+ All Categories
Home > Documents > Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

Date post: 22-Dec-2015
Category:
Upload: feby-dina-ardianti
View: 273 times
Download: 12 times
Share this document with a friend
Description:
MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS DISKUSI BLOK KLINIK DENGAN TEMA KONSULTASI GIZI
Popular Tags:
39
LAPORAN HASIL DISKUSI PROBLEM-BASED LEARNING PBL Blok Klinik SKENARIO “Smoking or CaffeineMinggu ke-3 Tanggal 17 Oktober 2014 s.d 23 Oktober 2014 Grup E DWI RATNAWATI (125070301111008) FIRDA AMALIA (125070301111009) DWIYANTI CAESARRIA (125070301111010) TIARA DIAN N. (125070301111011) FEBY DINA ARDIYANTI (125070301111012) DIESMAHARANI ASTRI M. (125070301111013) YUNITA ENDAH K. (125070301111014) SOFIE AYU MISRINA (125070301111001) DESAK MADE TRISNA U. (125070301111002) YUNITA REZA R. (125070301111003) RANI ILMINAWATI (125070301111004) RACHMI FARICHA (125070301111005) HESTI RETNO BUDIARINI (125070301111006) FARIKHA ALFI F. (125070301111007) JURUSAN GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
Transcript
Page 1: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

LAPORAN HASIL DISKUSI

PROBLEM-BASED LEARNING

PBL Blok Klinik

SKENARIO “Smoking or Caffeine”

Minggu ke-3

Tanggal 17 Oktober 2014 s.d 23 Oktober 2014

Grup E

DWI RATNAWATI (125070301111008)

FIRDA AMALIA (125070301111009)

DWIYANTI CAESARRIA (125070301111010)

TIARA DIAN N. (125070301111011)

FEBY DINA ARDIYANTI (125070301111012)

DIESMAHARANI ASTRI M. (125070301111013)

YUNITA ENDAH K. (125070301111014)

SOFIE AYU MISRINA (125070301111001)

DESAK MADE TRISNA U. (125070301111002)

YUNITA REZA R. (125070301111003)

RANI ILMINAWATI (125070301111004)

RACHMI FARICHA (125070301111005)

HESTI RETNO BUDIARINI (125070301111006)

FARIKHA ALFI F. (125070301111007)

JURUSAN GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

LAPORAN HASIL DISKUSI

PROBLEM-BASED LEARNING

PBL Blok Klinik

SKENARIO “Smoking or Caffeine”

Minggu ke-3

Tanggal 17 Oktober 2014 s.d 23 Oktober 2014

Grup E

DWI RATNAWATI (125070301111008)

FIRDA AMALIA (125070301111009)

DWIYANTI CAESARRIA (125070301111010)

TIARA DIAN N. (125070301111011)

FEBY DINA ARDIYANTI (125070301111012)

DIESMAHARANI ASTRI M. (125070301111013)

YUNITA ENDAH K. (125070301111014)

SOFIE AYU MISRINA (125070301111001)

DESAK MADE TRISNA U. (125070301111002)

YUNITA REZA R. (125070301111003)

RANI ILMINAWATI (125070301111004)

RACHMI FARICHA (125070301111005)

HESTI RETNO BUDIARINI (125070301111006)

FARIKHA ALFI F. (125070301111007)

JURUSAN GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014i

Page 3: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................... ii

ISI .................................................................................................................................................................... 1

A. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI .................................................................................................... 1

B. SKENARIO ........................................................................................................................................... 1

C. DAFTAR UNCLEAR TERM ..................................................................................................................... 1

D. DAFTAR CUES ...................................................................................................................................... 2

E. DAFTAR LEARNING OBJECTIVE ........................................................................................................... 2

F. HASIL BRAINSTORMING ...................................................................................................................... 3

G. HIPOTESIS ........................................................................................................................................... 8

H. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE ................................................................................................. 9

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................................................................................. 17

A. KESIMPULAN ...................................................................................................................................... 17

B. REKOMENDASI .................................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................................ 20

TIM PENYUSUN ............................................................................................................................................... 22

ii

Page 4: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

ISI

A. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI

CD 33. Mahasiswa mampu merancang dan melakukan asuhan gizi pada pasien berdasarkan status gizi

B. SKENARIO

“Smoking or Caffeine”

Tn. S, 68 tahun, pada tanggal 3 Maret 2014 dibawa ke UGD RS X karena mengeluh tidak bisa bernafas.

Sesak sudah dirasakan sejak 7 bulan terakhir, dan dikeluhkan semakin memberat dalam 1 minggu

sebelum MRS. Batuk yang tak kunjung berhenti juga dialami sejak 2 tahun terakhir. Saat dibawa masuk ke

UGD dengan bantuan kursi rosa, tampak bahwa Tn. S duduk dengan posisi membungkuk. Tn. S adalah

pensiunan TNI AD dan mempunyai kebiasaan merokok 12 batang per hari sejak aktif di kesatuannya, serta

minum kopi 2 kali sehari. Merokok baru dihentikan 1 minggu sebelum MRS. Diagnosa sementara adalah

Tn. S menderita COPD, pneumothorax, dyspnea, dan sebagai intervensi awal diberikan nebul combivent 3

x 1. Asuhan gizi yang tepat sangat diperlukan untuk membantu proses penyembuhan, baik pada saat di RS

maupun saat pasien sudah keluar dari RS.

C. DAFTAR UNCLEAR TERM

1. Dyspnea

- Dyspnea adalah pernafasan yang sukar atau sesak (Dorland, 2009).

- Dyspnea adalah pernafasan yang sukar atau sesak yang terjadi pada gagal jantung kongestive

disertai edema paru atau terkadang berhubungan dengan penyakit paru kronik (Dorland, 2009).

Kesimpulan :

Dyspnea adalah pernafasan yang sukar atau sesak yang terjadi pada gagal jantung kongestive disertai

edema paru atau terkadang berhubungan dengan penyakit paru kronik (Dorland, 2009).

2. Pneumothorax

Pneumothorax adalah udara atau gas yang terdapat pada rongga pleura yang terjadi secara spontan

akibat trauma ataupun proses patologis atau dimasukkan dengan sengaja (Dorland, 2009).

3. COPD

COPD atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (penyakit paru obstruktif kronis) adalah

penyempitan bronkus karena kontraksi otot sebagai respon terhadap stimulus seperti pada asma dan

bronkitis.

4. Nebul combivent

- Nebulizer adalah alat semprot untuk sesak nafas (Dorland, 2009).

- Nebul combivent adalah obat yang diberikan dengan menggunakan nebulizer sebagai alatnya.

1

Page 5: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

Kesimpulan:

Nebul combivent adalah obat yang diberikan dengan menggunakan nebulizer sebagai alatnya.

5. Asuhan gizi

Asuhan gizi adalah perencanaan yang dilakukan ahli gizi meliputi penetapan tujuan, prinsip diet,

perencanaan, intervensi dan evaluasi.

6. Intervensi

Intervensi adalah setiap tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan atau merubah

jalannya suatu penyakit (Dorland, 2009).

D. DAFTAR CUES

- Ahli gizi diharapkan mampu merancang dan melakukan asuhan gizi pada pasien S berdasarkan status

gizi pasien dan kondisi kesehatannya.

- Ahli gizi diharapkan mampu merancang dan memberikan asuhan gizi yang tepat pada pasien yang

menderita COPD, pneumothorax, dyspnea berdasarkan status gizi pasien baik pada saat di RS maupun

saat pasien sudah keluar dari RS.

- Ahli gizi diharapkan mampu merancang dan memberikan asuhan gizi yang tepat pada pasien yang

menderita COPD, pneumothorax, dyspnea berdasarkan status gizi pasien baik pada saat di RS maupun

saat pasien sudah keluar dari RS untuk membantu proses penyembuhan.

Kesimpulan:

Ahli gizi diharapkan mampu merancang dan memberikan asuhan gizi yang tepat pada pasien yang

menderita COPD, pneumothorax, dyspnea berdasarkan status gizi pasien baik pada saat di RS maupun

saat pasien sudah keluar dari RS untuk membantu proses penyembuhan.

E. DAFTAR LEARNING OBJECTIVE

1. Bagaimana patofisiologi, etiologi, faktor risiko, tanda dan gejala terjadinya COPD, pneumothorax dan

dyspnea? Adakah kaitan antara posisi duduk dengan penyakit yang diderita?

2. Apa fungsi dari diberikannya nebul combivent dan apakah ada interaksi obat dan makanan?

3. Asuhan gizi apa saja yang dapat diberikan pada pasien baik pada saat masuk RS maupun pada saat

pasien keluar dari RS meliputi assessment, diagnosa, intervensi (diet dan edukasi), dan monitoring

evaluasi?

4. Apa dampak COPD, pneumothorax, dan dyspnea terhadap aspek gizi, misalnya apakah tanda gejala

mempengaruhi nafsu makan?

5. Apa hubungan antara rokok dan kopi dan efeknya pada kesehatan pasien?

2

Page 6: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

F. HASIL BRAINSTORMING

1. Bagaimana patofisiologi, etiologi, faktor risiko, tanda dan gejala terjadinya COPD, pneumothorax

dan dyspnea? Adakah kaitan antara posisi duduk dengan penyakit yang diderita?

Patofisiologi :

Etiologi :

COPD dan pneumothorax :

Penyempitan saluran nafas karena alergi dan bisa dipengaruhi oleh penyakit pernapasan yang lain

seperti asma dan bronkitis.

Sesak :

- Sesak karena serangan dyspnea parosisma berulang, karena dyspnea yang diderita pasien.

- Penyakit kronik seperti COPD.

Faktor risiko:

COPD, pneumothorax, dan dyspnea :

- konsumsi rokok dan kopi karena kandungannya terdapat nikotin dan kafein, jika menumpuk

menimbulkan efek yang macam-macam.

- usia, sering terkena paparan asap rokok, keturunan/gen.

Tanda dan gejala :

COPD dan pneumothorax :

- Batuk yang tidak berhenti dalam satu minggu, karena normalnya dalam satu minggu batuk sudah

sembuh, jika lebih maka ada penyakit lain.

- Sesak nafas.

- Dinding saluran distal dan sel alveoli yang menebal ditandai dengan dyspnea dan batuk non

produktif.

- Wheezing, akibat kontraksi spasmotik bronki.

Dyspnea :

pasien susah tidur dan pada waktu dia tidur dia terbangun karena sesak nafas, terutama posisi tidur

setengah duduk.

2. Apa fungsi dari diberikannya nebul combivent dan apakah ada interaksi obat dan makanan?

Fungsi :

- untuk mengurangi rasa sesak nafas dari pasien

- digunakan ketika pasien tidak bisa mengonsumsi obat pil atau inhaler, jadi pasien disarankan

menggunakan nebulizer agar obatnya dapat masuk.

- Untuk merelaksasi otot bronkus, sehingga dapat melebarkan pembuluh bronkus dan udara dapat

masuk.

3

Page 7: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

Interaksi obat makanan :

Tidak terdapat interaksi obat dan makanan karena obat tidak bertemu dengan makanan.

3. Asuhan gizi apa saja yang dapat diberikan pada pasien baik pada saat masuk RS maupun pada saat

pasien keluar dari RS meliputi assessment, diagnosa, intervensi (diet dan edukasi), dan monitoring

evaluasi?

Hidden Data :

Antropometri

LILA 27 cm

TL 54 cm

Biokimia

PO2 113, 2

PCO2 57,4

Albumin 2,9 g/dL

Hb 11,4 g/dL

Saturasi oksigen 97,3%

Na 127

K 4,85

MCV 70,3

MCHC 32,7

MCH 23

Leukosit 10,15

Fisik/klinis

Nadi 58x/menit

RR 24

Tensi 140/90

Suhu 37o C

KU tampak sakit sedang

Dietary

Riwayat makan dahulu dan sekarang: pola makan 2x sehari, hewanai ikan air tawar, daging dan telur,

nabati tahu tempe setiap hari, tidak suka mengonsumsi sayur, buah yang dikonsumsi pisang dan apel,

kebiasaan minum kopi 2x sehari pagi dan sore, suka makan makanan yang dimasak dengan santan,

mengalami penurunan nafsu makan.

Data recall: Energi 890 kkal, protein 30 gr, lemak 25 gr, karbohidrat 100 gr.

4

Page 8: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

Client history:

Riwayat penyakit dahulu dan sekarang: tidak ada riwayat DM, hipertensi, TB (-), sesak sejak 7 bulan

yang lalu dan memberat dalam 1 minggu terakhir, riak putih kekuningan, tidak ada nyeri dada, tidak

batuk berdahak.

a. Assessment

Antropometri

- Tinggi lutut atau panjang ulna untuk menentukan tinggi badan.

- LILA untuk menentukan berat badan estimasi dan untuk menentukan status gizi.

- Timbangan untuk kursi roda, jika di RS terdapat timbangan untuk kursi roda.

Biokimia:

PCO, PO2, albumin, saturasi oksigen, Hb.

Fisik klinis:

Respiratory rate (RR), denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh, adanya sesak nafas dan batuk,

frekuensi batuk, keadaan umum.

Dietary:

- Riwayat makan sekarang dari recall dan riwayat makan dahulu dari semi FFQ.

- Alergi makanan.

- Penggunaan suplemen.

Client history:

Status ekonomi dan sosial, tingkat pendidikan, pendapatan, kebiasaan merokok, riwayat penyakit

dahulu, obat yang dikonsumsi.

b. Diagnosa

- Kekurangan intake disebabkan karena penurunan nafsu makan ditandai dengan data recall yang

kurang dari kebutuhan.

- Peningkatan kebutuhan energi disebabkan karena COPD, pneumothorax dan dyspnea ditandai

dengan sesak berat 1 minggu yang lalu.

- Penurunan kebutuhan zat gizi, yaitu karbohidrat disebabkan karena pasien menderita penyakit

COPD, pneumothorax, dan dyspnea ditandai dengan sesak pada pasien.

- Pola makan yang salah disebabkan karena kurangnya pengetahuan pangan dan gizi ditandai

dengan tidak suka sayur, konsumsi kopi 2x sehari, suka makan makanan yang bersantan dan

merokok 12 batang sehari.

c. Intervensi

- Memodifikasi diet dengan prinsip rendah karbohidrat, tinggi energi tinggi protein, tinggi

antioksidan yang diberikan dalam porsi kecil dan padat energi (seperti biskuit, krakers, susu,

5

Page 9: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

mentega mayonaise, dan puding roti) dan dalam bentuk makanan lunak dengan menyesuaikan

dengan kondisi pasien.

- Memberikan konseling pada pasien mengenai pentingnya mengatur pola makan, konsumsi kopi

dan rokok dikaitkan dengan penyakit, makanan yang bersantan yang dikaitkan dengan penyakit

sesak nafas.

d. Monitoring evaluasi

- Asupan karbohidat, protein, lemak.

- Data biokimia.

- Ada peningkatan status gizi atau tidak.

- Fisik/klinis meliputi tingkat keparahan sesak nafas (sesak nafasa masih ada/tidak), untuk

menentukan diet yang dijalankan (menggunakan prinsip diet karbohidrat rendah/tidak), serta

ada/tidaknya batuk.

- Kepatuhan pasien terhadap diet yang diberikan.

4. Apa dampak COPD, pneumothorax, dan dyspnea terhadap aspek gizi, misalnya apakah tanda gejala

mempengaruhi nafsu makan?

- Batuk yang lama berpengaruh terhadap berat badannya, sehingga menyebabkan penurunan berat

badan yang berpengaruh pada status gizi yang kurang.

- Penurunan nafsu makan karena sesak nafas ditandai dengan data recall kurang dari kebutuhan.

- Butuh asupan antioksidan untuk dapat menangkal radikal bebas karena merokok.

Kesimpulan :

Dampaknya dapat menurunkan berat badan ditandai dengan penurunan nafsu makan, asupan

antioksidan yang kurang, batuk yang lama, dan sesak nafas, sehingga mengakibatkan penurunan status

gizi.

5. Apa hubungan antara rokok dan kopi dan efeknya pada kesehatan pasien?

- Konsumsi kopi 2x sehari merupakan frekuensinya sangat tinggi. Kafein yang tinggi pada kopi yang

dikonsumsi bersamaan dengan rokok yang memiliki radikal bebas tinggi, tidak dapat ditangkal oleh

antioksidan endogen dan imun pasien yang rendah dapat berdampak pada pasien tersebut dan

dapat berpengaruh terhadap timbulnya penyakit pada pasien.

- Kopi dapat meningkatkan radikal bebas, sehingga meningkatkan ROS dalam tubuh. Dalam skenario,

pasien jarang makan sayur, padahal sayur merupakan sumber antioksidan. Sehingga terjadi

peningkatan ROS yang mengakibatkan COPD.

- Rokok dapat menimbulkan asap rokok yang dapat berpengaruh terhadap saluran pernafasan,

sehingga dapat mengakibatkan penyakit COPD, pneumothorax

- CO bersaing dengan O2 untuk berikatan dengan Hb, sehingga kerja saluran pernafasan berat karena

oksigen yang diperlukan kurang. Kopi dan rokok dapat memicu penyumbatan pada saluran nafas.

6

Page 10: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

Kopi memiliki homosistein yang tinggi, sehingga menimbulkan tekanan darah tinggi yang dapat

mengakibatkan hipertensi.

Kesimpulan :

Kopi dapat mengganggu homosistein, sehingga menimbulkan tekanan darah tinggi yang dapat

mengakibatkan hipertensi. Rokok menimbulkan radikal bebas yang tinggi pada tubuh, dimana dapat

meningkatkan ROS yang dapat berakibat COPD jika tidak terdapat antioksidan yang cukup. CO akan

bersaing dengan O2 untuk berikatan dengan Hb, sehingga kerja saluran pernafasan berat karena

oksigen yang diperlukan kurang.

7

Page 11: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

G. HIPOTESIS

8

COPD, Pneumothorax, Dyspnea Sign & symptom

Medical Therapy

Obat

Nebul combivent

3x1

Interaksi Obat Makanan

Assessment

Antropometri

Tinggi LututLILA

Biokimia

PO2, PCO2, Hb, Saturasi O2, Na, K, Albumin, RBC

Fisik Klinis

RR, tekanan darah, suhu, KU, nadi

Dietary

- 24 h recall- FFQ

Client History

Diagnosa Gizi

Intervensi

Diet

Monev

Pasien sembuh

Kondisi pasien tetapReassessment

Infeksi Pernapasan Kronis

Alergi

Rokok

Batuk

SesakNafsu makan ↓

Riwayat penyakit

Konseling

Page 12: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

H. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVES

1. COPD

(Chronic Obstructive Pulmonary Disease) atau PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif, non reversibel, terdiri dari bronkitis

kronis dan emfisema atau gabungan keduanya (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

2. Nebul combivent

Nebul combivent adalah obat yang digunakan untuk pasien COPD, dimana mengandung ipatropium

dan salbutamol yang bersifat bronkodilator sehingga mencegah bronkospasme pada COPD. Nebul

combivent tidak hanya diberikan pada COPD, tapi bisa diberikan pada asma akut yang dapat diberikan

lebih dari satu bronkodilator tunggal (Datapharm, 2014 dan BPOM, 2012).

3. Asuhan Gizi

Asuhan gizi adalah serangkaian kegiatan pelayanan gizi yang terorganisir dan terstruktur yang

memungkinkan untuk identifikasi kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan untuk memenuhi kebutuhan

gizi yang meliputi pengkajian status gizi, penentuan masalah dan tujuan terapi gizi, penentuan

preskripsi diet, dan intervensi berupa penyediaan makanan dan konseling gizi, serta monitoring dan

evaluasi (Kemenkes RI, 2013 dan Chasbullah, 2011).

4. Patofisiologi, etiologi, faktor risiko, tanda dan gejala terjadinya COPD, pneumothorax, dan dyspnea

a. COPD

Patofisiologi : kebiasaan merokok/terpapar polusi lingkungan dapat menginfeksi saluran

nafas dan mengakibatkan terjadinya inflamasi, serta merangsang produksi

bradikinin, histamin, dan prostaglandin. Hal itu dapat meningkatkan

permeabilitas kapiler yang menyebabkan pengeluaran cairan, sehingga terjadi

edema pada membran mukosa yang menyebabkan hipersekresi lendir dan

kemudian timbul batuk secara terus menerus (Fasitasari, 2013).

Etiologi : asap rokok, faktor lingkungan, penggunaan obat intravena, defisiensi α1-

antitripsin, infeksi pernapasan kronis, dan alergi (Mosenifar, 2014 dan Blesi,

2012).

Faktor risiko : kebiasaan merokok, riwayat terpejan polusi udara (indoor yang berasal dari gas

sisa saat pemasakan dan outdoor yang berasal dari debu atau gas sisa pabrik

atau tambang), hipereaktif bronkus, riwayat infeksi saluran pernafasan bawah,

defisiensi α1-antitripsin, jenis kelamin, ras kulit putih (lebih berisiko), stres

oksidatif, perkembangan dan pertumbuhan paru-paru sejak anak-anak

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003; Subagio, 2013; Oemiati, 2013;

GOLD, 2006).

9

Page 13: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

Tanda dan gejala : sesak nafas yang progresif, batuk disertai produksi riak/mukus yang terus

menerus terutama di pagi hari, kehilangan berat badan secara drastis, pasien

mudah merasa lelah secara fisik, hilangnya nafsu makan karena produksi dahak

yang melimpah, penurunan daya tahan tubuh, seringnya dada terasa

sesak/penuh, meningkatnya kebutuhan bronkodilator, nafas pendek, dyspnea,

mengi (wheezing), hemoptysis, sianosis, sulit bernapas (biasanya bernapas

dengan mulut), sering terkena infeksi saluran pernapasan, hipoksemia, duduk

dengan posisi membungkuk (Rotech, 2008; American Thoracic Society, 2013;

Moini, 2012; Blesi, 2012; Bronsky, 2008).

b. Pneumothorax

Patofisiologi : pada keadaan normal, rongga pleura paru-paru dipenuhi oleh udara. Adanya

udara masuk ke rongga pleura menyebabkan terjadinya tekanan negatif,

sehingga paru-paru terdesak sesuai dengan jumlah udara yang ada dalam

rongga yang menyebabkan meningkatnya tekanan intrapleura. Selain itu,

patofisiologi pneumothorax yang lain adalah terjadinya trauma yang mengenai

dinding dada yang dapat merobek dinding pleura (Punarbawa, 2013).

Etiologi : - Pneumothorax spontan, terdiri dari pneumothorax spontan primer dan

sekunder. Pneumothorax spontan primer disebabkan oleh pecahnya

kantung yang berisi udara dalam paru-paru. Sedangkan pneumothorax

spontan sekunder penyebabnya berhubungan dengan penyakit paru-paru,

seperti COPD dan emphysema.

- Pneumothorax traumatic disebabkan oleh adanya trauma, seperti adanya

peluru, luka, atau tertusuk.

- Pneumothorax tension disebabkan oleh adanya tekanan (Jain, 2008).

Faktor risiko : jenis kelamin (pria lebih berisiko daripada wanita), merokok (meliputi jumlah

rokok yang dihisap), usia, genetik, penyakit paru yang mendasari, dan ventilasi

mekanis (Punarbawa, 2013)

Tanda dan gejala : nyeri dada, dyspnea, takikardia, hipotensi, kecemasan yang berlebih, sianosis,

denyut nadi meningkat, hipoksia, penurunan kesadaran, takhipnea, distensi

vena di leher, mudah lelah, dan hidung tampak kemerahan (Sharma, 2008;

Punarbawa, 2013; Jain, 2008).

c. Dyspnea

Patofisiologi : Dyspnea merupakan tanda dan gejala dari COPD dan pneumothorax, sehingga

patofisiologi dari dyspnea sama dengan patofisiologi COPD dan pneumothorax,

dimana kebiasaan merokok/terpapar polusi lingkungan dapat menginfeksi

10

Page 14: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

saluran nafas dan mengakibatkan terjadinya inflamasi, serta merangsang

produksi bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang dapat meningkatkan

permeabilitas kapiler dan menyebabkan pengeluaran cairan, sehingga terjadi

edema pada membran mukosa yang menyebabkan hipersekresi lendir yang

dapat menimbulkan sesak nafas. Selain itu, adanya udara masuk ke rongga

pleura menyebabkan terjadinya tekanan negatif, sehingga paru-paru terdesak

sesuai dengan jumlah udara yang ada dalam rongga yang menyebabkan

meningkatnya tekanan intrapleura yang dapat menimbulkan sesak nafas

(Punarbawa, 2013 dan Fasitasari, 2013).

Etiologi : Karena dyspnea merupakan tanda dan gejala dari COPD dan pneumothorax,

sehingga etiologi dari dyspnea sama dengan etiologi COPD dan pneumothorax,

dimana terdiri dari asap rokok, faktor lingkungan, penggunaan obat intravena,

defisiensi α1-antitripsin, infeksi pernapasan kronis, alergi, pecahnya kantung

yang berisi udara dalam paru-paru, adanya tekanan dan trauma pada paru-

paru (Mosenifar, 2014; Blesi, 2012; Jain, 2008).

Faktor risiko : Karena dyspnea merupakan tanda dan gejala dari COPD dan pneumothorax,

sehingga faktor risiko dari dyspnea sama dengan faktor risiko COPD dan

pneumothorax, dimana terdiri dari kebiasaan merokok, riwayat terpejan polusi

udara (indoor yang berasal dari gas sisa saat pemasakan dan outdoor yang

berasal dari debu atau gas sisa pabrik atau tambang), hipereaktif bronkus,

riwayat infeksi saluran pernafasan bawah, defisiensi α1-antitripsin, jenis

kelamin, ras kulit putih (lebih berisiko), stres oksidatif, usia, genetik, penyakit

paru yang mendasari, ventilasi mekanis, serta perkembangan dan

pertumbuhan paru-paru sejak anak-anak (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,

2003; Subagio, 2013; Oemiati, 2013; GOLD, 2006; Punarbawa, 2013).

Tanda dan gejala : batuk, produksi sputum, badan terasa berat, mengi/bunyi saat bernafas, sulit

bernapas, merasa kesakitan saat bernapas, kadar oksigen yang menurun di

dalam darah, terjadi kecemasan pada pasien, sianosis periferal, dan takhipnea

(Mahan, 2000; Rosdahl, 2007; EPEC).

Hubungan antara posisi duduk dengan penyakit yang diderita

Posisi duduk membungkuk merupakan tanda dan gejala dari COPD, dimana dapat menyebabkan

peningkatan sesak nafas, karena dada tidak dapat menerima udara dengan kapasitas penuh (Bronsky,

2008 dan Bourbeau, 2005).

11

Page 15: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

5. Fungsi nebul combivent

Fungsi dari nebul combivent adalah untuk memaksimalkan pengobatan pada pasien PPOK dengan

mengurangi bronkospasme melalui 2 mekanisme, yaitu antikolinergik atau parasimpatolitik dan

simpatomimetik. Simultan dari antikolinergik (ipratoprium bromida dan β2 simpatomimetik (albuterol

sulfat) merangsang tubuh untuk memproduksi efek bronkodilator yang lebih besar dan mencegah

peningkatan konsentrasi intraseluler dari kalsium yang disebabkan interaksi asetilkolin dengan

reseptor muskarinik pada otot polos bronkus. Efek bronkodilator untuk memperlebar luas bronkus dan

bronkiolus, serta membuat kapasitas udara meningkat (Boehringer Ingelherm, 2012).

Interaksi obat dan makanan

Terdapat interaksi obat dan makanan pada pasien yang memiliki alergi terhadap kacang-kacangan,

sehingga tidak disarankan untuk dipakai pada pasien dengan alergi terhadap kacang-kacangan. Selain

itu, lebih baik menghindari combivent jika terdapat riwayat alergi terhadap lecitin kedelai (BPOM,

2012 dan Medi Resources Inc, 2014).

6. Form Nutrition Care Process

Nama :Tn. S Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 68 tahun Diagnosa : COPD, pneumothorax, dyspnea

Assessment

Diagnosa Intervensi MonevData Dasar

Identifikasi

Masalah

Antropometri

LILA = 27 cm

TL = 54 cm

TB = 170 cm

BB = 65 kg

BMI = 22,5

Kekurangan

intake makan

disebabkan oleh

menurunnya

nafsu makan

ditandai dengan

persen

pemenuhan

kebutuhan yang

difisit berat

Peningkatan

kebutuhan

energi

dikarenakan

peningkatan

Memodifikasi

diet dengan

memberikan

makanan sesuai

dengan

kebutuhan

pasien dalam

bentuk oral

untuk mencukupi

kebutuhan zat

gizi

Melakukan

konseling dengan

pendekatan

cognitive

Asupan

makanan (P,

L, KH)

Kepatuhan

makan

pasien

Kebiasaan

waktu

makan

Kemampuan

memilih

makanan

Biokimia

PO2 = 113,2

PCO2 = 57,4

Albumin = 2,9 g/dL

Hb = 11,4 g/dL

Sat. O2 = 97,3%

Na = 127

K = 4,85

MCV = 70,3

MCHC = 32,7

Hb ↓

MCH ↓

MCV ↓

Hct ↓

Na ↓

Cl ↓

PCO2 ↑

PO2 ↑

Albumin ↓

12

Page 16: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

MCH = 23

Leukosit = 10,15

Cl = 94

Hct = 33,9

RBC = 4,82 x 10-6

kerja otot

respirasi karena

ditandai dengan

sesak,

penurunan

albumin, dan RR

Peningkatan

kebutuhan Fe

karena anemia

ditandai dengan

MCV, MCH dan

Hb rendah.

Terjadi

perubahan nilai

laboratorium

yang disebabkan

oleh perubahan

kondisi fisiologis

dan patologis

pasien ditandai

dengan

ketidaknormalan

data biokimia

tersebut.

behavior yang

mengarah pada

akibat kebiasaan

yang salah,

seperti kebiasaan

konsumsi kopi,

rokok, dan

makanan

bersantan;

menjelaskan

tentang makanan

yang menjadi

pantangan untuk

pasien;

memberikan

informasi kepada

pasien tentang

manfaat dari

dukungan nutrisi

yang diberikan;

pentingnya

pengaturan pola

makan dan

mematuhi diet;

dan memberikan

informasi

mengenai

makanan yang

dianjurkan,

dibatasi dan yang

tidak dianjurkan.

Melakukan

konseling dengan

strategi self

Jumlah

intake kafein

Asupan

vitamin dan

mineral

Data Lab

Profil anemia

Data

Fisik/klinis

(RR, tekanan

darah, nadi)

Keparahan

sesak nafas

Fisik/Klinis

KU tampak sakit

sedang

GCS 4-5-6

Nadi = 58x/menit

RR = 24

Tensi = 140/90

Suhu = 37oC

Nadi ↓

RR ↑

Tensi ↑

KU sakit sedang

Dietary

- Pola makan 2x

sehari.

- Lauk hewani yang

dikonsumsi: ikan

air tawar, daging,

dan telur.

- Lauk nabati yang

dikonsumsi: tahu

dan tempe setiap

hari.

- Tidak suka

mengonsumsi

sayur.

- Buah yang

dikonsumsi: pisang

dan apel.

- Kebiasaan minum

kopi 2x sehari, pagi

dan sore.

- Suka makan

makanan yang

- Pola makan 2x

sehari.

- Tidak suka

mengonsumsi

sayur.

- Suka makanan

yang bersantan.

- Penurunan

nafsu makan.

- Asupan makan

defisit berat.

- Konsumsi kopi

2x sehari.

13

Page 17: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

dimasak dengan

santan.

- Mengalami

penurunan nafsu

makan.

- Data recall:

E = 890 kkal;

40%

P = 30 gr; 27%

L = 25 gr; 28%

KH = 100 gr; 40%

monitoring dan

social support

dari keluarga.

Berkolaborasai

dengan tenaga

kesehatan yang

lain terkait

dengan data lab

dan konsumsi

rokok, serta

untuk

meringankan

batuk dan sesak

napas pada

pasien.

Client History

- Tidak ada riwayat

DM, hipertensi, TB

(-), sesak sejak 7

bulan yang lalu

dan memberat 1

minggu terakhir.

- Pasien saat ini

terkena COPD,

pneumothorax,

dan dyspnea.

- Riak putih

kekuningan.

- Tidak ada nyeri

dada.

- Tidak ada batuk

berdahak.

- Riwayat merokok

12 batang sehari.

- Obat yang

diberikan: nebul

combivent 3x1.

- Sesak

memberat 1

minggu

terakhir.

- Riak putih

kekuningan.

- (+) COPD,

pneumothorax,

dan dyspnea.

14

Page 18: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

Alasan:

- PO2 tinggi karena pasien menggunakan alat bantu nafas, seperti nebul combivent.

- PCO2 adanya penurunan fungsi nafas.

- Albumin rendah karena nilai albumin turun pada saat infeksi.

- MCV MCHC rendah karena adanya anemia mikrositik (Kemenkes RI, 2011)

- RR tinggi karena sesak nafas.

- Tensi tinggi karena sebagai kompensasi dalam pemenuhan oksigen.

Preskripsi Diet

Tujuan : - memberikan makanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien

untuk mempertahankan status gizi pasien dalam keadaan normal,

- mencegah peningkatan derajat keparahan penyakit.

Prinsip : tinggi energi, rendah karbohidrat, tinggi antioksidan, tinggi lemak terutama tinggi omega-3,

tinggi antioksidan.

Syarat :

1. Energi diberikan 30 kkal/BB.

2. Protein diberikan cukup, yaitu 20% gr/kgBB dari total kebutuhan energi untuk meningkatkan

imunitas.

3. Lemak diberikan tinggi, yaitu 35% dari total energi (lemak jenuh 10% dan lemak tidak jenuh 30%),

dimana yang diutamakan adalah kandungan omega-3.

4. Karbohidrat diberikan rendah, yaitu 45% dari total kebutuhan energi untuk tidak memperparah

sesak pada pasien.

5. Serat diberikan cukup, yaitu 25 gram per hari.

6. Porsi kecil tapi sering dan padat energi, tinggi antioksidan terutama vitamin C. Vitamin C

ditambahkan 16 mg/hari dari kebutuhan normal, Mg 420 mg/hari, Ca 1200 mg/hari (Fasitasari,

2013).

7. Asupan cairan sebesar 35mL/kgBB. Karena pasien adalah lansia, maka asupan cairan dikurangi 10%

dari kebutuhan (Fasitasari, 2013).

8. Diberikan makanan lunak.

7. Dampak COPD, pneumothorax, dan dyspnea terhadap aspek gizi

1. Sangat berisiko untuk menimbulkan malnutrisi, dimana adanya kemungkinan peningkatan

kebutuhan energi dan pengeluaran energi akibat kerja respirasi meningkat. Akan tetapi terjadi

penurunan nafsu makan pada pasien dengan gangguan pernapasan (Fasitasari, 2013).

2. Rasa penuh dan kenyang ketika makan (Fasitasari 2013).

15

Page 19: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

3. Penurunan asupan karena restriksi cairan, nafas pendek, penurunan saturasi O2, keterbatasan lain

seperti kesulitan makan dan perubahan metabolisme (Mueller, 2011).

4. Sesak nafas karena COPD menyebabkan panik dan kecemasan, sehingga aktivitas fisik pasien

menurun. Penurunan massa sel tubuh lebih dari 40% di fungsi otot perifer dapat menurunkan

berat badan (Oemiati, 2013).

8. Hubungan antara rokok dan kopi, serta efeknya pada kesehatan pasien

Frekuensi merokok yang terlalu sering dan penggunanaan steroid dan inflamasi sistemik dapat

menyebabkan osteoporosis (Oemiati, 2013). Rokok terdapat radikal bebas yang menempel pada silia

paru-paru, kemudian makin banyak radikal bebas yang menempel sehingga dapat membakar silia pada

paru-paru yang mengakibatkan infeksi. Produksi mukus bertambah sehingga sangat kondusif dalam

pertumbuhan kuman. Jika terus berkelanjutan, dapat mengakibatkan PPOK (Prabaningtyas, 2010).

Selain itu, konsumsi kopi dapat mempengaruhi fungsi paru-paru melalui peningkatan aktivasi

cytochrome P450 dengan adanya peningkatan stres oksidatif dan inflamasi (Toraldo, 2013).

16

Page 20: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

1. COPD adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang

bersifat progresif, non reversibel, terdiri dari bronkitis kronis dan emfisema atau gabungan keduanya.

2. Nebul combivent adalah obat yang mengandung ipatropium dan salbutamol yang bersifat

bronkodilator sehingga mencegah bronkospasme pada COPD.

3. Asuhan Gizi

Asuhan gizi adalah serangkaian kegiatan pelayanan gizi yang terorganisir dan terstruktur meliputi

pengkajian status gizi, penentuan masalah dan tujuan terapi gizi, penentuan preskripsi diet, dan

intervensi berupa penyediaan makanan dan konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi.

4. Patofisiologi, etiologi, faktor risiko, tanda dan gejala terjadinya COPD, pneumothorax, dan dyspnea

a. COPD

Patofisiologi : kebiasaan merokok/terpapar polusi lingkungan dapat menginfeksi saluran

nafas dan mengakibatkan terjadinya inflamasi, serta merangsang produksi

bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang dapat meningkatkan

permeabilitas kapiler yang menyebabkan pengeluaran cairan, sehingga terjadi

edema pada membran mukosa yang menyebabkan hipersekresi lendir dan

kemudian timbul batuk secara terus menerus.

Etiologi : asap rokok, faktor lingkungan, penggunaan obat intravena, defisiensi α1-

antitripsin, infeksi pernapasan kronis, dan alergi.

Faktor risiko : kebiasaan merokok, riwayat terpejan polusi udara (indoor yang berasal dari gas

sisa saat pemasakan dan outdoor yang berasal dari debu atau gas sisa pabrik

atau tambang), hipereaktif bronkus, riwayat infeksi saluran pernafasan bawah,

defisiensi α1-antitripsin, dan stres oksidatif.

Tanda dan gejala : sesak nafas yang progresif, batuk disertai produksi riak/mukus yang terus

menerus, kehilangan berat badan secara drastis, pasien mudah merasa lelah

secara fisik, hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang melimpah,

penurunan daya tahan tubuh, seringnya dada terasa sesak/penuh, nafas

pendek, dyspnea, mengi (wheezing), sulit bernapas (biasanya bernapas dengan

mulut), hipoksemia, duduk dengan posisi membungkuk.

d. Pneumothorax

Patofisiologi : adanya udara masuk ke rongga pleura menyebabkan terjadinya tekanan

negatif, sehingga paru-paru terdesak sesuai dengan jumlah udara yang ada

dalam rongga yang menyebabkan meningkatnya tekanan intrapleura. Selain

17

Page 21: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

itu, terjadinya trauma yang mengenai dinding dada dapat merobek dinding

pleura.

Etiologi : - Pneumothorax spontan, terdiri dari pneumothorax spontan primer dan

sekunder. Pneumothorax spontan primer disebabkan oleh pecahnya

kantung yang berisi udara dalam paru-paru. Sedangkan pneumothorax

spontan sekunder penyebabnya berhubungan dengan penyakit paru-paru,

seperti COPD dan emphysema.

- Pneumothorax traumatic disebabkan oleh adanya trauma, seperti adanya

peluru, luka, atau tertusuk.

- Pneumothorax tension disebabkan oleh adanya tekanan.

Faktor risiko : merokok, usia, genetik, dan penyakit paru yang mendasari

Tanda dan gejala : nyeri dada, dyspnea, takikardia, hipotensi, denyut nadi meningkat, hipoksia,

penurunan kesadaran, takhipnea, mudah lelah, dan hidung tampak

kemerahan.

e. Dyspnea

Patofisiologi : dyspnea merupakan tanda dan gejala dari COPD dan pneumothorax, sehingga

patofisiologi dari dyspnea sama dengan patofisiologi COPD dan pneumothorax,

Etiologi : asap rokok, faktor lingkungan, penggunaan obat intravena, defisiensi α1-

antitripsin, infeksi pernapasan kronis, alergi, pecahnya kantung yang berisi

udara dalam paru-paru, adanya tekanan dan trauma pada paru-paru.

Faktor risiko : kebiasaan merokok, riwayat terpejan polusi udara (indoor yang berasal dari gas

sisa saat pemasakan dan outdoor yang berasal dari debu atau gas sisa pabrik

atau tambang), hipereaktif bronkus, riwayat infeksi saluran pernafasan bawah,

defisiensi α1-antitripsin, stres oksidatif, usia, genetik, penyakit paru yang

mendasari.

Tanda dan gejala : batuk, produksi sputum, badan terasa berat, mengi/bunyi saat bernafas, sulit

bernapas, merasa kesakitan saat bernapas, kadar oksigen yang menurun di

dalam darah, terjadi kecemasan pada pasien, sianosis periferal, dan takhipnea.

Posisi duduk membungkuk merupakan tanda dan gejala dari COPD, dimana dapat menyebabkan

peningkatan sesak nafas, karena dada tidak dapat menerima udara dengan kapasitas penuh.

5. Fungsi dari nebul combivent adalah untuk memaksimalkan pengobatan pada pasien PPOK dengan

mengurangi bronkospasme melalui 2 mekanisme, yaitu antikolinergik atau parasimpatolitik dan

simpatomimetik. Terdapat interaksi obat dan makanan pada pasien yang memiliki alergi terhadap

kacang-kacangan, sehingga tidak disarankan untuk dipakai pada pasien dengan alergi terhadap

kacang-kacangan.

18

Page 22: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

6. Sebelum dilakukan intervensi harus melakukan diagnosa gizi untuk menentukan problem

diprioritaskan pada pasien dengan penyakit COPD, pneumothorax, dan dyspnea. Intervensi yang

diberikan yaitu modifikasi diet sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien, meliputi tinggi energi,

tinggi lemak, rendah karbohidrat, dan tinggi antioksidan. Setelah dilakukan intervensi harus melakukan

monitoring evaluasi untuk melihat apakah pasien butuh reassessment atau tidak.

7. Dampak dari COPD, pneumothorax, dan dyspnea pada aspek gizi adalah sangat berisiko menimbulkan

malnutrisi, karena adanya kemungkinan peningkatan kebutuhan energi dan pengeluaran energi akibat

kerja respirasi meningkat. Akan tetapi terjadi penurunan nafsu makan pada pasien dengan gangguan

pernapasan. Selain itu dampak yang lain adalah rasa penuh dan kenyang ketika makan, penurunan

asupan karena restriksi cairan, nafas pendek, penurunan saturasi O2, keterbatasan lain seperti

kesulitan makan dan perubahan metabolism, sesak nafas karena COPD menyebabkan panik dan

kecemasan, sehingga aktivitas fisik pasien menurun. Penurunan massa sel tubuh lebih dari 40% di

fungsi otot perifer dapat menurunkan berat badan.

8. Frekuensi merokok yang terlalu sering dan penggunanaan steroid dan inflamasi sistemik dapat

menyebabkan osteoporosis. Selain itu, rokok terdapat radikal bebas yang menempel pada silia paru-

paru, kemudian makin banyak radikal bebas yang menempel sehingga dapat membakar silia pada

paru-paru yang mengakibatkan infeksi. Produksi mukus bertambah sehingga sangat kondusif dalam

pertumbuhan kuman. Jika terus berkelanjutan, dapat mengakibatkan PPOK. Selain itu, konsumsi kopi

dapat mempengaruhi fungsi paru-paru melalui peningkatan aktivasi cytochrome P450 dengan adanya

peningkatan stres oksidatif dan inflamasi.

9. REKOMENDASI

Skenario klinik pada week 3 ini mampu mengingatkan kemabali mengenai patofisiologi dari penyakit paru-

paru dan langkah-langkah dalam melakukan asuhan gizi. Skenario yang diberikan cukup jelas dan

dimengerti oleh mahasiswa. Dalam skenario ini diberikan hidden data untuk menegakkan diagnosa,

intervensi, monitoring dan evaluasi. Namun hidden data tersebut kurang membantu mahasiswa dalam

menegakkan diagnosa karena hanya sebagian saja data yang diberikan. Sebaiknya hidden data diberikan

dengan lengkap sehingga dapat membantu mahasiswa dalam melakukan diagnosa, intervensi, monitoring

dan evaluasi.

19

Page 23: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

DAFTAR PUSTAKA

American Thoracic Society. 2013. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). An J Respir Crit Care Med, 171: P3-P4.

Blesi, Michelle et al. 2012. Medical Assisting, Administrative & Clinical Competencies Seventh Edition. USA : Delmar Cengage Learning.

Bronsky, Michele G. Dan Donna J. Willson. 2008. Respiratory Nursing: A Core Curriculum. New York : Springer Publishing Company.

Bourbeau, Jean. 2005. Living Well with COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease). Monteal Chest Institute, McGill University Health Centre (MUHC).

BPOM. 2012. Informasi Produk Terapeutik. Jakarta : BPOM.

Chasbullah dkk. 2011. Pedoman Asuhan Gizi di Rumah Sakit.

Datapharm. 2014. Combivent. (Online). (www.medicines.org.uk/guides/combivent, diakses 17 Oktober 2014).

Dorland, Newman. 2009. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta : EGC.

EPECTM. Education in Pallarive and End-of-Life Care for Oneinov. Self-Study Modul 3J : Duspnea.

Fasitasari, Miridian. 2013. Terapi Gizi pada Lanjut Usia dengan PPOK. Fakultas Kedokteran Universitas Sultan Agung, Semarang.

GOLD. 2006. Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of COPD. (Online). (http://www.goldcopd.org/Guidelines/guidelines-global-strategy-for-diagnosis-management-2006.html, diakses 17 Oktober 2014).

Jain et al. 2008. Understanding and Managing Tension Pneumothorax. Journal Clinical Medicine, 9 (1): 42-50.

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta : Bakti Husada.

__________. 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Bakti Husada.

Mahan dan Escott Stump. 2000. Krause’s Food Nutrition and Diet Therapy. Philadelphia : Elsevier’s Health Sciences Rights Department.

Moini, Jahangir. 2013. Introduction to Pathology for the Physical Therapist Assistant. Burlington : Jones & Bartlett Learning.

Mosenivar, Zab M. D. 2014. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. (Online). (emedicine.medscape.com, diakses 17 Oktober 2014).

Mueller, Charles et al. 2011. Nutrition Screening, Assessment, and Intervention in Adults. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition, 35 (1): 16-24.

Oemiati, Ratih. 2013. Kajian Epidemiologi PPOK. Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.

20

Page 24: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. (Online). (www.academia.edu/5570098/PDPI_ppok, diakses 17 Oktober 2014).

Prabaningtyas, Octavia. 2010. Hubungan Antara Derajat Merokok dengan Kejadian PPOK. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Punarbawa, Wayan A dan Putu P. Suarjaya. 2013. Identifikasi Awal dan Bantuan Hidup Dasar pada Pneumotoraks. OJS Universitas Udayana.

Rosdahl, Caroline B dan Mary T. Kowalski. 2007. Textbook of Basic Nursing 9th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Rotech, Gorsavi et al. 2008. Understanding and Manage Tension Pulmonary Diseases. Clinical Medicine, Australia.

Sharma, Anita dan Parul Jindal. 2008. Principles of Diagnosis and Management of Traumatic Pneumothorax. J Emerg Trauma Shock, 1 (1): 34-41.

Subagio, Ahmad. 2013. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). (Online). (www.klikparu.com/2013/02/penyakit-paru-obstruktif-kronik-ppok.html, diakses 17 Oktober 2014).

Toraldo et al. 2013. Systemic Inflammation in Chronic Obstructive Pulmonary Disease: May Diet Play a Therapeutic Role?. Journal of Allergy & Therapy.

21

Page 25: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

TIM PENYUSUN

A. KETUA

DESAK MADE TRISNA U. (125070301111002)

B. SEKERTARIS

RANI ILMINAWATI (125070301111004)

RACHMI FARICHA (125070301111005)

C. ANGGOTA

DWI RATNAWATI (125070301111008)

FIRDA AMALIA (125070301111009)

DWIYANTI CAESARRIA (125070301111010)

TIARA DIAN N. (125070301111011)

FEBY DINA ARDIYANTI (125070301111012)

DIESMAHARANI ASTRI M. (125070301111013)

YUNITA ENDAH K. (125070301111014)

SOFIE AYU MISRINA (125070301111001)

YUNITA REZA R. (125070301111003)

HESTI RETNO BUDIARINI (125070301111006)

FARIKHA ALFI F. (125070301111007)

D. FASILITATOR

Ibu Fuadiyah Nila Kurniasari, S.Gz, MPH

E. PROSES DISKUSI

1. KEMAMPUAN FASILITATOR DALAM MEMFASILITASI

Mampu mengarahkan berjalannya diskusi mahasiswa agar fokus pada kompetensi dan skenario.

Mampu membantu mahasiswa dalam menggali dan memecahkan masalah yang terdapat dalam

skenario.

Mampu membantu mahasiswa untuk berpikir kritis dalam menanggapi masalah pada skenario.

Mampu mendampingi mahasiswa dalam melakukan diskusi dengan lancar dan mengarahkan

apabila topik pembahasan mulai menyimpang.

2. KOMPETENSI/ HASIL BELAJAR YANG DICAPAI OLEH ANGGOTA DISKUSI

Mahasiswa mampu merencanakan asuhan gizi sesuai tahapannya, meliputi assessment, diagnosa,

intervensi, monitoring dan evaluasi.

22

Page 26: Week 6 Laporan Hasil Diskusi Pbl Klinik

Mahasiswa mampu memahami patofisiologi, etiologi, faktor risiko, tanda dan gejala, serta dampak

yang ditimbulkan dari penyakit paru-paru ditinjau dari aspek gizi.

Mahasiswa mengetahui hubungan antara konsumsi kopi, rokok, dan penyakit yang dapat muncul

pada seseorang.

23


Recommended