car crashes. I had a car
160
Paragraf Hoheren...(Hidayatul Astar)
161
Paragraf itu kohesif, tetapi tak koheren karena isi tidak terkait atau
terorganisasi dengan logis. Ide pokok yang terdapat dalam kalimat
pertama tidak didukung atau tidak dijelaskan oleh kalimat-kalimat
berikutnya.
2. Metode Penelitian Data penelitian ini diperoleh
ketika kegiatan Sosialisasi PUEBI (pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) dan Peningkatan Kompetensi Berbahasa Indonesia Guru SD di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah. Pada kegiatan tersebut, setiap guru diberi bagan dan ilustasi singkat untuk kemudian diolah menjadi sebuah tulisan sepanjang lebih kurang 200 kata yang ditujukan untuk pembaca umum. Bagan dan ilustrasinya diberikan sebagai berikut.
Pulau Bangka terkenal
sebagai penghasil timah
terbesar di Indo-nesia. Aktivitas penambangan di
pulau ini telah dimulai sejak zaman kolonial Belanda, yaitu
sejak 1711 dan berkembang
pesat hingga sekarang. Seiring berjalannya waktu, disadari
atau tidak, penambangan ini
berdampak negatif terhadap
masyarakat, terutama lingkungan di Pulau Bangka,
baik di darat maupun laut.
Waktu yang disediakan untuk menulis selama 60 menit.
Teks tulis tangan guru yang
ter-kumpul diketik, lalu diolah dan
diklasifikasi dari segi ke-
koherensiannya. Setiap teks di-tentukan statusnya sebagai teks
koheren, teks koheren sebagian,
atau teks tak koheren. Jumlah ketiga
jenis teks itu dihitung persentase-nya. Hasil perhitungan persentase
itu digunakan sebagai gambaran
kekoherenan teks guru secara
keseluruhan. Setelah itu, ditentukan berapa jumlah dan persentase
paragraf yang koheren dan tak
koheren secara keseluruhan. Persentase kedua jenis paragraf itu
digunakan sebagai gambaran kekoherenan paragraf guru.
Selanjutnya, paragraf koheren dan tak koheren dianalisis hubungan
antarkalimatnya sehingga diperoleh gambaran ciri dan pola kekoherenan
dan ketakkoherenannya. Hasil analisis diinterpretasikan untuk
memperoleh simpulan.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Pengantar
Teks guru SD di Kabuapten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah, berda-
sarkan tinjaun koherensi dari paragraf
awal sampai akhir, dapat dikategorikan
accident once and broke my
leg. I was very sad because I had to miss a holiday in Europe
because of the injury.
Kelasa, Vol. 14, No. 2, Desember 2019: 157—170
162
atas tiga, yaitu teks koheren, teks
koheren sebagian, dan teks tak koheren. Data menunjukkan bahwa teks guru
lebih banyak dalam kategori koheren sebagian seperti terlihat dalam Tabel 1
berikut. Dari 90 teks guru, 23 (33,64%) koheren, 43 (66,36%) koheren sebagian,
dan 24 (26,67%) tak koheren.
Tabel 1
Kekoherensian Teks Guru SD di Kabupaten Bangka dan Kabupaten
Bangka Tengah
Data itu menunjukkan bahwa guru
lebih banyak menghasilkan teks yang koheren sebagian. Dari 90 teks,
43 (47,78%) kohoren sebagian, sedangkan sisanya koheren 23
(25,56%) dan tak koheren 24 (26,67%). Jika dilihat per kabupaten,
teks yang tak koheren lebih banyak dihasilkan oleh guru di Kabupaten
Bangka Tengah. Dari 24 teks yang tak koheren, 18 (75%) ditulis oleh
guru di Kabupaten Bangka Tengah.
Sebaliknya, teks yang koheren lebih banyak dihasilkan oleh guru di
Kabupaten Bangka. Dari 23 teks yang koheren, 17 (73,91%) ditulis
oleh guru di Kabupaten Bangka. Data itu memper-lihatkan adanya
perbedaan kemampuan menulis teks
guru berdasarkan wilayah. Dapat dipahami bahwa Kabupaten Bangka
Tengah merupakan pecahan dari Kabupaten Bangka sehingga
gurunya pun belum memadai, baik dari sisi jumlah maupun kualitas.
Jika dilihat berdasarkan jumlah
paragraf, ada 320 paragraf yang telah ditulis oleh 47 guru SD di
Kabupaten Bangka dan 43 di Bangka Tengah. Dari 320 paragraf itu yang
koheran 134 (41,19%) dan yang tak koheren 186 (58,81%). Persentase
koheren dan tak koheren per
kabupaten terlihat dalam Tabel 2
berikut.
Tabel 2
Kekoherensian Paragraf Guru
SD di Kabupaten Bangka dan
Kabupaten Bangka Tengah
No. Kategor
i
Guru SD B
Guru SD BT
Jumlah
F % F % F %
1. Kohere
n 9
2. Tak
Kohoren
102 51,78 84 68,29 186 58,8
1
Jumlah 197 100 123 100 320 100 No. Kategori
Guru SD B Guru SD T Jumlah
F % F % F %
1. Koheren 17 36,17 6 13,95 23 25,56
2. Koheren
Sebagian
24 51,06 19 44,19 43 47,77
3. Tidak
Kohoren
6 12,77 18 41,86 24 26,67
Jumlah 47 100 43 100 90 100
41,195 48,22 39 31,71 134
Data itu menunjukkan bahwa dari
197 paragraf yang dibuat oleh guru
SD di Kabupaten Bangka, 102
(51,78%) tak koheren dan 95
(48,22%) koheren dan dari 123
paragraf yang dibuat guru SD di Kabupaten Bangka Tengah, 39
(31,71%) koheren dan 84 (68,29%)
tak koheren. Paragraf tak koheren
Paragraf Hoheren...(Hidayatul Astar)
163
3.2 Paragraf Koheren
Paragraf koheren memiliki
model atau pola penalaran tertentu.
Pada umumnya pola penalaran yang
digunakan guru SD di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah adalah
pola penalaran deduktif, yaitu
mengungkapkan yang umum terlebih dahulu, baru dilanjutkan
dengan yang khusus. Pola paragraf itu akan tergantung pada jumlah
kalimat yang membangun sebuah
paragaf. Jika hanya dibangun oleh
dua kalimat, tentu salah satunya kalimat topik dan satunya lagi
kalimat penjelas yang dalam Suladi
(2014:4) disebut kalimat
pengembang. Uraian berikut hanya
difokuskan pada paragraf koheren yang dibangun oleh lebih dari dua
kalimat.
Paragraf di bawah ini dibangun
oleh tiga kalimat. Pola
pengembangannya menggunakan penalaran deduktif sehing-ga
disebut juga paragraf deduktif. Kalimat pertama berisi kalimat topik
yang berisi ide pokok, sedangkan dua kalimat berikutnya kalimat
penjelas yang berisi kalimat yang mendukung ide pokok.
(K1)Propinsi Kepulauan
Bangka Belitung merupakan
salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki
sumber daya alam yang melimpah. (K2)Selain sumber
daya alam berupa hasil perkebunan dan pertanian,
juga terdapat bahan tambangnya yang terkenal
yaitu timah. (K3)Logam putih
ini tidak hanya dikenal di Indonesia namun juga terkenal
sampai ke luar negeri. (GBSD/P3)
Ide pokok K1…sumber daya alam…. diperinci lagi dalam K2 …berupa
hasil perkebunan…. K3 tidak menjelaskan atau mendukung apa
yang ada dalam K1, tetapi menjelaskan apa yang ada dalam K2,
yaitu timah. Pola paragrafnya seperti
di bawah ini.
K1 K2 K3
Paragraf di bawah ini juga
dibangun oleh tiga kalimat. Pola
pengembangannya juga menggunakan penalaran deduktif.
(K1)Dampak negatif dari
penambangan timah ini terbagi dalam beberapa hal,
diantaranya adalah terdapat lubang tambang, (kolong), air
asam tambang, rusaknya
ekosistem laut, rusaknya ekosistem darat, dampak
psikologis bagi generasi
penerus serta bencana alam.
(K2)Hal ini tidaklah baik untuk kelangsungan kehidupan
manusia dan makhluk hidup
lainnya. (K3)Oleh karena itu,
kita harus bertindak keras dalam menang-gulangi masalah
ini. (GBTSD/P1)
Ide pokok K1 Dampak negatif
penambangan timah….didukung oleh
K2 Hal ini…. dan oleh K3 Oleh karena itu, …. Pola paragrafnya seperti di
bawah ini.
K2
K1
selalu lebih banyak dihasilkan oleh
guru di dua wilayah itu.
Kelasa, Vol. 14, No. 2, Desember 2019: 157—170
164
K3
Pola paragraf deduktif berikut
ini dibangun oleh empat kalimat.
Kalimat pertama berisi kalimat topik yang berisi ide pokok, sedangkan
tiga kalimat berikutnya berisi ide
penjelas atau pendukung ide pokok.
(K1) Pulau Bangka merupakan pulau yang dikenal
sebagai penghasil timah
terbesar di Indonesia. (K2)
Keberadaan timah di Pulau Bangka tersebar hampir di
seluruh wilayahnya. (K3)Tak
heran jika timah menjadi salah satu sumber mata pencaharian
masya-rakat Bangka.(K4) Maka
sangat mungkin jika
kebanyakan masyarakat di Pulau Bangka sangat ber-
gantung pada logam yang satu ini. (GBTSD/P3)
Ide pokok K1 Pulau Bangka… penghasil timah….didukung oleh K2
Keberadaan timah…. dan oleh K3 ….timah menjadi…sumber mata
pencaharian; K4mendukung K3 karena yang dijelaskan masyarakat
Bangka yang sudah disebutkan pada K3. Pola paragraf itu seperti di
bawah ini.
K2
K1 K3 K4
Paragraf yang dibangun oleh lima kalimat berikut menggunakan
pola penalaran induktif. Ide pokok
terdapat pada kalimat terakhir (K5),
sedangkan K1—K4 sebagai kalimat
pendukung.
(K1)Sekarang ini rasa sejuk
sangat jarang sekali kita rasakan pada siang hari.
(K2)Tanaman kerak duduk dan kedebik jarang kita temui.
(K3)Pada hal dulu banyak burung-burung hinggap dan
berki-cau riang karena makanannya banyak. (K4)Kami
pun sangat suka pada buah kerak duduk dan kedebik, rasa
manis dan asam menyatu. (K5)
Semua hilang entah bagaimana cara mengulang cerita indah
itu. (GBSD/P1)
Ide pokok K5 Semua hilang… didukung oleh K1 …rasa sejuk sangat
jarang…., oleh K2 Taman kerak …
jarang kita temui, oleh K3 …banyak
burung-burung hinggap…., dan
olehK4 Kami pun suka pada kerak duduk…. Pola paragraf itu seperti di
bawah ini.
K1
K2 K5
K3
K4
Paragaraf di bawah ini juga
dibangun oleh lima kalimat, tetapi pengembangannya menggunakan
pola penalaran deduktif. K1 sebagai
kalimat topik dan didukung langsung oleh K2 dan tak langsung
oleh K4—K5.
(K1)Aktivitas penambangan de-ngan menggunakan mesin
tentu akan meninggalkan bekas
tambang. (K2)Bekas tambang
Paragraf Hoheren...(Hidayatul Astar)
165
tersebut berupa galian-galian
atau lubang tambang. (K3)Masyarakat di pulau
Bangka menyebutnya dengan kolong. (K4)Semakin banyak
aktivitas penambangan timah maka kolong juga semakin
banyak. (K5)Lahan di pulau Bangka semakin gersang
berganti dengan banyaknya lubang tambang. (GBSD/P15)
Bagian ide pokok K1, yaitu bekas
tambang, dijelaskan lebih lanjut
dalam K2 dengan kata
lubangtambang, lalu dalam K3 disebut dengan kolong. Selanjutnya,
K4 mendukung atau menambahkan
informasi tentang kolong dalam K3,
lalu K4 itu didukung oleh K5 yang
berupa akibatnya banyaknya kolong. Jika dipolakan, bentuknya seperti di
bawah ini.
K1 K2 K3 K4
K5
Pengembangan paragraf berikut dalam enam paragraf. Pola
penalaramnya juga menggunakan
pola penalaran deduktif.
(K1)Bangka merupakan
pengha-sil timah terbesar di Indonesia. (K2) Tidak heran
kalau masyarakatnya banyak
bekerja sebagai penambang timah. (K3)Pekerjaan ini dapat
dila-kukan oleh anak-anak
sampai orang dewasa.
(K4)Akibatnya banyak anak-anak yang putus sekolah
karena harga timah yang di
tawarkan oleh pengusaha
sangat menggiurkan
masyarakat. (K5) Me-reka lebih memilih bekerja sebagai
penambang timah di bandingkan be-lajar di bangku
sekolah. (K6)Mereka tidak memikirkan akibat yang akan
terjadi di masa yang akan datang. (GBSD/P25)
Ide pokoknya dalam K1adalah
Bangka penghasil timah. Ide pokok
itu didukung secara langsung oleh K2 sebagai akibat atau konsekuensi
dari kenyataan itu. Selanjutnya, K3
mendukung pernyataan dalam K2;
K4 mendukung atau berkaitan dengan K3; K5 dan K6 mendukung
K4. Jika dipolakan, bentuknya
seperti di bawah ini.
K5
K1 K2 K3 K4
K6
3.3 Paragraf Tak Koheren
Ketakkoherenan paragraf teks tulis guru Bangka pada umumnya
disebabkan oleh adanya satu atau lebih kalimat yang tidak berkaitan
dengan kalimat topik atau kalimat topik tersendiri. Selain itu,
ketidakjelasan informasi yang ingin
disampaikan penulis dalam bentuk kalimat yang tidak efektif atau logis
juga sebagai penyebab
ketakkoherenan paragraf guru.
Beberapa contoh paragaraf yang tak koheren tersebut diuraikan berikut
ini.
Kelasa, Vol. 14, No. 2, Desember 2019: 157—170
Paragraf yang dibangun oleh
dua kalimat berikut tak koheren karena K1 tidak didukung oleh K2.
Ada kemung-kinan ketidakmengertian penulis terha-
dap dampak psikologis itu seperti apa sehingga munculah dampak
yang bukan dampak psikologis. Seharusnya dampak psikologis yang
muncul berupa perilaku dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya
malu karena daerahnya sudah rusak.
(K1)Dari beberapa contoh dampak negatif akibat penam-
bangan timah dapat
menimbulkan dampak
psikologis bagi generasi
penerus. (K2)Bagaimana tidak, bila alam digali terus menerus
tanpa ada reklamasi, tentu
bencana alam yang akan
menimpa kita sendiri, masyarakat susah untuk
bercocok tanam, susah mencari nafkah, susah untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari.
(GBSD/P20)
Tiga kalimat yang membangun pa-ragraf di bawah ini berhubungan,
tetapi hubungannya tidak logis
karena penje-lasan dalam K2, yaitu sedangkan di laut untuk nelayan.
Tidak ada dampak banjir dan
longsor ke nelayan. K3 belum
tergolong kalimat yang efektif. Selain itu, di awal K3 seharusnya ada alat
kohesi sebagai pananda
hubungannya dengan K2 dan K1,
yaitu untuk itu atau karena itu).
(K1)Akibat penambangan
terus menerus menjadi banjir, tanah longsor. (K2)Dampak ini
sangat me-rugikan bagi kita
terutama masya-rakat untuk di darat sedangkan di laut untuk
nelayan. (K3)Untuk gene-rasi penerus untuk mengadakan
perbaikan alam ini dengan cara reboisasi. (GBSD/P-9)
Ketakkoherenan paragraf
berikut ini juga disebabkan oleh tidak adanya hubungan logis
antarkalimat: K1 tidak terkait
dengan K2, K3, dan K4; K2 tidak terkait secara logis dengan K3.
Seharusnya dampak negatif berupa
dampak psikologis dalam K1
didukung oleh K2—K4, tetapi dalam paragraf itu K2 dan K3 merupakan
kalimat pendukung dari ide pokok
tertentu dalam hal ini dampak
negatif penambangan liar atau
dampak negatif penambangan timah di darat)
(K1)Dampak negatif yang lebih utama adalah psikologis
bagi generasi penerus anak-
anak Bangka. (K2)Lahan sudah banyak berlubang dan berair,
air bersih sudah berubah
menjadi air asam, tanah banyak
habis, dan ikan sudah punah. (K3)Bagaimana nasib anak-
anak kita nanti, pasti banyak
pengangguran dan
kesengsaraan serta peperangan di Pulau Bangka. (K4)Untuk itu
kita perlu perhatikan sejak
sekarang bagaimana menanggulangi penam-bangan
Liar. (GBSD/P2)
Ketakkoherenan paragraf di
bawah ini berbeda dengan dua
paragraf di atas. Ketiga kalimat yang membangunnya merupakan kalimat
166
Paragraf Hoheren...(Hidayatul Astar)
167
yang berisi pokok pikiran sendiri-
sendiri. Tidak ada yang bertindak sebagai kalimat pendukung. Ini
disebabkan oleh adanya lompatan pikiran penulis terhadap apa yang
dia ketahui dan alami tanpa berfokus pada satu ide pokok.
(K1)Pulau Bangka pulau
kelahir-anku 52 tahun yang lalu indah, da-mai, tentram dan
aman. (K2)Orang tua ku salah
satu karyawan PT Timah di Bangka. (K3)Aku tidak
mengerti timah itu apa
sewaktu masih kecil dulu.
(GBSD/P-21)
Ketakkoherenan paragraf
berikut juga berkaitan dengan
adanya ide pokok lebih dari satu. Ini
pun juga disebabkan oleh kegagalan penulis berfokus pada satu ide
pokok. Lompatan pikiran penulis terlihat dalam subjek, yaitu pulau
Bangka dalam K1, timah dalam K2, dan Indonesia dalam K3. Seharusnya
ide pokok dlm paragraf itu cukup satu saja, yaitu timah, Indonesia, atau
Pulau Bangka. K4 dan K5 merupakan
kalimat pendukung K2.
(K1)Pulau Bangka terkenal
dengan hasil tambang timah.
(K2) Timah sangat banyak kegunaannya dalam industri.
(K3)Indonesia sa-ngat
beruntung karena memiliki ke-kayaan alam berupa timah.
(K4) Namun, seiring berjalannya waktu, lama
kelamaan timah akan habis. (5)Yang tertinggal hanyalah
lahan-lahan yang rusak karena
penam-bangan timah.
(GBTSD/P13)
Ketakkoherenan paragraf
berikut ini disebabkan oleh adanya
kalimat tertentu, yaitu K2 yang tidak berhubungan dengan K1. Ada
informasi yang hilang karena pilihan kata dalam K1, yaitu kata illegal.
Kata itu harus dimuculkan sehingga menjadi penambangan illegal
sehingga terkait dengan K2. Pilihan kata penambanganillegal dalam K2
tidak bisa disamakan dengan mereka dalam K4 karena mengacu ke orang,
yaitu penambang liar).
(K1)Penambangan timah bukan hanya di darat.
(K2)Penam-bangan ilegal pun
akan membuka TI (Tambang
Inkonvensional) di laut
ataupun sungai. (K3)Ini ter-lihat jelas penambangan yang
ada sekarang di sungai Air Anyir. (K4)Banyak yang
mereka lakukan untuk
memperluas lahan penam-
bangan di sungai. (K5)Pohon bakau mereka tebang tanpa
ditanam kembali. (K6)Air sungai pun menjadi keruh
seperti lumpur akibat
penambangan. (K7)Ekosis-tem seperti udang, kepiting,
ikan sungai pun menjadi
langka. (K8)Polusi dari mesin
TI pun sa-ngat merugikan untuk masyarakat setempat.
(GBSD/P17)
Sepuluh kalimat yang membangun paragraf yang tak
koheren berikut ada yang berkaitan dan ada yang tidak. K1--K3
berkaitan. K1 sebagai kalimat topik, sedangkan K2 dan K3 sebagai
Kelasa, Vol. 14, No. 2, Desember 2019: 157—170
168
kalimat pendukung. Selanjutnya, K4-
-K10 lepas dari tiga kalimat itu karena berupa ide pokok sendiri
(K4) dan K5—K10 mendukung ide pokok di luar paragraf itu, yaitu
dampak negatif penambangan timah.
(K1)Penambangan timah di Pulau Bangka telah dimulai
sejak TH 1711. (K2)Dalam penambangan ti-mah tersebut
lebih banyak merusak
lingkungan seperti kolong. (K3)Ter-bentuknya kolong ini
karena ada pengerukan dengan
menggunakan alat berat.
(K4)TI apung dapat merusak kehidupan di laut, pence-maran
lingkungan dan berkurang-nya
hasil tangkapan nelayan. (K5)
Dampak psikologis bagi
generasi penerus adalah selalu dihantui perasaan bencana.
(K6)Dengan pe-nambangan timah rusaknya ekosis-tem
darat, seperti kesuburan tanah berkurang, kerusakan hutan
dan habitat yang ada di dalamnya. (K7)Air asam
tambang, dapat meru-sak gigi.
(K8)Apapun dampak negatif
dari penambangan timah
adalah terjadinya bencana alam, tanah longsor, banjir.
(K9)Ini adalah akhir dari segalanya. (K10)Dampak yang
paling mengerikan adalah bencana alam. (GBTSD/L39)
Ketakkoherenan paragraf di
bawah ini disebabkan oleh kalimat tertentu, yaitu K3 yang merupakan
topik atau ide baru. K3 itu didukung oleh K4--K6 dengan susunan kalimat
yang tidak efektif. Walaupun ada
hubungannya dengan K1 dan K2,
K3—K6 tidak berkaitan secara logis. (K1)Kolong bukanlah
penam-pakan alam seperti danau. (K2)Ko-long
terbentuk dari penambangan ilegal. (K3)Biasanya
penambangan ilegal ini hanya menggali daratan menjadi
sebuah lubang tambang. (K4)Setelah selesai
penambangan ilegal ini,
langsung meninggalkan lubang tambang dan mencari
lahan yang baru. (K5)Lubang
tambang yang mereka
tinggalkan akan menjadi kolong. (K6)Penam-bangan
ilegal di darat biasanya
mereka mencari lahan
dengan dengan cara
penebangan hutan secara ilegal. (GBSD/P17)
Sebagai penanda ketakkohere-nan paragraf berikut ini adalah juga
karena kalimat topik yang lebih dari
satu, yaitu K1 dan K3. K2, K4, dan K5 mendukung K1, sedangkan K3 tidak
mendukung kalimat mana pun.
Sementara itu, K6 merupakan
kalimat yang mendukung kalimat topik di luar paragraf ini, yaitu
tentang timah itu sendiri.
(K1)Penghasil timah terbesar di Indonesia yaitu ada
di Pulau Bangka. (K2)Pulau
Bangka banyak menyim-pan timah sejak zaman kolonial
Belanda. (K3)Banyak Negara-Negara luar ingin menguasai
Indonesia karena kekayaan alamnya. (K4)Pen-duduk di
Pulau Bangka mayoritas mata pencahariannya dengan
Paragraf Hoheren...(Hidayatul Astar)
169
bertambang timah, yang
dikenal dengan TI (Tambang Inkonvensio-nal). (K5)Karena
pekerjaan ini men-janjikan kekayaan, sehingga masya-
rakat beralih pekerjaan. (K6)Kalau dulu timah mudah
didapat, dan hasilnya cukup memuaskan. (GBSD/P32)
4. Simpulan Hanya sedikit guru (25,26%)
yang menulis secara koheren dari paragraf awal sampai akhir teks yang ditulisnya. Ini disebabkan oleh guru belum mengatur struktur berpikirnya dengan baik terhadap objek yang akan ditulis (mana bagian pengantar atau peragraf pembuka, paragraf isi, dan paragraf penutup). Tanpa sadar guru mengungkapkan ide pokok lebih dari satu dalam sebuah paragraf atau terjadi lompatan pikiran yang sulit dipahami atau tidak jalas apa yang dimaksudkan.
Dari 320 paragraf yang
dianalisis, 134 (41,19 %) koheren
dan 186 (58,81) tak koheren.
Paragraf yang koheren ditandai oleh
adanya hubungan antarkalimat secara jelas dan logis (mana yang
kalimat topik dan mana yang kalimat
pendukung atau kalimat penjelas).
Tidak ada lompatan pikiran penulis yang diluar konteks ide pokok yang
menjadi fokusnya. Sebaliknya,
paragraf yang tak koheren ditandai
oleh hubungan antarkalimat yang tidak logis, kalimat yang tidak
efektif, adanya lompatan pikiran
dalam bentuk ide-ide pokok atau tidak fokus pada satu ide pokok.
Adanya paragraf yang koheren dan tak koheren yang dihasilkan
guru disebabkan oleh terbiasa atau
tidak terbiasanya guru menulis
secara baik, khususnya yang
berkategori tulisan ilmiah. Selain itu, wawasan seorang guru terhadap
objek yang ditulis juga belum memadai atau pengamatannya
belum maksimal. Oleh karena itu, guru SD harus terus diberi arahan
atau bimbingan penulisan yang baik sehingga berimbas kepada anak
didik dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di masa depan.
Daftar Acuan
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Alwi, Hasan, dkk. 2017. Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan
Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa.
Chalmers. 2016. Dalam Error! Hyperlink
reference not valid.. Diakses 16
November 2016.
Gordon. 2011. Dalam http://gordonscru-
ton.blogspot.co.id/2011/08/what-
is-cohesion-coherence-
cambridge.html. Diakses 17
November 2016.
Mahsun. 2014. Teks dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia Kurikulum 2013.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Rahardi, Kuncara R. 2006. Dimensi-
dimensi Kebahasaan Aneka
Masalah Bahasa Indonesia
Terkini. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Renkema, J. 2004. Introduction to
Discourse Practice. Philadelphia:
John Benjamins Publishing
Company.
Kelasa, Vol. 14, No. 2, Desember 2019: 157—170
Suladi. 2014. Buku Seri Penyuluhan
Pragraf. Jakarta: Badan
Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa.
Young Min 2016. Dalam Error! Hyperlink
reference not valid. coherence.
Diakses 15 November.
170