UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI APOTEK ATRIKA
JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSATPERIODE APRIL - MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
WILLY HERMAWAN, S.Farm.1206313873
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJUNI 2013
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ii
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI APOTEK ATRIKA
JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSATPERIODE APRIL-MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker
WILLY HERMAWAN, S.Farm.1206313873
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJUNI 2013
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
v
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
vi
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Segala puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXV
Universitas Indonesia di Apotek Atrika yang dilaksanakan mulai Periode April-
Mei 2013. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari
kegiatan perkuliahan program pendidikan Profesi Apoteker dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan mahasiswa.
Mahasiswa yang telah mengikuti kegiatan PKPA diharapkan dapat
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki saat memasuki
dunia kerja. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
2. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia dan pembimbing dari Apotek Atrika yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan
PKPA.
3. Bapak Winardi Hendrayanta sebagai Pemilik Sarana Apotek Atrika.
4. Drs. Jahja Atmadja, Apt., sebagai pembimbing dari Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat
yang begitu bermanfaat.
5. Para karyawan Apoteker Atrika (Mbak Ratna, Ibu Meta, Ibu Mimin, Ibu Tuti,
Ibu Febi, Ibu Ponah, dan lain-lain) atas ilmu, arahan, dan bantuan yang telah
diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.
6. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi atas ilmu dan bantuan
yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi
Apoteker.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
vi
7. Keluarga tercinta atas kesabarannya, kasih sayang, dukungan, perhatian, dan
doanya untuk menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik
mungkin.
8. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman,
dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA.
9. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis
harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada
khususnya.
Penulis
2013
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ iiHALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iiiKATA PENGANTAR ............................................................................................. ivDAFTAR ISI............................................................................................................. vDAFTAR GAMBAR ............................................................................................... viDAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ vii
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 11.1. Latar Belakang ........................................................................... 11.2. Tujuan......................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN UMUM APOTEK........................................................ 32.1. Definisi Apotek .......................................................................... 32.2. Landasan Hukum Apotek .......................................................... 32.3. Tugas dan Fungsi Apotek .......................................................... 42.4. Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek................................. 42.5. Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek ................................... 52.6. Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek.................... 72.7. Tata Cara Perizinan Apotek ....................................................... 82.8. Pencabutan Surat Izin Apotek.................................................... 112.9 Tenaga Kerja di Apotek ............................................................. 132.10. Sediaan Farmasi di Apotek ........................................................ 142.11. Pengelolaan Apotek ................................................................... 242.12. Pengadaan Persediaan Apotek ................................................... 282.13. Pengendalian Persediaan Apotek............................................... 292.14. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ............................... 31
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA ................................... 383.1. Sejarah dan Lokasi ..................................................................... 383.2. Tata Ruang ................................................................................. 383.3. Struktur Organisasi..................................................................... 393.4. Tugas dan Fungsi Jabatan .......................................................... 393.5. Kegiatan di Apotek Atrika ......................................................... 42
BAB 4. PEMBAHASAN................................................................................. 51
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 585.1. Kesimpulan................................................................................. 585.2. Saran........................................................................................... 58
DAFTAR ACUAN ................................................................................................... 59
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Logo Golongan Obat........................................................................... 15Gambar 2.2. Tanda Peringatan Pada Kemasan Obat Bebas Terbatas ................... 16Gambar 2.3. Matriks VEN-ABC ............................................................................. 31
xi Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Atrika ................................................................ 61Lampiran 2. Denah Ruangan Apotek Atrika ......................................................... 62Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Atrika.................................................... 63Lampiran 4. Alur Penanganan Resep..................................................................... 64Lampiran 5. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika .................................................... 65Lampiran 6. Surat Pesanan (SP) Narkotika ........................................................... 66Lampiran 7. Laporan Penggunaan Narkotika........................................................ 67Lampiran 8. Surat Pesanan (SP) Psikotropika....................................................... 68Lampiran 9. Laporan Penggunaan Psikotropika.................................................... 69Lampiran10. Kartu Stok Besar Apotek Atrika ....................................................... 70Lampiran 11. Kartu Stok Kecil Apotek Atrika........................................................ 71Lampiran 12. Salinan Resep Apotek Atrika ............................................................ 72Lampiran 13. Etiket Apotek Atrika.......................................................................... 73Lampiran 14. Faktur Pengiriman Barang ke Cabang Apotek Atrika ...................... 74Lampiran 15. Kuitansi Apotek Atrika...................................................................... 75Lampiran 16. Berita Acara Pemusnahan Resep Apotek Atrika .............................. 76
xii Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan esensial dalam hidup setiap individu.
Peningkatan kualitas hidup seseorang dapat diperoleh dengan tercapainya derajat
kesehatan yang tinggi. Upaya peningkatan kesehatan merupakan suatu hal yang
wajib dipenuhi oleh pemerintah. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu
upaya nasional diarahkan guna tercapai kesadaran, kemauan, dan kemampuan
untuk hidup sehat agar dapat terwujudnya peningkatan kualitas hidup tiap
individu. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan perlu didukung oleh sumber
daya kesehatan yang terdiri atas tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan kesehatan,
pembiayaan kesehatan, pengelolaan kesehatan serta penelitian dan pengembangan
kesehatan.
Apotek merupakan sarana pelayanan kesehatan yang berperan dalam
pembangunan kesehatan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.1332/Menkes/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apotek juga merupakan tempat pengabdian
profesi apoteker dan sebagai salah satu bentuk sarana pelayanan kesehatan yang
berkewajiban untuk menyediakan dan menyalurkan obat serta perbekalan farmasi
yang mencakup obat (termasuk obat asli Indonesia atau obat tradisional), bahan
obat (termasuk bahan obat tradisional atau bahan obat asli Indonesia), alat
kesehatan, dan kosmetika.
Perkembangan teknologi informasi yang pesat belakangan ini membuat
masyarakat makin kritis dalam menjaga kesehatan dirinya. Untuk itu, apotek
sebagai sarana yang bergerak dibidang jasa pelayanan harus mampu memberikan
pelayanan kefarmasian secara tepat dan bermutu. Hal tersebut menyebabkan
orientasi paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan obat
(drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) dengan mengacu
1 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
2
kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan yang tadinya hanya berfokus
pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang
komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai
konsekuensi perubahan orientasi tersebut apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien. Apoteker tidak lagi hanya sebagai seseorang yang
menyerahkan obat di apotek, tetapi juga sebagai pemberi informasi mengenai obat
dan pengobatan terhadap masyarakat. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah
melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk
mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan. (Dirjen Binfar dan Alkes, 2006) .
Guna mempersiapkan para apoteker yang profesional maka perlu
dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker ( PKPA ) di Apotek sebagai pelatihan
untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan di masa kuliah serta dapat
mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di suatu apotek.
diharapkan para calon apoteker dapat mengenal, mengerti, serta menghayati peran
dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek, selain itu juga dapat menambah
pengetahuan serta meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan kefarmasiannya.
1.2. Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, bertujuan agar
para calon apoteker :
1.2.1. Mengetahui dan memahami peran, fungsi, dan tanggung jawab seorang
apoteker di apotek.
1.2.2. Memahami cara pengelolaan apotek dengan baik, dengan melihat secara
langsung kegiatan pelayanan kefarmasian, administrasi, dan manajemen di
Apotek Atrika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1 Definisi Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan, dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan
dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.2 Landasan Hukum Apotek
Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
a. Undang – Undang Negara, yaitu:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
2. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Peraturan Pemerintah, yaitu:
1. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP
No.26 Tahun 1965 tentang Apotek.
2. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
c. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu:
1. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
3 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
d. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek.
2. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi
apotek adalah:
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat
yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
d. Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi
kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/
IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata
“APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.
Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas
pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk
menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh
Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari
hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang
konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi,
lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun
dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta
diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
Apotek harus memiliki :
a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
b. Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur atau materi informasi.
c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja
dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d. Ruang racikan.
e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
disebutkan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan
kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek.
Sebelumnya, Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki
surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker.
Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap
Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga
kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat
Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat
Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan
kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja
di fasilitas produksi atau distribusi farmasi.
Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK
dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite
Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus
SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan
mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun
dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.
Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN;
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran;
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi;
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping
harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama,
kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan
SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi
Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi
kualifikasi sebagai berikut:
a. Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
c. Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai Apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi
APA di apotek lain.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,
APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker
Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA
menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya
lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker
bersangkutan dicabut.
2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993
pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002
pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang
disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib
dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya
serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23
ayat 1);
b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima
sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2);
c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat
jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1).
d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada
pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep,
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika
dan psikotropika (Pasal 24 atay 2);
e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita
acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai
POM setempat (Pasal 24 ayat 3).
2.7 Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/SK/X/2002)
Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002
disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada
Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh
Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Sesuai dengan pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut,
ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut:
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari
kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada
Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap
kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi.
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau pernyataan dimaksud, poin
(d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat
Izin Apotek.
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
kerja mengeluarkan Surat Penundaan.
g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat
Penundaan.
h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan
disertai dengan alasan-alasannya .
Secara umum persyaratan izin apotek untuk Apotek yang bekerja sama
dengan pihak lain adalah sebagai berikut:
a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas
materai Rp. 6000,00.
b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum
dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang
disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI.
c. Fotokopi KTP DKI dari APA.
d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) Apoteker, dengan
lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai
negeri.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
1010
e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung
milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua)
tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun,
bila kontrak/sewa.
f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG).
g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat.
i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada
peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00.
j. Peta lokasi dan denah ruangan.
k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak
akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak
akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00.
l. Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang
farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00.
m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu
tanpa resep di atas materai Rp.6000,00.
n. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram).
o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.
p. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi.
q. Rencana jadwal buka apotek.
r. Daftar peralatan peracikan obat.
s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi.
t. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika.
u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir).
v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.
Persyaratan izin apotek praktek profesi adalah sebagai berikut:
a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku
Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas
materai Rp.6000,00.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
1111
b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi
yang diterbitkan setiap tahun sekali.
c. Fotokopi KTP DKI Apoteker apotek praktek profesi.
d. Status kepemilikan bangunan, IMB, dan surat sewa menyewa minimal 2
tahun.
e. Denah bangunan beserta peta lokasi.
f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll.
g. Fotokopi NPWP apoteker.
h. SIK/SP Apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan
surat selesai masa bakti Apoteker.
i. Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada
apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).
j. Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut
melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta.
2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian
izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka
waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota apabila:
a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu
baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan
seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara
lain yang ditetapkan oleh Menteri.
b. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus
menerus.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
1212
c. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541,
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No.
5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997
tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku.
d. Surat Izin Kerja APA dicabut.
e. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-
undangan di bidang obat.
f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat
pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya
baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan
pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan:
a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek.
Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh
persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek
dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker
Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai
berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras
tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
1313
c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala
Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang
olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang
dimaksud dalam huruf (a).
2.9 Tenaga Kerja di Apotek
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga
menengah farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin
kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker
Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai
administrasi/ tata usaha.
APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA
bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek,
juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik
Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut:
a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis
kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
b. Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu
baik dan yang keabsahannya terjamin.
c. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.
d. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang
optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset,
mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
e. Melakukan pengembangan apotek.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002, dalam
melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan
Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek
selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka
apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
1414
berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah
memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain.
Tenaga pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran kegiatan
pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah Asisten Apoteker. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, Asisten
Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan
pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang membantu
Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir
merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang
dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. Pegawai
administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan
administrasi seperti membuat laporan harian.
2.10 Sediaan Farmasi di Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/
X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang
dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat
adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia
digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4
(empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat
golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan
dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian
obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
1515
Obat Bebas
Obat Bebas Terbatas
Obat Keras dan Psikotropika
Golongan Narkotika
Gambar 2.1 Logo golongan obat
2.10.1 Obat OTC (Over the Counter)
Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat
OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat
bebas terbatas.
2.10.1.1 Obat Bebas
Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter
adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol.
(Kementerian Kesehatan, 2006).
2.10.1.2 Obat Bebas Terbatas
Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter
dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
1616
pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis
tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006).
Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda
peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan
tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau
disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya
dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Terdapat enam
golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu:
a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat
golongan ini adalah Stopcold, Inza, dan obat flu lainnya.
b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat
golongan ini adalah Listerine dan Betadine Gargle.
c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat
golongan ini adalah Rivanol dan Canesten.
d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar
e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini
adalah Suppositoria untuk laksatif.
f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan
ini adalah Suppositoria untuk wasir.
Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
1717
2.10.2 Obat Ethical
Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter
disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras, psikotropika,
dan narkotika.
2.10.2.1 Obat Keras
Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat
keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran
merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam
golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes,
hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua
obat injeksi.
2.10.2.2 Psikotropika (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997)
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika yang digolongkan menjadi:
a. Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan
I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko/jamur tahi sapi), LSD
(lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika).
b. Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika
golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat. Sekarang obat
psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam obat narkotika golongan I.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
1818
c. Psikotropika golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III
adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina.
d. Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan IV
adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan
klorazepam.
Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut :
a. Pemesanan
Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta
dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu surat
pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat
tiga rangkap. Berbeda dengan narkotika, pemesanan psikotropika dapat ditujukan
kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan.
b. Penyimpanan
Obat-obatan golongan psikotropika cenderung disalahgunakan sehingga
disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari
khusus.
c. Penyerahan
Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh
apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan
psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/ pasien.
Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya
dapat dilakukan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek,
rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
1919
dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam
keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong
orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang
tidak ada apotek. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek dengan adanya
resep dokter.
d. Pelaporan
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan
dengan psikotropika dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10, dengan tembusan
kepada Balai Besar POM atau Balai POM setempat.
e. Pemusnahan
Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan
disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat
kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan
psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang
diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku,
kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika
dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat
tempat dan waktu pemusnahan; nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan
jumlah psikotropika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan
identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin
ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan
memberantas peredaran gelap psikotropika.
2.10.2.3 Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009)
Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2020
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Narkotika golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah
heroin, kokain, ganja, dan obat-obat psikotropika golongan I dan II.
b. Narkotika golongan II
Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, dan metadon.
c. Narkotika golongan III
Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah
kodein.
Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009
meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan
narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan
untuk:
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan Bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika;
c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna
dan pecandu narkotika.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2121
Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut :
a. Pemesanan
Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi
(PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang
ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek.
Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam
narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing-masing
akan diserahkan ke BPOM, Suku Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip
apotek.
b. Penerimaan dan Penyimpanan
Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK
dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan
stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus
yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan
narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2. Harus mempunyai kunci yang kuat.
3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika
lainnya yang dipakai sehari-hari.
4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari
40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
5. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau
pegawai lain yang dikuasakan.
7. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2222
c. Pelayanan resep
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika
hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan
resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997
disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung
narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama
sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya
boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari
narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian
dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung
narkotika.
d. Pelaporan
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan
stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku
narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus
pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini
harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang
ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan
Balai Besar POM/Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip.
e. Pemusnahan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978
pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika
yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam
pelayanan kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-
kurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama
pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan
jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2323
lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara
pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan
Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat.
2.10.3 Obat Wajib Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/
VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk
pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang
memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan
pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari
apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi
obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna
mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat
meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.
b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993,
obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2424
Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek
diwajibkan untuk :
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
2.11 Pengelolaan Apotek
Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola
oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker
harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,
mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan
mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan
membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan
pengetahuan.
Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan
non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab
mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan
pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat
khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis
farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi,
keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan.
2.11.1 Perencanaan
Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat,
mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya
kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2525
jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu
perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat
berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan
sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan
budaya masyarakat.
2.11.2 Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar
pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan
secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang,
tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam
menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan
yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi
keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2.11.3 Penyimpanan
Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika
isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat
sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat
harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan.
Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan
kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika.
Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan
keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga.
2.11.4 Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi
pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan,
pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2626
yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
2.11.5 Pelayanan
Pelayanan apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922/MenKes/Per/X/1993 pasal 14 sampai dengan pasal 22, dan perubahan
terhadap ketentuan pasal 19 dalam Peraturan tersebut ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 19, yang
meliputi :
a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Pelayanan resep ini sepenuhnya atas tanggung jawab APA dan sesuai dengan
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 12
ayat 1 dan 2);
b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian
profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15 ayat 1);
c. Apotek tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep
dengan obat paten (Pasal 15 ayat 2);
d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,
Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan
obat yang lebih tepat (Pasal 15 ayat 3);
Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan
obat generik yang sama komponen aktifnya/ obat merek dagang lain atas
persetujuan dokter dan/atau pasien.
e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat yang diserahkan secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan
masyarakat (Pasal 15 ayat 4a dan 4b);
f. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep (Pasal 16 ayat 1 dan 2);
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2727
g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker (Pasal 17 ayat 1);
h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu tiga tahun (Pasal 17 ayat 2);
i. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku (Pasal 17 ayat 3);
j. APA, apoteker pendamping, atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual
obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa
resep. DOWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI (Pasal 18 ayat 1 dan 2);
k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA
harus menunjuk Apoteker pendamping (Pasal 19 ayat 1);
l. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan
melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (Pasal 19 ayat 2);
m. Penunjukan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) harus dilaporkan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 19 ayat 3);
n. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus memenuhi persyaratan
seperti persyaratan yang ditetapkan untuk APA (Pasal 19 ayat 4);
o. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara
terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut
(Pasal 19 ayat 5);
p. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti dalam hal pengelolaan apotek
(Pasal 20);
q. Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), bertanggung
jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang
bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21);
r. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten
Apoteker (Pasal 22 ayat 1);
s. Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah
pengawasan Apoteker (Pasal 22 ayat 2).
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2828
2.12 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita & Lily, 2004)
Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan
farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan
yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan
tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang
berlaku.
Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu:
a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai
kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.
b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan.
c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku
Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut:
a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun.
b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu
misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya.
c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat
persediaan rendah.
d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual
purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya,
seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan.
Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja.
Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap
tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh
pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing.
Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan
frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek
dapat dilakukan dengan cara:
a. Pembelian kontan atau kredit
Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat
yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka karena untuk
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
2929
Universitas Indonesia
melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam
menjual, sedangkan pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya
sampai jatuh tempo.
b. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat)
Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, di
mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila
barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu
kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat
dikembalikan pada pemiliknya.
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek
Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan
obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara
efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan
cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi
prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada
di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu,
pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk
memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas
barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan
keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga
obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik.
Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan
yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat
dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode
pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat
dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) :
a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial)
Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat
yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital
dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia
atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
3030
obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan
diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam
tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke
apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving.
Obat non-esensial adalah obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak
esensial.
b. Analisis Pareto (ABC)
Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang
mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan
berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang
difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai
rendah. Kelas A merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi.
Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya
hanya sekitar 20% dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi.
Kelas B merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah.
Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya
hanya sekitar 30% dari seluruh item. Kelas C adalah persediaan yang memiliki
volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai
persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Pengendalian persediaan
untuk kelas A dilakukan secara intensif, untuk kelas B dilakukan secara moderat,
dan kelas C dilakukan secara sederhana.
Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap
sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian
mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai
investasi terbesar hingga terkecil. Kelompok A memiliki nilai investasi 70% dari
total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20% dari
total investasi obat keseluruhan dan kelompok C memiliki nilai investasi 10% dari
total investasi obat keseluruhan.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
3131
c. Analisis VEN-ABC
Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya
selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC
menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis
menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:
V E N
A VA EA NA
B VB EB NB
C VC EC NC
Gambar 2.3 Matriks VEN - ABC
Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk
menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua
obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi
kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat non-
esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C
pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pharmaceutical care (PC) seringkali diartikan sebagai Asuhan
Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung
jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu
dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good
Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good
Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin
bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi
kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan
inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya
pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan
dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi
yang diinginkan.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
3232
Universitas Indonesia
Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah
sebagai berikut:
a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa
kriteria.
b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri
(swamedikasi).
c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal
melalui telepon atau kunjungan residensial.
d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat
tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di
masyarakat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi
peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care).
1. Pelayanan Resep
a. Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan
administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap
persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan
resep; tanda tangan/ paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin
dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara
pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik
meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan.
b. Penyiapan obat
Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan kegiatan
menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada
wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
3333
Universitas Indonesia
dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang
benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi
dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat
diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian
antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai
pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan
farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan
lainnya.
Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC,
asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu
seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
2. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan,
dan lain-lainnya.
3. Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini
Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
3434
Universitas Indonesia
2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian
merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien,
keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk
membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi
dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta
untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya
penyakitnya cepat sembuh.
Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek
samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain.
Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat
memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar
belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut:
1. Ketidakpatuhan pasien
Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi
pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang
kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus
oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif
membuat pasien menggandakan dosis sendiri.
2. Penggunaan obat yang tidak rasional
Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis
obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak
terjangkau oleh pasien.
3. Penggunaan obat yang tidak benar
Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien.
Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam
penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan
inhaler, suppositoria, dan obat tetes.
KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga
kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain :
1. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan
a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
3535
Universitas Indonesia
b. Menurunkan ketidakpatuhan.
c. Menurunkan efek samping obat.
d. Menurunkan biaya pengobatan.
e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit.
f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
2. Bagi Apoteker
a. Meningkatkan citra profesi.
b. Meningkatkan kepuasan kerja.
c. Menarik customer.
2.14.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian
informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat
penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat
yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat
dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker
harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak
lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.
2. Objektif
3. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari
berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
4. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan
sumber data atau referensi yang dapat dipercaya.
5. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya
mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik,
melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
3636
Universitas Indonesia
2.14.3 Konseling
Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker
di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling
mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita
penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis
lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.14.4 Swamedikasi
Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter
ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi
gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag,
masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari
swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi
vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh.
Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat
adalah :
1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang
semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya
sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi
dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat
OTC dan obat DOWA.
2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif
rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang
semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi
semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang
dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit,
sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen
makanan atau suplemen kesehatan.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
3737
Universitas Indonesia
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi,
antara lain :
1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di
dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat
aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara
penggunaan.
2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya
apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi
batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.
3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau
memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.
4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa
jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau
menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya.
5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak
boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan
dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
BAB 2TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1 Definisi Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan, dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan
dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.2 Landasan Hukum Apotek
Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
a. Undang – Undang Negara, yaitu:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
2. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Peraturan Pemerintah, yaitu:
1. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP
No.26 Tahun 1965 tentang Apotek.
2. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
c. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu:
1. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
3 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
d. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek.
2. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi
apotek adalah:
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat
yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
d. Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi
kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/
IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata
“APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.
Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas
pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk
menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh
Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari
hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang
konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi,
lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun
dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta
diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
Apotek harus memiliki :
a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
b. Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur atau materi informasi.
c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja
dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d. Ruang racikan.
e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
disebutkan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan
kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek.
Sebelumnya, Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki
surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker.
Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap
Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga
kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat
Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat
Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan
kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja
di fasilitas produksi atau distribusi farmasi.
Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK
dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite
Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus
SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan
mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun
dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.
Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN;
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran;
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi;
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping
harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama,
kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan
SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi
Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi
kualifikasi sebagai berikut:
a. Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
c. Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai Apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi
APA di apotek lain.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,
APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker
Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA
menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya
lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker
bersangkutan dicabut.
2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993
pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002
pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang
disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib
dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya
serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23
ayat 1);
b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima
sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2);
c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat
jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1).
d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada
pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep,
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika
dan psikotropika (Pasal 24 atay 2);
e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita
acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai
POM setempat (Pasal 24 ayat 3).
2.7 Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/SK/X/2002)
Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002
disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada
Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh
Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Sesuai dengan pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut,
ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut:
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari
kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada
Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap
kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi.
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau pernyataan dimaksud, poin
(d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat
Izin Apotek.
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
kerja mengeluarkan Surat Penundaan.
g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat
Penundaan.
h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan
disertai dengan alasan-alasannya .
Secara umum persyaratan izin apotek untuk Apotek yang bekerja sama
dengan pihak lain adalah sebagai berikut:
a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas
materai Rp. 6000,00.
b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum
dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang
disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI.
c. Fotokopi KTP DKI dari APA.
d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) Apoteker, dengan
lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai
negeri.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung
milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua)
tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun,
bila kontrak/sewa.
f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG).
g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat.
i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada
peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00.
j. Peta lokasi dan denah ruangan.
k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak
akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak
akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00.
l. Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang
farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00.
m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu
tanpa resep di atas materai Rp.6000,00.
n. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram).
o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.
p. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi.
q. Rencana jadwal buka apotek.
r. Daftar peralatan peracikan obat.
s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi.
t. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika.
u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir).
v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.
Persyaratan izin apotek praktek profesi adalah sebagai berikut:
a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku
Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas
materai Rp.6000,00.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi
yang diterbitkan setiap tahun sekali.
c. Fotokopi KTP DKI Apoteker apotek praktek profesi.
d. Status kepemilikan bangunan, IMB, dan surat sewa menyewa minimal 2
tahun.
e. Denah bangunan beserta peta lokasi.
f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll.
g. Fotokopi NPWP apoteker.
h. SIK/SP Apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan
surat selesai masa bakti Apoteker.
i. Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada
apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).
j. Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut
melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta.
2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian
izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka
waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota apabila:
a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu
baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan
seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara
lain yang ditetapkan oleh Menteri.
b. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus
menerus.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
c. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541,
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No.
5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997
tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku.
d. Surat Izin Kerja APA dicabut.
e. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-
undangan di bidang obat.
f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat
pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya
baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan
pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan:
a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek.
Pembekuani izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh
persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek
dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker
Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai
berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras
tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
13
Universitas Indonesia
c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala
Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang
olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang
dimaksud dalam huruf (a).
2.9 Tenaga Kerja di Apotek
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga
menengah farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin
kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker
Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai
administrasi/ tata usaha.
APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA
bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek,
juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik
Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut:
a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis
kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
b. Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu
baik dan yang keabsahannya terjamin.
c. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.
d. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang
optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset,
mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
e. Melakukan pengembangan apotek.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002, dalam
melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan
Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek
selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka
apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
14
Universitas Indonesia
berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah
memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain.
Tenaga pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran kegiatan
pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah Asisten Apoteker. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, Asisten
Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan
pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang membantu
Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir
merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang
dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. Pegawai
administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan
administrasi seperti membuat laporan harian.
2.10 Sediaan Farmasi di Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/
X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang
dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat
adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia
digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4
(empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat
golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan
dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian
obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
15
Universitas Indonesia
Obat Bebas
Obat Bebas Terbatas
Obat Keras dan Psikotropika
Golongan Narkotika
Gambar 2.1 Logo golongan obat
2.10.1 Obat OTC (Over the Counter)
Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat
OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat
bebas terbatas.
2.10.1.1 Obat Bebas
Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter
adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol.
(Kementerian Kesehatan, 2006).
2.10.1.2 Obat Bebas Terbatas
Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter
dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis
tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006).
Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda
peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan
tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau
disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya
dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Terdapat enam
golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu:
a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat
golongan ini adalah Stopcold, Inza, dan obat flu lainnya.
b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat
golongan ini adalah Listerine dan Betadine Gargle.
c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat
golongan ini adalah Rivanol dan Canesten.
d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar
e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini
adalah Suppositoria untuk laksatif.
f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan
ini adalah Suppositoria untuk wasir.
Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
17
Universitas Indonesia
2.10.2 Obat Ethical
Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter
disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras, psikotropika,
dan narkotika.
2.10.2.1 Obat Keras
Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat
keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran
merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam
golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes,
hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua
obat injeksi.
2.10.2.2 Psikotropika (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997)
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika yang digolongkan menjadi:
a. Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan
I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko/jamur tahi sapi), LSD
(lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika).
b. Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika
golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat. Sekarang obat
psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam obat narkotika golongan I.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
18
Universitas Indonesia
c. Psikotropika golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III
adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina.
d. Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan IV
adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan
klorazepam.
Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut :
a. Pemesanan
Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta
dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu surat
pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat
tiga rangkap. Berbeda dengan narkotika, pemesanan psikotropika dapat ditujukan
kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan.
b. Penyimpanan
Obat-obatan golongan psikotropika cenderung disalahgunakan sehingga
disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari
khusus.
c. Penyerahan
Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh
apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan
psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/ pasien.
Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya
dapat dilakukan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek,
rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
19
Universitas Indonesia
dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam
keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong
orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang
tidak ada apotek. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek dengan adanya
resep dokter.
d. Pelaporan
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan
dengan psikotropika dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10, dengan tembusan
kepada Balai Besar POM atau Balai POM setempat.
e. Pemusnahan
Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan
disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat
kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan
psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang
diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku,
kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika
dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat
tempat dan waktu pemusnahan; nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan
jumlah psikotropika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan
identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin
ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan
memberantas peredaran gelap psikotropika.
2.10.2.3 Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009)
Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
20
Universitas Indonesia
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Narkotika golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah
heroin, kokain, ganja, dan obat-obat psikotropika golongan I dan II.
b. Narkotika golongan II
Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, dan metadon.
c. Narkotika golongan III
Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah
kodein.
Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009
meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan
narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan
untuk:
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan Bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika;
c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna
dan pecandu narkotika.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut :
a. Pemesanan
Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi
(PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang
ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek.
Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam
narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing-masing
akan diserahkan ke BPOM, Suku Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip
apotek.
b. Penerimaan dan Penyimpanan
Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK
dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan
stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus
yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan
narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2. Harus mempunyai kunci yang kuat.
3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika
lainnya yang dipakai sehari-hari.
4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari
40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
5. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau
pegawai lain yang dikuasakan.
7. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
22
Universitas Indonesia
c. Pelayanan resep
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika
hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan
resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997
disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung
narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama
sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya
boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari
narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian
dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung
narkotika.
d. Pelaporan
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan
stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku
narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus
pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini
harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang
ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan
Balai Besar POM/Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip.
e. Pemusnahan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978
pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika
yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam
pelayanan kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-
kurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama
pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan
jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
23
Universitas Indonesia
lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara
pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan
Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat.
2.10.3 Obat Wajib Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/
VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk
pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang
memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan
pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari
apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi
obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna
mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat
meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.
b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993,
obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
24
Universitas Indonesia
Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek
diwajibkan untuk :
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
2.11 Pengelolaan Apotek
Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola
oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker
harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,
mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan
mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan
membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan
pengetahuan.
Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan
non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab
mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan
pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat
khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis
farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi,
keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan.
2.11.1 Perencanaan
Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat,
mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya
kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
25
Universitas Indonesia
jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu
perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat
berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan
sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan
budaya masyarakat.
2.11.2 Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar
pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan
secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang,
tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam
menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan
yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi
keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2.11.3 Penyimpanan
Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika
isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat
sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat
harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan.
Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan
kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika.
Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan
keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga.
2.11.4 Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi
pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan,
pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
26
Universitas Indonesia
yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
2.11.5 Pelayanan
Pelayanan apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922/MenKes/Per/X/1993 pasal 14 sampai dengan pasal 22, dan perubahan
terhadap ketentuan pasal 19 dalam Peraturan tersebut ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 19, yang
meliputi :
a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Pelayanan resep ini sepenuhnya atas tanggung jawab APA dan sesuai dengan
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 12
ayat 1 dan 2);
b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian
profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15 ayat 1);
c. Apotek tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep
dengan obat paten (Pasal 15 ayat 2);
d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,
Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan
obat yang lebih tepat (Pasal 15 ayat 3);
Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan
obat generik yang sama komponen aktifnya/ obat merek dagang lain atas
persetujuan dokter dan/atau pasien.
e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat yang diserahkan secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan
masyarakat (Pasal 15 ayat 4a dan 4b);
f. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep (Pasal 16 ayat 1 dan 2);
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
27
Universitas Indonesia
g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker (Pasal 17 ayat 1);
h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu tiga tahun (Pasal 17 ayat 2);
i. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku (Pasal 17 ayat 3);
j. APA, apoteker pendamping, atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual
obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa
resep. DOWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI (Pasal 18 ayat 1 dan 2);
k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA
harus menunjuk Apoteker pendamping (Pasal 19 ayat 1);
l. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan
melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (Pasal 19 ayat 2);
m. Penunjukan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) harus dilaporkan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 19 ayat 3);
n. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus memenuhi persyaratan
seperti persyaratan yang ditetapkan untuk APA (Pasal 19 ayat 4);
o. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara
terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut
(Pasal 19 ayat 5);
p. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti dalam hal pengelolaan apotek
(Pasal 20);
q. Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), bertanggung
jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang
bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21);
r. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten
Apoteker (Pasal 22 ayat 1);
s. Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah
pengawasan Apoteker (Pasal 22 ayat 2).
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
28
Universitas Indonesia
2.12 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita & Lily, 2004)
Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan
farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan
yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan
tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang
berlaku.
Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu:
a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai
kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.
b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan.
c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku
Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut:
a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun.
b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu
misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya.
c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat
persediaan rendah.
d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual
purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya,
seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan.
Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja.
Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap
tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh
pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing.
Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan
frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek
dapat dilakukan dengan cara:
a. Pembelian kontan atau kredit
Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat
yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka karena untuk
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
29
Universitas Indonesia
melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam
menjual, sedangkan pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya
sampai jatuh tempo.
b. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat)
Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, di
mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila
barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu
kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat
dikembalikan pada pemiliknya.
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek
Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan
obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara
efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan
cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi
prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada
di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu,
pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk
memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas
barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan
keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga
obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik.
Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan
yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat
dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode
pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat
dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) :
a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial)
Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat
yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital
dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia
atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
30
Universitas Indonesia
obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan
diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam
tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke
apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving.
Obat non-esensial adalah obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak
esensial.
b. Analisis Pareto (ABC)
Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang
mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan
berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang
difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai
rendah. Kelas A merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi.
Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya
hanya sekitar 20% dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi.
Kelas B merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah.
Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya
hanya sekitar 30% dari seluruh item. Kelas C adalah persediaan yang memiliki
volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai
persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Pengendalian persediaan
untuk kelas A dilakukan secara intensif, untuk kelas B dilakukan secara moderat,
dan kelas C dilakukan secara sederhana.
Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap
sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian
mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai
investasi terbesar hingga terkecil. Kelompok A memiliki nilai investasi 70% dari
total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20% dari
total investasi obat keseluruhan dan kelompok C memiliki nilai investasi 10% dari
total investasi obat keseluruhan.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
31
Universitas Indonesia
c. Analisis VEN-ABC
Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya
selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC
menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis
menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:
V E N
A VA EA NA
B VB EB NB
C VC EC NC
Gambar 2.3 Matriks VEN - ABC
Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk
menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua
obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi
kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat non-
esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C
pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pharmaceutical care (PC) seringkali diartikan sebagai Asuhan
Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung
jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu
dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good
Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good
Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin
bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi
kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan
inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya
pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan
dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi
yang diinginkan.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
32
Universitas Indonesia
Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah
sebagai berikut:
a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa
kriteria.
b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri
(swamedikasi).
c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal
melalui telepon atau kunjungan residensial.
d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat
tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di
masyarakat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi
peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care).
1. Pelayanan Resep
a. Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan
administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap
persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan
resep; tanda tangan/ paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin
dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara
pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik
meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan.
b. Penyiapan obat
Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan kegiatan
menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada
wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
33
Universitas Indonesia
dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang
benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi
dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat
diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian
antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai
pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan
farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan
lainnya.
Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC,
asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu
seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
2. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan,
dan lain-lainnya.
3. Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini
Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
34
Universitas Indonesia
2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian
merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien,
keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk
membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi
dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta
untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya
penyakitnya cepat sembuh.
Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek
samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain.
Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat
memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar
belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut:
1. Ketidakpatuhan pasien
Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi
pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang
kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus
oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif
membuat pasien menggandakan dosis sendiri.
2. Penggunaan obat yang tidak rasional
Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis
obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak
terjangkau oleh pasien.
3. Penggunaan obat yang tidak benar
Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien.
Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam
penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan
inhaler, suppositoria, dan obat tetes.
KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga
kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain :
1. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan
a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
35
Universitas Indonesia
b. Menurunkan ketidakpatuhan.
c. Menurunkan efek samping obat.
d. Menurunkan biaya pengobatan.
e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit.
f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
2. Bagi Apoteker
a. Meningkatkan citra profesi.
b. Meningkatkan kepuasan kerja.
c. Menarik customer.
2.14.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian
informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat
penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat
yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat
dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker
harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak
lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.
2. Objektif
3. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari
berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
4. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan
sumber data atau referensi yang dapat dipercaya.
5. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya
mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik,
melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
36
Universitas Indonesia
2.14.3 Konseling
Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker
di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling
mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita
penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis
lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.14.4 Swamedikasi
Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter
ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi
gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag,
masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari
swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi
vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh.
Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat
adalah :
1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang
semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya
sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi
dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat
OTC dan obat DOWA.
2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif
rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang
semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi
semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang
dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit,
sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen
makanan atau suplemen kesehatan.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
37
Universitas Indonesia
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi,
antara lain :
1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di
dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat
aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara
penggunaan.
2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya
apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi
batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.
3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau
memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.
4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa
jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau
menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya.
5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak
boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan
dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA
3.1 Sejarah dan Lokasi
Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan
Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai
Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt.
Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat yang
merupakan kawasan pemukiman penduduk. Apotek Atrika terletak di tepi jalan
yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta
merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar
apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan.
Peta lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1. Apotek Atrika buka dari
hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul 08.00 sampai 22.00 WIB, kecuali untuk hari
Sabtu hanya sampai pukul 17.00 WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur
nasional tutup.
3.2 Tata Ruang
Bagian depan Apotek Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan
sebagai tempat parkir. Bangunan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu
ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir,
tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk
obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat
ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar denah Apotek
Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2.
Penyusunan obat dilakukan berdasarkan susunan abjad dan disesuaikan
berdasarkan jenis sediaannya. Sediaan yang terdapat di Apotek Atrika dibagi
menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup,
suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat
tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk
38 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
39
Universitas indonesia
menyimpan obat generik, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang
telah mendekati waktu kadaluarsa.
3.3 Struktur Organisasi
Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang
tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan
membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas,
wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja
yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan
fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana.
Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian
sebagai berikut:
a. Tenaga teknis farmasi, yaitu:
Pemilik Sarana Apotek : 1 orang
Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang
Apoteker Pendamping : 1 orang
Asisten Apoteker : 2 orang
Juru resep : 1 orang
b. Tenaga non teknis farmasi, yaitu:
Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang
Pesuruh : 2 orang
Kurir : 5 orang
3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan
3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya
(apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan
perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan
dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-
masing karyawan.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
40
Universitas indonesia
c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan
omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan
pelayanan dan kemajuan apotek.
d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkan obat.
e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan
informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,
bijaksana, dan terkini.
f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi.
g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.
j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan
narkotika dan psikotropika.
3.4.2 Apoteker Pendamping
Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada
di tempat.
b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien.
c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya.
d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit.
e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat.
3.4.3 Asisten Apoteker
Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pendataan kebutuhan barang.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
41
Universitas indonesia
b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di
ruang peracikan.
c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkankan obat.
d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan
resep.
e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
f. Mencatat keluar masuk barang.
g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang
masuk setiap harinya.
i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan
pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran
yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.4.4 Juru Resep
Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek
adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah:
a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau
pembuatan obat jadi maupun obat racikan.
b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil
sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.
c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker.
d. Menjaga kebersihan apotek.
3.4.5 Kasir
Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut:
a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit.
b. Menerima barang masuk.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
42
Universitas indonesia
c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk.
d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.
e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan.
f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.
g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.4.6 Keuangan
Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi.
b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat
bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep.
c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional
apotek, seperti listrik dan telepon.
d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran
faktur dengan PBF.
3.4.7 Pesuruh
Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut:
a. Menjaga kebersihan apotek.
b. Menjamin kerapian apotek.
c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis
kefarmasian.
3.4.8 Kurir
Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut:
a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar.
b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat.
c. Menerima uang hasil pembayaran obat.
3.5 Kegiatan di Apotek Atrika
Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift
II pukul 16.00-22.00. Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul
08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-17.00, sedangkan hari Minggu dan hari
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
43
Universitas indonesia
libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan
menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan
non-teknis kefarmasian.
3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian
3.5.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Pengadaan Barang
APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan
perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan
barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan
mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang
diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotek Atrika, baik jenis
maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus
barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat
yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek.
Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (cash
order delivery), atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor
kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima
komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan.
Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek,
di mana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya
terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana
pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan
pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo.
b. Pemesanan Barang
Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan
menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon.
c. Penerimaan Barang
Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat
pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan
fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
44
Universitas indonesia
sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan
memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali
ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembelian
dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, no.
faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan,
potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian
ditambahkan ke dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi
perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga
kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir.
d. Penyimpanan Barang
Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk
sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC.
Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih
dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/ atau paling atas, agar keluar
terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barang-
barang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di
lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh
Apoteker Pendamping.
e. Pengeluaran Barang
Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal
dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada
buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari
penjualan resep dicatat pada buku resep.
f. Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang
Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku
resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu
stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan
pemesanan.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
45
Universitas indonesia
g. Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak)
Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan
sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah
minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat
biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini
ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad.
3.5.1.2 Pengelolaan Narkotika
a. Pengadaan Narkotika
Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten
Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan
oleh Apoteker Pengelola Apotek.
b. Penyimpanan Narkotika
Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan
kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping.
c. Pelayanan Narkotika
Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok
dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah,
dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain.
d. Pelaporan Narkotika
Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan
tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip.
3.5.1.3 Pengelolaan Psikotropika
a. Pengadaan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
46
Universitas indonesia
b. Penyimpanan Psikotropika
Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping.
c. Pelayanan Psikotropika
Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan
salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep
lain.
d. Pelaporan Psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap
bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip.
3.5.1.4 Pelayanan Apotek
a. Pelayanan Obat dengan Resep
Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker
menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga
pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir.
Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter
untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah
dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Pasien membayar
harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon
pasien.
Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh
Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang,
maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan
diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K
dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada
pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan
informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P
pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
47
Universitas indonesia
per hari dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan
pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi
pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan
penagihan pada awal bulan berikutnya.
b. Pelayanan Obat Tanpa Resep
Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan
lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian
barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.5.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian
3.5.2.1 Kegiatan Administrasi
a. Administrasi Personalia
Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan
fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.
b. Administrasi Umum
Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan
psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.
c. Administrasi Penjualan
Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara
tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam
buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan
harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah.
d. Administrasi Pembelian
Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan
pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
48
Universitas indonesia
ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal
pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur.
e. Administrasi Pajak
Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan
pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang
harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak
lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame.
f. Administrasi Pergudangan
Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang
tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan.
g. Administrasi Piutang
Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
3.5.2.2 Sistem Administrasi
Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik,
dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang
masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker
yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek
Atrika meliputi:
a. Buku Defekta
Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang
telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi
kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih
cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan
baik.
b. Surat Pesanan (SP)
Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri
dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
49
Universitas indonesia
terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal
pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan,
tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek.
c. Buku Faktur
Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum
tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama
barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan
jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam
dipisahkan.
d. Buku Perubahan Harga
Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada
perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku
perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar
harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotek Atrika
cabang.
e. Buku Daftar Harga
Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas
dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek
dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad
dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik.
f. Kartu Stok Besar
Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru
dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama
PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa.
g. Kartu Stok Kecil
Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk
serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/ masuk
barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
50
Universitas indonesia
kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar,
dan sisa stok barang pada lemari.
h. Buku Pemasukan Barang Dalam
Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam
buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan
tanggal kadaluarsa.
i. Buku Pemasukan Barang Luar
Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC.
j. Buku Resep
Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep.
Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat
serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat.
k. Buku Penjualan Obat Bebas
Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang
memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat.
l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika
Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan
narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan
awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF,
pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada.
m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang
Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke
Apotek Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini
memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA
3.1 Sejarah dan Lokasi
Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan
Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai
Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt.
Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat yang
merupakan kawasan pemukiman penduduk. Apotek Atrika terletak di tepi jalan
yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta
merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar
apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan.
Peta lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1. Apotek Atrika buka dari
hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul 08.00 sampai 22.00 WIB, kecuali untuk hari
Sabtu hanya sampai pukul 17.00 WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur
nasional tutup.
3.2 Tata Ruang
Bagian depan Apotek Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan
sebagai tempat parkir. Bangunan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu
ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir,
tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk
obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat
ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar denah Apotek
Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2.
Penyusunan obat dilakukan berdasarkan susunan abjad dan disesuaikan
berdasarkan jenis sediaannya. Sediaan yang terdapat di Apotek Atrika dibagi
menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup,
suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat
tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk
38 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
39
Universitas Indonesia
menyimpan obat generik, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang
telah mendekati waktu kadaluarsa.
3.3 Struktur Organisasi
Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang
tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan
membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas,
wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja
yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan
fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana.
Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian
sebagai berikut:
a. Tenaga teknis farmasi, yaitu:
Pemilik Sarana Apotek : 1 orang
Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang
Apoteker Pendamping : 1 orang
Asisten Apoteker : 2 orang
Juru resep : 1 orang
b. Tenaga non teknis farmasi, yaitu:
Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang
Kurir : 1 orang
3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan
3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya
(apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan
perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan
dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
40
Universitas Indonesia
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-
masing karyawan.
c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan
omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan
pelayanan dan kemajuan apotek.
d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkan obat.
e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan
informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,
bijaksana, dan terkini.
f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi.
g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.
j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan
narkotika dan psikotropika.
3.4.2 Apoteker Pendamping
Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada
di tempat.
b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien.
c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya.
d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit.
e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
41
Universitas Indonesia
3.4.3 Asisten Apoteker
Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pendataan kebutuhan barang.
b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di
ruang peracikan.
c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkankan obat.
d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan
resep.
e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
f. Mencatat keluar masuk barang.
g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang
masuk setiap harinya.
i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan
pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran
yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.4.4 Juru Resep
Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek
adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah:
a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau
pembuatan obat jadi maupun obat racikan.
b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil
sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.
c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker.
d. Menjaga kebersihan apotek.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
42
Universitas Indonesia
3.4.5 Kasir
Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut:
a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit.
b. Menerima barang masuk.
c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk.
d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.
e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan.
f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.
g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.4.6 Keuangan
Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi.
b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat
bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep.
c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional
apotek, seperti listrik dan telepon.
d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran
faktur dengan PBF.
3.4.7 Pesuruh
Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut:
a. Menjaga kebersihan apotek.
b. Menjamin kerapian apotek.
c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis
kefarmasian.
3.4.8 Kurir
Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut:
a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar.
b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat.
c. Menerima uang hasil pembayaran obat.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
43
Universitas Indonesia
3.5 Kegiatan di Apotek Atrika
Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift
II pukul 16.00-22.00. Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul
08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-17.00, sedangkan hari Minggu dan hari
libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan
menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan
non-teknis kefarmasian.
3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian
3.5.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Pengadaan Barang
APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan
perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan
barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan
mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang
diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotek Atrika, baik jenis
maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus
barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat
yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek.
Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (cash
order delivery), atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor
kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima
komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan.
Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek,
di mana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya
terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana
pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan
pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo.
b. Pemesanan Barang
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
44
Universitas Indonesia
Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan
menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon.
c. Penerimaan Barang
Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat
pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan
fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima
sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan
memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali
ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembelian
dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, no.
faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan,
potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian
ditambahkan ke dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi
perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga
kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir.
d. Penyimpanan Barang
Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk
sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC.
Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih
dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/ atau paling atas, agar keluar
terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barang-
barang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di
lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh
Apoteker Pendamping.
e. Pengeluaran Barang
Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal
dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
45
Universitas Indonesia
buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari
penjualan resep dicatat pada buku resep.
f. Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang
Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku
resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu
stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan
pemesanan.
g. Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak)
Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan
sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah
minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat
biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini
ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad.
3.5.1.2 Pengelolaan Narkotika
a. Pengadaan Narkotika
Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten
Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan
oleh Apoteker Pengelola Apotek.
b. Penyimpanan Narkotika
Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan
kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping.
c. Pelayanan Narkotika
Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
46
Universitas Indonesia
dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah,
dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain.
d. Pelaporan Narkotika
Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan
tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip.
3.5.1.3 Pengelolaan Psikotropika
a. Pengadaan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Penyimpanan Psikotropika
Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping.
c. Pelayanan Psikotropika
Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan
salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep
lain.
d. Pelaporan Psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap
bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip.
3.5.1.4 Pelayanan Apotek
a. Pelayanan Obat dengan Resep
Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker
menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga
pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir.
Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
47
Universitas Indonesia
untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah
dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Pasien membayar
harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon
pasien.
Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh
Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang,
maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan
diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K
dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada
pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan
informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P
pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep
per hari dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan
pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi
pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan
penagihan pada awal bulan berikutnya.
b. Pelayanan Obat Tanpa Resep
Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan
lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian
barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.5.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian
3.5.2.1 Kegiatan Administrasi
a. Administrasi Personalia
Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan
fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.
b. Administrasi Umum
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
48
Universitas Indonesia
Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan
psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.
c. Administrasi Penjualan
Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara
tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam
buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan
harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah.
d. Administrasi Pembelian
Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan
pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang
ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal
pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur.
e. Administrasi Pajak
Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan
pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang
harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak
lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame.
f. Administrasi Pergudangan
Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang
tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan.
g. Administrasi Piutang
Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
49
Universitas Indonesia
3.5.2.2 Sistem Administrasi
Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik,
dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang
masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker
yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek
Atrika meliputi:
a. Buku Defekta
Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang
telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi
kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih
cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan
baik.
b. Surat Pesanan (SP)
Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri
dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar
terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal
pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan,
tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek.
c. Buku Faktur
Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum
tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama
barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan
jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam
dipisahkan.
d. Buku Perubahan Harga
Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada
perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku
perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar
harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotek Atrika
cabang.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
50
Universitas Indonesia
e. Buku Daftar Harga
Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas
dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek
dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad
dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik.
f. Kartu Stok Besar
Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru
dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama
PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa.
g. Kartu Stok Kecil
Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk
serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/ masuk
barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal
kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar,
dan sisa stok barang pada lemari.
h. Buku Pemasukan Barang Dalam
Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam
buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan
tanggal kadaluarsa.
i. Buku Pemasukan Barang Luar
Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC.
j. Buku Resep
Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep.
Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat
serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat.
k. Buku Penjualan Obat Bebas
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
51
Universitas Indonesia
Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang
memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat.
l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika
Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan
narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan
awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF,
pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada.
m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang
Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke
Apotek Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini
memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
BAB 4
PEMBAHASAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker yang
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apotek juga merupakan sarana yang
digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
Apotek Atrika yang terletak di Jalan Kartini Raya nomor 34 A, Jakarta
Pusat dengan nomor SIA 1387.01/KANWIL/SIA/01/0 merupakan sebuah apotek
kerja sama antara Bapak Winardi Hendrayanta sebagai pemilik sarana apotek
(PSA) dengan Dr. Harmita, Apt., sebagai Apoteker pengelola apotek (APA).
Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001. Apotek Atrika telah berjalan
selama hampir 11 tahun. Apotek Atrika memiliki lokasi yang cukup strategis,
yaitu berada di sekitar pemukiman dan perumahan penduduk yang cukup padat,
serta dekat dengan beberapa praktek dokter, yaitu dokter umum, dokter gigi,
dokter spesialis (spesialis anak dan spesialis kulit dan kelamin), dan dokter
hewan. Lokasi yang cukup strategis juga didukung dengan keberadaan sarana
kesehatan lain di sekitar apotek, seperti puskesmas dan rumah sakit, serta
keberadaan apotek pesaing yang cukup jauh letaknya. Apotek ini juga terletak di
jalan dua arah dengan lebar badan jalan yang tidak terlalu besar serta cukup ramai
dilalui kendaraan, termasuk kendaraan umum, sehingga mudah untuk dicapai.
Keberadaan Apotek Atrika cukup mudah dilihat dengan adanya plang apotek
51 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
5252
Universitas indonesia
berwarna kuning dengan tulisan merah dilengkapi lampu yang menyala terang
ketika malam cukup menarik perhatian pengunjung.
Dari segi bangunan dan fasilitas, Apotek Atrika memiliki ukuran
bangunan sekitar 7×7,2 meter persegi yang dibagi menjadi dua ruangan, yaitu
ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan apotek terdiri dari ruang tunggu,
kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase
untuk obat OTC. Ruang dalam apotek terdiri atas ruang racik yang dikelilingi
lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel.
Peralatan apotek, seperti timbangan, mortir dan alu, gelas ukur, dan buku-buku
referensi tertata dengan rapi pada tempatnya. Obat-obat juga tersusun dengan rapi
dalam lemari sehingga terlindung dari debu, kelembapan, dan cahaya yang
berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan dan temperatur yang sesuai.
Penyusunan obat di etalase maupun di dalam ruang racik dilakukan berdasarkan
susunan abjad dan disesuaikan berdasarkan jenis sediaannya. Dalam ruangan
penyimpanan baik untuk obat ethical maupun OTC terdapat satu buah AC yang
diset suhunya pada 22oC. Meja racik terletak pada bagian tengah di antara lemari
obat dimana tata letak yang seperti itu dapat mempermudah pekerjaan peracikan
obat. Meja kerja diletakkan di sudut ruangan agar tidak mengganggu pekerjaan
meracik obat. Apotek Atrika tidak memiliki gudang penyimpanan obat karena
lokasi apotek yang dekat dengan beberapa PBF sehingga obat yang diterima
langsung diletakkan pada lemari obat dan disediakan dalam jumlah yang
disesuaikan dengan arus barang. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dengan
menghemat biaya pemeliharaan stok, mengurangi biaya pemeliharaan gudang,
dan mengurangi resiko kerugian akibat barang yang kadaluarsa maupun yang
tidak terjual.
Apoteker mempunyai peran, fungsi, dan tanggung jawab dalam semua
kegiatan yang berlangsung di apotek, mencakup aspek pengelolaan teknis
kefarmasian dan non teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis kefarmasian di
Apotek Atrika meliputi pengelolaan sediaan farmasi, pelayanan resep hingga
pemberian informasi. Pengelolaan sediaan farmasi tersebut terdiri dari pengadaan,
pemesanan, penerimaan, penyimpanan, pengeluaran, pencatatan persediaan, dan
pelaporan.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
5353
Universitas indonesia
Pemesanan obat dilakukan setiap hari, baik melalui telepon ke Pedagang
Besar Farmasi (PBF) maupun melalui medical representative yang datang ke
apotek. Pembayaran terhadap sediaan atau perbekalan farmasi yang dipesan dari
Pedagang Besar Farmasi (PBF) juga sudah terencana dan terlaksana dengan baik.
Pembayaran diatur pada tanggal tukar faktur yaitu pada tanggal 5 dan 15 setiap
bulannya sehingga apotek tidak harus membayar setiap hari dan tidak terbebani
dengan tanggal pembayaran yang tidak teratur. Barang pesanan selalu diantar
dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 hari (24 jam), sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati dengan pihak PBF. Proses pengadaan barang di Apotek
Atrika, jenis dan jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan
kategori arus barang fast moving atau slow moving serta didasarkan pada jenis
obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek.
Pengadaan barang dan perbekalan farmasi yang dilakukan yaitu dengan cara
konsinyasi, COD (Cash Order Delivery), atau kredit. Konsinyasi dilakukan
dengan menerima penitipan barang dari distributor, kemudian apotek bertindak
sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, bila tidak
terjual barang tersebut dapat dikembalikan ke distributor asalnya. COD dilakukan
pembayaran langsung terhadap barang yang dipesan dari distributor sedangkan
kredit dilakukan pembayaran apabila faktur pembelian obat dan/atau perbekalan
farmasi dinyatakan telah jatuh tempo.
Pemesanan narkotika dan psikotropika memiliki prosedural yang berbeda
dari pemesanan sediaan farmasi yang lain. Untuk pemesanan narkotika dilakukan
dengan SP (Surat Pemesanan) khusus yaitu SP model N. 9 di mana untuk satu SP
digunakan hanya untuk satu jenis narkotika yang dipesan. Surat pesanan untuk
narkotika terdiri dari 4 rangkap, yaitu untuk diberikan ke PBF (PT. Kimia Farma),
Balai POM, pabrik obat (PT. Kimia Farma), dan arsip. Pemesanan dilakukan
secara langsung, ke PBF yang telah ditunjuk oleh Pemerintah yaitu Kimia Farma,
dan pembayaran atas pesanan narkotika dilakukan secara COD (Cash On
Delivery). Untuk psikotropika pemesanan juga dilakukan secara langsung namun
menggunakan SP yang berbeda, di mana untuk satu SP dapat digunakan untuk
memesan lebih dari satu jenis psikotropika. Surat pesanan untuk psikotropika
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
5454
Universitas indonesia
terdiri dari rangkap 3 yang diserahkan kepada PBF, Balai POM, dan sebagai arsip.
Pembayaran obat psikotropika juga dapat dilakukan secara kredit kepada PBF.
Obat pesanan yang diantar ke apotek, terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan apakah faktur dan barang pesanan (jenis dan jumlah barang) telah
sesuai dengan surat pesanan (SP) barang. Jika sesuai, maka akan ditandatangani
dan diberi cap apotek oleh apoteker/Asisten Apoteker. Obat pesanan yang sudah
diterima kemudian diperiksa nomor bets dan tanggal kadaluarsanya, lalu dicatat
pada faktur untuk menghindari kemungkinan diterimanya obat yang sudah
kadaluarsa atau mendekati kadaluarsa. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali
ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Obat dan/atau
perbekalan farmasi yang dibeli dicatat dalam buku pemasukan barang yang berisi
tanggal pembelian, barang yang dipesan dan jumlah yang dipesan. Jumlah barang
yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok
gudang) dan kartu stok kecil (kartu stok harian).
Penyimpanan obat diletakkan dalam lemari kaca sehingga memudahkan
proses pengambilan obat ketika diperlukan. Obat-obat Over the Counter (OTC)
diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang depan, sedangkan obat-obat ethical
diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang dalam. Penyimpanan obat disusun
secara abjad dan berdasarkan jenis sediaan, baik pada lemari obat ethical maupun
OTC. Masing-masing kelompok sediaan disusun berdasarkan abjad dari bagian
atas lemari hingga ke bagian bawah lemari secara zig-zag sehingga memudahkan
pencarian. Pada lemari OTC, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis sediaan
yaitu padat, cair, dan setengah padat. Di ruang depan apotek terdapat 3 buah
etalase untuk menyimpan OTC sediaan padat, 1 buah lemari untuk menyimpan
OTC sediaan cair, dan 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan obat luar.
Pada lemari obat ethical di bagian dalam, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis
sediaan yaitu padat, cair, dan setengah padat serta dilakukan pula pemisahan
antara obat generik dengan obat paten dan untuk penyimpanan obat sediaan padat
terdapat 4 buah lemari, dimana 3 buah lemari digunakan untuk menyimpan obat
paten dan 1 buah lemari digunakan untuk menyimpan obat generik. Untuk
penyimpanan obat sediaan cair terdapat 1 buah lemari. Untuk penyimpanan
sediaan setengah padat terdapat 1 buah lemari. Pemisahan ini berguna untuk
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
5555
Universitas indonesia
memudahkan dalam pengambilan barang dan meminimalkan risiko tertukarnya
barang. Beberapa obat yang sering digunakan dalam obat racikan, seperti teofilin
dan CTM, juga memiliki tempat khusus di meja racik sehingga dapat
mempermudah pekerjaan meracik obat. Untuk obat-obat ethical yang memiliki
kecenderungan fast moving seperti Interdoxin® diletakkan di tempat terpisah. Obat
golongan narkotika dan psikotropika disusun berdasarkan abjad dan disimpan
sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni dalam lemari khusus berkunci yang
terpisah dari lemari obat ethical lain, dan letaknya tersembunyi dari penglihatan
umum. Kunci lemari narkotika dan psikotropika dipegang oleh penanggung jawab
apotek.
Obat yang akan kadaluarsa (dalam waktu tiga hingga enam bulan ke
depan) diletakkan di tempat terpisah, dikelompokkan sesuai bulan kadaluarsa, dan
dilakukan pencatatan pada buku khusus “obat yang akan expired”. Obat-obat
tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan untuk dikembalikan
kepada PBF. Pada lemari obat dari obat yang akan kadaluarsa diberi catatan untuk
mengingatkan agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka obat
yang akan kadaluarsa diserahkan terlebih dahulu. Jika obat dengan tanggal
kaduluarsa yang dekat sudah terjual atau dikembalikan pada PBF, maka statusnya
akan dicatat pada buku khusus “obat yang akan expired”. Jika obat-obat tersebut
tidak terjual atau tidak dapat dikembalikan ke PBF hingga batas kadaluarsanya,
maka obat-obat tersebut akan dimusnahkan.
Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal
dikeluarkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan menyusun barang dengan
tanggal kadaluarsa yang lebih jauh pada bagian dalam atau bagian bawah
tumpukan obat sehingga obat-obat dengan tanggal kadaluarsa yang lebih dekat
akan terjual lebih dahulu. Pengeluaran obat pada Apotek Atrika dapat terjadi
karena pembelian, baik pembelian dengan resep maupun pembelian untuk
swamedikasi, dan pengiriman ke cabang Apotek Atrika sesuai permintaan. Setiap
pengeluaran barang atau obat, baik karena pembelian maupun karena pengiriman,
dicatat pada kartu stok dan buku yang sesuai dengan jenis pengeluaran, yaitu buku
catatan resep, buku penjualan bebas, dan buku pengiriman. Untuk pengiriman
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
5656
Universitas indonesia
barang ke cabang Apotek Atrika sejak tanggal 1 Maret 2012 ditulis di buku nota
sebagai faktur pengiriman yang berisi informasi mengenai jumlah, jenis, expired
date, dan batch number barang yang dikirim.
Pengelolaan resep di Apotek Atrika sudah dilakukan dengan baik. Semua
resep yang sudah diterima, disimpan per hari berdasarkan nomor urut resep.
Setiap pengeluaran obat-obat yang diresepkan, dilakukan pencatatan informasi
mengenai tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat
yang diberikan dalam buku catatan resep. Resep-resep tersebut akan disimpan
selama 3 tahun. Setelah itu, dilakukan pemusnahan resep dengan membuat berita
acara yang selanjutnya dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya
Jakarta Pusat. Seluruh kegiatan dalam sistem pelayanan resep, mulai dari
penerimaan resep, pemberian harga, penimbangan/peracikan, pengemasan,
koreksi, hingga penyerahan resep dibantu dengan suatu alat bantu sederhana
berupa selembar kertas kecil berisi paraf tiap kegiatan yang sudah dilakukan
(kertas HTKP) sehingga mempermudah pengawasan dan pengendalian dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing bagian. Kertas bertuliskan HTKP
tersebut harus ditandatangani oleh petugas yang melakukan setiap tahap
pengerjaan resep, yaitu H/Harga untuk petugas yang memberikan harga resep,
T/Timbang untuk petugas yang melakukan penimbangan atau pengambilan obat,
K/Kemas untuk petugas yang melakukan pengemasan dan pemberian etiket, dan
P/Penyerahan untuk petugas yang menyerahkan obat tersebut kepada pasien.
Terdapat dua macam kertas HTKP di Apotek Atrika sebagai penandaan, yaitu
kertas berwarna kuning untuk resep yang mengandung obat narkotika dan kertas
berwarna putih untuk resep non narkotika.
Resep yang mengandung obat golongan narkotika hanya dapat ditebus
oleh pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung
narkotika tidak boleh diulang dan jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang
belum diambil hanya bisa dibeli pada apotek yang sama (apotek asal yang
menyimpan resep aslinya). Jika resep yang diterima mengandung narkotika, maka
pada resep diberi garis merah dan disimpan terpisah dari resep obat non narkotika.
Untuk obat golongan psikotropika dapat diberikan berdasarkan resep asli dari
dokter atau salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika dapat diulang
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
5757
Universitas indonesia
jika perlu. Selanjutnya, setiap pengeluaran obat-obat ini (golongan narkotika dan
psikotropika) dicatat pada buku pengeluaran khusus narkotika dan psikotropika
dan pada kartu stok masing-masing. Kartu stok narkotika dan psikotropika tidak
disimpan bersama kartu stok lainnya melainkan di dalam lemari penyimpanan
narkotika dan psikotropika.
Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika
dan psikotropika kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat setiap
periode, yakni setiap bulan untuk obat golongan narkotika (Lampiran 7) dan obat
golongan psikotropika (Lampiran 9) sebelum tanggal 10. Pelaporan narkotika dan
psikotropika pada Apotek Atrika pusat di jalan Kartini Raya ini dilakukan secara
manual dengan menggunakan surat, sedangkan pelaporan narkotika dan
psikotropika di Apotek Atrika Mangga Dua dan PIK (Pantai Indah Kapuk) telah
dilakukan secara online. Untuk obat-obat golongan narkotika dan psikotropika
yang rusak dan sudah kadaluarsa, harus dilakukan pemusnahan dengan disaksikan
oleh APA, Asisten Apoteker dan petugas dinas kesehatan dan dibuat berita acara
pemusnahannya.
Kegiatan pengelolaan non teknis kefarmasian merupakan kegiatan yang
dilakukan di luar kegiatan pengelolaan teknis kefarmasian dimana kegiatan ini
meliputi semua kegiatan administrasi yang ada di Apotek Atrika. Kegiatan ini
telah dilakukan dengan baik di Apotek Atrika.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) di apotek atrika mempunyai
peran, fungsi, dan tanggung jawab dalam semua kegiatan yang
berlangsung di apotek, mencakup aspek pengelolaan teknis kefarmasian
dan non teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi
pengelolaan sediaan farmasi, pelayanan resep hingga pemberian informasi
kepada pasien, sedangkan pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi
kegiatan administrasi keuangan, personalia dan administrasi lainnya.
5.1.2. Apotek Atrika mempunyai suatu sistem pengelolaan apotek yang baik,
meliputi manajemen dan administrasi di apotek secara keseluruhan yaitu
cara pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau pengeluaran barang,
termasuk sistem pelayanannya kepada masyarakat, serta pelaksanaan
pengelolaan dan pengawasan keuangan dan administrasi.
5.2. Saran
5.2.1. Pelayanan swamedikasi perlu ditingkatkan oleh apoteker yang bertugas
untuk dapat meningkatkan penjualan dan meningkatkan pengobatan
sendiri secara tepat, aman, dan rasional.
5.2.2. Pelayanan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada para
pelanggannya dapat mulai diterapkan sebagai wujud peran apoteker dalam
menjalankan keprofesiannya sehingga keberhasilan terapi dapat tercapai.
5.2.3. Untuk meningkatkan kenyamanan konsumen saat menunggu proses
pelayanan, perlu adanya peningkatan fasilitas di ruang depan Apotek
Atrika seperti majalah, koran, atau televisi.
53 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
DAFTAR ACUAN
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006). Standar PelayananKefarmasian di Apotek. Jakarta. Direktorat Bina Farmasi Komunitas danKlinik Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DEPKES RI.
Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: KementerianKesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan No.919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat DiserahkanTanpa Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan No.922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian IjinApotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas PeraturanMenteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuandan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta: Kementerian KesehatanRepublik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasiandi Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan BebasTerbatas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan AtasPeraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution,and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers.
54 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
55
Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : AirlanggaUniversity Pers.
Undang-Undang Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik IndonesiaNo. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
56
Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Atrika
[Sumber: Holtrof, 2003, “telah diolah kembali”]
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
57
Lampiran 2. Denah Ruangan Apotek Atrika
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
58
Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Atrika
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
59
Lampiran 4. Alur Penanganan Resep
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
60
Lampiran 5. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
61
Lampiran 6. Surat Pesanan (SP) Narkotika
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
62
Lampiran 7. Laporan Penggunaan Narkotika
LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA
Nama Apotek : Atrika Form :
Alamat dan Telepon : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat Lembar : 1
6394153, 6260276
Bulan : Tahun :
Nama SatuanSaldoAwal
PEMASUKAN PENGGUNAAN
SaldoAkhirDari Jumlah Untuk Jumlah
Codein 10 mg Tablet Tablet
Codein 20 mg Tablet Tablet
Codipront Cum ExpKapsul Kapsul
Codipront Syrup Botol
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
63
Lampiran 8. Surat Pesanan (SP) Psikotropika
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
64
\Lampiran 9. Laporan Penggunaan Psikotropika
LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA
Nama Apotek :Atrika Form :
Alamat dan Telepon : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat Lembar : 1
6394153, 6260276
Bulan : Tahun :
SaldoAwal
PEMASUKAN PENGGUNAAN
Nama Satuan Dari Jumlah Untuk JumlahSaldoAkhir
Alganax 1 mg Tablet
Apisate Tab Tablet
Ativan 0.5 mg Tablet
Ativan 2 mg Tablet
Braxidin Tab Tablet
Danalgin Tab Tablet
Esilgan 1 mg Tablet
Esligan 2 mg Tablet
Frisium 10 mg Tablet
Luminal 30 mg Tablet
Spasmium 5 mg Tab Tablet
Valisanbe 5 mg Tab Tablet
Xanax 0.25 mg Tab Tablet
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
65
Lampiran 10. Kartu Sok Besar Apotek Atrika
a. Kartu stok besar untuk sediaan solid
b. Kartu stok besar untuk sediaan semisolid
c. Kartu stok besar untuk sediaan liquid
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
66
Lampiran 11. Kartu Stok Kecil Apotek Atrika
a. Kartu stok kecil untuk sediaan
solid
b. Kartu stok kecil untuk sediaan
semisolid
c. Kartu stok kecil untuk sediaan
liquid
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
67
Lampiran 12. Salinan Resep Apotek Atrika
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
68
Lampiran 13. Etiket Apotek Atrika
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
69
Lampiran 14. Faktur Pengiriman Barang ke Cabang Apotek Atrika
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
70
Lampiran 15. Kuitansi Apotek Atrika
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
71
Lampiran 16. Berita Acara Pemusnahan Resep Apotek Atrika
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENGGUNAAN NOREFEDRIN DI APOTEKATRIKA PADA PERIODE OKTOBER 2012 – MARET 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI APOTEK ATRIKA
PERIODE APRIL – MEI 2013
WILLY HERMAWAN, S.Farm.1206313873
ANGKATAN LXXVI
PROGRAM PROFESI APOTEKERFAKULTAS FARMASI DEPOK
JUNI 2013
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 11.1 Latar Belakang ....................................................................................... 11.2 Tujuan .................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 32.1. Prekursor ............................................................................................... 32.2. Narkotika, dan Psikotropika.................................................................. 52.3. Peraturan Pemerintah Mengenai Produksi, Distribusi dan
Penyimpanan Prekursor Farmasi ………..……………….................... 52.3 Norefedrin ............................................................................................. 6
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN DATA ........................................... 73.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian ............................................................ 73.2 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 73.3 Metode Pengolahan Data ...................................................................... 7
BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN .............................. 84.1 Analisis Resep 1...................................................................................... 8
4.1.1 Penulisan Ulang Resep Dokter ..................................................... 94.1.2 Kelengkapan Resep....................................................................... 104.1.3 Informasi Obat .............................................................................. 10
4.1.3.1 Analsik..................................................................................... 104.1.3.2 Nalgestan ................................................................................. 104.1.3.3 Codein HCL............................................................................. 114.1.3.4 Ciprofloxacin .......................................................................... 114.1.3.5 Vometa .................................................................................... 12
4.1.4 Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan...................... 12
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 135.1 Kesimpulan ........................................................................................... 135.2 Saran ..................................................................................................... 13
DAFTAR ACUAN.............................................................................................. 14
ii
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belakangan ini penyalahgunaan prekursor dalam pembuatan narkotika
telah menjadi ancaman yang sangan serius yang dapat menimbulkan gangguan
bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan keamanan serta kejahatan
internasional. Oleh karena itu, pemerintah mengesahkan Peraturan Menteri
Kesehatan No.44 Tahun 2010 yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya penyalahgunaan prekursor dan menjamin ketersediaan prekursor untuk
industri farmasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Prekursor
merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan narkotika dan psikotropika (Peraturan Menteri Kesehatan No.44
Tahun 2010). Dalam proses pembuatan narkotika dan psikotropika secara
kimiawi, prekursor bergabung dengan zat lainnya untuk dirubah menjadi obat-
obatan terlarang dalam bentuk perantara atau dapat bekerja sendiri dalam
pembentukan garam narkoba (Badan Narkotika Nasional 2010).
Menurut Permenkes No. 2415 Tahun 2011 tentang rehabilitasi medis
pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, disebutkan bahwa
narkotika, psikotropika dan zat adiktif, yang selanjutnya disebut NAPZA adalah
bahan atau zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan atau psikologi
seseorang serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Apotek
merupakan salah satu tempat penyaluran obat-obat prekursor. Penyerahan obat
prekursor seperti Norefedrin, Efedrin dan Pseudoefedrin oleh apotek ke rumah
sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, apotek lainnya, dokter dan
pasien dilaksanakan dalam hal upaya peningkatan kesehatan. Sebagai salah satu
sumber daya manusia yang berperan dalam pelayanan kesehatan, apoteker
membutuhkan pengetahuan, pemahaman dan aplikasi mengenai peraturan dan
penyerahan prekursor ke masyarakat. Hal ini diperlukan agar apoteker diharapkan
dapat menyampaikan informasi obat dan supaya lebih berhati-hati dalam
1 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
2
penyerahan obat prekursor ke pasien untuk menghindari adanya praktek kegiatan
gelap dan penyalahgunaan obat prekursor pada masyarakat.
Dalam pelaksanaan PKPA di Apotek Atrika, dilakukan pengkajian resep
yang mengandung prekursor Norefedrin/Fenilpropanolamin HCL yang diterima
oleh Apotek Atrika selama periode Oktober 2012 hingga Maret 2013. Dari hasil
pengkajian resep dapat diketahui kerasionalan resep yang diberikan oleh dokter
dan informasi yang dapat diberikan kepada pasien oleh apoteker.
1.2 Tujuan
Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
bertujuan untuk mengkaji peresepan obat Norefedrin/Fenilpropanolamin HCL
yang diterima Apotek Atrika selama periode Oktober 2012 hingga Maret 2013
dari sisi kerasionalan resep, interaksi obat, dan pemberian informasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prekursor
Prekursor menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2010 adalah
zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan
narkotika dan psikotropika. Sedangkan prekursor farmasi adalah zat atau bahan
pemula atau bahan kimia tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan baku atau
penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi (Kementerian
Kesehatan RI, 2005).
Jenis prekursor farmasi terdapat pada Lampiran Permenkes No. 168 Tahun
2005 tentang Prekursor Farmasi, yaitu Anhidrida Asetat; Asam Klorida; Asam
Sulfat; Aseton; Etil Eter; Kalium Permanganat; Metil Etil Keton; Toluen; Asam
N-asetil antranilat dan garamnya; Efedrin dan garamnya; Ergometrin dan
garamnya; Ergotamin dan garamnya; Isosafrol; Asam lisergat dan garamnya; 3,4-
Metilen dioksifenil-2-propanon; 1-Fenil-2-propanon; Piperonal; Pseudoefedrina
dan garamnya; Safrol; Norefedrin; Asam antranilat; Dietil eter; Asam fenil asetat
dan garamnya; Piperidina dan garamnya; Asam sulfat (Kementerian Kesehatan
RI, 2005).
Tabel 2.1 Daftar Beberapa Prekursor dan Penggunaannya
Prekursor Penggunaan ilegal Penggunaan legal
Anhidrida
asetat
Memproduksi heroin,
methaqualon, dan
mecloqualon
Pembuat bahan pewarna untuk
tekstil
Efedrin Sintesis dari methamfetamin Memproduksi obat
Etil Eter Pelarut dalam memproduksi
heroin, kokain, amfetamin,
methamfetamin, MDMA
Pelarut umum dalam
laboratorium kimia dan
industri kimia/farmasi
Asam Memproduksi heroin, Menetralkan kondisi alkalin:
3 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
Hidroklorida amfetamin, methamfetamin,
MDMA
sebagai katalis dan pelarut
dalam sintesis organik, dalam
membersihkan produk-produk
logam
3,4-
Metilendioksi
fenil-2-
propanon
Sintesis MDMA Tidak diketahui adanya
penggunaan yang legal
1-Fenil-2-
Propanon
Sintesis amfetamin dan
methamfetamin
Digunakan dalam industri
kimia dan farmasi
Asam Fenil
asetat
Sintesis amfetamin dan
methamfetamin dan 1-fenil-
2-propanon
Digunakan dalam industri
kimia, farmasi, dan pestisida
Piperonal Sintesis MDMA Memproduksi parfum, rasa
cherry dan vanili; sebagai
komponen obat nyamuk
Pseudoefedrin Sintesis methamfetamin Memproduksi obat
dekongestan
Safrol Sintesis MDMA Dalam memproduksi parfum
dan bahan pewangi.
Memproduksi piperonal,
mengolah lemak dalam
pembuatan sabun
Asam Sulfat Untuk proses ekstraksi
kokain dan proses perubahan
pasta koka menjadi basis
kokain proses memproduksi
amfetamin, methamfetamin,
dan MDMA
Menetralkan kondisi alkalin;
sebagai katalis dalam sintesis
organik, dalam memproduksi
pupuk, bahan pewarna, kertas,
sebagai komponen dan
pembersih pipa saluran dan
logam, dalam cairan baterai
(Sumber: United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)/ BNN)
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
2.2 Narkotika dan Psikotropika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, Sedangkan psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, digunakan
untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang No. 35 tentang Narkotika,
2009).
2.3 Peraturan Pemerintah Mengenai Produksi, Distribusi dan
Penyimpanan Prekursor Farmasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 168 Tahun 2005
tentang Prekursor Farmasi. Prekursor hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang
telah mendapat penunjukan sebagai Importir Produsen (IP) pekursor farmasi
untuk industri farmasi atau penunjukan sebagai Importir Terdaftar (IT) prekursor
farmasi untuk pedagang besar bahan baku farmasi. Untuk dapat ditunjuk sebagai
IP dan IT prekursor farmasi, perusahaan yang bersangkutan harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dengan melampirkan dokumen yang menjadi persyaratan. Penunjukan
sebagai IP prekursor farmasi diterbitkan dengan memperhatikan kapasitas dan
rencana produksi selama satu tahun dan dapat diperpanjang kembali. Perusahaan
yang telah mendapatkan penunjukan sebagai IP prekursor farmasi hanya dapat
mengimpor prekursor semata-mata untuk kebutuhan proses produksi industri
farmasi yang dimilikinya dan dilarang diperdagangkan dan atau dipindah
tangankan. Penunjukan sebagai IT prekursor farmasi berlaku paling lama tiga
tahun dan dapat diperpanjang kembali. Perusahaan yang telah mendapat
penunjukan sebagai IT prekursor farmasi hanya dapat mengimpor prekursor untuk
didistribusikan secara langsung tanpa perantara kepada industri farmasi pengguna
akhir. Perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai IP atau IT prekursor
farmasi dilarang untuk mengailhkan atau mengatasnamakan IP atau IT prekursor
farmasi dan atau persetujuan impor prekursor tersebut kepada pihak lain. Setiap
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
perusahaan yang memproduksi dan mengedarkan prekursor wajib membuat
catatan tentang prekursor farmasi yang diproduksi dan diedarkan. Prekursor juga
hanya dapat diekspor oleh perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai
IT prekursor farmasi. Setiap prekursor yang diedarkan harus diberi penandaan
pada wadah atau kemasan (Kementerian Kesehatan RI, 2005).
Prekursor yang diproduksi dan diimpor hanya dapat disalurkan kepada
industri farmasi atau lembaga ilmu pengetahuan. Setiap kegiatan penyaluran
prekursor harus dilengkapi dengan dokumen penyaluran. Perusahaan yang telah
mendapat penunjukan sebagai IP prekursor farmasi wajib menyampaikan laporan
tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan setiap
bulan tentang pelaksanaan impor dan penggunaan prekursor (Kementerian
Kesehatan RI, 2005).
Penyimpanan prekursor secara umum diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 2010 tentang prekursor. Pasal 9 mengenai penyimpanan
mengatakan bahwa prekursor wajib disimpan pada tempat penyimpanan yang
aman dan terpisah dari penyimpanan lain.
2.4 Norefedrin/ Fenilpropanolamin hidrklorida
Norefedrin atau yang biasa dikenal fenilpropanolamin hidroklorida (PPA)
merupakan senyawa adrenergik. Efek fenilpropanolamin hidroklorida sebagian
besar hasil dari aktivitas agonis α adrenergik yang dihasilkan dari reseptor
adrenergik dan pelepasan norepineprin. Struktur fenilpropanolamin hidroklorida
berhubungan dengan efedrin, yang mempunyai aktivitas vasopresor sedikit lebih
besar dibanding efedrin dengan efek rangsangan susunan saraf pusat dan toksisitas
lebih rendah.
Obat ini menyebabkan vasokontriksi pada mukosa hidung karenanya dapat
digunakan sebagai dekongestan hidung. Fenilpropanolamin hidroklorida
digunakan secara luas sebagai dekongestan hidung, biasanya dikombinasikan
dengan analgesik dan antihistamin dalam obat anti influenza (MIMS, Isadore).
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
BAB 3
7 Universitas Indonesia
METODE PENGKAJIAN DATA
3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian
Pengkajian terhadap resep yang mengandung Norefedrin dilakukan di
Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No.34, Jakarta Pusat dan Apotek Atrika Rukan
Mangga Dua Square Blok F26A, Jakarta Pusat, pada saat pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) mulai tanggal 1 April hingga 14 Mei 2013.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan cara mengumpulkan resep periode Oktober 2012 –
Maret 2013, kemudian dilakukan pencatatan terhadap resep yang mengandung
Norefedrin selama periode tersebut.
3.3 Metode Pengolahan Data
Dari data yang telah diperoleh, dipilih 1 resep yang kemudian dilakukan
analisis data dengan menggunakan literatur yang sesuai.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
BAB 4
8 Universitas Indonesia
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Pada pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
Atrika di Jalan Kartini raya No.34A Jakarta Pusat, dilakukan penelusuran dan
analisis resep yang mengandung Norefedrin/ fenilpropanolamin HCL yang
diterima Apotek Atrika selama periode Oktober 2012 – Maret 2013. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui profil penggunaan Norefedrin/
Fenilpropanolamin HCL dan informasi yang dapat diberikan pada pasien yang
menerima obat dari resep tersebut.
Berdasarkan hasil penelusuran resep yang telah dilakukan, jumlah resep
yang mengandung Norefedrin/ Fenilpropanolamin HCL yang diterima dan
dilayani selama periode Oktober 2012 – Maret 2013 di Apotek Atrika yaitu
berjumlah 5 resep.
4.1 Analisis Resep 1
Pada analisis resep ini, dipilih resep yang diterima dan dilayani oleh
Apotek Atrika yang terletak di Jalan Kartini Raya No.34A, Jakarta Pusat, pada
tanggal 2 Januari 2013. Pasien bernama R dengan umur yang tidak tertulis pada
resep memeriksakan dirinya ke dokter S. Pada tanggal 2 Januari 2013 Kemudian
dokter memberikan resep yang berisi :
1. Analsik ( 10 Tab)
2. Nalgestan ( 15 tab)
3. Codein HCL 20 mg (15 tab)
4. Ciprofloxacin 500 mg (10 Kaps)
5. Vometa (10 tab)
Resep tersebut terdiri dari 5 jenis obat yang diresepkan masing-masing dan tidak
perlu peracikan. Pada resep ini terdapat obat Nalgestan yang mengandung
Norefedrin/ Fenilpropanolamin HCL.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
4.1.1 Penulisan Ulang Resep Dokter
dr. SKomplek Perumahan Kartini Raya
65 Kav. C14Jakarta
Tel. 6297138, 64711201
Jakarta. 2 januari 2013
R/ Tab Analsik No. XPanas/pusing
S3dd1 tab
R/ Tab Nalgestan No. XVObat pilekS3dd1 tab
R/ Tab Codein HCL 20 mg No.XVBatuk pilekS3dd1 tab
R/ Cap Ciprofloxacin 500 mg No.XS2dd1 cap pc
R/ Tab Vometa No.XObat mualS3dd1 tab
Pro : RUmur : -Alamat : Jl. Kartini No.13
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
4.1.2 Kelengkapan resep
Evaluasi Uraian Keterangan
Keabsahan resepNama dokter dan alamat dokterNomor izin dokterTanda tangan dokter
AdaAdaAda
Absah
Kelengkapan resepInscriptioNama tempatTanggal/tahunTanda R/Ordinatio/presriptioNama obatJumlah obatSignatureAturan pakaiNama pasienUmur PasienAlamat Pasien
AdaAdaAda
AdaAda
AdaAda
-Ada
Kurang lengkap
4.1.3 Informasi Obat (MIMS)
4.1.3.1 Analsik
Nama Obat Analsik
Komposisi Metampiron 500 mg, Diazepam 2 mg
Indikasi Sakit kepala, nyeri otot, nyeri pinggang, nyeri otot
sendiKontraindikasi Psikosis berat, kecenderungan berdarah, porfiria,
hipersensitif terhadap gol. pirazolon
Peringatan Usia lanjut, epilepsi, penyakit KV, ati atau ginjal.
Efek Samping Mengantuk, pusing, mual, ketergantungan, reaksi
alergiInteraksi Obat Depresan SSP, alkohol, klorpromazin, simetidin
Dosis 1 tablet diberikan 3x sehari
4.1.3.2 Nalgestan
Nama Obat Nalgestan
Komposisi Fenilpropanolamin HCL 15 mg, CTM 2 mg
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Indikasi Dekongestan, antihistamin pada hidung tersumbat
Kontraindikasi Hipertirodisme, hipertensi, penyakit jantung,
galukoma sudut tertutup
Peringatan Jangan mengendarai kendaraan bermotor atau
mengoperasikan mesin, penderita hipertensi,
penyakit jantung, tirotoksikosis atau DM
Efek Samping Gangguan GI, mulut kering, anoreksia, haus,berkeringat, hipotensi, penglihatan kabur
Dosis 1 tablet 3 atau 4 x sehari
4.1.3.3 Codein HCL
Nama Obat Codein HCL
Komposisi Codein HCL
Indikasi Espektoran
Kontraindikasi Asma akut, gangguan GI, hamil dan lataksi, anak < 2
tahun
Peringatan Depresi SSP dan pernafasan, gangguan fungsi hati dan
Ginjal, demam, hipertiroidEfek Samping Mual, muntah, pruritus
Interaksi Obat Obat penekan SSP, alkohol
Dosis 3 x 1 tablet sehari
4.1.3.4 Ciprofloxacain
Nama Obat Ciprofoxacin
Komposisi Ciprofloxacin
Indikasi Infeksi saluran nafas, saluran GIT, THT, kulit dan
jaringan lunak, tulang dan sendi, infaksi oleh
bakteri yangt peka
Kontraindikasi Anak < 18 tahun, hamil dan lataksi
Peringatan Gangguan ginjal, diketahui atau diduga mengalami
gangguan SSP yang dapat mempermudah kejang
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
Efek Samping Mual, muntah, diare, gangguan pencernaan, pusing,sakit kepala
Interaksi Obat Tizanidin, teofilin, kafein, warfarin dan derivatnya
Dosis 2 x 1 kaplet sehari sesudah makan
4.1.3.5 Vometa
Nama Obat VometaKomposisi Domperidone
Indikasi Terapi mual dan muntah karena berbagai penyebab
Kontraindikasi Tumor prolaktinoma yang produksi prolaktin
Peringatan Hamil, laktasi terapi jangak panjang, disfungsi hati dan
ginjalEfek Samping Peningkatan prolaktin serum, mulut kering, sakit
kepala, diare, ruam kulit
Interaksi Obat Bromokriptin, antikolinergik muskarinik, analgesik,antasid
Dosis 3x1 tablet sehari 15-30 menit sebelum makan
4.1.4 Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan
Apabila melihat keseluruhan isi resep tersebut, menunjukkan bahwa
pasien bernama R mengalami sakit batuk pilek dan infeksi pada saluran nafas.
Dokter meresepkan terapi kombinasi Ciprofloxacin dan Nalgestan yang
mengandung Norefedrin/ Fenilpropanolamin HCL yang diindikasikan untuk
infeksi saluran nafas, sedangkan Codein HCL sebagai ekspektoran untuk
membantu mengeluarkan dahak pada saluran nafas. Kemudian Analsik digunakan
untuk penurun panas dan mengilangkan rasa pusing serta vometa digunakan
sebagai obat mual. Ciprofloxacin merupakan antibiotika yang sering digunakan
untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh kuman penyebab infeksi yang
dapat menyerang saluran nafas saat individu dalam kondisi rentan. Pada resep ini
penggunaan antibiotika harus diinstruksikan secara jelas oleh dokter maupun
apoteker yang memberikan obat ke pasien, karena penggunaan antibiotika yang
tidak tepat dapat menyebabkan resistensi kuman/ bakteri.
Informasi yang dapat diberikan kepada pasien berdasarkan pengkajian
resep tersebut yaitu memberitahukan bahwa jumlah jenis obat yang diterima
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
13
Universitas Indonesia
pasien sebanyak 5 macam, yaitu analsik sebanyak 10 tablet dan diminum 3 kali
sehari satu tablet, nalgestan sebanyak 15 tablet diminum tiga kali sehari satu
tablet, codein hcl sebanyak 15 tablet dan diminum tiga kali sehari satu tablet,
sedang kan untuk ciprofloxacin sebanyak 10 Kaplet dan diminum dua kali sehari
1 tablet sesudah makan dan harus dihabiskan, serta vometa sebanyak 10 tablet dan
diminum tiga kali sehari satu tablet
. Obat harus diminum setiap hari, sehingga diperlukan pengingat atau
bantuan keluarga untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum obat.
Pasien juga diharuskan untuk menghabiskan obat yang diterimanya karena
terdapat antibiotika di dalam racikan obat yang diterimanya, untuk menghindari
terjadinya resistensi kuman atau bakteri. Pasien juga diberi instruksi untuk segera
kembali berkonsultasi dengan dokter apabila terjadi kasus infeksi saluran
pernafasan yang dideritanya semakin bertambah berat atau tidak membaik.
Penyimpanan obat harus diberitahukan yaitu harus disimpan di tempat yang
kering dan sejuk untuk mencegah rusaknya obat dan dijauhkan dari jangkauan
anak-anak.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
13 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Oktober
2012 hingga Maret 2013, jumlah resep yang mengandung kandungan
Norefedrin/Fenilpropanolamin sebanyak 5 lembar resep, yang semuanya
merupakan terapi kombinasi.
5.1.2 Berdasarkan resep pilihan pada periode Oktober 2012 hingga Maret 2013
yang terkait penggunaan Norefedrin/ Fenilpropanolamin HCL pada resep
yang diterima atau dilayani pada Apotek Atrika, resep tersebut telah
memenuhi kelengkapan resep, kesesuaian farmasetik dan tidak ada
interaksi obat. Usulan informasi yang dapat diberikan saat konseling
kepada pasien antara lain mengenai cara penggunaan, aturan pakai, efek
samping dari obat yang dikonsumsinya agar pasien patuh untuk
mengkonsumsi obatnya.
5.2. Saran
5.2.1 Apoteker yang melaksanakan kegiatan konseling harus memiliki
pemahaman yang baik dalam aspek farmakoterapi obat maupun teknik
berkomunikasi dengan pasien.
5.2.2 Dalam mewujudkan pelayanan konseling yang baik maka kemampuan
komunikasi apoteker harus ditingkatkan. Hal ini penting agar terjalin
komunikasi yang efektif dan intensif antara Apoteker dengan pasien.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
14 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Kanfer I., John M., Dowse R. (1982). Phenylpropanolamine Hydrochloride.
Ananlytical Profiles of Drugs Subtances. Vol 12.
MIMS Indonesia. (2013). Analsik Concise Prescribing Information. Mei 20, 2013.http://www.mims.com/Indonesia/drug/info/Analsik/?q=analsik&type=brief
MIMS Indonesia. (2013). Nalgestan Concise Prescribing Information. Mei 20,2013.http://www.mims.com/Indonesia/drug/info/Nalgestan/?q=nalgestan&type=brief
MIMS Indonesia. (2013). Codein hcl Concise Prescribing Information. Mei 20,2013.http://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=codeine
MIMS Indonesia. (2013). Ciprofloxacin Concise Prescribing Information. Mei20,2013.http://www.mims.com/INDONESIA/drug/info/Ciprofloxacin%20Hexpharm%20Jaya/?q=ciprofloxacin&type=brief
MIMS USA. (2013). Phenylpropanolamine Information. Mei 20,2013.http://www.mims.com/USA/drug/info/phenylpropanolamine/?type=full&mtype=generic#Actions
MIMS Indonesia. (2013). Vometa Concise Prescribing Information. Mei 20,2013.http://www.mims.com/INDONESIA/drug/info/Vometa/?q=Vometa&type=brief
Presiden Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor. Januari 14, 2013.
Pusat Penegakan Hukum BNN. (2010). Pengawasan Prekursor. Januari 14, 2013.http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=AwasPrekursor&op=lbd_prekursor&mn=3&smn=a&page=1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.Januari 14, 2013.
United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)/ BNN. (2006). DaftarPrekursor-prekursor Penting. Figur Edisi V: 21.
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Lampiran 1. Daftar PBF
No. Nama Obat Nama PBF Alamat No. Telepon
1 Analsik Bina San Prima Jl. Rawa Gelam IV No.7 Kawasan Industri Pulogadung,
Jakarta Tiimur
(021) 46826464
2 Nalgestan
1. Anugrah
Pharmindo Lestari
Jl. Pulolentut Kav. II/E-4 Kawasan Industri Pulogadung,
Jakarta
(021) 4608820
2. Guna Abdi Wisesa Jl. Kalibaru Barat Raya No.65 Jakarta (021) 4253830
3. STIMEC Jl. Lautze No.60, Jakarta (021) 3456868
4. PD. Sejahtera Jl. Madrasah V No.2, Cawang Jakarta Timur (021) 8194624
5. Kebayoran Jl. Garuda 79, Jakarta (021) 4207042
3 Codein Hcl Kimia FarmaKomplek Majapahit Permai Blok A 105-106, Jl.
Majpahit No. 18-22 Jakarta Pusat.
(021) 34833395,
34833397
4 Ciprofloxacin
1. Bina San Prima Jl. Rawa Gelam IV No.7 Kawasan Industri Pulogadung,
Jakarta Tiimur
(021) 46826464
2. Antar Mitra
Sembada
Jl. Mangga No.11 Jati Pulo, Palmerah, Jakarta Barat (021) 5670313,
5670165
3. Merapi Jl. Pulobuaran Raya No. 4 Blok III EE Kav.No. 1,
Kawasan Industri Pulogadung Jakarta
(021) 46821660
4. Djembatan 2 Jl. Petojo Melintang No.17 Jakarta (021) 3861271
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
5 Vometa
1. Guna Abdi Wisesa Jl. Kalibaru Barat Raya No.65 Jakarta (021) 4253830
2. Djembatan 2 Jl. Petojo Melintang No.17 Jakarta (021) 3861271,
3857881
3. Stimec Jl. Lautze No.60, Jakarta (021) 3456868
4. Eva Surya Jl. Pondasi 30. Kayu Putih, Jakarta (021) 4700888
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Lampiran 2. Resep
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013