+ All Categories
Home > Documents > ANALISIS PENGARUH SUHU, WAKTU, PEKTIN DAN GULA TERHADAP WARNA DAN TEKSTUR LEATHER GUAVA (Psidium...

ANALISIS PENGARUH SUHU, WAKTU, PEKTIN DAN GULA TERHADAP WARNA DAN TEKSTUR LEATHER GUAVA (Psidium...

Date post: 29-Mar-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
15
1 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura ANALISIS PENGARUH SUHU, WAKTU, PEKTIN DAN GULA TERHADAP WARNA DAN TEKSTUR LEATHER GUAVA (Psidium guajava. L) MENGGUNAKAN METODE RSM (Response Surface Methodology) Mandagi MS, Purwandari U, Hidayati D Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura PO Box 2 Kamal, Jawa Timur 69162 [email protected] Abstrak Fruit leather adalah salah satu jenis olahan makanan yang berasal dari buah- buahan yang diproses dengan cara mengurangi kadar air agar tetap awet serta mencegah pengurangan nutrisi saat pengolahan seminimal mungkin. Fruit leather memiliki karakteristik yang empuk, berbentuk lembaran dan sedikit tembus cahaya. Pembuatan Leather Guava dipengaruhi oleh faktor suhu, pektin, gula dan waktu pengeringan. Akan tetapi pengaruh yang paling berperan dari masing- masing faktor terhadap warna dan tekstur leather Guava belum pasti. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengkaji pengaruh penambahan pektin, gula, suhu dan waktu pengeringan terhadap warna dan tekstur dalam proses pembuatan leather guava. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan leather guava. Faktor-faktor yang dikaji adalah suhu, waktu, penambahan pektin dan gula. Penelitian ini terdiri dari 4 faktor dan 5 level. Faktor yang pertama adalah lama penambahan pektin (0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5) %, faktor yang kedua adalah penambahan gula (10, 12,5, 15, 17,5 dan 20) %, faktor yang ketiga adalah lama pengeringan atau waktu (4, 5, 6, 7 dan 8) jam. Analisis data hasil penelitian menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM) dengan desain CCD (Central Composite Design). Dari hasil penelitian, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa suhu berpengaruh nyata terhadap warna (L*, a*,b*) dan tekstur (Haredness, springiness, gumminess dan chewiness). Waktu berpengaruh nyata terhadap warna (L*, a*,b*) dan tekstur (Gumminess dan chewiness). Penambahan pektin berpengaruh nyata terhadap tekstur (Hardness, gumminess dan chewiness). Penambahan gula berpengaruh nyata terhadap tekstur (Gumminess dan chewiness). Kata kunci: Guava (Psidium guajava L.), suhu, gula, pektin, warna, tekstur 1. Pendahuluan Fruit leather adalah salah satu jenis olahan makanan yang berasal dari buah-buahan yang diproses dengan cara mengurangi kadar air agar tetap awet serta mencegah pengurangan nutrisi saat pengolahan seminimal mungkin. Fruit leather adalah
Transcript

1 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

ANALISIS PENGARUH SUHU, WAKTU, PEKTIN DAN GULA

TERHADAP WARNA DAN TEKSTUR LEATHER GUAVA

(Psidium guajava. L) MENGGUNAKAN METODE RSM

(Response Surface Methodology)

Mandagi MS, Purwandari U, Hidayati D

Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura

PO Box 2 Kamal, Jawa Timur 69162

[email protected]

Abstrak

Fruit leather adalah salah satu jenis olahan makanan yang berasal dari buah-

buahan yang diproses dengan cara mengurangi kadar air agar tetap awet serta

mencegah pengurangan nutrisi saat pengolahan seminimal mungkin. Fruit leather

memiliki karakteristik yang empuk, berbentuk lembaran dan sedikit tembus

cahaya. Pembuatan Leather Guava dipengaruhi oleh faktor suhu, pektin, gula dan

waktu pengeringan. Akan tetapi pengaruh yang paling berperan dari masing-

masing faktor terhadap warna dan tekstur leather Guava belum pasti. Oleh karena

itu, diperlukan penelitian untuk mengkaji pengaruh penambahan pektin, gula,

suhu dan waktu pengeringan terhadap warna dan tekstur dalam proses pembuatan

leather guava. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berpengaruh dalam proses pembuatan leather guava. Faktor-faktor yang dikaji

adalah suhu, waktu, penambahan pektin dan gula. Penelitian ini terdiri dari 4

faktor dan 5 level. Faktor yang pertama adalah lama penambahan pektin (0,5; 1;

1,5; 2 dan 2,5) %, faktor yang kedua adalah penambahan gula (10, 12,5, 15, 17,5

dan 20) %, faktor yang ketiga adalah lama pengeringan atau waktu (4, 5, 6, 7 dan

8) jam. Analisis data hasil penelitian menggunakan metode Response Surface

Methodology (RSM) dengan desain CCD (Central Composite Design). Dari hasil

penelitian, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa suhu berpengaruh nyata

terhadap warna (L*, a*,b*) dan tekstur (Haredness, springiness, gumminess dan

chewiness). Waktu berpengaruh nyata terhadap warna (L*, a*,b*) dan tekstur

(Gumminess dan chewiness). Penambahan pektin berpengaruh nyata terhadap

tekstur (Hardness, gumminess dan chewiness). Penambahan gula berpengaruh

nyata terhadap tekstur (Gumminess dan chewiness).

Kata kunci: Guava (Psidium guajava L.), suhu, gula, pektin, warna, tekstur

1. Pendahuluan

Fruit leather adalah salah satu

jenis olahan makanan yang berasal dari

buah-buahan yang diproses dengan

cara mengurangi kadar air agar tetap

awet serta mencegah pengurangan

nutrisi saat pengolahan seminimal

mungkin. Fruit leather adalah

2 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

pengolahan buah yang dikeringkan

memiliki tekstur yang empuk, memiliki

rasa yang beragam, tinggi serat,

karbihidrat dan rendah lemak karena

secara alami berasal dari buah-buahan

serta memiliki kandungan nutrisi lainya

(Delden, 2011). Suhu pengeringan juga

sangat bervariasi pada fruit leather,

suhu 140˚F (60˚C) selama 8 jam dan

tidak terlalu tinggi sangat baik

digunakan agar leather tidak kering di

bagian luar dan lembek di bagian

dalam (Naz, 2012). Lamuel 2014 juga

mengemukakan fruit leather yang

dikeringkan dengan suhu 140˚F-145˚F

selama 4-10 jam memiliki hasil yang

baik. (Lamuel et al., 2014).

Jambu biji (Psidium guajava Linn.)

atau dikenal dengan Guava, Goloba,

Guayaba, Djamboe, Jambu batu,

Banjiro, Pichi, Posh, Enandi,

merupakan buah tropis atau semi tropis

yang memiliki nutrisi sangat tinggi,

kaya Antioksidan, Vitamin A, Vitamin

C 5 kali lebih tinggi dari jeruk,

Flavonoid, Kalsium, Fosfor,

Magnesium, Asam oksalat, Saponin

dengan Oleanolic acid, Guajavarin,

Quercetin dan minyak esensial. Selain

buahnya, biji dan daun dari jambu biji

juga memiliki manfaat. Biji jambu pada

berat kering mengandung 14% minyak,

15% protein 13% pati dan mengandung

flavonoid (Kumar, 2012).

Penambahan gula pada fruit

leather selain untuk pemanis juga

untuk pembentuk tekstur, ketika

terdapat pektin di dalam sebuah

campuran air, gula akan mempengaruhi

keseimbangan pektin dan air karena

gula berfungsi sebagai dehydrating

agen yang mengurangi air di

permukaaan pectin (Gardjito et al.,

2005)

Pektin pada fruit leather

berfungsi untuk pembentuk tekstur,

pada Leather Rosella diketahui bahwa

penambahan pektin 3,0% sangat

berpengaruh pada kelengketan dan

pektin tidak berpengaruh signifikan

terhadap warna, rasa, tingkat

kemanisan dan seluruh aspek kesukaan

lainya. Diketahui juga kalsium dan

pektin akan mempengaruhi tekstur

apabila bereaksi (Dangkrajang et al.,

2009).

2. Metode

2.1 Proses Pembuatan Leather Guava

Proses pembuatan fruit leather

jambu biji adalah memilih buah jambu

biji segar, mengupas buah, memotong

kecil kemudian menghancurkan buah

3 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

menjadi bubur menggunakan blender,

menambahkan asam sitrat, gula dan

pektin. Mencampurkan semua bahan

kemudian memanaskan substansi

dengan suhu 71˚C setelah pemanasan

dituangkan ke loyang dan dikeringkan.

Proses pembuatan leather guava dapat

dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 2.1 Proses Pembuatan Fruit

Leather Jambu Biji

2.2 Parameter Penelitian

Pengujian warna merujuk dari

penelitian Yau (2010) menggunakan

colorimetric atau colour reader dengan

warna L.a.b Commision International

de L’Eclairage (CIE) L*, a*, b*,

karenan kuadran X, Y, Z pada Lab CIE

terdapat pada wilayah warna kuning.

Uji tekstur menggunakan Texture

Profile Analizer. Satu per satu

perlakuan diuji menggunakan TPA dan

akan otomatis diketahui springiness,

gumminess, chewiness, hardness.

Penelitian ini menggunakan Metode

Response Surface Methodology (RSM).

Perlakuan meliputi penambahan gula,

penambahan pektin, suhu dan lama

pengeringan yang masing-masing

memiliki 5 level perlakuan.

Tabel 3.1 Desain formulasi penelitian

2.3 Analisis Data

Hubungan antara faktor dan

parameter dianalisis menggunakan

RSM (Response Surface Methodology),

pada software statistika Minitab 14

(Second order polinomial), sesuai

dengan persamaan berikut ini :

4 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

Y=βo + β1X1 + β2X2+ β22X12 +

β22X22 + β12X1X2 + ɛ

βo , β1 …, β22 merupakan

Estimated Regression Coefficients,

dengan βo adalah konstanta term; β1 , β2

adalah efek-efek linear; β11 , β22 adalah

efek-efek kuadratik; β12 , β22

merupakan efek-efek interaksi; ɛ

adalah error/galat; dan X1, X2 adalah

variable bebas yang diberi kode (Myers

and Montgomery, 2002)

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil

3.1.1 a* (Merah)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap a* adalah interaksi suhu (fungsi

kuadratik) suhu*suhu dan interaksi

suhu*waktu. Berdasarkan table Estimated

Regression Coefficients untuk a*,

pengaruh penambahan gula, pektin, suhu

dan waktu diperoleh persamaan sebagai

berikut :

Y = 8,8458 + 3,0150 X1 + 15,5833 X2 –

0,4983 X3 – 5,4542 X4 – 0,1265 X12 –

2,7625 X22 – 0.0104 X3

2 - 0,3406 X42 +

0,2450 X1*X2 – 0,0097 X1*X3 + 0,1325

X1*X4 – 0,1487 X2*X3 – 0,7375 X2*X4 +

0,1656 X3*X4 … (1)

dimana Y: a*, X1 : Konsentrasi Gula, X2 :

Konsentrasi Pektin, X3 : Suhu, X4 : Waktu,

(X1)2 : Konsentrasi Gula2, X22 : Konsentrasi

Pektin2, X32 : Suhu2, X4

2 : Waktu2, X1*X2 :

Konsentrasi Gula*Konsentrasi Pektin,

X1*X3 : Konsentrasi Gula*Suhu, X1*X4 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*X3 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*x4 :

Konsentrasi Pektin*Waktu, X3*X4 :

Suhu*Waktu

Berdasarkan Koefisien regresi

terestimasi untuk a* diketahui bahwa

determinasi (R2) dalam persamaan a* ini

adalah 36,8 % yang artinya hanya 36,8 %

dari semua data yang digunakan dalam

penyusunan model. Koefisien terbesar

adalah pektin yaitu 15.5833. Pektin

berhubungan positif dengan a*, sehingga

semakin tinggi konsentrasi pektin yang

ditambahkan pada leather guava, menurut

persamaan ini, a* akan semakin tinggi.

Koefisien terkecil adalah interaksi gula dan

suhu (Gula*Suhu) sebesar -0,0097. a* dan

interaksi Gula*suhu berhubungan negatif,

sehingga semakin besar interaksi gula dan

suhu yang digunakan maka a* akan

semakin rendah.

3.1.2 b* (Kuning)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap b* adalah suhu, waktu, interaksi

suhu (fungsi kuadratik) suhu*suhu dan

interaksi waktu (fungsi kuadratik)

waktu*waktu. Berdasarkan tabel Estimated

Regression Coefficients untuk b*,

pengaruh penambahan gula, pektin, suhu

dan waktu diperoleh persamaan sebagai

berikut :

5 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

Y = 188,540 – 4,105 X1 + 7,651 X2 –

2,548 X3 – 26,703 X4 + 0,191 X12 + 2,482

X22 + 0,015 X3

2 + 1,495 X42 – 1,205

X1*X2 + 0,009 X1*X3 - 0,013 X1*X4 –

0,029 X2*X3 + 0,763 X2*X4 + 0,151 X3*X4

… (2)

dimana Y: b*, X1 : Konsentrasi Gula, X2 :

Konsentrasi Pektin, X3 : Suhu, X4 : Waktu,

(X1)2 : Konsentrasi Gula2, X22 : Konsentrasi

Pektin2, X32 : Suhu2, X4

2 : Waktu2, X1*X2 :

Konsentrasi Gula*Konsentrasi Pektin,

X1*X3 : Konsentrasi Gula*Suhu, X1*X4 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*X3 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*x4 :

Konsentrasi Pektin*Waktu, X3*X4 :

Suhu*Waktu

Berdasarkan Koefisien regresi

terestimasi untuk b* diketahui bahwa

determinasi (R2) dalam persamaan b*

adalah 19,4 % yang artinya hanya 19,4 %

dari semua data yang digunakan dalam

penyusunan model. Koefisien terbesar

adalah waktu yaitu -26,703. Pektin

berhubungan negatif dengan b*, sehingga

semakin tinggi waktu pengeringan pada

leather guava, menurut persamaan ini, b*

akan semakin rendah. Koefisien terkecil

adalah interaksi gula dan suhu

(Gula*Suhu) sebesar 0,009. b* dan

interaksi Gula*suhu berhubungan positif,

sehingga semakin besar interaksi gula dan

suhu yang digunakan maka b* akan

semakin besar.

3.1.3 L* (L= 0 Hitam, L=100 Putih)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap L* adalah suhu, waktu, interaksi

suhu (fungsi kuadratik) suhu*suhu,

interaksi (fungsi kuadratik) waktu*waktu

dan interaksi suhu*waktu. Berdasarkan

tabel Estimated Regression Coefficients

untuk L*, pengaruh penambahan gula,

pektin, suhu dan waktu diperoleh

persamaan sebagai berikut

Y = 159,035 – 0,977 X1 + 8,432 X2 –

2,379 X3 – 19,876 X4 + 0,071 X12 - 0,636

X22 + 0,014 X3

2 + 1,054 X42 – 0,680

X1*X2 + 0,004 X1*X3 - 0,035 X1*X4 +

0,007 X2*X3 + 0,600 X2*X4 + 0,132 X3*X4

… (3)

dimana Y: L*, X1 : Konsentrasi Gula, X2 :

Konsentrasi Pektin, X3 : Suhu, X4 : Waktu,

(X1)2 : Konsentrasi Gula2, X22 : Konsentrasi

Pektin2, X32 : Suhu2, X4

2 : Waktu2, X1*X2 :

Konsentrasi Gula*Konsentrasi Pektin,

X1*X3 : Konsentrasi Gula*Suhu, X1*X4 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*X3 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*x4 :

Konsentrasi Pektin*Waktu, X3*X4 :

Suhu*Waktu

Berdasarkan Koefisien regresi terestimasi

untuk L* diketahui bahwa determinasi (R2)

dalam persamaan L* ini adalah 34,4 %

yang artinya hanya 34,4 % dari semua data

yang digunakan dalam penyusunan model.

Koefisien terbesar adalah waktu yaitu -

19,876. Pektin berhubungan negatif

dengan L*, sehingga semakin tinggi waktu

pengeringan pada leather guava, menurut

6 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

persamaan ini, L* akan semakin rendah.

Koefisien terkecil adalah interaksi gula dan

suhu (Gula*Suhu) sebesar 0,004. L* dan

interaksi Gula*suhu berhubungan positif,

sehingga semakin besar interaksi gula dan

suhu yang digunakan maka L* akan

semakin besar.

3.1.4 Hardness (Kekerasan)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap Hardness adalah suhu, interaksi

pektin (fungsi kuadratik) pektin*pektin dan

interaksi suhu (fungsi kuadratik)

suhu*suhu. Berdasarkan table Estimated

Regression Coefficients untuk Hardness,

pengaruh penambahan gula, pektin, suhu

dan waktu diperoleh persamaan sebagai

berikut

Y = 4487,11 + 231,35 X1 + 184,50 X2 –

521,93 X3 – 152,88 X4 – 150,89 X12 – 4,56

X22 + 21,49 X3

2 + 1,45 X42 + 32,33 X1*X2

+ 7,74 X1*X3 – 6,20 X1*X4 – 2,84 X2*X3 –

1,55 X2*X4 + 4,47 X3*X4 … (4)

dimana Y: Hardness, X1 : Konsentrasi

Pektin, X2 : Konsentrasi Gula, X3 : Waktu,

X4 : Suhu, (X1)2 : Konsentrasi Pektin2, X22 :

Konsentrasi Gula2, X32 : Waktu2, X4

2 :

Suhu2, X1*X2 : Konsentrasi

Pektin*Konsentrasi Gula, X1*X3 :

Konsentrasi Pektin*Waktu, X1*X4 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*X3 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*x4 :

Konsentrasi Gula*Suhu, X3*X4 :

Waktu*Suhu

Hasil dari Koefisien regresi

terestimasi untuk hardness diketahui

bahwa determinasi (R2) dalam persamaan

hardness ini adalah 60,2 % yang artinya

hanya 60,2 % dari semua data yang

digunakan dalam penyusunan model.

Koefisien terbesar adalah waktu yaitu -

521,93. Waktu berhubungan negative

dengan hardness, sehingga semakin rendah

waktu yang digunakan dalam pengeringan

fruit leather djambu biji, menurut

persamaan ini, hardness akan semakin

tinggi. Koefisien terkecil adalah interaksi

suhu (fungsi kuadratik suhu) sebesar 1,47.

Hardness dan interaksi suhu berhubungan

positif, sehingga semakin besar interaksi

suhu yang digunakan maka hardness juga

akan semakin besar.

3.1.5 Springiness (Elastisitas)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap Springiness adalah interaksi suhu

(fungsi kuadratik) suhu*suhu. Berdasarkan

tabel Estimated Regression Coefficients

untuk a*, pengaruh penambahan gula,

pektin, suhu dan waktu diperoleh

persamaan sebagai berikut

Y = 428,065 + 71,636 X1 + 33,216 X2 +

75,807 X3 – 35,299 X4 – 25,765 X12 –

1,031 X22 – 6,442 X3

2 + 0,351 X42 + 2,281

X1*X2 – 0,080 X1*X3 – 0,562 X1*X4 –

0,017 X2*X3 – 0,112 X2*X4 – 0,000 X3*X4

… (5)

7 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

dimana Y = Springiness, X1 : Konsentrasi

Pektin, X2 : Konsentrasi Gula, X3 : Waktu,

X4 : Suhu, X12 : Konsentrasi Pektin2, X2

2 :

Konsentrasi Gula2, X32 : Waktu2, X4

2 :

Suhu2, X1*X2 : Konsentrasi

Pektin*Konsentrasi Gula, X1*X3 :

Konsentrasi Pektin*waktu, X1*X4 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*X3 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*X4 :

Konsentrasi Gula*Suhu, X3*X4 :

Waktu*Suhu

Hasil dari Koefisien regresi

terestimasi untuk springiness diketahui

bahwa determinasi (R2) dalam persamaan

springiness ini adalah 4,2 % yang artinya

hanya 4,2 % dari semua data yang

digunakan dalam penyusunan model.

Koefisien terbesar adalah waktu 75,807

waktu berhubungan positif dengan

springiness, sehingga semakin lama waktu

yang digunakan maka nilai springiness

akan semakin besar. Koefisien terkecil

adalah interaksi waktu dan suhu

(waktu*suhu) -0,000. Interaksi waktu dan

suhu (waktu*suhu) berhubungan negatif

dengan springiness, sehingga semakin

rendah interaksi waktu dan suhu yang

digunakan, nilai springiness juga akan

besar.

3.1.6 Gumminess (Kelengketan)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap Gumminess adalah waktu, suhu

interaksi pektin (fungsi kuadratik)

pektin*pektin, interaksi waktu (fungsi

kuadratik) waktu*waktu, interaksi

pektin*gula, interaksi gula*waktu dan

interaksi suhu*waktu. Berdasarkan table

Estimated Regression Coefficients untuk

Gumminess, pengaruh penambahan gula,

pektin, suhu dan waktu diperoleh

persamaan sebagai berikut

Y = 1855,72 + 203,64 X1 + 26,95 X2 –

401,85 X3 – 29,28 X4 – 85,55 X12 + 0,62

X22 + 20,03 X3

2 + 0,06 X42 + 20,84 X1*X2

– 6,85 X1*X3 – 3,73 X1*X4 – 7,72 X2*X3 –

0,46 X2*X4 + 5,18 X4*X3 … (6)

dimana Y = Gumminess, X1 : Konsentrasi

Pektin, X2 : Konsentrasi Gula, X3 : Waktu,

X4 : Suhu, X12 : Konsentrasi Pektin2, X2

2 :

Konsentrasi Gula2, X32 : Waktu, X4

2 :

Suhu2, X1*X2 : Konsentrasi

Pektin*Konsentrasi Gula, X1*X3 :

Konsentrasi Pektin*Waktu, X1*X4 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*X3 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*X4 :

Konsentrasi Gula*Suhu, X4*X3 :

Suhu*Waktu

Hasil dari Koefisien regresi

terestimasi untuk gumminess diketahui

bahwa determinasi (R2) dalam persamaan

gumminess ini adalah 53,7 % yang artinya

hanya 53,7 % dari semua data yang

digunakan dalam penyusunan model.

Koefisien terbesar adalah waktu -401,87.

Waktu berhubungan negatif dengan

gumminess, sehingga semakin besar waktu

yang digunakan dalam pengeringan akan

menyebabkan nilai gummines semakin

8 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

kecil. Koefisien terkecil adalah interaksi

suhu (suhu*suhu) 0,06. Gumminess dan

interaksi suhu berhubungan positif,

sehingga semakin rendah interaksi suhu

yang digunakan dalam pengeringan, nilai

gumminess juga akan semakin rendah.

3.1.7 Chewiness (Kekenyalan)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap Chewiness adalah interaksi

pektin*gula, interaksi pektin*waktu,

interaksi pektin*suhu, interaksi

gula*waktu, interaksi gula*suhu dan

interaksi waktu*suhu. Berdasarkan table

Estimated Regression Coefficients untuk

Chewiness, pengaruh penambahan gula,

pektin, suhu dan waktu diperoleh

persamaan sebagai berikut

Y = -11504,4 + 3834,9 X1 + 1040,4 X2 +

353,1 X3 + 7,6 X4 + 211,6 X12 + 12,5 X2

2 +

68,8 X32 + 0,6 X4

2 + 330,9 X1*X2 – 800,0

X1*X3 – 81,5 X1*X4 – 166,3 X2*X3 – 16,0

X2*X4 + 44,9 X3*X4 … (7)

dimana Y : Chewiness, X1 : Konsentrasi

Pektin, X2 : Konsentrasi Gula, X3 : Waktu,

X4 : Konsentrasi Suhu, X12 : Konsentrasi

Pektin2, X22 : Gula2, X3

2 : Waktu2, X42 :

Konsentrasi Suhu2, X1*X2 : Konsentrasi

Pektin*Konsentrasi Gula, X1*X3 :

Konsentrasi Pektin*Waktu, X1*X4 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*X3 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*X4 :

Konsentrasi Gula*Suhu, X3*X4 :

Waktu*Suhu

Berdasarkan Koefisien regresi

terestimasi untuk chewiness diketahui

bahwa determinasi (R2) dalam persamaan

chewiness ini adalah 47,6 % yang artinya

hanya 47,6 % dari semua data yang

digunakan dalam penyusunan model.

Koefisien terbesar adalah Konsentrasi

pektin 3834,9. chewiness dengan

konsentrasi pektin berhubungan positif,

sehungga semakin besar pektin yang

digunakan dalam formula fruit leather akan

mengakibatkan nilai chewiness juga

semakin besar. Koefisien terkecil adalah

interaksi suhu (suhu*suhu) 0,6. interaksi

suhu dan chewiness berhubungan positif,

sehungga semakin rendah interaksi suhu

yang digunakan dalam proses pengeringan

akan membuat nilai chewiness fruit leather

akan semakin rendah.

3.2 Pembahasan

Berdasarkan Estimated

Regression Coefficients Interaksi suhu

dan waktu (suhu*waktu) berpengaruh

signifikan terhadap nilai a*,dan

berkorelasi negative terhadap nilai T,

hal ini menunjukkan bahwa semakin

tinggi interaksi suhu dan waktu maka

nilai a* juga akan semakin tinggi. Suhu

tinggi, waktu rendah dan waktu tinggi,

suhu rendah mengakibatkan nilai a*

tinggi karena pemanasan merata. Nilai

a* juga dipengaruhi secara signifikan

oleh fungsi kuadratik suhu (suhu*suhu)

9 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

yang berkorelasi negative terhadap T,

sehingga semakin rendah interaksi suhu

maka nilai a* akan semakin tinggi

karena tidak terjadi pencoklatan.

Secara keseluruhan pengaruh

penambahan gula dan penabahan

pektin tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap nilai a*, dilihat dari

gambar Surface plot di atas pada

konentrasi gula, pektin,suhu dan waktu

berada di wilayah tengah, nilai a*

menjadi tinggi, tetapi dapat dilihat

bahwa pada penambahan kosnsentrasi

gula yang rendah, konsentrasi pektin

yang ekstrim (terendah dan tertinggi),

waktu yang rendah serta suhu rendah,

nilai a* juga tinggi, hal ini disebabkan

beta karoten (lycopene) tidak rusak,

pemanasan dengan waktu yang rendah

dan suhu rendah, air yang terdapat pada

leather guava akan menguap secara

perlahan, suhu yang rendah tetap akan

melakukan pengeringan dan tidak

menyebabka case hardening atau keras

diluar dan lunak di dalam, suhu yang

tinggi akan menyebabkan warna leather

guava menjadi lebih tua (Kurniawan,

2014), selain itu kadar gula yang

rendah akan meminimalisir terjadinya

browning atau reksi non enzimatis,

sehingga nilai a* tetap terjaga. Pada

suhu tinggi dan waktu yang tinggi, nilai

a* masih stabil hal ini karena kadar

gula yang sedikit, sehingga browning

tidak terjadi dengan maksimal serta

adanya asam sitrat. Ini juga terjadi pada

nilai b* dan L*

Berdasarkan Estimated

Regression Coefficients nilai b*

dipengaruhi oleh suhu dan waktu yang

keduanya berkorelasi negatif terhadap

nilai T, sehingga semakin rendah nilai

suhu dan waktu nilai b* akan semakin

tinggi karena karotenoid kuning pada

jambu biji tidak rusak akibat

pemanasan yang tinggi dan waktu yang

lama. Interaksi suhu (suhu*suhu) dan

interaksi waktu (waktu*waktu) juga

mempengaruhi secara signifikan

terhadap nilai b* dan keduanya

berkorelasi positif terhadap nilai T.

Secara keseluruhan pengaruh

penambahan konsentrasi gula terhadap

nilai b* tergantung pada tinggi

rendahnya suhu dan waktu, pada

konsentrasi gula tinggi dengan suhu

dan waktu pengeringan yang randah,

akan mengakibatkan nilai b* tinggi.

Berdasarkan Estimated

Regression Coefficients Suhu dan

waktu berpengaruh signifikan terhadap

nilai L*, keduanya berkorelasi negatif

terhadap L*, sehingga semakin tinggi

10 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

suhu dan waktu yang digunakan maka

nilai L* akan rendah karena terjadi

pencoklatan. Interkasi suhu

(suhu*suhu) dan interkasi waktu

(waktu*waktu) juga berpengaruh

signifikan terhadap nilai L*, keduanya

berkorelasi positif terhadap nilai T.

Penambahan konsentrasi gula terhadap

L*adalah, semakin tinggi konsentrasi

gula maka nilai L* juga tinggi atau

semakin terang, hal ini disebabkan

karena gula memiliki sifat dapat

mengikat air serta adanya asam sitrat

yang dapat mencegah reaksi enzimatis

(Fitriani, et al 2014), sehingga warna

leather guava tetap bertahan meskipun

dipanaskan karena menggunakan

pemanasan waktu rendah, suhu rendah

(30-40)˚C sesuai dengan penelitian

Kurniawan (2014) bahwa suhu yang

optimal dalam pembuatan fruit leather

40 ˚C. Pengaruh penambahan

konsentrasi pektin terhadap L* pektin

adalah pada konsentrasi pektin 1,5%

dan asam sitrat yang ditambahkan,

nilai L* tinggi yang disebabkan karena

sifat pektin tidak berwarna, dapat

mengembang membentuk gel apabila

terdapat gula dan asam sitrat, serta

kuatnya ketiga kombinasi tersebut

dalam mengikat air (Gadjito et al.,

2005), hal ini menyebabkan warna

leather guava menjadi tidak pekat dan

lebih cerah. Pengaruh lama

pengeringan atau waktu pada L* adalah

semakin tinggi waktu yang digunakan

maka nilai L* akan semakin rendah

atau makin tua, begitu juga dengan

suhu, semakin tinggi suhu yang

digunakan dalam pengeringan maka

nilai L* akan semakin rendah

(Kurniawan, 2014), hal ini disebabkan

karena pemanasan yang lama dan suhu

yang tinggi membuat leather guava

menguapkan banyak air, selain itu gula

pada fruit leather akan mengalami

karamelisasi dan terjadi browning atau

pencoklatan yang membuat nilai L*

rendah karena suhu yang tinggi dapat

membuat kerusakan sel (Kurniawan,

2014).

Estimated Regression

Coefficients menunjukkan bahwa

Hardness dipengaruhi signifikan oleh

suhu, suhu berkorelasi negative

terhadap nilai T, sehingga ketika suhu

terlalu tinggi akan menyebabkan case

hardening. Interaksi suhu (suhu*suhu)

juga berpengaruh signifikan terhadap

Hardness dan berkorelasi positif

terhadap nilai T, sehingga semakin

tinggi suhu yamg digunakan, tekstur

akan semakin keras. Interaksi pektin

(pektin*pektin) juga berpengaruh

11 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

signifikan terhadap Hardness dan

berkorelasi negatif terhadap nilai T.

Semakin rendah pektin yang digunakan

maka kekerasan juga akan semakin

tinggi, karena air yang diikat oleh

pektin tidak banyak. Pada hardness

secara keseluruhan, penambahan gula

tidak berpengaruh secara signifikan.

Pada waktu yang tinggi dengan suhu

yang tinggi akan menaikan nilai

hardness, selain itu pada kadar pektin

yang tinggi akan menyebabkan

hardness menjadi rendah, hal ini

dikarenakan pektin membentuk gel

tergantung pada kadar gula

(Sriamornsak, 2003), dan menurut

Pranoto, (2009) penambahan gula yang

semakin tinggi akan mempengaruhi

hardness yang menjadi makin keras,

hal ini sesuai dengan surface plot

semakin tinggi kadar gula, hardness

semakin meningkat.

Estimated Regression

Coefficients menunjukkan bahwa suhu

berpengaruh nyata terhadap

Springiness dan berkorelasi negatif

terhadap nilai T, karena apabila suhu

terlalu tinggi Fruit leather akan

kehilangan banyak air sehingga tidak

elastis. Springiness juga dipengaruhi

oleh interaksi suhu (suhu*suhu) yang

berkorelasi positif terhadap nilai T.

Springiness banyak dipengaruhi oleh

interaksi suhu, springiness meningakat

ketika suhu rendah sekitar 30˚C dengan

waktu 6 jam. Suhu yang tinggi di atas

50 ˚C akan menurunkan nilai

springiness sesuai dengan penelitian

kurniawan (2014) pengeringan di atas

50˚C tekstur akan banyak kerutan dan

kurang elastis, begitu juga dengan

kadar gula yang tinggi dan waktu yang

lama akan menurunkan nilai

springiness, pemanasan yang lama dan

suhu tinggi akan menyebab sampel

kehilngan banyak air dan

meningkatnya zat terlarut dan dapat

mempengaruhi tekstur (Gardjito, et al.

2005), tetapi kolaborasi antara kadar

gula dan kadar pektin yang tinggi dapat

meningkatkan nilai springiness karena

pektin akan membentuk gel yang baik

ketika terdapat gula (Sriamornsak,

2003).

Dari keseluruhan hasil surface

plot dan menurut Estimated Regression

Coefficients pengaruh suhu dan waktu

terhadap gumminess signifikan dan

keduanya berkorelasi negatif terhadap

nilai T. Suhu rendah dan waktu yang

rendah membuat nilai gumminess

meningkat, hal ini karena kadar air

yang diuapkan ketika pemanasan tidak

banyak sehingga gula yang mengikat

12 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

air dan tercampur pektin disertai

adanya asam sitrat membentuk tekstur

yang lengket (Gardjito, et al. 2005).

Interaksi pektin (pektin*pektin) juga

berpengaruh signifikan dan berkorelasi

negatif terhadap nilai T. Interaksi

waktu (waktu*waktu) juga

berpengaruh signifikan dan berkorelasi

positif terhadap nilai T. Interaksi

pektin*gula berpengaruh signifikan dan

berkorelsi positif terhadap Gumminess

karena dapat membentuk gel sehingga

ketika dipanaskan dan kering, gel yang

masih terdapat kadar air tetap terjaga

dan mengakibatkan lengket, selain itu

interaksi gula*waktu yang berkorelasi

negatif terhadap T juga berpengaruh

nyata terhadap Gumminess. Kadar gula

yang tinggi serta adanya asam sitrat

juga mempengaruhi tekstur, karena

ketika gula ditambahkan dan terdapat

asam sitrat dengan suhu rendah

seharusnya membutuhkan waktu

pengeringan yang lama (Kurniawan,

2014). Interaksi waktu*suhu

berkorelasi positif terhadap nilai T, hal

ini karena keduanya berperan pada

proses pengeringan agar sampel leather

guava tidak lembek.

Estimated Regression

Coefficients menunjukkan bahwa

interaksi pektin*gula yang berkorelasi

positif terhadap T berpengaruh nyata

terhadap chewiness, karena gula dapat

mempengaruhi tekstur (Rosyida et al.,

2014). Dalam keadaan panas, pektin

yang ikut larut di dalamnya

membentuk gel (Sriamornsak, 2003)

sehungga membentuk tekstur kenyal

yang baik pada leather guava. Interaksi

pektin*waktu dan interaksi

pektin*suhu keduanya berkorelasi

negatif terhadap T juga berpengaruh

nyata, karena waktu dan suhu tinggi

akan mengeringkan air pada gel yang

diikat oleh pektin. Interaksi gula*waktu

dan interaksi gula*suhu juga

berpengaruh signifikan terhadap

Chewiness, keduanya berkorelasi

negatif terhadap T, karena suhu dan

waktu yang tinggi akan merubah

tekstur pada fruit leather karena reaksi

gula yang juga dapat mempengaruhi

tekstur, selain itu interaksi suhu*waktu

yang berkorelasi positif juga

berpengaruh signifikan terhadap

chewiness, karena tanpa pemanasan,

pectin dan gula tidak dapat membentuk

gel dan kadar air dalam leather guava

akan tetap tinggi dan lembek. Dari

keseluruhan hasil Surface plot interaksi

antara gula, suhu, waktu dan pektin

mempengaruhi terhadap chewiness.

Suhu rendah, waktu rendah, kadar gula

13 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

tinggi dan pektin tinggi menjadi

kombinasi yang tepat sehungga nilai

chewiness meningkat. Hal ini

disebabkan suhu dan waktu yang

rendah tidak menguapkan kadar air

terlalu banyak, sehingga gula masih

terikat dengan air dimana pektin larut

didalamnya sehingga membentuk gel

yang kuat disertai dengan adanya asam

sitrat (Gardjito, et al. 2005).

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan

dan pembahasan dari penelitian ini

dapat disimpulkan bahwa :

1. Suhu pemanasan berpengaruh

terhadap parameter warna (L*, a*,

b*) dan parameter tekstur

(Hardness, Springiness,

Gumminess, Chewiness), dimana

parameter warna L* dipengaruhi

suhu, fungsi kuadratik suhu dan

interaksi suhu*waktu. a*

dipengaruhi fungsi kuadratik suhu

dan interaksi suhu*waktu. b*

dipengaruhi suhu, fungsi kuadratik

suhu. Parameter tekstur Hardness

dipengaruhi suhu dan fungsi

kuadratik suhu. Springiness

dipengaruhi fungsi kuadratik suhu.

Chewiness dipengaruhi interaksi

pektin*suhu, interaksi gula*suhu

dan interaksi waktu*suhu.

Gumminess dipengaruhu suhu,

interaksi waktu*suhu.

2. Waktu pemanasan berpengaruh

terhadap parameter warna (L*,a*,

b*) dan parameter tekstur

(Gumminess dan Chewiness),

dimana parameter warna L*

dipengaruhi waktu, fungsi

kuadratik waktu dan interaksi

waktu*suhu. a* dipengaruhi

interaksi suhu*waktu. b*

dipengaruhi waktu dan fungsi

kuadratik waktu. Parameter tekstur

Gumminess dipengaruhi waktu,

fungsi kuadratik waktu, interaksi

gula*waktu dan interaksi

gula*suhu. Chewiness dipengaruhi

interaksi pektin*waktu, interaksi

gula*waktu dan interaksi

waktu*suhu.

3. Penambahan pektin berpengaruh

terhadap tekstur leather guava yaitu

Hardness, Gumminess dan

Chewiness, dimana Hardness

dipengaruhi fungsi kuadratik

pektin, Gumminess dipengaruhi

fungsi kuadratik pektin dan

interaksi pektin*gula. Chewiness

dipengaruhi interaksi pektin*gula,

interaksi pektin*waktu dan

interaksi pektin*suhu.

14 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

4. Penambahan gula berpengaruh

terhadap parameter tekstur yaitu

Gumminess dan Chewiness, dimana

Gumminess dipengaruhi interaksi

pektin*gula, interaksi gula*waktu.

Chewiness dipengaruhi interaksi

pektin*gula, interaksi gula*waktu

dan interaksi gula*suhu.

Daftar Pustaka

Biswas B, Rogers K, McLaughlin F,

Daniels Dwayne, Yudav A.

2013. Antimicrobial Activities

of Leaf Extracts of Guava

(Psidium guajava L) on Two

Gram-Negative and Gram-

Positive Bacteria. International

Journal of Microbiology 1-7

Dangkrajang S, Sirichote A,

Suwansichon T. 2009.

Development of Roselle

Leather From Roselle

(Hibiscussabdariffa L.) by

Product. Asian Journal of Food

and Agro-Industri. 2(04):788-

795.

Delden KV. 2011. Fruit Leather.

Extension Service. University

of Alaska FairBanks.

Fitriani P, Fasokhani N, Maulita AF,

Sari PC, Kartika AM. 2014.

Asam Sitrat Sebagai Pengawet

Alami Dalam Permen.

Indonesian Food Technologits.

(Online).

www.ift.or.id/2014/01/asam-

sitrat-sebagai-pengawet-

alami.html. Diakses 3 Januari

2015, 15:53 WIB

Gardjito M, Sari TFK. 2005. Pengaruh

Penambahan Asam Sitrat

Dalam Pembuatan Manisan

Kering Labu Kuning (Cucurbita

maxima) Terhadap Sifat-Sifat

Produknya. Jurnal Teknologi

Pertanian. 1(2): 81-85

Jha SN. 2010. Colour Measurement

and Modeling. Non Destructive

Evaluation of Food Quality

(Chapter 2). Central Institute of

Post-Harvest Engineering and

Technology, Indhiana 141004,

Punjab, India.

Kumar A. 2012. Importance For Life

‘Psidium Guava’. International

Journal of Research in

Pharmaceutical and Biomedical

Sciences 3(1):137-142

Kurniawan D. 2014. Analisis

Pengeringan Pada Proses

Pembuatan Lembaran Buah

(Fruit Leather) Pepaya. Skripsi.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lamuel M, Diamante, Bai X, Busch J.

2014. Fruit Leathers: Method of

Preparation and Effect of

Different Conditions on

Qualities. International Journal

of Food Science (volume 2014)

Article ID: 139890: 1-12.

Maskan A, Kaya S, Maskan M. 2002.

Hot Air and Sun Drying of

Grape Leather (Pestil). Journal

of Food Engineering 47: 81-88.

Myers RH, DC Montgomery. 2002.

Response Surface

Methodology: Process and

Product Optimization Using

Design Experiment. J. Willey.

New York.

Naz R. 2012. Physical Properties,

Sensory attributes and

Consumer Preference of Fruit

Leather. Pakistan Journal of

Food Science 22(4):188-190

15 ©2015 Universitas Trunojoyo Madura

Pranoto I. 2009. The Effect of The

Addition of Different Types and

Concetration of Sugar and

Different Concetration of

Gelling Agent On The

Physicochemical Properties and

Sensory Characteristics of

Guava Leather. Skripsi.

Universitas Katolik

Soegijapranata. Semarang.

Ramalingam C, Mercy PI, Rai S and

Gupta S. 2010. Development of

Tropical Fruit Bars and

Assessment of Its Shelf Life.

Journal of Experimental

Sciences 1(7): 26-32

Rosyida F, Sulandari L. 2014.

Pengaruh Jumlah Gula dan

Asam Sitrat Terhadap Sifat

Organoleptik, Kadar Air dan

Jumlah Mikroba Manisan

Kering Siwalan (Borassus

flabellifer). E-Journal Boga.

03(1): 297-307

Shafi’I SN, Ahmad NL, Abidin MZ,

Hani NM and Ismail N. 2013.

Optimization of Hydrocolloids

and Maltodextrin Addition on

Roselle-Based Fruit Leather

Using Two Level Full Factorial

Design. International Journal

of Bioscience, Bioinformatics,

Biochemistry.3(4): 387-391

Siow LF and Hui YW. 2013.

Comparison on the Antioxidant

Properties of Fresh and

Convection Oven-Dried Guava

(PsidiumGuajava L).

International Food Research

Journal. 20(2): 639-644

Sriamornsak P. 2003. Chemistry of

Pektin and Its Pharmaceuntical

Uses: Review. Silpakorn

University International Journal

3(1-2) :207-222

Yau EW, Rosnah S, Noraziah M, Chin

NL, Osman H. 2010. Physico-

Chemical Composition of the

Red Seedless Watermelons

(Citrullus lanatus).

International Food Research

Journal 17: 327-334


Recommended