+ All Categories
Home > Documents > PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN...

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN...

Date post: 08-Dec-2020
Category:
Upload: others
View: 5 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
122
i TESIS PENYELUNDUPAN HUKUM OLEH ORANG ASING DALAM UPAYA PENGUASAAN HAK ATAS TANAH (Legal Offence Conducted by Foreigners in the Effort to Gain the Right on Land) Disusun oleh: EKA OCTAVIANUS P 3600208009 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
Transcript
Page 1: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

i

TESIS

PENYELUNDUPAN HUKUM OLEH ORANG ASING DALAM UPAYA PENGUASAAN HAK ATAS TANAH

(Legal Offence Conducted by Foreigners in the Effort to Gain the

Right on Land)

Disusun oleh:

EKA OCTAVIANUS P 3600208009

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

Page 2: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PENYELUNDUPAN HUKUM OLEH ORANG ASING DALAM UPAYA PENGUASAAN HAK ATAS TANAH

Disusun dan diajukan oleh EKA OCTAVIANUS

P3600208009

Menyetujui: Komisi Penasihat,

Ketua, Anggota, Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.H. Dr. Sri Susyanti Nur, S.H., M.H.

NIP. 19671231 199103 2 002 NIP.19641231 199002 2 001

Mengetahui:

Ketua Program Studi Magister Kenotariatan

Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si. NIP. 19600621 198601 2 001

Page 3: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

iii

PERNYATAAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Eka Octavianus N I M : P3600208009 Program Studi : Magister Kenotariatan Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul

“PENYELUNDUPAN HUKUM OLEH ORANG ASING DALAM UPAYA

PENGUASAAN HAK ATAS TANAH”, adalah benar-benar karya sendiri.

Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya di atas tidak

benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa

pencabutan tesis dan gelar yang telah saya peroleh dari tesis tersebut.

Makassar, 2013

Yang membuat

pernyataan,

Eka Octavianus

Page 4: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

iv

KATA PENGANTAR

Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, peneliti dapat menyusun

tesis ini dengan judul Penyeludupan hukum Oleh Orang Asing Dalam

Upaya Penguasaan Hak Atas Tanah.

Peneliti menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat

peneliti harapkan demi penyempurnaan tesis ini.

Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih

kepada Ibu Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.H., dan Ibu Dr. Sri Susyanti

Nur, S.H., M.H., yang telah memberikan ilmu dan waktunya untuk

membimbing dan mengarahkan peneliti dalam penyusunan tesis ini.

Juga peneliti menyampaikan ucapan terima kasih pada Ibu Dr.

Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., yang juga telah membimbing,

memberikan petunjuk dan saran-saran kepada peneliti pada tahap awal

penyusunan tesis ini.

Selanjutnya pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus Paturussi, Sp. Int., selaku Rektor

Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Bapak Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.H., DF.M., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

Page 5: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

v

3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program

Magister Kenotariatan Universitas Hasanuddin Makassar.

4. Notaris-notaris di Kabupaten Tabanan-Bali dan Notaris-notaris di

Makassar tempat peneliti mengadakan penelitian, yang telah

membantu memberikan informasi dan data yang dibutuhkan peneliti

selama mengadakan penelitian pada kantor-kantor mereka.

5. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Pascasarjana Magister

Kenotariatan Universitas Hasanuddin Makassar, yang telah

memberikan bimbingan ilmu yang sangat berharga selama peneliti

mengikuti pendidikan.

6. Rekan-rekan mahasiswa Magister Kenotariatan angkatan 2008

Universitas Hasanuddin Makassar.

7. Ibu Evi dan Pak Aksa selaku Staf Administrasi dan bagian

Perkuliahan yang dengan berbagai bentuk bantuan yang telah

peneliti terima.

8. Hans Tantular Trenggono (ayah), Jong Farah Jonggono (Ibu) dan

Ika Adelya (adik) tercinta, yang telah memberikan dorongan, doa

serta pengorbanannya kepada peneliti.

9. Enny Nathalia (istri) dan Elven Oneill Trenggono (putra) tersayang

yang selalu memberikan dorongan semangat dan doa yang tulus

kepada peneliti.

10. I Gede Sena, S.H., yang telah memberi dukungan kepada peneliti.

Page 6: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

vi

Semoga amal kebaikan semua mendapat balasan yang lebih dari

Tuhan Yang Maha Esa dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-

pihak yang membutuhkan dan masyarakat luas pada umumnya.

Makassar, 2013

( Eka Octavianus )

Page 7: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

vii

ABSTRAK Eka Octavianus, Penyelundupan Hukum oleh Orang Asing dalam Upaya Penguasaan Hak Atas Tanah (dibimbing oleh Farida Patittingi dan Sri Susyanti Nur). Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) kriteria penyelundupan hukum yang dilakukan oleh orang asing dalam hal penguasaan hak atas tanah, (2) akibat hukum penguasaan hak atas tanah terhadap penyelundupan hukum yang dilakukan oleh orang asing, dan (3) peranan dan tanggung jawab notaris/PPAT dalam proses penguasaan hak atas tanah oleh orang asing. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan sosioyuridis. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbuatan hukum orang asing dalam hal penguasaan hak atas tanah disebut sebagai penyelundupan hukum karena akta-akta yang dibuat bertentangan dengan asas nasionalitas dan akta tersebut juga bertentangan dengan itikad baik (ada itikad buruk dalam proses pembuatan aktanya). Akibat hukum penguasaan hak atas tanah terhadap penyelundupan hukum yang dilakukan oleh orang asing adalah bahwa akta-akta notariil yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT, oleh pengadilan dinyatakan bertentangan dengan hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan berlaku. Negara hanya mengakui legalitas kepemilikan atas tanah tersebut adalah milik WNI yang tercatat namanya di dalam sertifikat. Peranan dan tanggung jawab notaris/PPAT adalah Notaris/PPAT yang berperan dalam pembuatan akta-akta tersebut dapat ditarik sebagai pihak yang dilibatkan dalam persengketaan tersebut, dimana dapat didudukkan sebagai Tergugat, Turut Tergugat, Saksi, Tersangka ataupun Terdakwa. Kesemuanya tergantung dari keterlibatan Notaris/PPAT dan besar kecilnya kesalahan atau kelalaian Notaris dalam menjalankan jabatannya. Sehingga ketika terjadi penyelundupan hukum maka seorang Notaris/PPAT dapat dimintakan pertanggung jawabannya, yakni dapat dikenakan sanksi pemberhentian dari jabatannya atas usul MPD ke MPW dan ke Menteri. Kata kunci : penyelundupan hukum, orang asing, penguasaan hak atas tanah

Page 8: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

viii

ABSTRACT

EKA OCTAVIANUS. Legal Offence Conducted by Foreigners in the Effort to Gain the Right on Land (Supervised by Farida Patittingi and Sri Susyanti Nur) This study aims to find out: (1) the criteria of legal offence conducted by foreigners in gaining the right on land; (2) the legal consequence of gaining the right on land in relation to the legal offence conducted by foreigners; and (3) the role and responsibility of notaries/officials authorized to make land certificates in the process of gaining rights on land by foreigners. The research was conducted as a descriptive study with socio-juridical approach. Primary and secondary data were collected through observations, interviews, and documentation. The data were analysed qualitatively.

The results reveal that the legal action conducted by foreigners in gaining the right on land is considered legal offence because its document is not in line with nationality and good intention principles. There is bad intention in making the document. As the legal consequence of gaining rights on land in relation to legal offence conducted by foreigners, the documents made before notaries/officials authorized to make land certificates are considered contradictive with the law so that they are not valid anymore. The state only recognizes the name of the Indonesian citizen mentioned in the certificate as the legal owner of the land. Notaries/officials authorized to make land certificates who are involved in making such documents can be considered involved in the dispute as the defendant, the co-defendant, the witness, the suspected, or the accused. This will depend on the involvement of notaries/officials authorized to make land certificates, and the level of mistakes they make in conducting their job. In legal offence cases, notaries/officials authorized to make land certificates can be required to be responsible for the mistakes. The sanction can be in the form of termination of the notaries/officials authorized to make land certificates. This is proposed by MPD to MPW and then to the minister.

Keywords : legal offence, foreigners, gaining the right on land.

Page 9: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................. ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ..................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................... vii

ABSTRACT ......................................................................................... viii

DAFTAR ISI ......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 12

C. Keaslian Penelitian .................................................................... 12

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Hak-Hak Atas Tanah di Indonesia ............................................. 15

B. Hak Atas Tanah Yang Dapat Dikuasai Oleh Orang Asing......... 26

C. Transaksi Jual Beli Hak Atas Tanah ......................................... 32

D. Orientasi UUPA dan Perlindungan Kepentingan Warga Negara

Indonesia ................................................................................... 42

E. Penyelundupuan Hukum Sebagai Perbuatan Tidak Patut ........ 47

F. Peranan Notaris dan PPAT Dalam Peralihan Hak Atas Tanah

Untuk Warga Negara Asing ...................................................... 54

G. Kerangka Pikir ........................................................................... 58

H. Bagan Kerangka Pikir................................................................ 62

I. Definisi Operasional .................................................................. 63

Page 10: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

x

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian ....................................................................... 67

B. Tipe dan Sifat Penelitian ........................................................... 67

C. Jenis dan Sumber Data ............................................................. 67

D. Populasi dan Sampel ................................................................ 69

E. Alat Pengumpulan Data ............................................................ 69

F. Analisis Data ............................................................................. 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perbuatan Hukum Oleh Orang Asing Yang Dapat

Dikategorikan Sebagai Penyelundupan Hukum Berkaitan

Dengan Pemilikan Hak Atas tanah ............................................ 72

B. Akibat Hukum Pemilikan Hak Atas Tanah Terhadap

Penyelundupan Hukum Yang Dilakukan Oleh Orang Asing ...... 80

C. Peranan Notaris/PPAT Dalam Proses Pemilikan Hak Atas

Tanah Untuk Warga Negara Asing .......................................... 87

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 107

B. Saran......................................................................................... 108

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beraneka ragam

suku bangsa dan budaya yang menyatukan diri dalam suatu wadah

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apabila hal ini dikaitkan dengan

pertanahan, maka perbedaan karakteristik dan budaya tersebut

menyebabkan beragamnya pola kepemilikan, penguasaan dan

penggunaan tanah yang ada dan berkembang antara daerah yang satu

dengan yang lainnya.

Perbedaan-perbedaan tersebut bukanlah menjadi suatu masalah

tetapi justru dipandang sebagai suatu keunikan dan kekayaan budaya

bangsa Indonesia. Negara Indonesia menghargai keragaman pola

tersebut, sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut

Undang-Undang Pokok Agraria disingkat UUPA), bahwa negara menjamin

hak-hak masyarakat atas tanahnya dan memberikan pengakuan hak-hak

atas tanah yang ada.

Tanah dapat dijadikan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup

bangsa Indonesia sehingga perlu campur tangan negara turut

mengaturnya. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

selanjutnya disebut UUDNRI 1945, yang menyatakan bahwa : “Bumi, air,

Page 12: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

2

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara

dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Maksud

kata dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu

sama lain. Artinya, dikuasainya bumi (tanah), air, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya oleh negara, semata-mata dimaksudkan agar

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk

kemakmuran dan kesejahteraan kelompok atau golongan tertentu dari

rakyat Indonesia, terlebih halnya pada elit tertentu yang membutuhkan

tanah tersebut.1Ini berarti bahwa tugas negara adalah menyelenggarakan

kesejahteraan umum bagi seluruh warganya termasuk dalam melindungi

hak-hak warga negara atas tanah.

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang tersebar

di seluruh nusantara. Hak Bangsa Indonesia atas tanah mempunyai

makna bahwa kepentingan bangsa Indonesia di atas kepentingan

perseorangan atau golongan. Dalam Pasal 1 ayat 1, 2 dan 3 UUPA

dinyatakan bahwa:

(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh

rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.

(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai

1 Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Bayumedia, Malang,

2007, Hal. 2.

Page 13: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

3

karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa

bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang

angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang

bersifat abadi.

Ketentuan dalam Pasal 1 ayat 1 dan 2 tersebut di atas sejalan dengan

Penjelasan Umum II angka 1 UUPA yang menyatakan bahwa:

Bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan, menjadi hak pula dari bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata menjadi hak dari pemiliknya saja. Demikian pula tanah-tanah di daerah-daerah dan pulau-pulau tidaklah semata-mata menjadi hak rakyat asli dari daerah atau pulau yang bersangkutan saja. Dengan pengertian demikian maka hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia merupakan semacam hubungan hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu pada tingkatan yang mengenai seluruh wilayah Negara.

Sejalan dengan ketentuan Pasal 1 ayat 1, 2 dan 3 UUPA tersebut di atas,

Boedi Harsono mengatakan bahwa:2

Hak bangsa Indonesia adalah semacam hak ulayat, berarti dalam konsepsi Hukum Tanah Nasional, hak tersebut merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi. Ini berarti bahwa hak-hak penguasaan atas tanah yang lain, termasuk hak Ulayat dan hak-hak perseorangan atas tanah yang dimaksud oleh Penjelasan Umum di atas, secara langsung maupun tidak langsung, semuanya bersumber pada Hak Bangsa. Maka dalam hubungan ini, perkataan “pula” dalam kalimat “menjadi hak pula dari bangsa Indonesia”, seharusnya tidak perlu ada. Karena bisa menimbulkan kesan, seakan-akan Hak Bangsa adalah sejajar dengan Hak Ulayat dan hak-hak perseorangan.

2 Boedi Harsono, Hukum Agraria, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan

Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1995, Hal. 195.

Page 14: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

4

Selanjutnya UUPA menempatkan hak menguasai negara atas tanah

sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan: “Atas dasar

ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang

dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk

kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi

dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.”

Dalam Pasal 2 ayat 3 UUPA yang menyatakan: “Wewenang yang

bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2 pasal

ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam

arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan

Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur”.

Sehubungan dengan ketentuan tersebut pemerintah menetapkan politik

hukum pertanahan sebagai kebijakan nasional yang berkaitan dengan

pertanahan. Negara mempunyai kewenangan untuk menentukan adanya

macam-macam hak atas tanah yang diberikan kepada dan dapat dipunyai

oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain

serta badan-badan hukum.

Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai kewajiban

untuk melindungi warga negaranya (asas nasionalitas). Asas nasionalitas

ini terdapat dalam Pasal 21 ayat 1 UUPA yang menyatakan, “Hanya

warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik”. Pemegang Hak

Milik mempunyai hak untuk berbuat bebas atas tanah miliknya itu, artinya

pemegang Hak Milik mempunyai hak untuk memindahtangankan

Page 15: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

5

tanahnya itu dengan jalan menukarkan, mewariskan, menghibahkan atau

menjualnya kepada orang/pihak lain karena Hak Milik mempunyai sifat

kebendaan dan memberikan arti demikian kepada pemilik tanah, maka

sewajarnyalah Hak Milik itu hanya disediakan untuk warga negara

Indonesia saja dan warga negara asing dengan jalan apapun tidak dapat

menguasai tanah di Indonesia dengan Hak Milik.3

Menurut Herman Yulis, tanah mempunyai arti penting dalam

kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai social

asset dan capital asset. Sebagai social asset tanah merupakan sarana

pengikat kesatuan sosial dikalangan masyarakat Indonesia untuk hidup

dan kehidupan, sedangkan sebagai capital asset tanah merupakan faktor

modal dalam pembangunan.4 Tanah memiliki nilai-nilai, seperti nilai

ekonomi, nilai sosial, nilai politis, nilai religi, nilai produksi, lokasi,

lingkungan dan hukum yang harus diperhatikan keberadaannya dalam hal

kepemilikan dan penggunaan tanah oleh rakyat. Nilai-nilai ini memerlukan

pemahaman dari pemerintah selaku regulator dan aktor pembangunan

serta sektor swasta selaku investor. Mengingat hal-hal tersebut,

menyebabkan adanya kebutuhan masyarakat akan suatu peraturan,

kepastian hukum terhadap tanah sedemikian rupa, sehingga setiap

pemilik bidang tanah dapat terjamin dalam mempertahankan hak miliknya

terhadap gangguan pihak lain.

3 Bachsan Mustafa, Hukum Agraria Dalam Perspektif, Ramadja Karya, Bandung, 1988, Hal. 18

4 Achmad Rubaie, Op.Cit, Hal. 1.

Page 16: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

6

Kota Bali sebagai salah satu tujuan wisata bagi mancannegara

telah memiliki rencana induk pembangunan ekonomi dan konsep dasar

pengembangan pariwisata, demikian pula kota Makassar sebagai pusat

perdagangan dan bisnis kawasan timur Indonesia. Semakin meningkatnya

pembangunan ekonomi dan pengembangan pariwisata berupa

pembangunan fisik sangat memerlukan penyediaan dan pengadaan tanah

seperti misalnya untuk pembangunan hotel-hotel, penginapan-

penginapan, tempat-tempat rekreasi dan sarana penunjang lainnya.

Keberhasilan Bali dan Makassar sebagai kota wisata dan pengembangan

ekonomi tidak lepas dari keberadaan investor baik dari dalam negeri

maupun dari luar negeri (orang asing) yang menanamkan modalnya

dalam berbagai bidang, baik itu dalam bidang pariwisata dan sarana

penunjang pariwisata tersebut, maupun dalam bidang ekonomi, seperti

perdagangan ekspor-impor dan mendirikan pabrik-pabrik. Banyaknya

Investor asing yang menanamkan modalnya di Bali dan Makassar, maka

semakin banyak pula warga negara asing yang tinggal atau berdomisili di

Bali dan Makassar, yang berarti mereka membutuhkan tanah untuk

tempat tinggal.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia, hanya mengenal adanya perbedaan penduduk atas

Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA).

Perbedaan penduduk tersebut berakibat pada kedudukan hukum

terhadap setiap hubungan hukum yang timbul antara warga negara asing

Page 17: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

7

dengan tanah dan atau antara warga negara asing dengan warga negara

Indonesia terhadap tanah, seperti dalam bidang perkawinan, pertanahan

dan perjanjian lainnya.

Salah satu prinsip yang dianut UUPA adalah prinsip nasionalitas

sebagaimana disebutkan di atas bahwa hanya warga negara Indonesia

yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan tanah atau

dengan perkataan lain hanya warga negara Indonesia yang dapat

mempunyai Hak Milik, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 21 UUPA

bahwa:

1. Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

2. Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat

mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.

3. Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini

memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau

percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga

negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah

berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya

wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak

diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.

Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak

dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan

tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-

hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

Page 18: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

8

4. Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat

mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku

ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.

Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UUPA tersebut diatas, bahwa

hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik atas

tanah, sehingga ini berarti pemindahan Hak Milik atas tanah kepada orang

asing berakibat tanah tersebut menjadi tanah negara sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 26 ayat 2 UUPA, yang menyatakan: “Setiap jual

beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-

perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung

memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga

negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai

kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang

ditetapkan oleh Pemerintah termasuk dalam Pasal 21 ayat (2), adalah

batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan

ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap

berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik

tidak dapat dituntut kembali”.

Ketentuan tersebut di atas kadang diabaikan atau tidak

diperhatikan oleh para pihak (orang asing dan Warga negara Indonesia)

dalam melakukan hubungan hukum yang berkaitan dengan pertanahan.

Para pihak hanya terpaku pada ketentuan Pasal 1338 Burgerlijk Wetboek

Page 19: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

9

(selanjutnya disingkat BW), yang menyatakan bahwa: “Semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya. Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali

selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan

yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian-

perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”, sehingga para pihak

membuat perjanjian yang semata-mata hanya untuk memenuhi keinginan

para pihak tanpa memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku. Padahal

perjanjian yang dibuat bertentangan dengan ketentuan undang-undang

adalah batal demi hukum.

Warga negara asing hanya boleh menguasai tanah dengan status

Hak Pakai. Jangka waktu Hak Pakai yang relatif singkat membuat para

pengembang lebih memilih membangun rumah/apartemen di atas tanah

yang berstatus Hak Guna Bangunan. Adanya kecenderungan dari pihak

developer yang enggan untuk membangun rumah/apartemen di atas

tanah berstatus Hak Pakai menyebabkan sangat jarang tersedia

rumah/apartemen yang dapat dimiliki oleh orang asing. Terbatasnya

ketersediaan rumah/apartemen dengan tanah berstatus Hak Pakai yang

dapat dimiliki oleh orang asing tentunya sangat menghambat orang asing

dalam hal hendak berinvestasi. Orang asing pada umumnya

menginginkan bisa berinvestasi secara praktis, cepat dan aman.

Penerapan atas kebijakan pemerintah dalam bidang pertanahan

bagi orang asing,dalam kenyataannya harus melalui prosedur dan

Page 20: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

10

birokrasi yang rumitjuga dari segi biaya menjadi relatif mahal. Tanah yang

berstatus Hak Pakai memiliki jangka waktu berlaku yang relatif singkat.

Bahkan jika dibandingkan dengan Hak Milik yang dapat dimiliki

seterusnya/tanpa batas waktu, sehingga hal ini menimbulkan keinginan

dari orang asing untuk dapat memiliki tanah Hak Milik.

Secara yuridis formil orang asing tidak dimungkinkan untuk memiliki

tanah berstatus Hak Milik, namun adanya praktik yang telah terjadi di Bali

dan Makassar selama ini bahwa orang asing melakukan pembelian tanah

yang berstatus Hak Milik dengan meminjam nama seseorang yang

berkewarganegaraan Indonesia (warga Bali) dan dibuat perjanjian utang

piutang yang seolah-olah orang yang dipinjam namanya tersebut telah

berhutang kepada orang asing dengan menjadikan tanah yang dibeli

tersebut sebagai jaminan utangnya. Perbuatan hukum yang dilakukan ini

mengarah pada suatu perbuatan yang bersifat penyeludupan hukum.

Orang asing yang hendak berinvestasi di Indonesia seharusnya melalui

prosedur yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di

Indonesia. Jalan pintas berupa penyelundupan hukum yang dilakukan

tersebut di atas tidak dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum.

Jika dikaji lebih lanjut, penyelundupan hukum ini dapat menimbulkan risiko

yang merugikan bagi orang asing tersebut.

Notaris adalah pejabat umum yang khusus diberi wewenang

membuat akta otentik. Memperhatikan wewenang yang diberikan kepada

Notaris dan PPAT untuk membuat akta otektik maka tidak ada pejabat lain

Page 21: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

11

yang dapat membuat dan melangsungkan pembuatan akta-akta yang

terkait dengan penguasaan tanah yang dilakukan oleh warga negara

asing. Namun notaris selaku pejabat yang dipercayakan oleh kliennya

kerap kali memberikan jalan pintas yang mudah, cepat dan murah, tanpa

memberikan pertimbangan dan pemahaman yang cukup kepada kliennya

dalam hal keamanan secara yuridis.

Peranan notaris/PPAT menjadi sangat penting untuk dikaji lebih

dalam, terutama adanya kemungkinan penggunaan akta-akta otentik

tersebut sebagai sarana yang dilakukan oleh para pihak (orang asing dan

orang berkewarganegaraan Indonesia yang dipinjam namanya) untuk

melakukan penyelundupan hukum mengenai pemilikan/penguasaan

tanah. Sebagaimana diketahui bahwa jika orang asing bermaksud untuk

memiliki tanah di Bali maka jalan pintas yang ditempuh adalah dengan

memakai nama warga negara Indonesia (warga Bali) untuk tercatat

sebagai pemilik/pemegang hak atas tanah berdasarkan sertipikat.

Kemudian oleh notaris dibuatkan surat-surat lainnya sebagai pegangan

bagi warga negara asing selaku pembeli yang sebenarnya yaitu berupa

akta Pengakuan Utang, Surat Kuasa Menjual, akta Pengikatan Jual Beli,

Surat Pernyataan dan lain-lain. Perjanjian-perjanjian (Notariil) tersebut di

atas secara yuridis formil tidak melanggar aturan namun secara materiil

sebenarnya telah terjadi pemindahan hak milik secara terselubung, yang

Page 22: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

12

jelas merupakan penyeludupan hukum.5

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kriteria penyelundupan hukum yang dilakukan oleh

orang asing dalam hal penguasaan hak atas tanah?

2. Bagaimana akibat hukum penguasaan hak atas tanah terhadap

penyelundupan hukum yang dilakukan oleh orang asing tersebut di

atas?

3. Sejauh mana peranan dan tanggung jawab Notaris/PPAT dalam

proses penguasaan hak atas tanah oleh warga negara asing?

C. Keaslian Penelitian

Sepengetahuan peneliti, terhadap tesis yang ada pada program

Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Hasanuddin Makassar

terdapat 1 (satu) judul tesis yang terkait tentang penyeludupan hukum

oleh orang asing dalam upaya penguasan hak atas tanah yaitu tesis

dengan judul Tinjauan Yuridis Akta Kuasa Menjual dalam Penjualan

Tanah dan Bangunan Milik Warga Negara Asing di Kabupaten Badung,

oleh I Kadek Ari Sucitha (2012).

Penelitian ini berbeda dengan tesis tersebut di atas. Tesis

tersebut hanya membahas tentang pemindahan hak atas tanah kepada

orang asing melalui kuasa mutlak, sedangkan penelitian ini tidak hanya

membahas tentang penguasaan hak milik atas tanah oleh orang asing

melalui Akta Kuasa Menjual saja tetapi lebih jauh membahas tentang

5 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan (Antara Regulasi dan Implementasi) ed. Rev,

Kompas, Jakarta, 2009, Hal. 165

Page 23: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

13

berbagai upaya yang dilakukan oleh orang asing dalam rangka

penguasaan hak milik atas tanah melalui pembuatan akta-akta notariil.

Disamping itu dalam tesis ini juga diuraikan mengenai akibat hukum

dari pembuatan akta-akta notariil tersebut dan akta-akta lain yang

terkait serta peranan dan tanggung jawab Notaris/PPAT dalam proses

penguasaan hak atas tanah oleh orang asing.

Oleh karena itu keaslian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan,

namun sekiranya pernah dilakukan penelitian yang sama, maka

penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya serta dapat menjadi

bahan perbandingan.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu:

1. Untuk mengkaji dan mengetahui kriteria penyeludupan hukum yang

dilakukan oleh orang asing dalam hal penguasaan hak atas tanah.

2. Untuk mengkaji dan mengetahui akibat hukum penguasaan hak

atas tanah terhadap penyelundupan hukum yang dilakukan oleh

orang asing.

3. Untuk mengkaji dan mengetahui peranan dan tanggung jawab

Notaris/PPAT dalam proses penguasaan hak atas tanah oleh

warga negara asing.

Adapun kegunaan dari hasil penelitian yang diinginkan adalah:

1. Bagi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sumber informasi untuk melakukan pengkajian ilmiah lebih lanjut

Page 24: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

14

mengenai penyelundupan hukum oleh orang asing terhadap

penguasaan hak atas tanah dan diharapkan juga dapat

memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum

khususnya hukum agraria.

2. Bagi pemerintah baik pusat maupun daerah, praktisi hukum

khususnya notaris/PPAT dan aparat penegak hukum serta

masyarakat sebagai warga negara Indonesia, diharapkan dapat

dijadikan masukan untuk mencari solusi dan cara mencegah

terjadinya penyelundupan hukum oleh orang asing terhadap

penguasaan hak atas tanah.

Page 25: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hak-Hak Atas Tanah di Indonesia

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada

seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil

manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak

penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang

yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau

mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya.

Hak-hak atas tanah yang dimaksud, antara lain:

1. Hak Milik

Hak Milik oleh UUPA diatur dalam Pasal 20 sampai dengan

Pasal 27. Hak Milik adalah Hak turun temurun, terkuat dan terpenuh

yang dapat dipunyai atas tanah dengan mengingat fungsi sosial, yang

dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain (Pasal 20 UUPA).

Sifat dan ciri Hak Milik adalah:

a. Turun-temurun artinya Hak Milik atas tanah dimaksud dapat beralih

karena hukum dari seseorang pemilik tanah yang meninggal dunia

kepada ahli waris.

b. Terkuat artinya bahwa Hak Milik atas tanah tersebut yang paling kuat

diantara hak-hak yang lain. Hak yang terdaftar dan adanya tanda

bukti hak.

Page 26: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

16

c. Terpenuh artinya bahwa Hak Milik atas tanah tersebut dapat

digunakan untuk usaha pertanian juga untuk mendirikan bangunan.

d. Dapat beralih dan dialihkan.

e. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

f. Jangka waktu tidak terbatas.

g. Dapat dilepaskan oleh orang yang mempunyai hak atas tanah.

h. Dapat diwakafkan.

i. Dapat menjadi induk dari hak-hak atas tanah yang lain artinya dapat

dibebani dengan hak-hak atas tanah yang lain, sebaliknya Hak Milik

tidak dapat berinduk pada hak atas tanah lainnya.

Subjek hukum atas tanah dengan status Hak Milik adalah:

a. Warga Negara Indonesia.

b. Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Hak Milik ini dapat terjadi:

a. Menurut hukum adat yang diatur dengan peraturan pemerintah,

misalnya pembukaan tanah oleh seseorang.

b. Penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat keputusan

pemerintah yang memberikan Hak Milik kepada seseorang tertentu.

c. Menurut ketentuan undang-undang, misalnya hak eigendom milik

warga negara Indonesia sekarang dikonversi menjadi Hak Milik.

Hak Milik atas tanah hapus apabila tanahnya jatuh kepada

negara dan apabila tanahnya musnah. Tanah jatuh kepada negara

karena:

Page 27: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

17

a. Pencabutan Hak Milik untuk kepentingan umum;

b. Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;

c. Ditelantarkan oleh pemiliknya (tidak dipergunakan sesuai dengan

keadaan sifat dan tujuan haknya);

d. Pelanggaran terhadap larangan pengasingan tanah kepada orang

asing sebagaimana ketentuan Pasal 21ayat 3 dan Pasal 26 ayat 2

UUPA.

2. Hak Guna Usaha

Hak Guna Usaha diatur dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 34

UUPA dan pelaksanaan lebih lanjut mengenai Hak Guna Usaha diatur

dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor

40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan

Hak Pakai Atas Tanah (selanjutnya disingkat PP 40/1996). Hak Guna

Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung

oleh negara dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) atau 35 (tiga puluh

lima) tahun dan dapat diperpanjang 25 (dua puluh lima) tahun, guna

perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

Sifat-sifat dari Hak Guna Usaha adalah:

a. Hak atas tanah untuk mengusahakan tanah negara guna keperluan

perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan.

b. Diberikan untuk Jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun atau 35

(tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu paling

lama 25 (dua puluh lima) tahun.

Page 28: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

18

c. Luas minimum 5 (lima) hektare dan luas maksimum 25 (dua puluh

lima) hektare.

d. Dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain dengan cara jual beli,

tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah dan pewarisan.

e. Dapat dijadikan jaminan kredit dengan dibebani hak tanggungan.

Hak Guna Usaha hanya dapat diberikan terhadap tanah yang

langsung dikuasai oleh negara (tanah negara), jadi tidak dapat terjadi

atas suatu perjanjian antara pemilik suatu Hak Milik dengan pihak lain.

Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan pemerintah.

Sesuai dengan Pasal 30 ayat 1 UUPA jo Pasal 2 PP 40/1996,

yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah:

a. Warga negara Indonesia.

b. Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

Berkaitan dengan subjek Hak Guna Usaha ini maka lebih lanjut

diatur dalam Pasal 3 PP 40/1996 bahwa:

a. Pemegang Hak Guna Usaha yang tidak lagi memenuhi syarat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dalam jangka waktu satu

tahun wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Guna Usaha itu

kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

b. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Hak Guna

Usaha itu tidak dilepaskan atau dialihkan, Hak Guna Usaha tersebut

hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah negara.

Page 29: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

19

Sesuai ketentuan Pasal 17 PP 40/1996 bahwa Hak Guna Usaha

hapus karena:

a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan

pemberian atau perpanjangannya;

b. Dibatalkan hanya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka

waktunya berakhir karena:

1) Tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atau

dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12, Pasal 13 dan/atau Pasal 14;

2) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap;

c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka

waktunya berakhir;

d. Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;

e. Ditelantarkan;

f. Tanahnya musnah;

g. Ketentuan Pasal 3 ayat (2).

3. Hak Guna Bangunan

Dalam UUPA, Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 35 sampai

dengan Pasal 40 dan pelaksanaannya lebih lanjut diatur dalam Pasal

19 sampai dengan Pasal 38 PP 40/1996. Hak Guna Bangunan adalah

hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah

yang bukan miliknya sendiri, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga

Page 30: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

20

puluh) tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20

(dua puluh) tahun, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain dan

dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Sifat-sifat dari Hak Guna Bangunan sebagai berikut:

a. Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang

bukan miliknya sendiri, misalnya Tanah Negara atau tanah milik

orang lain.

b. Jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat

diperpanjang 20 (dua puluh) tahun lagi.

c. Dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.

d. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak tanggungan.

Sesuai dengan Pasal 36 ayat 1 UUPA jo Pasal 19 PP 40/1996,

yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan adalah:

a. Warga negara Indonesia.

b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

Berkaitan dengan subjek Hak Guna Bangunan ini tidak berbeda

dengan ketentuan yang berlaku bagi Hak Guna Usaha sebagaimana

telah diuraikan di atas. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna

Bangunan adalah Tanah Negara, tanah Hak Pengelolaan dan tanah

Hak Milik. Hak Guna Bangunan atas tanah negara diberikan dengan

keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Hak

Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan

Page 31: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

21

keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk

berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. Hak Guna Bangunan

atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak

Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT).

Hapusnya Hak Guna Bangunan (Pasal 35 PP 40/1996) karena:

a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan

pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian

pemberiannya;

b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak

Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya

berakhir, karena:

1) Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau

dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 32; atau

2) Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang

tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara

pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau

perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan; atau

3) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap;

c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka

waktu berakhir;

Page 32: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

22

d. Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;

e. Ditelantarkan;

f. Tanahnya musnah;

g. Ketentuan Pasal 20 ayat (2).

4. Hak Pakai

Dalam UUPA, Hak Pakai diatur dalam Pasal 41 sampai dengan

Pasal 43 dan pelaksanaannya lebih lanjut diatur dalam Pasal 39

sampai dengan Pasal 58 PP 40/1996. Hak Pakai adalah hak untuk

menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai

langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi

wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan

pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau

dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian

sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal

tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-

undang ini.

Sifat-sifat dari Hak Pakai adalah:

a. Dapat diberikan oleh pemerintah maupun oleh si pemilik tanah.

b. Hak Pakai dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu atau jangka

waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk

keperluan tertentu.

c. Hak Pakai dapat diberikan dengan cuma-cuma, dengan pembayaran

atau pemberian jasa berupa apapun.

Page 33: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

23

d. Hak Pakai hanya dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain,

sepanjang dapat izin pejabat yang berwenang apabila mengenai

tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau dimungkinkan dalam

perjanjian tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan

apabila mengenai tanah milik atau dengan persetujuan tertulis dari

pemegang Hak Pengelolaan apabila mengenai tanah Hak

Pengelolaan.

e. Hak Pakai atas tanah negara dan atas tanah Hak Pengelolaan

dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan

sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak milik tidak dapat dijadikan

jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan.

f. Pemberian Hak Pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang

mengandung unsur-unsur pemerasan.

Berdasarkan Pasal 42 UUPA jo Pasal 39 PP 40/1996, yang dapat

mempunyai Hak Pakai adalah:

a. Warga negara Indonesia.

b. Badan hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan

Pemerintah Daerah.

d. Badan-badan keagamaan dan sosial.

e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Page 34: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

24

g. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.

Berkaitan dengan subjek Hak Pakai tersebut di atas, bahwa

apabila pemegang Hak Pakai tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 39 PP 40/1996 maka wajib dalam waktu satu

tahun pemegang hak melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak

lain yang memenuhi syarat dan apabila satu tahun Hak Pakai itu tidak

dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum dengan

ketentuan hak-hak pihak lain yang terkait di atas tanah tersebut tetap

diperhatikan (Pasal 40 PP 40/1996). Ketentuan tentang tanah yang

dapat diberikan Hak Pakai dan terjadinya Hak Pakai sama dengan

ketentuan yang berlaku bagi Hak Guna Bangunan sebagaimana telah

diuraikan di atas.

Hak Pakai atas tanah Negara dan Hak Pakai atas tanah Hak

Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh

lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20

(dua puluh) tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak

ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu

(Pasal 45 ayat 1 PP 40/1996). Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan

untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan tidak

dapat diperpanjang tetapi atas kesepakatan antara pemegang Hak

Pakai dengan pemegang Hak Milik dapat diperbaharui dengan

pemberian Hak Pakai yang baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT

dan wajib didaftarkan (Pasal 49 PP 40/1996) .

Page 35: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

25

Hapusnya Hak Pakai (Pasal 55 PP 40/1996) karena:

a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan

pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian

pemberiannya;

b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak

Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya

berakhir, karena:

1) Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau

dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 52; atau

2) Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang

tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang

Hak Pakai dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan

Hak Pengelolaan; atau

3) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap;

c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka

waktu berakhir;

d. Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;

e. Ditelantarkan;

f. Tanahnya musnah;

g. Ketentuan Pasal 40 ayat (2).

Page 36: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

26

Berkaitan dengan hapusnya atau tidak diperpanjang/diperbaharuinya

jangka waktu Hak Pakai, maka hal yang perlu diketahui bagi pemegang

Hak Pakai atas tanah Negara bahwa bangunan yang terdapat di

atasnya harus dibongkar, jika tidak maka bangunan dibongkar oleh

pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Pakai.

B. Hak Atas Tanah Yang Dapat Dikuasai Oleh Orang Asing

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa berdasarkan

Pasal 42 UUPA jo Pasal 39 PP 40/1996, yang dapat mempunyai Hak

Pakai adalah:

1. Warga negara Indonesia;

2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia;

3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah

Daerah;

4. Badan-badan keagamaan dan sosial;

5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;

7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996

tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing

yang Berkedudukan di Indonesia (selanjutnya disingkat PP 41/1996),

menyatakan :

Page 37: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

27

1. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah

rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah

tertentu.

2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia

memberikan manfaat bagi pembangunan nasional.

Dari kedua ketentuan tersebut di atas,dapat dikatakan bahwa orang

asing dimungkinkan untuk mempunyai rumah dengan hak atas tanah di

Indonesia, meskipun dengan pembatasan yang demikian ketat, hal

tersebut dimaksudkan agar prinsip nasionalitas UUPA tetap terjaga

disamping agar Indonesia dapat lebih membuka diri bagi kedatangan

investor atau pengusaha asing yang akan mengembangkan usahanya di

Indonesia.Kebijakan terhadap orang-orang asing dilandasi pertimbangan,

selain demi kepentingan nasional dan melindungi kepemilikan bangsa

Indonesia, juga bahwa keberadaan orang asing di Indonesia hanyalah

untuk sementara.6

Orang asing yang berdomilisi di Indonesia hanya boleh menguasai

tanah dengan status Hak Pakai, tidak boleh dengan hak-hak lain dan

demikian pula dengan perusahaan asing hanya dapat beroperasi di

Indonesia dalam rangka penanaman modal asing dan mereka yang

diizinkan harus mendirikan suatu Perseroan Terbatas Indonesia, didirikan

dengan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia. PP 41/1996,

6 Arie S. Hutagalung, Condominium dan Permasalahannya, Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, Hal. 100.

Page 38: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

28

mempertegas hal ini dengan menyebutkan orang asing yang dibutuhkan

dalam pembangunan di Indonesia dapat menjadi subjek Hak Pakai. Dasar

pemikiran pembatasan hak atas tanah bagi orang asing ini adalah bahwa

Indonesia sebagai negara yang masih dalam pembangunan dan sebagian

rakyatnya masih dalam keadaan yang miskin patut melindungi warga

negaranya dari kemungkinan tanah-tanahnya jatuh kepada bukan warga

negara Indonesia.

Orang asing yang berkedudukan di Indonesia adalah orang-orang

asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap dan orang

asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap melainkan hanya

sewaktu-waktu berada di Indonesia. Pembedaan dalam dua golongan

tersebut berhubungan dengan dokumen yang harus ditunjukkan pada

waktu melakukan perbuatan hukum memperoleh rumah berikut hak atas

tanahnya, sebagai berikut:

1. Bagi orang asing yang menetap, harus menunjukkan Izin Tinggal

Tetap.

2. Bagi orang asing lainnya, adalah Izin Kunjungan atau Izin Keimigrasian

lainnya yang berbentuk tanda yang diterakan pada paspor atau

dokumen keimigrasian lainnya yang dimiliki oleh orang asing yang

bersangkutan.

Adanya pembedaan dua golongan tersebut berkaitan dengan

kemungkinan pemberian Hak Pakai bagi warga negara asing. Golongan

Page 39: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

29

manakah yang dapat menjadi subyek Hak Pakai. Menurut Maria S.W.

Sumardjono ada dua penafsiran yaitu:7

Penafsiran secara sempit akan membuka peluang hanya bagi mereka yang mempunyai status menetap/gevestigd untuk menjadi subyek Hak Pakai. Alasannya adalah karena mereka ini dipandang sebagai penduduk (sesudah 15 tahun berturut-turut tinggal di Indonesia) dan pada umumnya sedang dalam proses untuk menjadi WNI. Penafsiran secara luas akan memberikan peluang yang sama bagi dua golongan WNA yang diperbolehkan tinggal di Indonesia untuk menjadi subyek Hak Pakai.

Orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi

pembangunan nasional adalah yang kehadirannya harus memberikan

manfaat dan kontribusi terhadap pembangunan nasional serta yang

memiliki dan memerlihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan

investasinya untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di

Indonesia.

Cara memperoleh rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang

asing, berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan

Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing, adalah:

(1) Pemilikan rumah dan cara peroleh hak atas tanah oleh orang asing

dapat dilakukan dengan:

a. Membeli atau membangun rumah di atas tanah dengan Hak Pakai

atas tanah negara atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik.

7 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan (Antara Regulasi dan Implementasi) ed. Rev,

Kompas, Jakarta, 2009, Hal. 158

Page 40: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

30

b. Membeli satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak

Pakai atas tanah negara.

c. Membeli atau membangun rumah di atas tanah Hak Milik atau Hak

Sewa untuk Bangunan atas dasar perjanjian tertulis dengan pemilik

hak atas tanah yang bersangkutan.

(2) Rumah yang dapat dibangun atau dibeli dan satuan rumah susun

yang dapat dibeli oleh orang asing dengan hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah rumah atau satuan

rumah susun yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau

rumah sangat sederhana.

Dari ketentuan tersebut diketahui bahwa tata cara memperoleh rumah

tidak dapat dilepaskan dari cara memperoleh hak atas tanah tempat

rumah tersebut berdiri. Untuk memperoleh rumah tempat tinggal atau

hunian sebagaimana tersebut diatas dapat dilakukan perbuatan-perbuatan

hukum sebagai berikut:

1. Orang asing dapat membeli Hak Pakai atas tanah negara atau Hak

Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Pakai yang

bersangkutan berserta rumah yang berdiri diatasnya, atau membeli

tanah dengan Hak Pakai atas tanah negara atau Hak Pakai atas tanah

Hak Milik dan kemudian membangun rumah diatasnya. Pembelian Hak

Pakai tersebut dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, yaitu

dibuktikan dengan akta PPAT dan kemudian mendaftarkan haknya di

Kantor Pertanahan. Demikian juga mengenai persyaratan

Page 41: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

31

pembangunan rumah harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku,

misalnya mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

2. Orang asing dapat pula memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik

atau Hak Sewa untuk Bangunan atau persetujuan penggunaan tanah

dalam bentuk lain dari pemegang Hak Milik dan memperoleh atau

membangun rumah diatasnya.

3. Juga dalam hal rumah tempat tinggal atau hunian yang akan dipunyai

orang asing berbentuk Satuan Rumah Susun, maka orang asing

tersebut harus membeli Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang

dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah negara.

Untuk mengatasi timbulnya konstruksi hukum yang kurang tepat

dan kurang diminatinya lembaga hak pakai bagi orang asing, menurut Arie

Sukanti Hutagalung yang dikutip oleh Imam Kuswahyono melihat ada tiga

solusi atau pemecahan sementara dalam praktiknya sebagai berikut:8

1. Sewa menyewa jangka panjang (long term lease) yang akan dipraktikan oleh beberapa pemilik apartemen dan pada dasarnya konsep ini juga yang mengalihkan kepemilikannya.

2. Sewa menyewa dengan kemungkinan konversi menjadi jual beli (convertible lease).

3. Konsep Nominee/Truestee yang mekanismenya diatur pemilik satuan rumah susun (yang tanahnya bukan hak pakai) tetap Warga Negara Indonesia/badan hukum Indonesia yang menerima peminjaman uang dari pihak warga negara asing untuk/sebagai biaya membeli apartemen. Sebagai jaminan atas utang itu, maka pihak Warga Negara Indonesia akan menjaminkan apartemen untuk kepentingan pihak asing.

Rumah yang boleh dimiliki oleh orang asing hanya satu buah, hal

ini berdasarkan Penjelasan Pasal 1 ayat 1 PP 41/1996. Tujuan

8 Imam Kuswahyono, Hukum Rumah Susun, Bayumedia, Malang, 2004, Hal. 96

Page 42: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

32

pembatasan ini adalah untuk menjaga agar kesempatan pemilikan

tersebut tidak menyimpang dari tujuannya, yaitu sekedar memberikan

dukungan yang wajar bagi penyelenggaraan usaha orang asing tersebut

di Indonesia. Kehadiran PP 41/1996 ini, sebagai salah satu terobosan

dalam rangka mengantisipasi globalisasi perdagangan bebas. Kemudian

peraturan ini juga sudah mulai membuka diri untuk memberikan gairah

investasi asing dapat berkompetisi guna pengembangan investasi dalam

hal perdagangan di bidang ekonomi di Indonesia.9

C. Transaksi Jual Beli Hak Atas Tanah

Jual beli berdasarkan Pasal 1457 BW adalah suatu perjanjian,

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan

suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah

dijanjikan. Jual beli tanah berdasarkan BW adalah merupakan perjanjian

dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan hak atas tanah kepada pihak yang satu lagi (pembeli) dan

pihak pembeli membayar harga tanah yang telah disetujui bersama. Jadi

jual beli tanah berdasarkan BW, hak atas tanah belum beralih pada saat

jual beli itu berlangsung sedangkan jual beli tanah berdasarkan hukum

tanah nasional sekarang ialah suatu perbuatan hukum yang berupa

penyerahan tanah yang bersangkutan oleh penjual kepada pembeli untuk

selama-lamanya pada saat mana pihak pembeli menyerahkan harganya

9 B.F Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, Gunung Agung,

Jakarta, 2005, Hal. 160.

Page 43: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

33

kepada penjual. Jadi pada saat jual beli itu terjadi hak atas tanah langsung

beralih dari penjual kepada pembeli.10

Perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah (termasuk

didalamnya jual beli) berdasarkan hukum tanah nasional adalah

merupakan rangkaian kegiatan pendaftaran tanah yang berkelanjutan,

oleh karenanya setiap perubahan data pendaftaran tanah, baik perubahan

data fisik ataupun perubahan data yuridis harus selalu tercatat dalam buku

tanah di Kantor Pertanahan. Transksi jual beli (peralihan) hak atas tanah

adalah termasuk dalam kegiatan pendaftaran tanah yang diatur dan

diawasi oleh pemerintah, dalam hal ini untuk pemeliharaan data. Negara

melalui pemerintah berhak mengatur serta mengawasi segala macam

perbuatan hukum yang bermaksud memindahkan hak atas tanah. Tujuan

pengaturan dan pengawasan peralihan hak atas tanah adalah untuk

menjamin ketertiban baik di bidang administrasi pertanahan maupun

ketertiban di bidang hukumnya serta menjamin adanya kepastian hak atas

tanahnya.

Untuk dapat memberikan dan menjamin adanya kepastian hukum

hak atas tanah, maka diperlukan pendaftaran hak-hak atas tanah yang

bersangkutan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19 UUPA:

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan

pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia berdasarkan

ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

10

Effendi Perangin, 401 Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria, Rajawali, Jakarta, 1986, hal.73

Page 44: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

34

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi:

a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat.

(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan

negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta

kemungkinan penyelenggaraannya, pertimbangan Menteri Agraria.

(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan

dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) di atas, dengan

ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari

pembayaran biaya-biaya tersebut.

Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA tersebut di

atas adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah (selanjutnya disingkat PP 24/1997) yang merupakan

penyempurnaan dari PP Nomor 10 Tahun 1961 dan Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997

tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 24/1997. Adanya ketentuan-

ketentuan tersebut diharapkan dapat tercapai tertib administrasi

pertanahan dan tertib hukum pertanahan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 37 PP 24/1997, bahwa setiap

peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun (kecuali

pemindahan hak melalui lelang) hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan

Page 45: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

35

dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Akta PPAT wajib dibuat sedemikian

rupa sehingga dapat dijadikan dasar pemindahan hak atas tanah yang

bersangkutan. PPAT dalam melangsungkan peralihan hak atas tanah,

terlebih dahulu harus meneliti tentang:

1. Subjek hukumnya, yaitu:

a. Pemilik atau yang akan mengalihkan hak atas tanah, apakah benar-

benar sebagai yang berhak dan berwenang untuk mengalihkan hak

atas tanah.

Yang harus diperhatikan bahwa penjual adalah yang berhak menjual

dan sebagai pemegang hak yang sah dari hak atas tanah dan

mengenai kewenangan menjual dari penjual harus diperhatikan

bahwa mungkin saja terjadi seseorang berhak atas suatu hak atas

tanah tetapi tidak berwenang untuk menjualnya, kalau tidak dipenuhi

syarat tertentu. Misalnya suatu hak atas tanah yang dimiliki oleh

seorang anak dibawah umur dan dalam sertipikat tanah tersebut

tercatat nama anak itu sebagai pemegang hak atas tanah, akan

tetapi anak itu tidak berwenang melakukan jual beli karena belum

dewasa walaupun anak itu yang berhak atas tanah tersebut, jual beli

hak atas tanah tersebut boleh terlaksana jika yang bertindak adalah

ayah anak itu sebagai orang yang melaksanakan kekuasaan orang

tua.

b. Yang akan menerima peralihan hak, apakah akan berhak menerima

hak atas tanah tersebut.

Page 46: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

36

2. Objek hukumnya, yaitu:

a. Apakah hak atas tanah yang akan dialihkan tidak dalam sengketa.

b. Apakah hak atas tanah yang akan dialihkan tidak dalam sitaan.

c. Apakah ada beban hak tanggungan atas hak atas tanah tersebut.

Dengan dilakukannya penelitian tentang subjek dan objek tersebut oleh

PPAT diharapkan tidak akan ada permasalahan yang timbul sehubungan

dengan pembuatan akta peralihan hak atas tanah. Adanya pernyataan

atau pengakuan para pihak yang tidak sebenarnya, misalnya pihak

penjual mengaku telah menerima harga penjualannya padahal pada

waktu akta ditandatangani penjual belum menerimanya dan dijanjikan

baru akan dibayar oleh pembeli setelah akta ditandatangani, namun tidak

juga dibayar oleh pembeli, maka akan timbul tuntutan atas dasar

pembayaran tersebut dan PPAT tidak dapat dipersalahkan atas

pengakuan yang tidak sebenarnya tersebut.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli (peralihan) hak

atas tanah berdasarkan UUPA, yaitu:

1. Persyaratan administratif

Persyaratan administratif adalah persyaratan yang harus ada untuk

dapat dilangsungkan suatu peralihan hak atas tanah. Persyaratan ini

terdiri dari:

1) Pendaftaran tanah dan pengukuran tanah.

2) Izin peralihan hak atas tanah.

3) Surat-surat kewarganegaraan dan surat keterangan pemilikan.

Page 47: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

37

4) Surat keterangan waris kalau tanah tersebut adalah tanah warisan.

5) Surat keterangan atau penetapan telah dilakukan pembagian

warisan bila tanah yang dimaksud masih merupakan boedel.

2. Persyaratan subjektif

Persyaratan tentang orang atau badan hukum yang melakukan

peralihan hak dan orang atau badan hukum yang menerima peralihan

hak. Tentang subjek yang melakukan peralihan atau wakil pemilik dan

berhak untuk mengalihkan tanahnya. Tentang subjek yang menerima

peralihan hak atas tanah harus benar-benar orang atau badan hukum

yang berhak menerima hak atas tanah dalam pengertian mengenai

kewarganegaraannya maupun ketentuan tentang jumlah maksimum

pemilikan hak atas tanah.

3. Persyaratan objektif

Adalah persyaratan tentang keadaan tanah yang menjadi objek yang

akan dialihkan yang meliputi bukti pemilikan dan bukti tanah yang

bersangkutan bebas dari beban-beban sita dan jaminan.

4. Persyaratan pembuatan akta peralihan hak

Pada prinsipnya pihak yang mengalihkan dan pihak yang menerima

pengalihan wajib menghadap di kantor PPAT. Pengertian diwajibkan

disini adalah diwajibkan melakukan penyerahan hak atas tanah dari

pihak yang mengalihkan dan uang dari pihak yang menerima

pengalihan atau dapat dengan pernyataan/pengakuan bahwa

penyerahan hak atas tanah dan uang benar-benar diterima oleh kedua

Page 48: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

38

belah pihak. Hal ini sesuai dengan hukum adat yang menyatakan

bahwa jual beli harus dilakukan dengan terang dan tunai.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

992K/Sip/1979, tanggal 14 April Tahun 1980 menetapkan bahwa:

“Semenjak akta jual beli ditandatangani di depan Pejabat Pembuat Akta

Tanah, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli.”11

Dari ketentuan dan uraian di atas dapat ditegaskan bahwa jual beli

(peralihan) hak atas tanah hanya dapat dilakukan dengan persyaratan

terang dan tunai sesuai hukum adat, juga harus oleh subjek yang berhak

dan berwenang atas objek jual beli tersebut. Namun didalam praktik

seringkali didapati subjek yang tidak berhak atas objek atas tanah

melakukan perolehan (pembelian) hak atas tanah dengan cara-cara yang

menyimpang dari ketentuan UUPA. Misalnya suatu Perseroan Terbatas

(badan hukum) hendak melakukan pembelian (perolehan) atas sebidang

tanah Hak Milik, sedangkan berdasarkan ketentuan hukum bahwa badan

hukum tidak berhak atas tanah Hak Milik, namun badan hukum tersebut

tetap menghendaki agar status tanahnya tetap Hak Milik, maka cara

perolehannya (pembelian) yang dilakukan atas tanah yang akan dibeli

tersebut diatasnamakan kepada seorang pegawainya yang dapat menjadi

subjek atas objek tanah Hak Milik, yang mana seolah-olah pembeli dari

tanah Hak Milik tersebut adalah pegawai itu dengan membuat Akta Jual

Beli dihadapan PPAT dan dilanjutkan dengan pendaftaran haknya (balik

11

R.Subekti, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung, Alumni, Bandung, 2006, hal.86.

Page 49: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

39

nama) di Kantor Pertanahan. Setelah Akta Jual Beli PPAT tersebut

ditandatangani, pegawai tersebut kemudian menandatangani suatu akta

notariil “Pernyataan Pinjam Nama” dan akta “Kuasa Untuk Menjual” yang

juga dibuat dihadapan PPAT tersebut dalam jabatannya sebagai Notaris,

yang pada intinya didalam kedua akta tersebut dinyatakan bahwa pegawai

tersebut hanya dipinjam namanya oleh Perseroan Terbatas dan juga

memberikan kuasa untuk menjual kepada Perseroan Terbatas tersebut.

Contoh lainnya, seorang Warga Negara Asing (WNA) yang telah

menetap di Bali, berkeinginan untuk membeli sebidang tanah Hak Milik di

Bali yang kemudian akan didirikan sebuah rumah tinggal diatasnya

dengan mekanisme meminjam nama seorang warga Bali (WNI) dan

kemudian antara WNI dan WNA tersebut dibuat perjanjian seolah-olah

WNI telah berhutang kepada WNA atas sejumlah uang dengan

menggunakan tanah yang dibeli tersebut sebagai agunan, sehingga

perbuatan berkedok (stroman) tersebut dapat dikategorikan sebagai

penyelundupan hukum.

Meskipun berdasarkan Pasal 1338 ayat 1 BW yang menyatakan

bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, Tetapi perjanjian utang

piutang tersebut dibuat dengan itikad tidak baik, karena merupakan

tindakan penyamaran jual beli hak atas tanah dengan melibatkan orang

asing, serta perbuatan hukum ini jelas bertentangan dengan UUPA sebab

Page 50: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

40

perbuatan tersebut telah menjurus kepada adanya unsur-unsur

penyelundupan hukum.

Selanjutnya sebagai jaminan atas pengakuan utang tersebut maka

dibuatlah akta pengikatan jaminan secara hak tanggungan yaitu Akta

Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Bilamana pemberi hak tanggungan

ternyata lalai atau tidak dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang

diperjanjikan, maka kreditur atau penerima hak tanggungan dapat

meminta eksekusi atas objek hak tanggungan. Kreditur pemegang hak

tanggungan mempunyai kepentingan yang besar sekali atas tetap

tingginya nilai objek hak tanggungan, terutama pada waktu kreditur

tersebut akan mengeksekusi objek hak tanggungan.12

Kemudahan yang diberikan bagi kreditur pemegang hak

tanggungan manakala debitur cidera janji, berdasarkan Pasal 20 ayat (1)

huruf a dan b dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah (selanjutnya disingkat UUHT), bahwa eksekusi atas benda

jaminan hak tanggungan yang dapat ditempuh melalui tiga cara yaitu:

1. Parate executie

Parate executie menurut Subekti seperti yang dikutip Herowati Poesoko

adalah : “Menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi

haknya, dalam arti tanpa perantaraan hakim, yang ditunjukan atas

12

J. Satrio, S.H, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 2, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, Hal. 1.

Page 51: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

41

sesuatu barang jaminan untuk selanjutnya menjual sendiri barang

tersebut”.13

2. Titel eksekutorial

Eksekusi berdasarkan “titel eksekutorial” dilaksanakan dengan

kekuatan irah-irah yang tercantum dalam sertipikat hak tanggungan.

Sertipikat hak tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Berdasarkan Pasal

14 ayat (2) dan (3) berikut penjelasan UUHT, sertipikat hak tanggungan

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku

sebagai pengganti grosse akta hipotik sepanjang mengenai hak atas

tanah. Irah-irah yang dicantumkan pada sertipikat hak tanggungan

dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada

sertipikat hak tanggungan, sehingga apabila debitur cidera janji, siap

untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

3. Penjualan dibawah tangan.

Untuk penjualan dibawah tangan dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUHT yang menyatakan: “Atas

kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan

obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan jika

dengan demikian itu dapat diperoleh harga tertinggi yang

13

Herowati Poesoko, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan, LaksBang, Yogyakarta, 2008, Hal. 5.

Page 52: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

42

menguntungkan semua pihak”. Berkaitan dengan penjualan objek hak

tanggungan yang dilakukan dibawah tangan di atas, Remy Sjahdeni,

seperti yang dikutip oleh Supriadi menyatakan: “Karena penjualan

dibawah tangan dari objek Hak Tanggungan hanya dilaksanakan

apabila ada kesepakatan antara pemberi dan pemegang Hak

Tanggungan, bank tidak mungkin melakukan penjualan dibawah tangan

dari objek Hak Tanggungan atau agunan kredit itu apabila debitur tidak

menyetujuinya.14

D. Orientasi UUPA dan Perlindungan Kepentingan Warga Negara

Indonesia

Pasal 1 UUPA menyatakan:

(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh

rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.

(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai

karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa

bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang

angkasa termasuk dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang

bersifat abadi.

(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh

bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

14

Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, Hal. 201.

Page 53: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

43

(5) Dalam pengertian air termaksud baik perairan pedalaman maupun laut

wilayah Indonesia.

(6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang di atas bumi dan

air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini.

Pasal 1 ayat (1) UUPA tersebut di atas akan lebih jelas dapat

dimengerti, jika kita menelaah doktrin “wawasan nusantara”, sebagai

suatu kesatuan politik, satu kesatuan sosial budaya, satu kesatuan

ekonomi dan satu kesatuan hukum. Dengan doktrin wawasan nusantara

inilah dapat kita pahami hubungan yang bersifat abadi antara bangsa

Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa, demikian juga hubungan

dengan tubuh bumi baik yang berada di bawah air, perairan pedalaman

maupun lautan teritorial bangsa dan negara Indonesia. Negara Republik

Indonesia adalah negara Kesatuan, dan konsekuensinya kita harus

menciptakan satu kesatuan hukum nasional yang mengabdi kepada

kepentingan nasional dan warga negara Indonesia.

Dari ketentuan ayat (2) di atas, bahwa bumi, air, ruang angkasa

dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya merupakan karunia

Tuhan, berarti diakui bahwa ini merupakan hak dari Tuhan dan kita

bangsa Indonesia diberinya karunia untuk memeliharanya. Dalam

penjelasan UUPA dinyatakan bahwa, “Selama rakyat Indonesia yang

bersatu sebagai bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air dan

ruang angkasa Indonesia itu masih ada maka dalam keadaan

bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang dapat memutuskan

Page 54: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

44

atau meniadakan hubungan tersebut.” Adanya hubungan antara bangsa

dan bumi, air serta ruang angkasa tersebut di atas tidak berarti, bahwa

hak milik perseroangan atas (sebagian dari) bumi tidak dimungkinkan.

Hubungan itu menjadi hak ulayat, jadi bukan hubungan milik. Dalam

rangka hak ulayat dikenal adanya hak milik perseorangan.

Pasal 2 UUPA menyatakan:

(1) Atas dasar ketentuan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan

hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang

angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu

pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi

kekuasaan seluruh rakyat.

(2) Hak Menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini

memberi wewenang untuk:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa

tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai

bumi, air dan ruang angkasa.

(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara

tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-

Page 55: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

45

besarnya kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan

dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia

yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

(4) Hak Menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat

dikuasakan kepada daerah-daerah Swantantra dan masyarakat-

masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional, berdasarkan ketentuan-ketentuan

Peraturan Pemerintah.

Penjelasan UUPA mengenai ketentuan ini menyatakan bahwa

wewenang Hak Menguasai dari Negara ini dalam tingkatan tertinggi:

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaannya.

2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian

dari) bumi, air dan ruang angkasa itu.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang

angkasa.

Negara sebagai organisasi kekuasaan “menguasai” sehingga

membuat peraturan, kemudian “menyelenggarakan” dalam arti

melaksanakan atas penggunaan/peruntukkan, persediaan dan

pemeliharaan dari bumi, air dan ruang angkasa dan kekayaan alam yang

Page 56: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

46

terkandung di dalamnya.15 Sesuai dengan Penjelasan UUPA maka hak

menguasai dari Negara tersebut meliputi atas bumi, air dan ruang

angkasa, jadi baik yang sudah ada hak seseorang maupun yang tidak

atau belum ada. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai

orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi hak itu, artinya sampai

seberapa jauh negara memberi kekuasaan kepada yang mempunyai hak

untuk menggunakan haknya, sampai disitulah batas kekuasaan negara

tersebut.

Menurut A.P. Parlindungan, Hak Menguasai dari Negara tersebut

selain pembatasan yang dibuat oleh Pasal 2 ayat (2) UUPA dapat

dikonstruksikan dalam pengertian politis, yaitu:16

1. Konstatasi hak seseorang atau badan hukum yaitu melalui lembaga

konversi atas tanah-tanah eks B.W. dan eks Hukum Adat dan atas

tanah-tanah yang dikuasai oleh pemerintah daerah otonom ataupun

yang dikuasai oleh lembaga-lembaga pemerintahan.

2. Memberikan hak-hak baru yang ditetapkan oleh UUPA seperti Hak

Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak

Pengelolaan.

3. Mengesahkan sesuatu perjanjian yang diperbuat antara seseorang

pemegang hak milik dengan orang lain untuk menimbulkan suatu hak

lain diatasnya, seperti yang kita kenal Hak Guna Bangunan di atas

tanah Hak Milik dan Hak Pakai di atas tanah Hak Milik. 15

A.P.Parlidungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1998, hal.44. 16

Ibid., hal.45.

Page 57: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

47

Dari apa yang dinyatakan di atas, maka dapat diketahui bahwa

orientasi UUPA adalah didasarkan pada Pasal 9 ayat (1) yang

menyatakan:

(1) Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang

sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas

ketentuan Pasal 1 dan 2.

(2) Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita

mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak

atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri

sendiri maupun keluarganya.

Kemudian dipertegas lagi dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA yang

menyatakan, hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai Hak Milik.

Dari sikap ini semakin jelas kepentingan warga negara Indonesia di atas

segala-galanya baik dari segi ekonomis, sosial, politis dan dari sudut

pandang Pertanahan dan Keamanan Nasional (Hankamnas).

E. Penyelundupan Hukum Sebagai Perbuatan Tidak Patut

Penyelundupan hukum dapat dikemukakan dalam berbagai istilah

yaitu penyelundupan hukum atau Wetsumbtduiking (istilah Belanda),

Fraude a la loi (istilah Perancis), Fraus Legis (istilah latin),

Gesetzesumenung dan Handeln in Fraudem (istilah Jerman), Fraudulent

creation of point of contatcts (istilah Inggris) dan Frode alla Legge (istilah

Page 58: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

48

Itali).17 Istilah asingnya penyeludupan hukum adalah rechtsontduiking.

Dalam hubungan dengan ketertiban umum, menurut Wirjono

Prodjodikoro yang dikutip oleh Sudargo Gautama, bahwa ketertiban

umum dan penyelundupan hukum mempunyai hubungan yang erat.

Kedua-duanya bertujuan agar supaya hukum nasional dipakai dengan

mengenyampingkan hukum asing. Hukum asing dinyatakan tidak berlaku

jika dipandang sebagai penyelundupan hukum.18Selanjutnya Sudargo

Gautama mengemukakan, pada penyelundupan hukum ini ialah bahwa

orang bersangkutan hendak berusaha supaya diperlakukan hukum yang

lain daripada apa yang harusnya akan dipergunakan jika tidak diambil

tindakan mengelakkan itu. Jadi tujuannya ialah untuk menghindarkan

suatu akibat hukum yang tidak dikehendaki atau mewujudkan suatu akibat

hukum yang dikehendaki.

Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo juga menggunakan

istilah penyelundupan hukum yang antara lain menyatakan:

“Penyelundupan hukum terjadi bilamana ada seseorang atau suatu pihak

yang untuk mendapatkan berlakunya hukum asing, telah melakukan suatu

cara yang tidak dibenarkan, dengan maksud untuk menghindarkan

pemakaian hukum nasional.”19Tujuan penyeludupan hukum adalah untuk

menghindarkan suatu syarat atau akibat hukum tertentu yang tidak

dikehendaki, ataupun untuk mewujudkan atau menciptakan suatu akibat

17

Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal.148. 18

Ibid. 19

Purnadi Purbacaraka Dan Agus Brotosusilo, Sendi-Sendi Hukum Perdata Internasional suatu Orientasi, Rajawali, Jakarta, 1983, hal.62.

Page 59: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

49

hukum yang dikehendaki. Jadi dengan melakukan penyelundupan hukum

seseorang berusaha supaya diperlakukan hukum yang lain daripada

hukum yang seharusnya dipergunakan.20

Wirjono Projodikoro, menggunakan istilah penghindaran

pelaksanaan hukum yang mengemukakan bahwa pada dasarnya mula-

mula peraturan itu merupakan suatu peraturan nasional akan tetapi

kemudian sebagai akibat dari suatu perbuatan seseorang itu tidak berlaku

lagi berdasarkan suatu peraturan hukum perdata internasional dari suatu

negara nasional orang itu sendiri.21

Mengenai Istilah tersebut, peneliti lebih setuju untuk menggunakan

istilah penyelundupan hukum, karena perkataan penyelundupan hukum

mengingatkan pada suatu perbuatan yang bersifat pelanggaran, demi

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Disamping itu bahwa tujuan

perbuatan penyelundupan hukum adalah untuk menghindari berlakunya

hukum nasional, sehingga yang bersangkutan memperoleh suatu

keuntungan-keuntungan tertentu sesuai dengan keinginannya, sebab

baginya berlaku hukum asing.

Ada 2 (dua) aliran yang mengemukakan teori-teori mengenai

penyelundupan hukum ini, yaitu aliran yang menganut pendirian objektif

dan pendirian subjektif. Menurut para sarjana yang menganut pendirian

objektif ini tidak diisyaratkan bahwa perbuatan bersangkutan, yang sesuai

20

Ibid, hal 63. 21

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perdata Internasional, Sumur, Bandung, 1979, hal.51-52.

Page 60: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

50

dengan teks daripada undang-undang adalah bertentangan dengan jiwa

dan tujuannya. Menurut pendirian ini tidak penting apakah yang

merupakan maksud atau tujuan daripada orang bersangkutan. Yang

bersangkutan dapat juga beranggapan secara itikad baik bahwa apa yang

dilakukannya tidak melanggar undang-undang bersangkutan. Hijmans

menjelaskan hal ini bahwa niat subjektif dari yang bersangkutan tidak

selalu perlu dianggap sebagai faktor yang menentukan. Bukankah dalam

hal ini benar disatu pihak secara muslihat orang yang bersangkutan

hendak menyeludupkan undang-undang yang satu tetapi sebaliknya

sekaligus hendak menaklukan diri di bawah undang-undang yang lain.

Yang hanya dapat merasakan dirinya dirugikan adalah pembuat undang-

undang dari misalnya negara A (yang diselundupkan hukumnya) akan

tetapi tidak bagi pembuat undang-undang negara B (yang justru

bergembira karena hukumnya hendak dipergunakan). Di negara ketiga C

seringkali persoalan ini sama sekali tidak ada kepentingan karena tidak

mengenai sistem hukumnya, kecuali apabila isi dari hukum C ini adalah

sama bunyinya dengan kaidah-kaidah A yang telah diselundupi.

Sebaliknya pendirian subjektif meletakkan titik berat kepada niat

buruk dari yang bersangkutan. Disamping mensyaratkan bahwa

perbuatan bersangkutan harus bertentangan dengan jiwa dan makna dari

undang-undang itu diisyaratkan lagi bahwa yang bersangkutan harus

mempunyai niat siasat muslihat untuk dengan berdasarkan teks daripada

undang-undang hendak meloloskan diri dari ikatan undang-undang ini

Page 61: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

51

dengan melakukan perbuatan-perbuatan bersangkutan.22 Niat dari yang

bersangkutan ini penting adanya untuk menentukan apakah telah terjadi

penyelundupan hukum atau tidak. Hanya setelah ternyata intensi yang

kurang baik dapat ditentukan bahwa rangkaian fakta yang menjadi bahan

ini merupakan penyelundupan hukum atau tidak.

Setelah dapat dipastikan niat dari orang yang bersangkutan dari

kenyataan fakta-fakta, dapatlah dilihat secara jelas bahwa yang telah

dilakukan benar merupakan penyelundupan hukum. Tanpa adanya niat

ini, gambaran fakta-fakta yang diberikan adalah kurang terang, sehingga

belum dapat menentukan dengan tegas apakah yang dihadapi adalah

peristiwa penyelundupan hukum atau bukan. Dengan belum nyatanya niat

yang kurang baik ini maka belum jelaslah bagi hakim untuk menentukan

apakah perbuatan tersebut harus dipandang berlaku atau tidak. Tanpa

adanya ketegasan tentang niat ini bahan fakta-fakta masih kurang

adanya, karena dengan demikian hakim kurang dapat mengadakan

pengujian apakah yang dipersoalkan ini bertentangan dengan maksud

dari pembuat undang-undang atau tidak.23

Penyelundupan hukum dapat juga dilihat dalam hubungannya

dengan hak-hak yang telah diperoleh, mengenai hak-hak yang diperoleh

ini dipergunakan untuk mengedepankan bahwa fakta-fakta atau keadaan-

keadaan hukum yang menyebabkan terhadap suatu hubungan hukum

diperlakukan suatu kaidah hukum tertentu, tidak akan mempengaruhi 22

Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid II Bagian 3 Buku ke-4, Alumni, Bandung, 2007, hal.295-296. 23

Ibid., hal.297-298.

Page 62: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

52

berlakunya kaidah semula. Hubungan penyelundupan hukum dengan hak-

hak yang telah diperoleh, akan tampak nyata bahwa justru penyelundupan

hukum ini adalah bertentangan dengan hak-hak yang telah diperoleh.

Hak-hak yang diperoleh ini apabila dihubungkan dengan ketertiban umum

juga mempunyai kaitan erat pula, ketertiban umum merupakan suatu

dasar kuat untuk melakukan hukum perdata hakim sendiri.

Masalah penyeludupan hukum juga terjadi dalam bidang agraria. Di

Indonesia sering terjadi penyeludupan hukum dalam bidang agraria yang

berkaitan dengan kepemilikan hak atas tanah dan/atau bangunan,

sehubungan dengan adanya penduduk Indonesia yang karena satu dan

lain hal masih mempunyai status warga negara asing, walaupun mereka

sudah lama tinggal di Indonesia. Penyebab utama timbul masalah

penyeludupan hukum dalam bidang agraria adalah karena politik hukum

agraria Indonesia menghendaki hak milik atas tanah hanya untuk warga

negara Indonesia saja dan karena adanya penduduk Indonesia yang

masih berstatus orang asing dan berusaha untuk memiliki tanah walaupun

ada larangan undang-undang yang disebutkan dalam Pasal 26 ayat 2

UUPA. Jadi penyeludupan hukum ini karena adanya penduduk Indonesia

yang masih berstatus orang asing yang secara tidak langsung

memperoleh hak milik atas tanah Indonesia.24

Adanya ketentuan dalam bidang agraria bahwa hanya warga

negara Indonesia saja yang boleh mempunyai hubungan sepenuhnya

24

Bachsan Mustafa, Hukum Agragria Dalam Perspektif, Remdja Karya, Bandung, 1988, Hal. 36

Page 63: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

53

dengan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya (Pasal 9 ayat 1 UUPA) dan dipertegas pula bahwa hanya warga

Indonesia saja yang dapat mempunyai Hak Milik maka memungkinkan

terjadinya penyeludupan hukum apabila ada orang asing yang ingin

memiliki tanah dengan status Hak Milik di Indonesia. Orang asing

termasuk perwakilan perusahaan asing hanya dapat mempunyai hak atas

tanah yang terbatas, selama kepentingan warga negara Indonesia tidak

terganggu dan juga perusahaan asing itu dibutuhkan oleh bangsa

Indonesia untuk pembangunan dan hanya sebagai komponen tambahan,

dari pembangunan ekonomi Indonesia.

Permasalahan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan

perbuatan orang asing untuk dapat mempunyai tanah dengan status hak

milik di Indonesia, yang dilakukan dengan menempuh jalan yang

mengarah pada suatu perbuatan yang bersifat penyelundupan hukum,

misalnya pembelian tanah dengan cara menggunakan perbuatan

berkedok (strooman kalau laki-laki dan stroovrouw kalau perempuan).

Orang asing hendak membeli sebidang tanah hak milik namun orang

asing tersebut tidak membelinya secara langsung tetapi memakai nama

dengan mencantumkan nama seorang warga negara Indonesia.

Selanjutnya untuk menutupi perbuatannya tersebut mereka bersama-

sama ke kantor notaris untuk membuat surat kuasa yang ditandatangani

oleh orang Indonesia itu (yang dipinjam namanya). Dalam surat kuasa itu

orang asing dikuasakan sepenuhya untuk melakukan segala perbuatan

Page 64: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

54

dan pengurusan bahkan lebih jauh lagi si orang asing diperkenankan

untuk menjualbelikan hak milik tanah yang bersangkutan. Juga seringkali

dibuat surat perjanjian hutang piutang, seolah-olah warga negara

Indonesia yang dipinjam namanya itu berhutang kepada si orang asing

dengan menjadikan tanah tersebut sebagai jaminannya.

Dengan jalan seperti tersebut di atas kemungkinan besar akan

dapat terjadi bahwa tanah milik orang Indonesia yang luas akan jatuh ke

dalam kekuasaan orang-orang asing. Suasana ini akan dapat

berkembang menjadi timbulnya kapitalis dan tumbuhnya tuan-tuan tanah

asing di Indonesia. Hal ini jelas bertentangan dengan sendi-sendi yang

terkandung dalam UUPA yang mengatur mengenai penggunaan tanah

untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

F. Peranan Notaris Dan PPAT Dalam Peralihan Hak Atas Tanah

Untuk Warga Negara Asing.

Keberadaan notaris merupakan profesi yang sangat penting dan

dibutuhkan dalam masyarakat, mengingat fungsi dari notaris adalah

sebagai pembuat alat bukti tertulis mengenai akta-akta otentik.

Kewenangan notaris berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat

UUJN), yaitu bahwa “Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian

Page 65: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

55

tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan

dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang

ditetapkan oleh Undang-undang.” Pengecualian itu ada pada pembuatan

akta PPAT yang menjadi kewenangan PPAT, akta risalah lelang yang

menjadi kewenangan pejabat lelang, dan akta catatan sipil menjadi

kewenangan kantor catatan sipil.

Dengan demikian seorang notaris memiliki kewenangan yang

sangat luas untuk membuat akta-akta notaril yang berkaitan dengan

perjanjian mengenai pemilikan dan penguasaan atas tanah antara lain:

akta Pernyataan Pinjam Nama, Akta Pengikatan Jual Beli, Surat Kuasa

Untuk Menjual, Akta Pengakuan Hutang dan lain-lain.

Disamping pembuatan akta otentik notaris juga memberi nasehat

hukum. Notaris merupakan unsur penegak hukum yang memberikan

pelayanan hukum kepada masyarakat. Untuk memberikan landasan

hukum dan ketaatan pada asas hukum dalam pembangunan nasional,

khususnya dibidang ekonomi dan hukum maka para notaris dapat

memegang peranan yang penting. Selain membuat akta-akta yang taat

asas hukum dan perundang-undangan, maka dalam hal belum ada

peraturan perundang-undangan yang mengaturnya notaris dapat

menciptakan suatu bentuk klausula baru dengan menuangkan

kesepakatan para pihak yang tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan oleh karenanya tidak harus

Page 66: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

56

menjiplak begitu saja atau menelan mentah-mentah lembaga hukum baru

tersebut, tetapi sebaliknya menyesuaikannya dengan situasi dan kondisi

di Indonesia dan disesuaikan pula dengan sumber dari segala sumber

hukum di negara Indonesia yakni Pancasila.

PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk

membuat alat bukti otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai

hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang akan

dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang

diakibatkan adanya perbuatan-perbuatan hukum itu. Perbuatan-perbuatan

hukum yang dimaksud, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (2)

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Pembuat Akta Tanah (untuk selanjutnya disingkat PP 37/1998), meliputi :

jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan kedalam perusahaan

(inbreng), pembagian hak bersama, pemberian hak guna bangunan/hak

pakai atas tanah hak milik, pemberian hak tanggungan dan pemberian

kuasa membebankan hak tanggungan.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) UUHT, PPAT adalah pejabat umum

yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah,

akta pembebanan hak atas tanah dan akta pemberian surat kuasa

pembebanan hak tanggungan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, dan karenanya sifat akta yang dibuat oleh PPAT

itu adalah otentik sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 7

UUHT dan Pasal 3 PP 37/1998. Ketentuan ini sejalan dengan maksud

Page 67: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

57

Pasal 1868 BW yang menyatakan bahwa, suatu akta otentik adalah suatu

akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang

dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu di

tempat dimana akta dibuatnya.

Memperhatikan wewenang yang diberikan kepada Notaris dan

PPAT untuk membuat akta otentik maka tidak ada pejabat lain yang dapat

membuat dan melangsungkan pembuatan akta-akta yang terkait dengan

pemilikan atau penguasaan tanah, termasuk yang dilakukan oleh Warga

Negara Asing.

Dihadapan Notaris/PPAT dilaksanakan proses transaksi jual beli

atas tanah yang berstatus hak milik yang pembeli sebenarnya adalah

warga negara asing. Oleh karena warga negara asing tidak memenuhi

syarat untuk memiliki tanah hak milik maka dipakailah nama warga negara

Indonesia untuk dipinjam namanya sebagai pihak pembeli. Akta jual beli

yang telah dibuat tersebut kemudian didaftarkan balik namanya pada

kantor pertanahan setempat sehingga sertipikat tercatat atas nama warga

negara Indonesia yang dipinjam namanya.

Sebagai pejabat umum yang “mewakili penguasa” dalam memberi

pelayanan kepada masyarakat umum teristimewah dalam pembuatan akta

otentik sebagai alat bukti sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum

di bidang keperdataan saja, maka notaris terikat pada disiplin dan

peraturan-peraturan profesi yang ketat. Juga dalam menjalankan

jabatannya notaris harus berpegang dan berpedoman pada peraturan

Page 68: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

58

perundang-undangan yang berlaku dan seorang notaris yang baik wajib

menolak untuk membuat akta atau memberikan jasa hukum lain jika

permintaan pembuatan akta tersebut tidak sesuai atau melanggar

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

G. Kerangka Pikir

Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai kewajiban

untuk melindungi warga negaranya dengan menetapkan politik hukum

pertanahan dalam kebijakan nasional yang berkaitan dengan pertanahan.

Salah satu prinsip yang dianut UUPA adalah prinsip nasionalitas bahwa

hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik (Pasal

21 ayat (1) UUPA), sedangkan warga negara asing hanya dimungkinkan

untuk menguasai/memiliki tanah dengan status Hak Pakai. Orang asing

yang diperkenankan memiliki tanah Hak Pakai juga dibatasi dengan

persyaratan tertentu.

Kurangnya pengetahuan yang cukup dari WNA dalam memahami

peraturan dan kebijakan pemerintah di bidang hukum pertanahan dan

adanya larangan bagi orang asing untuk mempunyai tanah dengan status

hak milik, menyebabkan WNA mengambil jalan pintas untuk dapat

menguasai suatu hak atas tanah sehingga terjadi penyelundupan hukum.

Disamping itu adanya itikad yang tidak baik dari WNA juga menyebabkan

terjadinya penyelundupan hukum terhadap kepemilikan hak atas tanah.

Proses penyelundupan hukum terhadap penguasaan hak atas

tanah oleh warga negara asing melibatkan pejabat/instansi yang

Page 69: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

59

berwenang yaitu Notaris/PPAT sebagai yang memfasilitasi pembuatan

perjanjian para pihak. Dihadapan Notaris/PPAT dilaksanakan proses

transaksi jual beli atas tanah Hak Milik. Oleh karena WNA tidak memenuhi

syarat untuk memiliki tanah Hak Milik maka dipakailah nama WNI untuk

dipinjam namanya sebagai pihak pembeli. Akta jual beli yang telah dibuat

tersebut kemudian didaftarkan balik namanya pada Kantor Pertanahan

setempat sehingga sertipikat tercatat atas nama WNI yang dipinjam

namanya.

Bahwa untuk melindungi kepentingan pemilik yang sebenarnya

(WNA), maka dihadapan Notaris dibuatlah akta-akta yang terkait antara

lain:

1. Akta Pernyataan Peminjaman Nama, yang pada pokoknya

menerangkan bahwa WNI selaku pemilik yang namanya tercatat di

dalam sertipikat menyatakan dan mengakui bahwa uang yang

dipergunakan untuk membeli tanah Hak Milik tersebut adalah uang

kepunyaan WNA.

2. Surat Kuasa Menjual, yang pada pokoknya berisikan kuasa untuk

menjual/mengalihkan hak secara bagaimanapun juga atas tanah Hak

Milik tersebut kepada siapapun juga termasuk kepada penerima kuasa

sendiri (WNA) jika diperkenankan oleh peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Kuasa tersebut tidak dapat dicabut kembali dan tidak

akan berakhir karena sebab apapun juga (kuasa tersebut tidak akan

Page 70: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

60

berakhir oleh karena sebab-sebab yang disebutkan dalam Pasal

1813BW).

3. Disamping itu, adakalanya dibuatkan juga akta Pengikatan Jual Beli

yang isinya antara lain memuat bahwa WNI selaku pemilik yang

namanya tercatat didalam sertipikat telah berjanji dan mengikatkan diri

untuk menjual/mengalihkan haknya kepada WNA (pemilik sebenarnya).

Pembayaran atas harga pengikatan jual beli tersebut telah dinyatakan

lunas, namun oleh karena pihak pembeli (WNA) belum memenuhi

persyaratan sebagai pemegang tanah Hak Milik maka dibuatkanlah

akta Pengikatan Jual Beli. Bahwa di dalam akta Pengikatan Jual Beli

juga dicantumkan kuasa (mutlak) kepada pihak pembeli (WNA) untuk

menjual atau mengalihkan tanah tersebut kepada pihak lain yang

ditunjuk oleh pihak pembeli. Terkadang kekuasaan yang diberikan

tersebut dibuat dalam suatu akta tersendiri yaitu Surat Kuasa Untuk

Menjual.

Kuasa (mutlak) yang diberikan kepada pihak pembeli (WNA) tersebut ada

pula yang dikonstruksikan dalam perjanjian utang-piutang. Dihadapan

Notaris dibuat akta Pengakuan Hutang yang pada pokoknya memuat

jumlah utang tertentu yang diakui sebagai utang dari WNI yang dipinjam

namanya dan akan dikembalikan dalam jangka waktu yang panjang.

Adapun yang menjadi jaminannya adalah tanah yang bersangkutan dan

dibuatkanlah akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). APHT ini

kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat dan terbitlah

Page 71: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

61

Sertipikat Hak Tanggungan (SHT). WNA sebagai pemberi hutang

(kreditur) tercatat di dalam SHT sebagai pemegang Hak Tanggungan.

Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama

mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan

sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya

dari hasil penjualan tersebut (Pasal 6 UUHT).

Perjanjian-perjanjian (notariil) tersebut di atas jika dilihat, seolah-

olah tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku karena

tidak dalam bentuk secara langsung. Namun, bila isi perjanjian ditelaah

maka semua perjanjian tersebut secara tidak langsung dimaksudkan

untuk memindahkan tanah hak milik kepada warga negara asing. Hal ini

menunjukkan bahwa secara tidak langsung melalui perjanjian notariil

tersebut telah terjadi penyelundupan hukum terhadap kepemilikan hak

atas tanah, karena substansinya bertentangan dengan UUPA khususnya

Pasal 26 ayat (2) atau dengan perkataan lain substansi perjanjian tersebut

melanggar syarat obyektif perjanjian oleh karena itu akibat hukumnya

adalah batal demi hukum dan tanahnya jatuh kepada negara.

Melihat adanya perjanjian-perjanjian notariil tersebut di atas yang

merupakan penyeludupan hukum terhadap kepemilikan hak atas tanah

maka diperlukan adanya penegakan hukum terhadap masalah tersebut.

Hal ini membutuhkan kerjasama semua pihak dalam mencegah terjadinya

penyeludupan hukum dalam hal pemilikan hak atas tanah.

Page 72: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

62

H. Bagan Kerangka Pikir

Pen

yelu

nd

up

an

hu

kum

o

leh

o

ran

g as

ing

dal

am

up

aya

pen

guas

aan

hak

ata

s ta

nah

- A

sas

Nas

ion

allit

as

- It

ikad

bai

k

- B

atal

dem

i hu

kum

- Ta

nah

jatu

h k

ep

ada

neg

ara

Per

anan

dan

tan

ggu

ng

jaw

ab N

ota

ris/

PP

AT:

- P

emb

uat

an a

kta

per

nya

taan

pem

inja

man

nam

a

- P

emb

uat

an S

ura

t K

uas

a M

en

jual

- P

emb

uat

an a

kta

pen

gaku

an u

tan

g

- P

emb

uat

an a

kta

pen

gika

tan

jual

bel

i

pem

inja

man

nam

a

Pen

egak

an H

uku

m

terh

adap

pen

yelu

nd

up

an

hu

kum

yan

g d

ilaku

kan

ole

h o

ran

g as

ing

terh

adap

pen

guas

aan

hak

ata

s ta

nah

Page 73: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

63

I. Definisi Operasional

1. Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan

pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

2. Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang

dapat dipunyai orang atas tanah.

3. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut

hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah

milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang

ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang

berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik

tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian

pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan

jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

4. Penyelundupan hukum adalah suatu perbuatan yang bertujuan

untuk menghindari (menghindarkan) berlakunya hukum nasional,

sehingga yang bersangkutan memperoleh suatu keuntungan-

keuntungan tertentu sesuai dengan keinginannya, sebab baginya

berlaku hukum asing.

5. Warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli

dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-

undang sebagai warga negara.

Page 74: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

64

6. Warga negara asing adalah orang yang tidak terdaftar sebagai

warga negara dalam suatu negara dimana dia berdomisili.

7. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

UUJN.

8. Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi

kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan

hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas

Satuan Rumah Susun.

9. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak

pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan

hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku

tanah yang bersangkutan.

10. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang diberikan pada hak atas

tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak

berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan

tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap

kreditor-kreditor lain.

11. Surat kuasa adalah surat yang memberikan wewenang kepada

pihak (pemegang surat) untuk melakukan sesuatu yang menjadi

hak penulis surat.

Page 75: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

65

12. Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan

Notaris berdasarkan bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam

UUJN.

13. Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta PPAT yang berisi

pemberian Hak Tanggungan kepada kreditur tertentu sebagai

jaminan untuk pelunasan piutangnya.

14. Akta Pernyataan Peminjaman Nama adalah akta yang dibuat dan

ditandatangani dihadapan Notaris, yang mana pemegang hak milik

atas tanah bertindak sebagai pembeli dan meminjamkan namanya

sehingga tercatat sebagai pemegang hak atas tanah Hak Milik

sebagaimana yang tercantum di dalam sertipikat, sedangkan

seluruh uang yang dipergunakan untuk membeli bidang tanah

tersebut adalah kepunyaan orang lain (warga negara asing).

15. Surat Kuasa Untuk Menjual adalah akta notariil yang berisi

pernyataan pemberian kuasa dari pemegang hak atas tanah Hak

Milik kepada penerima kuasa untuk menjual atau

mengalihkan/mengoperkan haknya atas tanah berikut bangunan

yang didirikan diatasnya kepada siapapun juga termasuk kepada

penerima kuasa sendiri (jika telah memenuhi ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku).

16. Akta Pengikatan Jual Beli adalah perjanjian yang dibuat oleh dan

antara pihak penjual dan pihak pembeli yang menyatakan bahwa

pihak penjual berjanji dan mengikatkan dirinya untuk menjual

Page 76: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

66

kepada pihak Pembeli dan pihak Pembeli berjanji serta

mengikatkan dirinya untuk membeli dari pihak Penjual atas tanah

Hak Milik berikut bangunan yang ada diatasnya, sesuai dengan

kesepakatan yang diperjanjikan.

17. Batal demi hukum artinya tidak memenuhi syarat objektif sahnya

suatu perjanjian, sehingga dari semula dianggap tidak pernah ada

dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

18. Dapat dibatalkan artinya tidak memenuhi syarat subjektif sahnya

suatu perjanjian sehingga salah satu pihak dapat memintakan

pembatalan itu, perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah

pihak selama tidak dibatalkan.

19. Asas Nasionalitas adalah asas yang menghendaki bahwa hanya

Bangsa Indonesia saja yang dapat mempunyai hubungan hukum

sepenuhnya dengan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya atau dengan kata lain hanya warga

negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah

tanpa membedakan jenis kalamin serta sesama warga negara baik

asli maupun keturunan.

20. Memfasilitasi adalah membantu menyediakan/memudahkan suatu

pekerjaan/tugas.

Page 77: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

67

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian tentang penyelundupan hukum oleh orang asing

dalam upaya pemilikan hak atas tanah ini telah dilakukan di kota Bali

dan kota Makassar. Dasar pertimbangan pemilihan lokasi penelitian di

kota Bali karena Bali sebagai kota tujuan wisata di Indonesia yang

paling banyak diminati oleh wisatawan mancanegara dan di kota

Makassar karena Makassar merupakan pintu gerbang perkembangan

industri, perdagangan dan perekonomian di kawasan timur Indonesia.

Banyak investor asing yang tertarik untuk menanamkan modalnya dan

menetap di kota Bali dan kota Makassar sehingga kota-kota tersebut

memiliki potensi terjadinya penyeludupan hukum oleh orang asing

dalam upaya pemilikan hak atas tanah.

B. Tipe dan Sifat Penelitian

Tipe penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat

sosio-yuridis, yaitu penelitian yang mengkaji aturan hukum yang

diberlakukan di masyarakat.Sifat penelitian ini adalah deskriptif yaitu

penelitian yang menguraikan, menggambarkan dan menjelaskan data

yang diperoleh dalam bentuk narasi.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data sekunder dan

Page 78: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

68

data primer yang diperoleh melalui studi kepustakaan/studi dokumen

dan wawancara.

1. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari suatu sumber yang

sudah dikumpulkan oleh pihak lain dengan membaca bahan hukum

yaitu:

a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang merupakan

produk perundang-undangan, terdiri dari:

1) BW Buku Ketiga tentang Perikatan.

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Dan Benda-benda Yang Ada

Di Atasnya.

4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang

Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai

Atas Tanah.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang

Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh

Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.

Page 79: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

69

b. Bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang diperoleh

dari buku-buku teks(sebagaimana disebutkan dalam daftar

pustaka) dan akta-akta notaris yang berkaitan dengan

masalah penelitian.

2. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya

melalui wawancara dengan responden yang dinilai memahami

masalah penelitian.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pihak yang terlibat

dalam proses penguasaan hak atas tanah oleh orang asing di kota Bali

dan kota Makassar. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan metode sampling non random. Cara non random yang

dipilih adalah purposive sampling yaitu pemilihan sampel yang

dilakukan dengan cara menentukan sendiri sampel yang dianggap

mewakili keseluruhan populasi.

Sebagai responden dalam penelitian ini yaitu Notaris/PPAT sebanyak 9

(sembilan) orang yang terdiri dari: 5 (lima) orang notaris/PPAT di

Kabupaten Tabanan-Bali dan 4 (empat) orang notaris/PPAT di Kota

Makassar.

E. Alat Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, alat yang dipergunakan adalah studi

kepustakaan/studi dokumen dan wawancara/interview. Studi

Page 80: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

70

kepustakaan dilakukan dengan mempelajari data sekunder baik berupa

buku-buku/literatur, akta-akta notaris/PPAT dan peraturan-peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Pengumpulan data melalui wawancara dilakukan terhadap responden

yang memahami masalah penelitian ini sebagaimana disebutkan di

atas. Bentuk pedoman wawancara yang digunakan yaitu terstruktur dan

semi terstruktur. Bentuk terstruktur yaitu dengan daftar pertanyaan

yang terperinci yang telah dipersiapkan sebelumnya dan diserahkan

kepada responden untuk dijawab. Bentuk semi terstruktur dipergunakan

untuk memperdalam pertanyaan yang timbul dari jawaban responden

pada waktu mengadakan wawancara dengan responden, tetapi

pertanyaannya selalu terpusat pada pokok permasalahan yang diteliti.

Dari hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa dari

(empat) notaris/PPAT di makassar tempat dilakukan penelitian, tidak

ada satupun yang pernah membuat akta-akta peralihan hak atas tanah

untuk warga negara asing yang dapat dikategorikan sebagai

penyeludupan hukum, sedangkan 5 (lima) notaris di Kabupaten

Tabanan-Bali menyatakan pernah membuat akta-akta yang dimaksud.

Adanya perbedaan tersebut disebabkan minat orang asing untuk

memiliki hak milik atas tanah di Bali lebih besar dari pada di Makassar,

hal ini dikarenakan lebih banyak orang asing yang berinvestasi dan

berdomisili di Bali dibandingkan di Makassar.

Page 81: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

71

F. Analisis Data

Seluruh data hasil penelitian dianalisis secara kualitatif artinya

data sekunder dan hasil wawancara dianalisis secara mendalam dan

komprehensif. Penggunaan metode analisis secara kualitatif didasarkan

pada pertimbangan bahwa data yang dianalisis beragam memiliki sifat

dasar yang berbeda satu dengan yang lain, menyeluruh dan

merupakan satu kesatuan yang bulat. Penarikan kesimpulan dilakukan

dengan menggunakan logika deduktif, artinya metode menarik

kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan-pernyataan yang

sifatnya umum sehingga dari hasil penelitian yang telah diperoleh

diharapkan dapat memberikan gambaran atau uraian yang bersifat

deskriptif kualitatif.

Page 82: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

72

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kriteria Penyelundupan Hukum Yang Dilakukan Oleh Orang Asing

Dalam Hal Penguasaan Hak Atas Tanah

Pada umumnya seorang investor yang akan berinvestasi di suatu

negara terlebih dahulu akan berusaha untuk mencari tahu mengenai

peraturan yang berlaku di negara yang bersangkutan, terutama yang

berkaitan dengan hal-hal menyangkut masalah pengurusan perizinan

serta hak dan kewajiban investor terhadap tanah dan bangunan yang

akan dijadikan sebagai tempat usaha. Status hukum yang jelas akan

memberikan jaminan dan kenyamanan bagi investor asing untuk berusaha

di suatu negara, termasuk di Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan bagi

orang asing yang hendak berwisata maupun berbisnis. Bisnis yang

dijalankan sangat erat kaitannya dengan tanah dan bangunan yang

dijadikan sebagai tempat usaha, kantor, pabrik ataupun rumah tempat

tinggal. Dengan demikian orang asing yang hendak menanamkan

modalnya pastilah berupaya untuk memiliki legalitas terhadap kepemilikan

atau penguasaan atas tanah.

Permasalahan yang kerap kali timbul berkaitan dengan

penguasaan hak atas tanah yaitu dilarangnya orang asing memiliki tanah

dengan status Hak Milik sebagaimana berdasarkan Pasal 21 ayat (1)

UUPA. Adanya kecenderungan seseorang untuk memiliki hak atas tanah

Page 83: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

73

yang berstatus hak milik karena merupakan hak yang terkuat dan

terpenuh serta tidak ada kedaluwarsanya. Hal inilah yang menyebabkan

seseorang akan berupaya mengambil jalan pintas agar dapat menguasai

hak milik atas tanah dengan suatu perbuatan hukum yang bersifat

penyamaran (“berkedok”) dan dikualifikasikan sebagai penyelundupan

hukum. Hal ini jelas mengabaikan asas itikad baik dan nasionalitas yang

terkandung di dalam UUPA.

Ada kecenderungan pemahaman bahwa yang dilarang adalah

memiliki sedangkan menguasai tidak ada larangan. Sehingga dibuatlah

suatu perjanjian pinjam nama yang dikenal dengan istilah perjanjian

“nominee”. “Nominee adalah perjanjian yang dibuat antara seseorang

yang berdasarkan hukum tidak dapat menjadi subyek hak atas tanah

tertentu (dalam hal ini Hak Milik/Hak Guna Bangunan) yakni seorang WNA

dengan seorang WNI, yang dimaksudkan agar WNA dapat menguasai

tanah Hak Milik/Hak Guna Bangunan tersebut (secara de facto), namun

secara legal formal (de jure) tanah bersangkutan di atas namakan WNI.”25

Perjanjian Nominee tersebut dibuat oleh WNA dengan

pertimbangan antara lain :

a. Obyek perjanjian berupa tanah dengan status hak milik yang tidak

ada jangka waktunya menjadi pertimbangan utama, oleh karena

jika dibandingkan dengan jangka waktu kepemilikan dinegaranya

(99 tahun), demikian pula jika dibandingkan dengan jangka waktu 25

Maria S.W. Sumardjono, “Penguasaan Tanah Oleh WNA Melalui Perjanjian “Nominee””, (Makalah yang disampaikan pada Rapat Kerja Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengurus Wilayah Bali dan NTT, Bali, 24 November 2012).

Page 84: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

74

Hak Pakai yang mesti diperpanjang atau diperbaharui lagi (tidak

secara otomatis diperpanjang).

b. Untuk melakukan investasi dan pengurusan izin dinilai merepotkan

(jangka waktu yang relatif lama dan prosedur yang berbelit-belit).

c. Perjanjian Nominee dipandang sebagai perjanjian “legal” karena

sudah memperoleh dukungan pendapat (legal opinion) dari

konsultan hukum dan perjanjian dibuat dihadapan pejabat yang

berwenang (notaris).

d. Perjanjian Nominee dianggap memberikan rasa aman karena

pengatasnamaan sertipikat atas nama WNI hanya formalitas,

secara subtansial, melalui perjanjian yang dibuat secara faktual

WNA-lah yang merupakan “pemilik” sesungguhnya dari tanah

tersebut.

e. Perjanjian Nominee dibuat secara sukarela atas kesepakatan WNA

dan WNI.

Semua pertimbangan tersebut di atas hanyalah hal-hal positifnya dan

dilihat dari satu sudut kepentingan WNA saja, sedangkan hal-hal negatif

yang merupakan risiko dibuatnya Perjanjian Nominee sama sekali tidak

disebutkan.

Adapun konstruksi hukum dari Perjanjian Nominee yang dapat

Peneliti jelaskan dari kasus perdata yang pernah terjadi dan telah diputus

berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 980K/Pdt/2002,

sebagai berikut :

Page 85: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

75

a. Konstruksi hukum sesuai dengan dalil dari Penggugat (WNI) :

1. Pada awalnya Penggugat (WNI) bermaksud untuk bekerjasama

dengan seorang WNA (Tergugat I) dalam bidang pariwisata berupa

usaha restoran.

2. Tergugat I (WNA) meminjamkan sejumlah uang kepada Tergugat

(WNI) untuk modal dan selanjutnya oleh Tergugat I (WNI)

digunakan untuk membeli 3 (tiga) bidang tanah sebagai tempat

usaha restoran yang akan dikerjakan bersama.

3. Dibuat akta Pernyataan dihadapan Notaris (Tergugat II), yang salah

satu isinya adalah apabila akta jual beli telah dikeluarkan oleh

instansi yang berwenang yang tercatat atas nama Penggugat (WNI)

maka akta-akta dan sertipikat dimaksud dipegang dan disimpan

oleh Tergugat I (WNA).

4. Penggugat (WNI) juga memberi kuasa menjual kepada Tergugat I

(WNA). Pemberian kuasa tersebut dibuat secara tersendiri dan

tidak terpisahkan dengan pernyataan yang Penggugat buat

sebagaimana dimaksud di atas, kuasa mana tidak akan dicabut

kembali, tidak dapat dibatalkan serta tidak dapat berakhir karena

sebab-sebab apapun juga.

5. Penggugat (WNI) mengklaim bahwa 3 (tiga) bidang tanah yang

dibeli menggunakan uang Tergugat I (WNA) tersebut adalah masih

tetap menjadi miliknya.

b. Konstruksi hukum sesuai dengan dalil dari Tergugat I (WNA) :

Page 86: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

76

1. Tergugat I adalah seorang WNA yang tidak dapat memiliki tanah

dengan status hak Milik dan oleh karenanya meminjam nama

seorang WNI (Penggugat) untuk membeli 3 (tiga) bidang tanah

yang dipergunakan untuk usaha restoran.

2. Kemudian dibuatlah akta-akta yang terkait dengan peminjaman

nama tersebut dihadapan Notaris yaitu berupa :

- Akta Pernyataan, yang berisikan pernyataan dari Penggugat

(WNI) bahwa uang yang dipergunakan untuk membeli 3 (tiga)

bidang tanah hak Milik tersebut adalah milik Tergugat I (WNA),

dan selanjutnya Penggugat (WNI) juga berjanji bila jual beli atau

sertifikatnya telah diselesaikan oleh instansi yang berwenang,

maka Tergugat I (WNA) diberikan untuk memegang dan

menyimpan sertipikat tanahnya serta melakukan perbuatan

hukum yang sekiranya tidak merugikan Penggugat (WNI),

disamping itu Penggugat (WNI) tidak akan menghalangi serta

membantu sepenuhnya bila Tergugat I (WNA) melakukan

perbuatan hukum atas tanah-tanah tersebut.

- Untuk meyakinkankan isi pernyataan tersebut di atas, Penggugat

(WNI) memberi kuasa untuk menjual kepada Tergugat I (WNA).

3. Tergugat I (WNA) di dalam dalilnya menyangkali kalau Surat Kuasa

Untuk Menjual yang diberikan oleh Penggugat (WNI) tersebut

merupakan satu kesatuan dengan akta Pernyataan. Tergugat I

(WNA) dalam dalilnya menyatakan bahwa akta Kuasa Untuk

Page 87: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

77

Menjual tersebut tidak merupakan satu kesatuan melainkan terpisah

dan berdiri sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk mengalahkan

argumen dari Penggugat (WNI) bahwa keberadaan akta Kuasa

Untuk Menjual tersebut merupakan surat kuasa mutlak yang

bertentangan dengan instruksi Mendagri No.14/1982.

Jika memperhatikan konstruksi hukum masing-masing pihak tersebut,

dapat dipahami bahwa masing-masing pihak mengeluarkan dalilnya

dan sekaligus berusaha untuk melemahkan dalil lawannya masing-

masing dengan argumen sebagai berikut :

- Bahwa pihak Penggugat (WNI) hanya mengakui hubungan yang

terjadi adalah kerjasama dan Penggugat (WNI) hanya meminjam

sejumlah uang dari Tergugat I (WNA) untuk modal usaha dengan

membeli 3 (tiga) bidang tanah hak Milik untuk tempat usaha. Jadi

menurut Penggugat hubungan hukumnya hanya berupa kerjasama

usaha restoran dan hutang piutang saja. Selanjutnya Penggugat

(WNI) yang telah memberi kuasa menjual kepada Tergugat I (WNA),

belakangan baru mengetahui kalau surat kuasa yang diberikan itu

adalah kuasa mutlak yang bertentangan dengan instruksi Mendagri

No.14/1982. Penggugat beralasan bahwa pihak notaris (Tergugat II)

tidak memberikan penjelasan sehingga akhirnya notaris yang

bersangkutan juga digugat sebagai pihak Tergugat II.

- Sedangkan dilain pihak, Tergugat I (WNA) bermaksud untuk

menerangkan kejadiannya dimana tanah yang dibeli tersebut adalah

Page 88: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

78

merupakan miliknya Tergugat I (WNA) namun karena status

kewarganegaraannya yang tidak memungkinkan memiliki hak milik

atas tanah maka dipinjamlah nama Penggugat (WNI) untuk membeli

dan tercatat sebagai pemegang hak atas tanah tersebut. Untuk itu

dibuatlah akta Pernyataan dan kemudian diyakinkan dengan

dibuatnya akta Kuasa Untuk Menjual. Namun oleh karena adanya

gugatan Penggugat ini yang bermaksud melumpuhkan kekuatan akta

Kuasa Untuk Menjual tersebut yang dikatagorikan sebagai kuasa

mutlak, kemudian Tergugat I (WNA) mendalilkan bahwa akta Kuasa

Untuk Menjual tersebut bukan merupakan satu kesatuan dengan

akta Pernyataan, melainkan dibuat terpisah dan berdiri sendiri. Hal ini

dimaksudkan untuk mengalahkan dalil Penggugat (WNI) namun

hakim tetap berpendirian apa yang tertulis di dalam akta Kuasa

Untuk Menjual tersebut yang dikatagorikan sebagai kuasa mutlak

sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum.

- Menurut pendapat peneliti, dari konstruksi hukum tersebut dapat

disimpulkan bahwa hubungan hukum yang bersifat legal dan diakui

oleh pengadilan adalah hubungan hutang piutang saja, sedangkan

pengakuan peminjaman nama atau klaim kepemilikan tanah oleh

WNA berdasarkan alas hak berupa akta Notaris tidak dibenarkan dan

dianggap bertentangan dengan hukum pertanahan yang berlaku

sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Page 89: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

79

- Jika memang demikian adanya, seharusnya konstruksi hukum yang

dapat dilakukan adalah dengan pembuatan akta Pengakuan Hutang

dan pengikatan jaminan dengan Hak Tanggungan. Namun karena

niat awal mengenai pembelian tanah tersebut adalah untuk

kepentingan yang punya uang (WNA) maka dikonstruksikanlah

dengan pembuatan perjanjian Nominee.

Jika dicermati mengenai upaya yang dilakukan WNA dalam

pembuatan Perjanjian Nominee tersebut maka menurut peneliti bahwa

upaya yang dilakukan adalah juga merupakan penyelundupan hukum

yang dilakukan dengan cara menyamarkan dari perbuatan yang

sebenarnya. Perjanjian tersebut dibuat untuk maksud yang secara tidak

langsung memindahkan Hak Milik kepada WNA, yang jelas-jelas dilarang

oleh UUPA. Meskipun WNI secara legal formal masih merupakan

pemegang Hak Milik berdasarkan sertipikat tanah, namun sesungguhnya

WNA adalah pemilik secara de facto. Hal ini bertentangan dengan asas

nasionalitas yang dianut UUPA bahwa hanya Bangsa Indonesia saja yang

dapat mempunyai hubungan hukum sepenuhnya dengan bumi, air, ruang

angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya atau dengan

kata lain hanya warga negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak

milik atas tanah, sebagaimana telah dikemukakan pada bab sebelumnya.

Disamping itu Perjanjian Nominee tersebut di atas dibuat atas

dasar itikad tidak baik karena melanggar larangan dalam Pasal 26 ayat (2)

UUPA. Perjanjian Nominee juga berisi klausula yang berat sebelah, yakni

Page 90: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

80

memberikan seluruh kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum

terhadap tanah Hak Milik hanya kepada pihak WNA sehingga dapat

dikatakan bahwa hak atas tanah tersebut telah dikuasai oleh WNA.

B. Akibat Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah Terhadap

Penyelundupan Hukum Yang Dilakukan Oleh Orang Asing

Pembuatan akta otentik yang dilakukan oleh notaris dapat dijadikan

sebagai alat pembuktian dimuka persidangan apabila terjadi sengketa

diantara para pihak. Dalam persengketaan tersebut tidak menutup

kemungkinan melibatkan notaris yang membuat akta otentik dan atas

keterlibatannya itu notaris harus ikut bertanggung jawab atas apa yang

telah dilakukannya. Hal demikian juga berpotensi menjadikan seorang

notaris berposisi sebagai tergugat, turut tergugat atau sebagai terdakwa

dalam suatu perkara di sidang pengadilan.26

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

notaris/PPAT di Kabupaten Tabanan-Bali tanggal 5 Nopember 2012,

diperoleh keterangan bahwa sangat jarang terjadi sengketa mengenai

pembuatan akta-akta yang berkaitan dengan penguasaan hak atas tanah

oleh orang asing. Khususnya di Bali yang terkenal dengan kepatuhan

masyarakatnya terhadap hukum adat dan ajaran agama yang mereka

anut. Pada umumnya apa yang para pihak (WNA dan WNI) telah janjikan

akan dipenuhi dan dipatuhi serta para pihak takut untuk melanggar atau

mengingkarinya. Namun dari lima orang Notaris/PPAT di Kabupaten

26

Nico, Tanggung jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for Documentation and Studies of Business Law, Yogyakarta, 2003, Hal. 2

Page 91: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

81

Tabanan-Bali yang peneliti wawancarai, ada satu Notaris/PPAT yang

memberikan keterangan bahwa pernah terjadi permasalahan antara

seorang WNA (Australia) yang bekerjasama dengan seorang WNI (warga

Bali) untuk membuat restoran, sebagaimana telah disebutkan sebagai

contoh kasus pada sub bab A tersebut di atas. WNI dan WNA tersebut

berperkara di Pengadilan Negeri Singaraja dengan putusan Nomor

105/Pdt.G/PN.Sgr. Tanggal 28 Maret 2001, banding ke Pengadilan Tinggi

Denpasar dengan putusan Nomor 156/Pdt/2000/PT.Dps. dan Kasasi ke

Mahkmah Agung RI dengan putusan Nomor 980 K/Pdt/2002.

Dalam perkara perdata tersebut di atas Notaris yang membuat akta

notariil didudukkan sebagai Tergugat II, sedangkan WNA sebagai

Tergugat I. Tuntutan yang diajukan kepada Notaris/PPAT dalam perkara

tersebut menyangkut masalah pembuatan akta-akta yang terkait dengan

persoalan hukum yang dipersoalkan. Penggugat menuntut pembatalan

terhadap Surat Pernyataan dan akta Kuasa Untuk Menjual yang dibuat

dihadapan notaris selaku Tergugat II. Selanjutnya Penggugat juga

menuntut Tergugat II (notaris) untuk menanggung segala akibat hukum

dari surat pernyataan dan kuasa untuk menjual tersebut serta menghukum

Tergugat II untuk mentaati putusan. Selanjutnya dari keputusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut di atas

dapat diketahui bahwa akta-akta yang dibuat dihadapan Notaris terkait

dengan penguasaan tanah oleh WNA telah gagal menjadi akta otentik

yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Akta-akta

Page 92: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

82

tersebut dinyatakan bertentangan dengan hukum sehingga tidak

mempunyai kekuatan hukum (kekuatan berlaku).

Setelah peneliti mencermati isi putusan pengadilan tersebut dapat

diketahui bahwa yang mendasari pertimbangan pengadilan sehingga akta-

akta notaris yang dipersoalkan tersebut dinyatakan tidak mempunyai

kekuatan hukum, yaitu :

1. Bahwa ditinjau dari segi isi dari akta No…. yang dibuat oleh Notaris

……… maka akta tersebut merupakan surat kuasa mutlak yang

bertentangan dengan instruksi Mendagri No.14/1982, sehingga

surat kuasa tersebut harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan

hukum;

2. Bahwa adagium menyatakan suatu akta otentik atau dibawah

tangan hanya berisi satu perbuatan hukum, bila ada akta

mengandung dua perbuatan hukum (pengakuan hutang dan

pemberian kuasa untuk menjual tanah), maka akta ini telah

melanggar adagium tersebut dan akta tersebut tidak memiliki

kekuatan eksekusi (executorial title) ex Pasal 224 HIR;

3. Bahwa berdasarkan Pasal 21 UUPA orang asing tidak boleh

memiliki tanah dengan status Hak Milik di Indonesia oleh karena itu

apabila bukti (dalam hal ini akta-akta notaris yang dibuat)

dimaksudkan melindungi perbuatan Penggugat yang membeli

tanah sengketa tetapi tanah tersebut diatasnamakan pada

Penggugat, maka hal tersebut tidak dapat dibenarkan;

Page 93: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

83

4. Bahwa alasan-alasan yang dikemukakan oleh Tergugat tidak dapat

dibenarkan, karena orang asing dilarang memiliki tanah Hak Milik di

Indonesia berdasarkan Pasal 21 UUPA, bahwa isi akta No…. yang

merupakan surat kuasa mutlak bertentangan dengan instruksi

Mendagri Nomor 14/1982.

Dari perkara tersebut di atas dapat dipahami bahwa Pengadilan hanya

melegalkan hubungan hukum yang terjadi antara para pihak yang

berperkara (WNI dan WNA) yaitu masalah hutang piutang, sedangkan

perbuatan hukum lainnya yang dilakukan oleh orang asing yang terkait

dengan pemilikan atau penguasaan tanah berdasarkan akta notaris

berupa Surat Kuasa Untuk Menjual tidak dibenarkan dan akta notaris

tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Akta-akta notaris yang dimaksudkan untuk dijadikan sebagai dasar

pemilikan atau penguasaan tanah oleh orang asing ternyata oleh

pengadilan tidak dibenarkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan

hukum. Meskipun tidak mengurangi hak dari orang asing terhadap nilai

uang yang telah dipinjamkan kepada orang yang dipinjam namanya

tersebut (WNI). Namun demikian, maksud dari pembuatan akta-akta

notaris tersebut menjadi tidak mencapai tujuannya dan sudah tentu orang

asing tersebut menjadi pihak yang dirugikan secara materiil. Orang asing

hanya dapat menuntut atas nilai uang yang dipinjamkan saja berikut

bunga sebesar 6 % setahun.

Page 94: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

84

Seandainya risiko dan akibat hukum yang timbul sebagaimana

yang diputuskan oleh pengadilan dalam Perkara Perdata Nomor

105/Pdt.G/PN.Sgr. tersebut di atas disampaikan atau dikomunikasikan

kepada orang asing yang hendak membeli tanah dengan cara melakukan

penyelundupan hukum melalui pembuatan akta-akta notaris tersebut,

maka sudah dapat dipastikan bahwa sebagian besar orang asing tersebut

tidak akan mengikuti langkah atau solusi yang dimaksud.

Permasalahan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan

perbuatan orang asing untuk dapat mempunyai hak milik atas tanah di

Indonesia, yang dilakukan dengan menempuh jalan yang mengarah pada

suatu perbuatan yang bersifat penyelundupan hukum, misalnya pembelian

tanah dengan memakai kedok sebagai perjanjian utang-piutang. Dengan

mempergunakan cara penyelundupan hukum, orang asing dapat

melakukan pembelian sebidang tanah hak milik yang dimiliki oleh orang

Indonesia, dengan mencantumkan (pinjam nama) atas nama seorang

warga negara Indonesia, selanjutnya untuk menutupi perbuatannya (juga

dimaksudkan sebagai perlindungan hukum bagi orang asing) seolah-olah

terjadi utang-piutang antara warga negara Indonesia yang namanya

dipinjam tersebut kepada orang asing dan dibuat akta perjanjian

pengakutan utang dan sebagai jaminannya dibuat akta pemberian hak

tanggungan atas tanah yang dibeli tersebut.

Sehubungan dengan hal di atas dapat dikaitkan dengan ketentuan

Pasal 26 ayat 2 UUPA, yang menyatakan : “Setiap jual beli, penukaran,

Page 95: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

85

penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain

yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak

milik kepada orang asing, kepada seseorang warga negara disamping

kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali

ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat 2 adalah batal

karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan

bahwa hak-hak pihak lain yang membebani tetap berlangsung serta

semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut

kembali.”

Ayat ini menentukan tentang adanya larangan dari perbuatan yang secara

langsung dan sengaja dimaksudkan untuk mengalihkan hak milik kepada

orang asing, juga perbuatan yang secara tidak langsung yang

dimaksudkan untuk memindahkan hak milik kepada orang asing adalah

dilarang. Contoh dari perbuatan yang dianggap langsung, misalnya jual

beli, hibah atau pewarisan atau dengan membuat surat wasiat.

Sedangkan istilah perbuatan yang diartikan sebagai perbuatan

penyelundupan hukum, misalnya dengan menggunakan kedok yang lebih

dikenal dengan istilah stroman.

Salah satu akibat hukum yang timbul terhadap perbuatan yang

menggunakan kedok stroman ini adalah batal demi hukum dan

selanjutnya tanah tersebut jatuh menjadi tanah yang langsung dikuasai

oleh negara. Hal ini tentu sangat merugikan orang asing yang telah

mengeluarkan dananya untuk berinvestasi. Disisi lain, kedudukan hukum

Page 96: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

86

orang asing juga dapat dipersoalkan sendiri oleh pihak WNI yang dipinjam

namanya. Meskipun secara nyata WNI tersebut tidak mengeluarkan uang

sepeserpun untuk melakukan pembelian tanah tersebut, namun secara

yuridis formil tanda bukti hak berupa sertipikat adalah tercatat atas nama

WNI. Sehingga WNI yang dipakai namanya-lah yang diakui sebagai

pemilik/pemegang hak atas tanah hak milik berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Permasalahan hukum yang terjadi diantara para pihak (WNI dan

WNA) tersebut dapat terjadi jika salah satu pihak mengajukan tuntutan

hukum terkait dengan pembuatan akta-akta yang melandasi hubungan

hukum diantara mereka. Namun jika diantara WNI dan WNA tidak ada

yang saling mempersoalkan maka konstruksi hukum yang dibuat akan

berjalan dengan aman sebagaimana tujuan dari orang asing tersebut yaitu

untuk menguasai atau memiliki tanah hak milik. Maka tercapailah maksud

dari pembuatan akta-akta yang secara teoritis merupakan sarana untuk

menguasai tanah dengan melakukan penyelundupan hukum.

Sangat jarangnya persoalan hukum yang timbul di masyarakat

menjadikan kecenderungan bagi orang asing untuk melakukan upaya

penguasaan tanah Hak Milik melalui cara-cara yang dapat dikualifikasikan

sebagai penyelundupan hukum. Hal ini disatu sisi merupakan faktor

penunjang maraknya investasi orang asing didaerah-daerah yang

potensial untuk berkembang, baik dibidang pariwisata maupun bisnis.

Namun disisi lain menjadi malapetaka bagi pembangunan semangat

Page 97: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

87

nasionalisme dan hak rakyat Indonesia terhadap tanah airnya. Dapat

dibayangkan bagaimana nasib penduduk lokal atau rakyat kecil yang akan

tergeser oleh orang asing yang tentunya dari segi ekonomi jauh lebih kuat

daripada penduduk lokal secara umum.

C. Peranan dan Tanggung Jawab Notaris/PPAT Dalam Proses

Penguasaan Hak Atas Tanah Untuk Warga Negara Asing

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUJN bahwa wewenang notaris adalah

membuat akta otentik. Hasil akhir dari pekerjaan notaris adalah akta

otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 BW yang menyatakan :“Suatu

akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli warisnya atau

orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna

tentang apa yang dimuat didalamnya.”

Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang

menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk

melayani kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur

secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak

yang secara mufakat meminta jasa notaris.27

Menurut peneliti seharusnya notaris dalam membuat akta tidak

semata-mata menuangkan keinginan para pihak, akan tetapi harus

dianalisis terlebih dahulu sehingga pembuatan akta tersebut tidak

melanggar atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

27

Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, BIGRAF Publishing, Yogyakarta, 1995, Hal. 86

Page 98: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

88

yang berlaku. Jangan sampai keberadaan akta yang dibuat oleh Notaris

tersebut dapat menimbulkan perselisihan/sengketa diantara para pihak,

ataupun dapat mengganggu ketertiban umum. Produk hukum berupa akta

otentik yang dihasilkan oleh notaris haruslah berkualitas, sehingga notaris

yang membuatnya dapat dinilai oleh masyarakat sebagai notaris yang

profesional.

Notaris yang baik haruslah memberikan solusi terhadap persoalan

hukum yang dihadapi oleh kliennya. Kecermatan dalam memberikan

solusi dapat meminimalkan risiko, baik bagi para pihak maupun bagi

notaris itu sendiri. Solusi yang menyimpang dari ketentuan hukum dapat

membahayakan para pihak dan juga notaris sendiri.

Melihat dari kewenangan yang dimiliki oleh Notaris untuk membuat

akta otentik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa peranan dan tanggung jawab

seorang Notaris/PPAT menjadi sangat dibutuhkan dalam lalu lintas

perekonomian pada umumnya dan transaksi jual beli tanah pada

khususnya. Jika anggota masyarakat hendak melakukan hubungan

hukum dalam bidang bisnis maupun pemilikan hak atas tanah, maka

sudah dapat dipastikan anggota masyarakat akan mencari dan

menggunakan jasa seorang Notaris/PPAT.

Setiap orang baik WNI maupun orang asing (WNA) menaruh

kepercayaan yang sangat besar kepada seorang Notaris/PPAT dalam

menyelesaikan persoalan menyangkut legalitas usaha yang dijalankannya

Page 99: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

89

maupun dalam hal penguasaan aset-aset mereka. Segala urusan

dibidang pertanahan senantiasa anggota masyarakat percayakan

penyelesaiannya dengan menggunakan jasa seorang Notaris/PPAT.

Kepercayaan yang sedemikian besarnya itu masyarakat berikan kepada

Notaris/PPAT oleh karena sepanjang pengetahuan masyarakat bahwa

seorang Notaris/PPAT haruslah profesional dan memiliki keahlian khusus

dibidang pertanahan.

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketentuan yang

diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang

berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik. Dengan ini

notaris menjamin kepastian tanggalnya, mengeluarkan grosse, salinan

dan kutipannya, semuanya itu sejauh pembuatan akta itu oleh undang-

undang tidak juga ditugaskan kepada atau dikecualikan untuk pejabat

umum lainnya. Disini dapat dilihat bahwa notaris diberikan kepercayaan

yang demikian besar, sehingga akta yang dibuatnya merupakan akta

otentik yang merupakan bukti yang sempurna bagi para pihak.

Kepercayaan yang begitu besar itu dapat dipakai sebagai pedoman,

bahwa jabatan notaris itu adalah jabatan yang amat penting dan berbobot,

sehingga jabatan notaris adalah jabatan yang tanggung jawabnya amat

berat. Hal demikian itu perlu diimbangi dengan sikap rendah hati dan

tindakan yang serius serta positif dalam menjalankan tugasnya.

Page 100: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

90

Sebelum melakukan suatu transaksi jual beli tanah dan bangunan

terlebih dahulu para pihak akan mendatangi Notaris/PPAT yang para

pihak kenal atau yang direkomendasikan oleh kerabat atau kolega para

pihak. Kedatangan para pihak pada umumnya untuk menanyakan

prosedur pelaksanaan transaksi jual beli dan juga menanyakan perihal

besarnya biaya pajak dan biaya jasa Notaris/PPAT untuk pembuatan akta

dan pengurusan balik nama sertipikat.

Mengenai masalah orang asing yang bermaksud untuk membeli

tanah dengan status Hak Milik, tentunya akan mendapatkan penjelasan

dari Notaris/PPAT ataupun staffnya bahwa pembelian tanah dengan

status Hak Milik bagi orang asing tidak diperkenankan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. WNA hanya

memungkinkan untuk memiliki tanah dengan status Hak Pakai sesuai

dengan PP Nomor 41 Tahun 1996.

Berdasarkan wawancara dengan Notaris/PPAT di Kabupaten

Tabanan-Bali tanggal 27 Nopember 2012, diperoleh keterangan bahwa

Notaris/PPAT memberikan solusi kepada orang asing yang berkeinginan

menguasai hak milik atas tanah di kota Bali, antara lain dengan cara

meminjam nama seorang warga lokal (WNI) untuk bertindak sebagai

pembeli dan tercatat namanya di dalam sertipikat. Kemudian dibuatkan

Surat Pernyataan mengenai peminjaman nama tersebut dan akta-akta lain

seperti Akta Pengikatan Jual Beli, Surat Kuasa Untuk Menjual, Akta

Pengakuan Hutang dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

Page 101: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

91

Berikut ini peneliti menguraikan mengenai akta-akta yang kerap kali

dibuat berkaitan dengan penguasaan tanah hak milik oleh orang asing:

1. Pernyataan Peminjaman Nama

Pada umumnya pembuatan akta/surat Pernyataan mengenai

peminjaman nama tersebut dibuat secara dibawah tangan dan

didaftarkan (waarmerking) oleh Notaris. Adakalanya juga dibuat dalam

bentuk akta notarial dengan judul “PERNYATAAN”. Pada prinsipnya

kedua bentuk akta/surat tersebut memuat pernyataan dari orang yang

dipakai namanya untuk membeli dan tercatat sebagai pemegang hak

atas tanah sesuai bukti hak berupa Sertipikat Hak Milik (SHM), bahwa

uang yang dipergunakan untuk membeli tanah tersebut adalah uang

kepunyaan dari seorang WNA. Didalam akta/surat Pernyataan tersebut

juga menerangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Bahwa orang yang dipinjam namanya tersebut tidak berhak untuk

menempati, menjual, menyewakan, menjaminkan atau dengan cara

apapun juga mengalihkan hak atas tanah tersebut berikut segala

sesuatu yang telah maupun kelak didirikan dan/atau tertanam di atas

tanah tersebut kepada siapapun juga tanpa persetujuan terlebih

dahulu dari WNA.

b. Bahwa orang yang dipinjam namanya tersebut mengakui dan

menyetujui bahwa jika dikemudian hari WNA diberi hak untuk

memiliki tanah tersebut menjadi atas namanya (sesuai hukum

Indonesia), maka WNI yang dipinjam namanya berjanji dan

Page 102: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

92

mengikatkan diri untuk sepenuhnya membantu melaksanakan segala

sesuatu yang berhubungan dengan pendaftaran balik nama hak atas

tanah tersebut. WNA mengikatkan diri pula untuk membantu dan

melakukan apapun juga yang dianggap perlu apabila dikemudian

hari hak atas tanah tersebut disewakan/dialihkan dengan cara

apapun kepada pihak lain atau kepada siapapun juga oleh WNA.

c. Bahwa pernyataan ini mempunyai hak istimewa atau hak

didahulukan terhadap perjanjian-perjanjian yang dibuat sebelum

maupun sesudah pernyataan ini.

d. Bahwa pernyataan ini berlaku pula terhadap semua ahli waris dari

WNI yang dipinjam namanya.

2. Akta Pengikatan Jual Beli

Akta Pengikatan Jual Beli ini dibuat dengan pihak-pihak sebagai

berikut:

a. Pihak Pertama/Pihak Penjual yaitu WNI selaku pemilik yang

namanya tercatat di dalam sertipikat.

b. Pihak Kedua/Pihak Pembeli yaitu WNA selaku pemilik uang yang

dipergunakan oleh WNI untuk membeli tanah tersebut.

Pihak Pertama berjanji dan mengikatkan diri untuk menjual/

mengalihkan haknya kepada WNA (pemilik sebenarnya) dan Pihak

Kedua berjanji dan mengikatkan diri untuk membeli/menerima

pengalihan hak dari WNI atas tanah tersebut yang berdasarkan sifat,

peruntukannya atau undang-undang dianggap sebagai barang tidak

Page 103: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

93

bergerak. Pembayaran atas harga pengikatan jual beli tersebut telah

dinyatakan lunas, akan tetapi akta jual beli belum dapat dilaksanakan

karena belum mendapat ijin dari pihak yang berwajib. Berikut ini

beberapa klausula yang biasanya dicantumkan dalam akta Pengikatan

Jual Beli :

a. Bahwa dengan dibuatnya pengikatan ini, maka tanpa bantuan dari

Pihak Kedua, Pihak Pertama tidak berhak lagi untuk memberikan

jaminan, menyewakan, menjual atau dengan cara apapun

memberikan hak berupa apapun atas tanah tersebut kepada pihak

lain.

b. Segera setelah harga tanah dibayar lunas oleh Pihak Kedua kepada

Pihak Pertama, maka Pihak Pertama berjanji dan mengikatkan diri

untuk menjual tanah tersebut kepada Pihak Kedua atau orang/badan

lain yang ditunjuk Pihak Kedua. Pembuatan akta jual beli tersebut

akan dilakukan dihadapan Notaris/PPAT.

c. Guna lebih menjamin kedudukan Pihak Kedua atas pelaksanaan

penjualan dan pembelian pada waktunya sesuai dengan ketetapan-

ketetapan yang dimaksud, maka Pihak Pertama dengan akta

tersendiri setelah nomor akta ini sekarang untuk pada waktunya

nanti memberi kuasa kepada Pihak Kedua sebagaimana mestinya

yang demikian apabila oleh sebab apapun Pihak Pertama

berhalangan untuk melakukan sendiri penjualan tersebut untuk

menjual tanah tersebut berikut segala sesuatu yang terdapat di atas

Page 104: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

94

tanah tersebut kepada Pihak Kedua atau orang/badan lain yang

ditunjuk oleh Pihak Kedua. Pemberian kuasa dari Pihak Pertama

kepada Pihak Kedua yang ditetapkan dalam perjanjian ini

merupakan bagian terpenting dan syarat mutlak yang tidak

terpisahkan dari perjanjian ini, yang tidak akan dibuat dan tidak

dilaksanakan tanpa adanya kuasa tersebut, kuasa mana selama

perjanjian ini berlaku tidak akan dicabut kembali, tidak dapat

dibatalkan serta tidak akan berakhir karena sebab-sebab yang

tercantum dalam Pasal 1813 BW.

d. Perjanjian ini tidak berakhir karena salah satu pihak meninggal

dunia, akan tetapi turun temurun dan harus ditaati oleh para ahli

waris dari pihak yang meninggal.

3. Surat Kuasa Untuk Menjual

Surat Kuasa Untuk Menjual atau akta Kuasa pada pokoknya berisikan

kuasa untuk menjual dan menyerahkan/mengoperkan hak atas tanah

Hak Milik tersebut kepada siapapun juga termasuk kepada penerima

kuasa sendiri (WNA) jika diperkenankan oleh peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Kuasa tersebut diberikan dengan hak

substitusi dan pembebasan pertanggungjawaban kuasa bagi penerima

kuasa, dan kuasa yang diberikan dengan akta tersebut baru berlaku

jika penerima kuasa telah memenuhi kewajibannya pada pemberi

kuasa, sebagaimana disepakati dalam akta Pengikatan Jual Beli. Akta

Kuasa tersebut dapat juga dikaitkan dengan pembuatan akta

Page 105: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

95

Pernyataan mengenai peminjaman nama dan dicantumkan pula

ketentuan bahwa kuasa tersebut tidak dapat dicabut kembali dan tidak

akan berakhir karena sebab apapun juga (kuasa mana tidak akan

berakhir oleh karena sebab-sebab yang disebutkan dalam pasal 1813

BW).

4. Akta Pengakuan Utang

Akta Pengakuan Utang yang dibuat dalam hal ini memuat jumlah utang

tertentu yang diakui sebagai utang dari seorang WNI yang dipinjam

namanya. Jumlah hutang tersebut akan dikembalikan dalam jangka

waktu yang panjang, bahkan ada yang jangka waktu pengembaliannya

selama 25 (dua puluh lima) tahun. Salah satu pasal di dalam akta

Pengakuan Utang tersebut memuat mengenai adanya jaminan yang

diberikan oleh yang berutang yaitu berupa tanah dengan bukti hak

berupa sertipikat yang tercatat atas nama WNI. Adapun klausula yang

biasanya tercantum dalam akta Pengakuan Utang yang berkaitan

dengan barang jaminan yaitu :

“Untuk menjamin lebih lanjut dan pasti pembayaran kembali secara

tertib dan sebagaimana mestinya utang Pihak Pertama kepada Pihak

Kedua dari segala sesuatu atas kekuatan akta ini maupun utang yang

akan timbul dikemudian hari termasuk perpanjangan, perubahan, dan

pembaharuannya yang mungkin ada, baik karena utang pokok, bunga,

denda dan biaya apapun lainnya maka Pihak Pertama menerangkan

Page 106: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

96

dengan ini memberi jaminan kepada Pihak Kedua atas : - Sebidang

tanah Hak Milik Nomor ………. dst. “

Dalam perjanjian (termasuk Perjanjian Pengakuan Utang) menganut

prinsip asas kebebasan berkontrak, sebagaimana dalam Pasal 1338

BW, yang menyatakan: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal

ini termasuk pula dalam hukum perikatan pada umumnya yang diatur

dalam BW Buku Ketiga yang menganut sistem terbuka, artinya para

pihak dapat membuat perikatan lain daripada yang diatur dalam Buku

Ketiga. Jadi ketentuan dalam Buku Ketiga baru berlaku bila para pihak

tidak mengaturnya sendiri dalam perjanjian yang mereka buat.

Sebenarnya yang dimaksud oleh Pasal 1338 BW tidak lain daripada

pernyataan bahwa tiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Dengan

demikian para pihak leluasa untuk membuat perjanjian-perjanjian dalam

bentuk apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

Akta Pengakuan Utang yang dibuat dalam bentuk akta otentik

dihadapan notaris, adakalanya dimintakan atau dikeluarkan dalam

bentuk grosse agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

Pasal 258 Rbg/224 HIR menyatakan :"Surat asli dari pada surat hipotik

dan surat hutang yang dibuat dihadapan notaris di Indonesia dan

memakai perkataan “Atas Nama Keadilan” dikepalanya, kekuatannya

sama dengan Surat Keputusan Hakim”.

Page 107: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

97

Namun dalam perkembangannya tidak semua Surat Hutang itu

memenuhi persyaratan sehingga dapat dikatakan mempunyai kekuatan

hukum yang sama dengan putusan pengadilan sesuai dengan

ketentuan Pasal 258 Rbg/224 HIR. Bahkan adakalanya fasilitas kredit

yang sejatinya belum merupakan utang secara riil telah dipaksakan

dibuat dalam bentuk Grosse Pengakuan Utang. Hal ini berakibat

Grosse Pengakuan Utang seperti itu dinyatakan tidak mempunyai

kekuatan hukum oleh Pengadilan. Dalam praktek, permohonan

eksekusi barang jaminan berupa tanah dan bangunan dilakukan

berdasarkan Sertipikat Hak Tanggungan yang mempunyai kekuatan

eksekutorial sesuai dengan ketentuan UUHT.

5. Akta Pemberian Hak Tanggungan

Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta yang dibuat

oleh/dihadapan seorang PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan

kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan utang.

Dalam proses pembuatan akta peralihan hak atas tanah oleh orang

asing yang merupakan penyelundupan hukum, setelah dibuat akta

perjanjian pengakuan utang, maka selanjutnya dibuat suatu Akta

Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat dihadapan PPAT.

APHT tersebut diberikan dengan didahului suatu pernyataan bahwa

APHT tersebut dibuat sebagai jaminan pelunasan suatu utang tertentu

dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian utang

yang dibuat sebelumnya. Selanjutnya APHT tersebut wajib didaftarkan

Page 108: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

98

pada Kantor Pertanahan yang wilayah hukumnya meliputi kedudukan

tanah dimaksud dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja

setelah penandatanganan APHT untuk dicatat dalam buku tanah dan

diterbitkan Sertipikat Hak Tanggungan, agar kreditur memiliki

kedudukan yang istimewa (hak preferen).

Dari beberapa macam akta yang dibuat terkait dengan penguasaan

tanah oleh orang asing, didalam praktiknya semua akta-akta tersebut di

atas dibuat secara sekaligus oleh seorang Notaris/PPAT untuk satu kasus.

Tujuan utamanya adalah untuk memberikan keamanan secara berlapis

kepada WNA melalui banyaknya dokumen legal yang dibuat. Meskipun

jika diteliti mengenai masing-masing akta tersebut ternyata mempunyai

karekteristik yang berbeda dan tidak saling menunjang satu sama lain,

bahkan ada yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya.

Pembuatan akta-akta tersebut dapat peneliti terangkan dengan

rentetan peristiwa sebagai berikut :

Mr.X (WNA) meminjam nama tuan Z (WNI) untuk membeli

sebidang tanah Hak Milik Nomor 1 dan dibuatlah akta Jual Beli dari pihak

penjual kepada tuan Z. Kemudian tuan Z membuat Surat Pernyataan

secara dibawah tangan dan didaftarkan oleh Notaris atau dibuat dalam

bentuk akta notariil. Didalam surat pernyataan tersebut tuan Z

menyatakan bahwa sebenarnya uang yang dipergunakan untuk membeli

tanah tersebut adalah uangnya Mr.X. kemudian dibuatkan akta

Pengikatan Jual Beli, yang mana tuan Z berjanji dan mengikatkan diri

Page 109: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

99

untuk menjual tanah tersebut kepada Mr.X. Disamping itu tuan Z juga

memberikan kuasa kepada Mr.X untuk menjual atau mengalihkan hak

atas tanah tersebut kepada siapapun juga termasuk kepada penerima

kuasa sendiri/Mr.X (kalau diizinkan sesuai peraturan perundang-undangan

yang berlaku) atau pihak lain yang ditunjuk oleh penerima kuasa, kuasa

mana dituangkan kedalam Surat Kuasa Untuk Menjual. Selanjutnya dibuat

juga akta Pengakuan Utang secara notariil. Di dalam akta Pengakuan

Utang tersebut tuan Z mengakui mempunyai utang sejumlah uang kepada

Mr.X dengan jangka waktu pengembalian paling lambat selama 25 (dua

puluh lima) tahun. Dan sebagai jaminan atas pengakuan utang tersebut

maka tuan Z memberikan jaminan kepada Mr.X berupa sebidang tanah

Hak Milik Nomor 1 tersebut dan dilakukan pengikatan dengan pembuatan

Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Selanjutnya APHT ini

didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat untuk diterbitkan sertipikat

Hak Tanggungan.

Jika diperhatikan pembuatan akta-akta sebagaimana yang telah

diuraikan di atas, menurut pendapat peneliti bahwa pembuatan akta-akta

tersebut sangat berlebihan dan terjadi tumpang tindih. Jika telah dibuat

akta Pengikatan Jual Beli berarti pihak Penjual telah mengikatkan diri

untuk menjual kepada pihak Pembeli. Obyek yang telah terikat pengikatan

jual beli, seharusnya tidak boleh lagi dijadikan jaminan utang. Seharusnya

jika memang konstruksi hukumnya adalah utang piutang maka pembuatan

aktanya hanya berupa akta Pengakuan Utang dan akta Pemberian Hak

Page 110: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

100

Tanggungan. Sedangkan jika dilakukan pembuatan akta Pengikatan Jual

Beli maka dapat dilengkapi dengan akta Kuasa Untuk Menjual.

Jika diperhatikan konstruksi hukum terhadap pembuatan akta-akta

tersebut kiranya dapat ditarik benang merah bahwa pembuatan akta-akta

yang dimaksud adalah untuk memberikan perlindungan hukum yang

dipandang cukup dan yang terbaik bagi kepentingan WNA dalam

penguasaan hak atas tanah. Seandainya konstruksi hukum peminjaman

nama dengan pembuatan akta Pernyataan dan dilengkapi dengan Surat

Kuasa Untuk Menjual serta akta Pengikatan Jual Beli, ternyata menjadi

permasalahan hukum atau dibatalkan berdasarkan hukum, maka masih

ada ikatan lain berupa persoalan utang piutang berdasarkan akta

Pengakuan Utang dan pembebanan barang jaminan berupa tanah dengan

Akta Pemberian Hak Tanggungan. Pengamanan secara yuridis yang

dilakukan secara berlapis-lapis ini juga mengindikasikan bahwa ada

keragu-raguan terhadap kekuatan hukum yang dimiliki jika hanya

dibuatkan satu konstruksi hukum saja.

Bahwa cara pandang yang demikian itu, menurut peneliti dapat

menimbulkan risiko yang lebih besar lagi dikemudian hari. Pembuatan

akta yang dilakukan secara sekaligus tersebut menunjukkan bahwa sejak

awal memang ada upaya untuk melakukan penyelundupan hukum

terhadap penguasaan hak atas tanah oleh orang asing. Dari sejak awal

pembeliannya dilakukan dengan cara menyamarkan (memakai kedok)

yaitu dengan meminjam atau menggunakan nama WNI dan kemudian

Page 111: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

101

dibuatkan akta Peminjaman Nama serta dibuatkan juga akta Pengikatan

Jual Beli kepada orang asing (WNA) dan pemberian kuasa kepada WNA

untuk menjual/mengalihkan hak atas tanah tersebut dengan

menggunakan akta/Surat Kuasa, lalu dibuatkan akta Pengakuan Utang

dan pembebanan jaminannya dengan pembuatan akta Pemberian Hak

Tanggungan (APHT). Dari rentetan pembuatan akta-akta tersebut menurut

peneliti menunjukkan bahwa ada upaya penyelundupan hukum dengan

menggunakan akta-akta otentik sebagaimana disebutkan di atas. Tujuan

akhirnya adalah supaya WNA dapat menguasai tanah tersebut dan

melakukan segala tindakan yang dapat dilakukan sebagaimana layaknya

seorang pemilik. Padahal untuk maksud pemilikan oleh WNA tersebut

telah nyata-nyata dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 ayat (2)

UUPA.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan 5 (lima)

Notaris/PPAT di Kabupaten Tabanan – Bali, dapat diketahui bahwa

notaris masih tetap mempertahankan pendapat bahwa notaris sebagai

pejabat umum sesuai dengan praktiknya sekarang, hanya wajib mencatat

apa yang secara formal diajukan oleh para pihak atau dengan kata lain

seorang notaris tidak perlu mengetahui kebenaran materiil dari hal-hal

yang diajukan oleh para pihak. Padahal kalau diperhatikan bahwa suatu

akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, maka hal

ini tidak lagi dapat dibenarkan.

Page 112: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

102

Menurut peneliti, Seorang notaris juga berkewajiban untuk

memperhatikan kebenaran materiil dari isi suatu akta, bahkan wajib

memberikan penyuluhan hukum dan bilamana perlu memperingatkan para

pihak bahwa apa yang para pihak inginkan tersebut adalah merupakan

penyelundupan hukum yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Secara materiil, notaris hendaknya juga dapat menilai atau

mengetahui perbuatan itu disengaja atau tidak. Jika disengaja apakah

perbuatan tersebut mempunyai suatu tujuan yang tidak baik, ataukah

perbuatan itu sama sekali tidak bertujuan apa-apa, dengan kata lain

mempunyai tujuan yang baik. Hal inilah yang harus secara cermat dilihat

oleh notaris yang akan membuat suatu perjanjian utang-piutang antara

warga negara Indonesia dengan orang asing dengan jaminan berupa

tanah dan bangunan. Jika terjadi hal semacam itu, maka seyogyanya

dapat dihindari atau bahkan dapat dicegah oleh karena jelas perbuatan

itu adalah merupakan suatu perbuatan yang dapat dikualifikasikan

sebagai “Perbuatan Penyelundupan Hukum”.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa

pemahaman Notaris/PPAT terhadap perbuatan yang dikualifikasikan

sebagai “Penyelundupan Hukum” ternyata tidak sama antara yang satu

dengan yang lainnya. Ada yang menanggapinya dengan sedikit diplomatis

yang mengatakan bahwa tidak ada larangan bagi notaris dalam membuat

akta-akta untuk orang asing (akta Pernyataan/Surat Pernyataan Pinjam

Page 113: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

103

Nama, akta Pengikatan Jual Beli, Surat Kuasa Untuk Menjual, akta

Pengakuan Hutang, akta Pemberian Hak Tanggungan). Yang dilarang

oleh undang-undang adalah orang asing memiliki tanah hak milik.

Sedangkan semua akta-akta tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan

para pihak. Hak milik atas tanah tidak bisa menjadi milik orang asing,

kecuali jika orang asing tersebut telah menjadi WNI dan telah memenuhi

persyaratan dengan undang-undang barulah tanah tersebut dapat dimiliki.

Justru karena tidak bisa memiliki tanah tersebut maka dibuatkan akta

perjanjian (pengikatan jual beli) dengan persyaratan tangguh dimana

apabila telah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah

hak milik, barulah akta jual beli dapat dilangsungkan.

Dari 9 (sembilan) Notaris/PPAT yang peneliti wawancarai, ada satu

pendapat notaris yang mengatakan sebagai berikut (wawancara tanggal

27 Nopember 2012): “Istilah penyelundupan hukum tidak ada dalam

UUPA. Istilah penyelundupan hukum lebih bersifat subyektif dan opini

orang perorangan. Belum ada putusan pengadilan yang mengatakan

perbuatan hukum yang dituangkan dalam akta-akta yang disebutkan

adalah “penyelundupan hukum” karenanya “tidak sah” atau “batal demi

hukum” (hukum in konkreto). Demikian pula hukum “in abstrakto”, tidak

ada dalam UUPA mengatakan perbuatan hukum sebagaimana dalam

akta-akta Pengikatan Jual Beli, kuasa jual, pengakuan hutang dan Akta

Pemberian Hak Tanggungan adalah penyelundupan hukum karenanya

batal demi hukum”.

Page 114: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

104

Penegakan hukum tanah in abstrakto justru hanya mengenal Hak Milik,

Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha tidak boleh dimiliki oleh Warga

Negara Asing secara “aktif”. Aktif artinya dalam rangka untuk memiliki hak-

hak atas tanah tersebut, warga negara asing aktif sebagai pihak

kedua/pihak pembeli dalam akta dan menandatangani akta-aktanya.

Warga negara asing bisa memperoleh hak atas tanah untuk Hak Milik,

Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha tentulah secara pasif. Pasif

artinya karena pewarisan. Untuk yang pasif ini UUPA telah

mempersiapkan rambu-rambunya. Bila hak atas tanah diperoleh anak

secara pasif dan belum dewasa (Dwi Kewarganegaraan), menunggu

sampai anak dewasa hingga memilih kewarganegaraan mana yang akan

anak pilih. Bila setelah dewasa anak memilih berkewarga-negaraan asing,

maka dalam 1 (satu) tahun tanah hak tersebut wajib dialihkan kepada

pihak lain yang berhak sebagai subyek hak atas tanah. Dari ketentuan

tersebut secara normatif bahwa yang dimaksud Penyelundupan Hukum

tersebut tidak benar adanya.

Mencermati pendapat Notaris/PPAT tersebut di atas, menurut

peneliti memang benar semuanya adalah bersifat subyektif oleh karena

tidak ada peraturan yang secara tegas melarang notaris membuat akta-

akta yang terkait dengan penguasaan tanah oleh orang asing tersebut.

Namun walaupun demikian, jika notaris/PPAT itu lebih cermat dan jernih

dalam menganalisa persoalan yang mungkin timbul sebagai akibat dari

pembuatan akta-akta yang dapat dikualifikasikan sebagai “penyelundupan

Page 115: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

105

hukum” tersebut maka seyogyanya seorang notaris/PPAT itu menjadi

lebih bijak dan berhati-hati. Persoalan yang mungkin timbul dari

pembuatan akta-akta tersebut harus dipahami dan dikaji lebih dalam lagi.

Janganlah karena lebih mementingkan material dalam tanda kutip, semua

pihak dapat terjebak dengan praktik yang sangat berisiko, baik bagi

notaris/PPAT itu sendiri maupun bagi para pihak dan bahkan harus

mengorbankan rasa kebangsaan dan semangat nasionalis.

Jarangnya timbul sengketa antara WNI dan WNA terkait dengan

pemilikan tanah merupakan salah satu faktor penyebab kurang

diperhatikannya faktor risiko oleh Notaris/PPAT. Sebagaimana dipahami

bahwa pembuatan akta-akta tersebut barulah mendapat perhatian khusus

oleh Notaris/PPAT yang bersangkutan jika ada permasalahan/sengketa

diantara para pihak (WNI dengan WNA). Notaris/PPAT yang terkait

dengan pembuatan akta-akta tersebut secara material akan dilibatkan dan

ditarik sebagai pihak dalam persengketaan tersebut. Disinilah baru muncul

yang namanya tanggung jawab hukum terhadap produk hukum berupa

akta-akta yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT yang bersangkutan.

Segala sesuatu yang dilakukan oleh Notaris/PPAT tersebut dalam proses

pembuatan akta-akta yang dimaksud, baik dengan sengaja atau tidak

sengaja, tidak terlepas dari suatu tanggung jawab. Notaris/PPAT yang

melakukan kesalahan maupun kelalaian dalam menjalankan tugas

jabatannya terkait dengan pembuatan akta-akta yang dibuatnya, baik

Page 116: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

106

yang diperkarakan secara perdata maupun pidana, dapat dimintakan

pertanggungjawabannya.

Batas tanggung jawab seorang notaris/PPAT yang melakukan

kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugas jabatannya ditentukan

oleh besar kecilnya kesalahan atau kelalaian yang dapat dibuktikan dalam

proses persidangan perkara pidana di Pengadilan. Sedangkan batas

tanggung jawab notaris/PPAT secara perdata terhadap tuntutan para

pihak tergantung pada penuntutan yang dilakukan oleh pihak yang

dirugikan, dimana atas tuntutan perdata tersebut dan melalui proses

pembuktian dalam persidangan dan putusan pengadilanlah yang

menentukan seberapa besar tanggung jawab seorang notaris/PPAT

terhadap suatu kasus yang dipersengketakan.

Page 117: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

107

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perbuatan hukum orang asing dalam hal penguasaan hak atas

tanah disebut sebagai penyelundupan hukum karena akta-akta yang

dibuat bertentangan dengan asas nasionalitas dan akta tersebut

juga bertentangan dengan itikad baik (ada itikad buruk dalam proses

pembuatan aktanya).

2. Akibat hukum penguasaan hak atas tanah terhadap penyeludupan

hukum yang dilakukan oleh orang asing sebagaimana dalam contoh

kasus tersebut di atas adalah bahwa akta-akta notariil yang dibuat

dihadapan Notaris/PPAT sebagai sarana untuk melakukan

penyelundupan hukum, oleh pengadilan dinyatakan bertentangan

dengan hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan berlaku maka

Negara hanya mengakui legalitas kepemilikan atas tanah tersebut

adalah milik WNI yang tercatat namanya di dalam sertipikat.

Disamping itu tanah hak milik yang dijadikan sebagai obyek

pembuatan akta-akta tersebut secara hukum telah jatuh menjadi

tanah negara.

3. Notaris/PPAT yang berperan dalam pembuatan akta-akta tersebut

dapat ditarik sebagai pihak yang dilibatkan dalam persengketaan

tersebut, dimana dapat didudukkan sebagai Tergugat, Turut

Tergugat, Saksi, Tersangka ataupun Terdakwa. Kesemuanya

Page 118: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

108

tergantung dari keterlibatan Notaris dan besar kecilnya kesalahan

atau kelalaian Notaris dalam menjalankan jabatannya, sehingga

ketika terjadi penyelundupan hukum maka seorang Notaris dapat

dimintakan pertanggungjawabannya selama dalam kaitannya

dengan jabatannya sebagai Notaris, yakni dapat dikenakan sanksi

pemberhentian dari jabatannya atas usul Majelis Pengawas Daerah

(MPD) ke Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan ke Menteri.

B. Saran

1. Notaris harus bertindak profesional dan memiliki integritas tinggi

serta semangat nasionalitas sebagaimana diamanatkan oleh UUD

1945 dan UUPA, sehingga dalam menjalankan profesinya harus

berhati-hati terutama terhadap adanya upaya yang dilakukan oleh

orang asing untuk melakukan penyelundupan hukum terhadap

penguasaan hak atas tanah melalui pembuatan akta-akta notariil.

2. Notaris seyogyanya melaksanakan peranannya dalam memberikan

penyuluhan hukum terutama kepada orang asing yang hendak

membuat akta notaris yang terkait dengan upaya

pemilikan/peguasaan tanah, sehingga diharapkan tidak melakukan

jalan pintas dengan melakukan penyelundupan hukum yang akan

merugikan orang asing itu sendiri dan pihak-pihak lain, termasuk

kepentingan yang lebih besar yaitu segenap rakyat Indonesia.

3. Seyogyanya Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan Majelis

Pengawas Wilayah (MPW) lebih tegas dan cermat dalam

Page 119: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

109

melakukan pengawasan kepada para notaris terkait dengan

pembuatan akta-akta notariil sehingga keontentikan akta-akta yang

dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.

Page 120: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

110

DAFTAR PUSTAKA

Gautama, Sudargo, 2007, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid II

Bagian 3 Buku ke-4, Cet.3, Ed. Revisi, Alumni, Bandung. ----------,2007, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Cet.5,

Bina Cipta, Bandung. Hutagalung, Arie S, 2002, Condominium dan Permasalahannya,Ed.2,

Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,Jakarta. Kuswahyono, Imam, 2004, Hukum Rumah Susun, Cet.1, Ed.1,

Bayumedia, Malang. Mustafa, Bachsan, 1998, Hukum Agraria Dalam Perspektif, Cet.3,

Remadja Karya, Bandung. Nico, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, CDSBL,

Yogyakarta. Parlidungan, A.P., 1998, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria,

Cet.3, Mandar Maju,Bandung. Perangin, Effendi, 1986, 401 Pertanyaan Dan Jawaban Tentang Hukum

Agraria, Cet. 1, Ed.1, Rajawali, Jakarta. ---------, 1991, Hukum Agraria Di Indonesia (Suatu Telaah Dari Sudut

Pandang Praktisi Hukum), Cet.3, Ed.1, Rajawali, Jakarta. Poesoko, Herowati, 2008, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan,

LaksBang, Yogyakarta. Prodjodikoro, Wirjono, 1979, Asas-Asas Hukum Perdata Internasional,

Cet.5, Sumur, Bandung. Purbacaraka, Purnadi Dan Agus Brotosusilo, 1983, Sendi-Sendi Hukum

Perdata Internasional Suatu Orientasi, Rajawali, Jakarta. Rubaie, Achmad, 2007, Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan

Umum, Ed.1, Cet.1, Bayumedia, Malang. Satrio, J., 1998, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak

Tanggungan,Buku 2, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Page 121: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

111

Sihombing, B.F., 2005, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, Gunung Agung, Jakarta.

Subekti, R., 2006, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprudensi

Mahkamah Agung, Cet.5, Alumni, Bandung. Sumardjono, Maria S.W., 2009, Kebijakan Pertanahan (Antara Regulasi

dan Implementasi), Cet. VI, Ed. Revisi, Kompas,Jakarta. ______, “Penguasaan Tanah Oleh WNA Melalui Perjanjian “Nominee”’,

(Makalah yang disampaikan pada Ratap Kerja Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengurus Wilayah Bali dan NTT, Bali, 24 November 2012)

Supriadi, 2007, Hukum Agraria, Cet.1, Ed.1, Sinar Grafika,Jakarta. Tedjosaputro, Liliana, 1995, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan

Hukum Pidana, Cet.1, BIGRAF Publishing, Yogyakarta.

Page 122: PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...v 3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan

112


Recommended